Anda di halaman 1dari 6

Absorbsi

Secara alami membran paru permeabel terhadap obat-obatan molekul kecil dan banyak terapi
peptida dan protein. Epitel paru-paru merupakan barrier utama untuk penyerapan obat secara
inhalasi. Ketebalan membran sebesar 50-60 m pada trakea, dan ketebalannya menurun menjadi
0,2 m di alveoli.Paru-paru lebih permeabel terhadap makromolekul obat dibandingkan dengan
portal masuk lainnya. Sejumlah peptida yang telah diubah secara kimia untuk menghambat
enzim peptidase, telah menunjukkan bioavailabilitas yang sangat tinggi jika diberikan melalui
rute paru. Molekul obat yang lebih kecil dapat menunjukkan penyerapan yang lebih panjangan
jika obat bersifat kationik.
Kelebihan pemberian obat secara intrapolmunary adalah absorpsinya yang cepat, akan tetapi
ada beberapa molekul yang tidak dapat terabsorpsi secara baik dan dapat tertahan di paru-paru
selama beberapa jam atau bahkan beberapa hari.

Mekanisme
Pada umumnya penyerapan obat yang terjadi di paru terjadi secara paracelular atau secara
transeluler. Pada absorpsi secara paracelular terjadi dengan melalui tight junctions yang
merupakan integral protein claudin dan occlidin yang berada di antara sel epitel paru. Penelitian
menunjukan bahwa TEER (trans-epithelial electric resistance) menunjukan penurunan
ketebalan sel dari trakea ke saluran udara distal dan meningkat lagi di daerah alveolar. Sehingga
dapat disimplukan bahwa penyerapan paracellular paling mungkin terjadi di bronkiolus distal.
Pada obat-obat yang bersifat hidrofilik dengan berat molekul yang kecil seperti insulin terjadi
absorpsi di paru secara paraseluler. Penggunaan bahan tambahan seperti kitosan dapat
membantu merenggangkan tight junction secara reversible agar molekul obat yang lebih besar
dapat melewati membrane.
Sebagian obat yang diabropsi di paru juga menggunakan transportasi transeluler dimana obat
berdifusi melalui sel. Difusi pasif terjadi untuk obat yang bersifta hidrofobik dimana obat
berdifusi melalui bilayer fosfolipid membran seluler dari konsentrasi yang lebih tinggi ke
konsentrasi yang lebih rendah. Transportasi transeluler melibatkan transportasi yang difasilitasi
oleh zat pembawa yang dieksresikan pada permukaan membran sel.
Ada dua kelas transporter utama yang diekspresikan dalam sel paru-paru: pembawa zat terlarut
(SLC) dan Transporter ATP binding cassette (ABC). SLC mampu mengangut senyawa
organik berupa kationik dan anionik melalui transpoter kation organik (OCT) dan transpoter
anionik organik (OAT).

Salbutamol (albuterol), merupakan bronkodilator bermuatan positif dengan pH fisiologis paru,


yang dapat diserap melalui transpoter kation organik (OCT). PEPT2, merupakan transporter
SLC yang diekspresikan oleh pneumosit tipe II dalam alveoli, yang mampu menghantar obat
peptida. Keluarga pengangkut ABC termasuk beberapa dari pengangkut eflux yang paling
penting yang bertindak dalam cara yang bergantung pada energi. Multidrug resistant protein
(MRP1), protein resistensi kanker payudara (BCRP), dan P-glikoprotein (P-gp) adalah yang
paling transporter eflux yang biasa diekspresikan di paru-paru . Transpoter eflux sangat
bergantung pada lokasi ekspresi reseptor tersebut, baik di sisi apikal di lumen jalan nafas atau
sisi basolateral menghadap kapiler darah endotelium, dapat meningkatkan atau menghambat
penyerapan obat. Sanaadalah keragaman yang sangat besar di substrat untuk pengangkut
seperti itu yang membuat reseptor ini sangat penting masalah untuk dipertimbangkan selama
perhitungan dosis.
Kemungkinan mekanisme penyerapan lainnya adalah transportasi vesikuler yang melibatkan
pembentukan invaginasi dalam membran plasma seluler yang kemudian terpisah menjadi
vesikel individu yang menelan partikel di dalamnya. Transpor vesikular dapat dimediasi
dengan caveolin atau clathrin, tergantung pada ukuran partikel. Transportasi yang dimediasi
guaolin biasanya melibatkan partikel dengan ukuran kurang dari 120 nm, sementara clathrin
mengangkut partikel berukuran lebih besar di kisaran 150-200 nm

Smyth & Hickey 2011

Transportasi transseluler terjadi pada sebagian besar absorpsi obat yang terjadi melalui paru-
paru, dimana obat harus berdifusi melalui sel agar dapat terabsorbsi. Untuk obat yang bersifat
hidrofobik, absorpsi terutama terjadi melalui difusi pasif di mana obat berdifusi melalui
phospholipid bilayer membrane sel dari konsentrasi tinggi ekstrasel ke konsentrasi rendah
intrasel. Transportasi transseluler juga melibatkan transportasi yang dimediasi oleh carrier
melalui molekul transporter yang diekspresikan pada permukaan membrane sel. Informasi
mengenai transporter pada paru-paru informasinya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan
transporter pada usus, hati, atau ginjal.

A. Faktor yang mempengaruhi absorbsi obat di paru berdasarkan pentargetannya


Baik secara sistemik maupun lokal. Dalam penghantaran pulmonal yang bertujuan
sistemik, absorbsi jelas merupakan hal yang sangat penting karena merupakan hal pertama
yang harus berhasil dilakukan untuk menghantarkan zat aktif obat menuju lokasi aksinya.
Begitu juga untuk sistem penghantaran pulmonal yang bersifat lokal, karena absorbsi
menggambarkan perpindahan obat dari sistem penghantaran menuju lokasi aksinya.
1. Area
Luas permukaan paru-paru sekitar 140 m2, sedikit lebih luas dibanding luas permukaan
usus halus. Desain yang baik dari aerosol dapat menghantarkan obat ke sebagian besar
proporsi area ini.
2. Ketebalan barrier absorbsi
Ketebalan barier absorbsi di paru-paru jauh lebih rendah dibanding rute penghantaran
yang lain. Pada wilayah alveolar ketebalan pembuluh darah kurang dari 0.5 μm, jauh
lebih tipis dibandingkan lapisan mukosa di salurann pencernaan ataupun membran
epitel. Hal ini membuat trasnfer gas, udara atau molekul kecil dapat terjadi dengan
cepat. Ketebalan barier di TB (Trachio Brachiolar) jauh lebih tipis mukosa, sehingga
absorbsi dapat berjalan lebih cepat.
3. Supplai darah
Paru-paru mendapat suplai 100% dari ventrikel kanan menuju kapiler paru-paru.
Supplai darah yang besar menyebabkan pertukaran gas terjadi dengan cepat, hal ini
bermanfaat dalam sistem penghantaran obat. Obat yang diabsorbsi dari paru-paru
langsung menuju atrium kiri jantung tanpa mengalamai first pass metabolisme di liver.
4. Perbedaan area
Wilayah Alveolar (A) dan Tracheo Brachiolar (TB) memiliki karakter fisiologis yang
berbeda, yang menyebabkan hal-hal tersebut terjadi:
 Luas permukaan, TB : A = 1 : 10
 Panjang airway-to-blood, TB : A = 10 : 1
 Aliran darah, TB : A = 1 : 10
 Luas kapiler, TB < A
 Klirens mucociliary hanya ada di TB
Perbedaan karakteristik dua area ini sangat penting dalam absorbsi obat. Berdasarkan
karakter tersebut, penghantaran obat melalui pulmonal yang bertujuan sistemik
seharusnya mentarget area A, dimana absorbsi nya 2x lebih cepat dibading area TB.
Sedangkan target lokal, seharusnya mentarget area TB.
5. Permeabilitas membran
Barier permeabilitas utama dari saluran nafas ke pembuluh darah adalah jaringan epitel
di saluran nafas. Jaringan epitel memberikan barier yang lebih besar didanding sel
interstitial dan endotel ke kapiler. Permeabilitas epitel terhadap larutan hidrofilik 10x
lebih rendah dibanding sel endotel, walapun begitu epitel paru-paru jauh lebih
permeable dibanding lapisan mukosa di pemberian rute lain. Contohnya sodium
cromoglycate hanya 3% dapat masuk ke sirkulasi darah, sedangkan jika melalui rute
pulmonal dapat di absorbsi sebesar 70% setelah diinhalasi.
Pada area tertentu, perbedaan tight junction antara alveolar tipe 1 dan sel diketahui
sebesar 1 nm, pada lokasi lain dengan diameter yang sama tight junction sebesar 10 nm.
Hal ini yang mengakibatkan permeabilitas rute paraseluler jauh lebih besar dibanding
membran lain. Ukuran molekul yang dapat diabsobsi ke pembuluh darah melalui rute
pulmonal adalah 150 kDa.
Usia merupakan salah-satu faktor yang mempengaruhi permeabilitas paru-paru. Pada
bayi, permeabilitas paru lebih besar kare protein yang ada pada cairan paru-paru perlu
diserap ke peredaran darah. Permeabilita kemudian menurun setelah bayi berusia
beberapa minggu selanjutnya pertamban usia tidak lagi mempengaruhi permeabilitas
paru.
6. Rute transport
Rute transport obat ke pembuluh darah dapat diklasifikasikan menjadi dua, yakni:
 Paraseluler: terjadi antara sel epitel, interstisial dan endotel
 Transeluler: terjadi melalui sel diatas
Obat larut lemak biasanya diabsorbsi secara transeluler, dimana obat masuk kedalam
membran lipid sel epitel dan selanjutnya berdifusi ke sel sesui dengan gradien
konsentrasi. Kecepatan absorbsi paru-paru berkorelasi dengan koefisien distribusi
lipid/buffer untuk beberapa kandungan. Obat yang bersifat lipofilik menunjukkan
absorbsi yang sangat cepat, contohnya inhalasi morfin mencapai konsentrasi puncak
setelah 5 menit.
Sebaliknya obat yang tidak larut lemak kebanyakan diabsorbsi melalui rute paraceluler,
kecepatan absorbsi obat berkorelasi dengan ukuran molekul. Absorbsi obat hidrofilik
cenderung lebih lambat dibanding obat lipofilik, namun absorbsi pada rute pulmonal
ini masi jauh lebih cepat dibanding rute lain.
Mekansime saturasi carrier-trasnport juga terjadi pada senyawa anion organik seperti
sodium cromoglycate tapi , namun kontribusinya terhadap seluruh proses absorbsi
masih belum diketahui.

B. Faktor fisikokimia yang mempengarihi absorbsi di paru


1. Kecepatan aerosol
Aerosol dibentuk oleh nebulizer dan Dry Powder Inhalers (DPI) dan diangkut ke
paru-paru oleh udara yang terinspirasi. Dalam tetesan aerosol dengan kecepata
tinggi yang lebih besar dari aliran udara inspirasi dan karena aerosol yang memiliki
afinitas yang lebih besar berdampak pada wilayah oropharrygeal
2. Ukuran partikel
Sebuah monodisperse, yaitu aerosol yang ideal memiliki nilai 1 dari Geometric
Standart Devitation (GSD) yang didefinisikan sebagai rasio ukuran 84,2% pada
frekuensi kurva kumulatif dengan diameter median. Meskipun pada umumnya
aerosol dengan nilai GSD dari <1,22 merupakan monodisperse sementara aerosol
dengan nilai GSD dari 1,22 disebut sebagai polydisperse atau heterodisperse
3. Bentuk partikel
Bentuk partikel yang tidak bulat memiliki jumlah terkecil satuan dimensi fisik yang
superior dari diameter aerodinamis. Obat harus mencapai target dengan aliran udara
terinspirasi melalui saluran udara oleh prosedur iny=tersepsi dengan dinding
saluran napas
4. Massa Jenis
Partikel yang memiliki kepadatan kurang dari 1g/cm³ (unit density) dapat memiliki
diameter fisik yang lebih besar dibanding rata-rata aerodinamis. Kebanyakan obat
mikronized untuk inhalasi akan berisi kepadatan partikel, meskipun bahan yang
dibuat dengan teknik spray dryer cendurng kurang padat
5. Stabilitas fisik
Sediaan aerosol kurang stabil jika di banding sediaan lainnya hal ini disebabkan
karena konsentrasi partkel yang tinggi dan jarak antar partikel yang dekat dapat
menyebabkan saling tolak menolak atau reaksi antar partikel lainnya. Partikel yang
dihasilkan oleh DPI kemungkinan cendrung higroskopis bila berada pada
kelembapan yang tinggi sehingga memperbesar penguapan air yang terjadi
6. Vesikel pengiriman ke paru
Perangkat inhalasi dipisahkan menjadi 3 kategori yang berbeda, penyempurnaan
dari nebulizer dan evolusi jenis kompak perangkat portable (Dry Powder Inhalers
dan Metered Dose Inhaler)
7. Formulasi
8. Formulasi bertanggung jawab terhadap pengantaran obat untuk mencapai target.
Formulasi harus efisien sehingga obat dapat memberi hasil secara maksimal dan
memberi efek farmakologis yang diinginkan.
a. Liposom
Liposom merupakan vesikel fosfolipid yang disusun oleh lipid bilayer yang
terdisri dari satu atau beberapa komponen yang mengandung zat aktif dan bahan
tambahan lainnya yang mungkin diikut sertakan. Liposom banyak digunakan
sebagai extended release dalam pengobatan penyakit paru sehingga banyak
digunakan sebagai metode penyampaian agen terapeutik ke permukaan alveolar
untuk pengobatan sistemik. Liposom juga banyak digunakan untuk
meningkatkan penyerapan peptida di bagian mukosa hidung seperti insulin dan
kalsitonin dengan meningkatkan penetrasi mmbran dan melindungi peptida dari
degradasi enzimatik.
b. Nanopartikel
Nanompartikel memiliki diameter 1-1000nm yang terdiri dari bahan aktif dan
zat pembawa yang terjebak dan dikemas dalam ukuran nano. Keuntungan
nanopartikel terkait dengan ukurannya yang kecil sehingga dapat menembus
membran mukosa. Penelitian lain menunjukan sediaan nanopartikel untuk
pulmonary ini dapat digunakakn sebagai vesikle untuk terapi berkelanjutan.
Sistem terapi aerosol dengan nanopartikel dapat memperpanjang waktu obat
untuk berada dalma saluran pernapasan sehingga menurunkan efek samping
yang timbul akibat adanya rute yang sistemik, sehingga meningkatkankan
kepatuhan pasien dengan mengurangi frekuensi pemberian.

Disolusi
Nasib obat tergantung pada kondisi fisik sediaan obat setelah terdeposit di dalam paru-paru.
Obat bebas yang terlarut akan menyebar dengan cepat ke dalam cairan epitel dan akan
mengalami absorpsi, sementara obat dalam bentuk partikulat harus dapat terlarut agar dapat
terabsorpsi ke aliran darah. Obat partikulat dapat dihilangan oleh mukus ataupun dengan cara
dibatukan.
Sifat fisikokimia obat inhalasi bervariasi, dari yang sangat hidrofilik hingga sangat hidrofobik,
jika kelarutan dalam air yang rendah dari mikrogram per mililiter (0,1 mg/mL untuk flutikason
propionat) hingga ratusan milligram per mililiter (250 mg/mL untuk salbutamol sulfat). Untuk
senyawa dengan kelarutan tinggi, disolusi dianggap tidak mempengaruhi laju pembersihan
paru-paru. Senyawa dengan kelarutan rendah memperlihatkan onset penyerapan yang cukup
cepat dan berkelanjutan.
Laju disolusi obat sebanding dengan kelarutan obat, konsentrasi obat pada cairan, dan daerah
antarmuka padat-cair. Kelarutan obat tergantung pada senyawa, formulasi dan bentuk fisik dari
obat, serta komposisi media cairan lapisan epitel paru-paru. Komposisi cairan ini terutama air
(96%), garam, fosfolipid, protein dan musin, dengan pH sekitar 6,6 pada invidu sehat.
Sedangkan lapisan permukaan dalam alveoli terdiri dari lapisan tipis surfaktan (fosfolipid dan
protein). Lipid dan protein dalam cairan lapisan akan meningkatkan pembasahan, kelarutan
dan laju disolusi untuk obat yang sukar larut.
Volume cairan dalam paru-paru manusia adalah sekitar 10-30 mL. Sebagai gambaran,
flutikason propionat akan membutuhkan volume lebih dari 1 L untuk dapat terlarut sempurna
dalam sistem, karena obat ini sukar larut sehingga menjadi dasar pertimbangan dalam
menentukan dosis obat yang relevan. Ketebalan lapisan cairan di paru-paru adalah sekitar 5-10
mm pada saluran udara dan secara bertahap menurun hingga di alveoli menjadi sekitar 0,01-
0,08 mm. Partikel obat yang terdeposit di saluran udara akan terendam dalam lapisan cairan
yang mungkin jauh lebih tipis dari deposit obat di alveoli, akibatnya daerah antarmuka padat-
cair antara partikel dan cairan sebanding dengan luas permukaan partikel dalam saluran udara,
tetapi dibatasi oleh ketebalan cairan di alveoli

Ashish A Karhale., et. All.2002. pulmonary Drug Delivery System. International Journla of
Pharm Tech Research

Chaturvedi, N.P., 7 Solanki, H. 2013. Pulmonary Drug Delivery System: Review.


International Journal of Applied Pharmaceutics

Shaikh, S., Nazim, S., Khan, T., Shaikh, A., Zameeruddin, M., & Quaazi, A.
2010. Recent Advances in Pulmonary Drug Delivery System: A Review.
International Journal of Applied Pharmaceutics. 2 (4): 27-31.

Smyth, H.D.C., & Hickey, A.J. 2011. Controlled Pulmonary Drug Delivery. New
York: Spinger

Anda mungkin juga menyukai