Anda di halaman 1dari 13

KATA PENGANTAR

Dengan segala kerendahan dan keikhlasan hati, puji syukur kehadirat Allah SWT. Karena dengan
rahmat dan rahim-Nya yang telah dilimpahkan, taufiq dan hidayah-Nya dan atas segala kemudahan yang
telah diberikan sehingga penyusunan makalah Akhlak Tasawuf dapat terselesaikan.

Shalawat terbingkai salam semoga abadi terlimpahkan kepada sang pembawa risalah kebenaran
yang semakin teruji kebenarannya baginda Muhammad SAW, keluarga dan sahabat-sahabat, serta para
pengikutnya. Semoga syafa’atnya selalu menyertai kehidupan ini.

Setitik harapan dari penulis, semoga makalah ini dapat bermanfaat serta bisa menjadi wacana
yang berguna. Penulis menyadari keterbatasan yang penulis miliki, untuk itu, penulis mengharapkan dan
menerima segala kritik dan saran yang membangun demi perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya hanya kepada Allah SWT., jualah penulis memohon Rahmat dan Ridho-Nya.

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .........................................................................................................................i

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................1

A. Latar Belakang .............................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................................1

C. Tujuan ..........................................................................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ..................................................................................................................2

A. Pengertian ....................................................................................................................................2

B. Ukuran Baik dan Buruk ...............................................................................................................2

C. Aliran – Aliran Tentang Baik dan Buruk ......................................................................................3

BAB III PENUTUP ..........................................................................................................................4

A. Kesimpulan ...............................................................................................................................4

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................5

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Balakang

Setiap perbuatan manusia itu ada yang baik dan ada yang tidak baik atau buruk. Baik dan buruk
merupakan dua istilah yang banyak digunakan untuk menentukan suatu perbuatan yang dilakukan oleh
seseorang. Pernyataan tersebut dapat dijadikan indikator untuk menilai perbuatan itu baik atau buruk
sehingga dapat dilatarbelakangi sesuatu yang mutlak dan relatif.

Pernyataan – pernyataan tersebut perlu dicarikan jawaban dan dapat dijadikan rumusan masalah sehingga
para pembaca menilai sesuatu itu baik atau buruk memiliki indikator yang pasti. Untuk itu dijadikan
pembahasan masalah adalah Bagaimana ukuran menilai baik dan buruk menurut pandangan Islam

B. Rumusan Masalah

1. Apakah pengertian Baik dan Buruk ?

2. Apakah Ukuran Baik Buruk dalam ilmu akhlak?

3. Apa sajakah aliran baik dan buruk?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui pengertian Baik dan Buruk

2. Untuk mengetahui Ukuran yang dipakai dalam menilai baik dan buruk

3. Untuk mengetahui aliran baik buruk

ii
BAB II

PEMBAHASAN

Dalam ilmu akhlak kita berjumpa dengan istilah baik buruk, benar salah, apakah kita pakai itu
benar atau salah dan apakah kebiasaan-kebiasaan yang kita perbuat untuk baik apa buruk.

A. Pengertian

1. Baik dan Buruk

Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari kata khayr (dalam bahasa Arab) yang artinya “ yang
baik”, good; best (dalam bahasa Inggris) good = that which is morally right or acceptable sedangkan
kebalikan Kata baik adalah buruk, kata buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh dalam bahasa Arab dan
evil ;bad dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan
rasa keharuan dan kepuasan, kesenangan, persesuaian, dan seterusnya1.Bila dihubungkan dengan akhlak,
yang dimaksud dengan baik (sebut: akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah adanya
keselarasan antara prilaku manusia dan alam manusia tersebut . Sementara itu, Ahmad Amin menyatakan
bahwa perilaku manusia dianggap baik atau buruk bergantung pada tujuan yang dicanangkan oleh pelaku.

Kedua pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu definisi, sebab definisi
pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang dihasilkan, sementara definisi kedua lebih menitik
beratkan pada tujuan terwujudnya perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku, seseorang
akan cenderung berani melakukan tindakan yang tidak selaras dengan alam dengan dalih bertujuan baik,
juga adanya kesulitan mengukur kebenaran tujuan pelaku. Berdasarkan pertimbangan tersebut, barangkali
dapat dirumuskan bahwa perilaku yang baik adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras dengan
alam manusia.

B. Ukuran Baik dan Buruk

Ukuran baik dan buruk yang dikenal dalam ilmu akhlak antara lain :

1. Nurani

Jiwa manusia memiliki kekuatan yang mampu membedakan mana yang baik dan mana yang
buruk. Kekuatan tersebut dapat mendorongnya berbuat baik dan mencegahnya berbuat buruk. Jiwanya

ii
akan merasa bahagia jika telah berbuat baik dan merasa tersiksa jika telah berbuat buruk.
Kekuatan ini disebut nurani. Masing – masing individu memiliki kekuatan yang berbeda satu sama lain.
Perbedaan kekuatan ini dapat menyebabkan perbedaan persepsi tentang sesuatu yang dianggap baik dan
yang dianggap buruk.

2. Rasio

Rasio merupakan anugerah Tuhan yang diberikan kepada manusia, yang membedakannya dengan
makhluk lain. Dengan rasio yang dimiliki, manusia dapat menimbang mana perkara yang baik dan yang
buruk. Dengan akalnya manusia dapat menilai bahwa perbuatan yang berakibat baik layak disebut baik
dan dilestarikan, dan begitu sebaliknya. Penilaian rasio manusia akan terus berkembang dan mengalami
perubahan sesuai dengan pengalaman – pengalaman yang mereka miliki.

3. Adat

Adat istiadat yang berlaku dalam kelompok ataupun masyarakat tertentu menjadi salah satu
ukuran baik dan buruk anggotanya dalam berperilaku. Melakukan sesuatu yang tidak menjadi kebiasaan
masyarakat sekitarnya ataupun kelompoknya akan menjadi problem dalam berinteraksi. Masing – masing
kelompok atau masyarakat tertentu memiliki batasan – batasan tersendiri tentang hal – hal yang harus
diikuti dan yang harus dihindari. Sesuatu yang dianggap baik oleh masyarakat satu belum tentu demikian
menurut masyarakat yang lain. Mereka akan mendidik dan mengajarkan anak-anak mereka untuk
melakukan kebiasaan–kebiasaan yang mereka anggap baik dan melarang melakukan sesuatu yang tidak
menjadi kebiasaan mereka.

4. Pandangan Individu

Kelompok atau masyarakat tertentu memiliki anggota kelompok atau masyarakat yang secara
individual memiliki pandangan atau pemikiran yang berbeda dengan kebanyakan orang di kelompoknya.
Masing–masing individu memiliki kemerdekaan untuk memiliki pandangan dan pemikiran tersendiri
meski harus berbeda dengan kelompok atau masyarakatnya. Masing–masing individu memiliki hak untuk
menentukan mana yang dianggapnya baik untuk dilakukan dan mana yang dianggapnya buruk. Tidak
mustahil apa yang semula dianggap buruk oleh masyarakat, akhirnya dianggap baik, karena terdapat
seseorang yang berhasil meyakinkan kelompoknya bahwa apa yang dianggapnya buruk adalah baik.

5. Norma Agama

Seluruh agama di dunia ini mengajarkan kebaikan. Ukuran baik dan buruk menurut norma agama
lebih bersifat tetap, bila dibandingkan dengan ukuran baik dan buruk dimata nurani, rasio, adat istiadat,

ii
dan pandangan individu. Keempat ukuran tersebut bersifat relatif dan dapat berubah sesuai dengan ruang
dan waktu. Ukuran baik dan buruk yang berlandaskan norma agama kebenarannya lebih dapat dipercaya
dan dapat dipertanggungjawabkan, karena norma agama merupakan ajaran Tuhan Yang Maha Suci.
Disamping itu, ajaran Tuhan lebih bersifat universal, lebih terhindar dari subyektifitas individu maupun
kelompok.

C. Aliran – aliran tentang Baik dan Buruk

Membicarakan baik dan buruk pada perbuatan manusia maka penentuan dan karakternya baik dan
buruk perbuatan manusia dapat diukur melalui fitrah manusia.

Menurut Poedja Wijatna berhubungan dengan perkembangan pemikiran manusia dengan pandangan
filsafat tentang manusia (Antropologi Metafisika) dan ini tergantung pula dari Metafisika pada umumnya.

Dan dapat disimpulkan bahwa diantara aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan
baik dan buruk diantaranya :

1. Aliran Hedoisme

Dalam filsafat Yunani Kuno ditemukan bahwa Hedonisme sudah muncul sekitar 433-355SM oleh
Aristippos dari Kyrene, salah seorang murid Socrates. Menurut paham ini banyak yang disebut perbuatan
yang baik adalah perbuatan yang banyak mendatangkan kelezatan, kenikmatan, dan kepuasan nafsu
biologis. Aliran ini tidak mengatakan bahwa semua perbuatan mengandung kelezatan, melainkan adapula
yang mendatangkan kepedihan, dan apabila ia disuruh memilih manakah perbuatan yang harus dilakukan,
maka yang dilakukan adalah yang mendatangkan kelezatan. Maka apabila terjadi keraguan dalam
memilih sesuatu perbuatannya, harus diperhitungkan banyak sedikitnya kelezatan dan kepedihannya dan
sesuatu itu baik apabila diri seseorang yang melakukan perbuatan mengarah kepada tujuan

2. Aliran Adat Istiadat ( Sosialisme )

Menurut aliran ini ditentukan berdasarkan adat istiadat yang berlaku dan dipegang teguh oleh
masyarakat. Di dalam masyarakat kita jumpai adat istiadat yang berkenaan dengan cara berpakaian,
makan, minum, bercakap-cakap dan sebagainya. Orang yang mengikuti cara-cara yang demikian itulah
yang dianggap orang yang baik, dan orang yang menyalahinya adalah orang yang buruk.Setiap bangsa
memiliki adat istiadat tertentu. Apabila seorang dari mereka menyalahi adat istiadat itu, sangat dicela dan
dianggap keluar dari golongan bangsanya.

ii
Pada masa sekarang, kita dapat membenarkan adat istiadat semacam itu dan bukan
mengingkarinya, dan bila adat istiadat itu banyak salahnya, maka tidak tepat dijadikan ukuran baik dan
buruk bagi perbuatan-perbuatan kita. Poedja Wijatna mengatakan bahwa adat istiadat pada hakikatnya
produk budaya manusia yang sifatnya nisbi dan relative. Keberadaan paham adat istiadat ini
menunjukkan eksistensi dan pesan moral dalam masyarakat. Berpegang adat istiadat itu, meskipun tidak
benar ada juga faedahnya, sebab ada juga orang – orang yang tidak mau melanggar adat istiadat yang
baik, dan banyak pula orang – orang yang tidak mau mengikutinya adat istiadat dari lingkungannya.

3. Intuition ( Humanisme )

Paham intuition melihat bahwa sesuatu dianggap baik atau buruk bukan karena akibat yang
ditimbulkannya, melainkan dari keberadaan sesuatu itu sendiri. Jujur, adil, berani, dianggap baik dan
kebalikannya dianggap buruk, bukan karena akibat yang ditimbulkan oleh sesuatu tersebut, melainkan
karena memang sifat jujur, adil dan berani itu secara dhatiyyah baik.

Paham ini memiliki pendirian bahwa setiap manusia memiliki kekuatan batin untuk membedakan
antara baik dan buruk, misalnya ketika seseorang mendengarkan suara musik, secara otomatis, tanpa
berfikir panjang, ia dapat menilai bahwa suara musik tersebut baik atau jelek. Kekuatan tersebut disebut
intuisi (laqanat). Oleh karena itu, paham ini disebut intuition (laqanat) perbedaan yang menonjol antara
aliran intuition dan hedonisme terletak pada:

a. Sesuatu yang baik akan tetap baik dan tidak mengenal batasan ruang dan waktu. Tidak bergantung
pada tujuan yang akan dicapai, juga tidak bergantung pada akibat yang dihasilkan.

b. Sesuatu yang baik itu sesuatu yang pasti tidak membutuhkan alasan mengapa dianggap baik dan
mengapa dianggap buruk.

c. Sesuatu yang tidak menerima keraguan, adalah mustahil sesuatu yang berlawanan, baik dan buruk,
suatu ketika dianggap baik dan suatu ketika dianggap buruk.

Setiap orang memiliki suara hati yang dapat mengarahkannya untuk berbuat baik dan
melaksanakan kewajibannya. Kebaikan dan kewajiban tersebut membuahkan kenikmatan dan
kebahagiaan yang dapat mengantarkan manusia pada sesuatu yang disenangi dan terhindar dari
penderitaan. Suara hati tidak tunduk karena sesuatu itu menyenangkan atau menyakitkan, tetapi tunduk
pada kewajiban. Kewajiban tetap harus dilaksanakan meski menghalang-halangi kesenangan dan
menyebabkan sakit. Kebaikan tetap baik meski untuk apakah menghasilkan kenikmatan atau kesusahan

ii
adalah cara berfikirnya pedagang. Jika berfikir tentang moralitas, seharusnya lebih dari sekedar
menghitung untung rugi.

Kelompok yang masuk dalam aliran intuition ini antara lain, kelompok filosof kuno yang dikenal
dengan sebutan kaum Sofis. Mereka adalah pengikut Zeno seorang filosof Yunani 342-270SM. Mereka
tidak menjadikan kenikmatan dan kekayaan sebagai keinginan terbesarnya, yang menjadi keinginan
terbesarnya adalah hidup sebagai seorang yang bijaksana dalam kondisi apapun, susah maupun senang,
fakir maupun kaya.

Dalam perkembangannya, pemikiran aliran intuition ini, di Barat dikembangkan oleh Immanuel
Kant, ia merupakan salah seorang pemikir besar filsafat moral dari Jerman, yang hidup di tahun 1724-
1804. menurutnya rasio manusia merupakan asas moral. Baik-buruk tidak dapat diukur dengan melihat
akibat yang ditimbulkannya (nikmat atau sakit), tetapi aqal secara alamiah dapat menunjukkan baik dan
buruk.

Kemudian lebih jauh Immanuel Kant mengembangkan pemikirannya dengan menciptakan sistem
moral deontologi. Kant berpendapat bahwa sesuatu yang baik adalah kehendak yang baik. Sesuatu yang
baik akan tetap baik, jika digunakan oleh kehendak yang baik. Sesuatu yang baik dapat menjadi buruk
karena kehendak yang jahat. Kehendak akan menjadi baik, bila seseorang bertindak karena kewajiban.
Jika bertindak karena maksud lain-bukan karena kewajiban-sesuatu tersebut menjadi tidak baik,
perbuatan dianggap baik bila hanya dilakukan karena wajib dilakukan. Bertindak sesuai dengan
kewajiban tersebut, oleh Kant disebut legalitas.

Selanjutnya, Kant membagi kewajiban menjadi dua, kewajiban yang mengandung imperative,
hipotesis dan yang mengandung imperative kategoris. Imperative hipotesis adalah perintah (kewajiban)
yang mengikutsertakan syarat, misalnya “Jika ingin lulus dalam ujian, maka harus belajar” imperative
kategoris adalah perintah (kewajiban) tanpa mengikutsertakan syarat, misalnya “janji harus ditepati”
(sepakat atau tidak dengan norma ini, tetap harus dilakukan dan memang adanya demikian). Berkaitan
dengan moral, perilaku manusia hanya dibimbing oleh norma yang mewajibkan begitu saja tanpa syarat,
tanpa pertimbangan yang lain.

Pelaksanaan imperative kategoris menuntut adanya otonomi kehendak. Kehendak yang otonom
dapat menentukan dirinya sendiri dan tidak membiarkan diri ditentukan oleh faktor dari luar, seperti
kecenderungan atau emosi. Yang dimaksud otonomi kehendak oleh Kant adalah: secara umum manusia
membuat hukum moral dan kehendak menaklukkan diri kepada hukum tersebut. Manusia yang hidup
dengan mengikuti hukum moral, ia akan menyerahkan diri.

ii
4. Vitalisme

Menurut paham ini yang baik ialah yang mencerminkan kekuatan dalam hidup manusia. Paham
ini pernah dipraktekkan pada penguasa di zaman feodalisme terhadap kaum yang lemah dan bodoh.
Dengan kekuatan dan kekuasaan yang dimiliki ia mengembangkan pola hidup feodalisme, kolonialisme,
dictator dan tirani. Perbuatan dan ketetapan yang dikeluarkan menjadi pegangan bagi masyarakat,
mengingat orang yang bodoh dan lemah selalu mengharapkan pertolongan dan bantuannya.

Dalam masyarakat yang sudah maju, dimana ilmu pengetahuan dan keterampilan sudah mulai
banyak dimiliki oleh masyarakat, paham vitalisme tidak akan mendapat tempat lagi, dan digeser dengan
pandangan yang bersifat demokratis.

5. Religiosme

Menurut paham ini dianggap baik adalah perbuatan yang sesuai dengan kehendak Tuhan,
sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam paham
ini keyakinan feologis, yakni keimanan kepada Tuhan sangat memegang peranan penting, karena tidak
mungkin orang mau berbuat sesuai dengan kehendak Tuhan, jika yang bersangkutan tidak beriman
kepadanya. Menurut Poedjawijatna aliran ini dianggap paling baik dalam praktek, namun terdapat pula
keberatan terhadap aliran ini, yaitu karena ketidakumuman dari ukuran baik dan buruk yang
digunakannya.

Diketahui bahwa di dunia ini terdapat bermacam-macam agama, dan masing-masing agama
menentukan baik buruk menurut ukurannya masing – masing. Agama Hindu, Budha, Yahudi. Kristen, dan
Islam, misalnya masing – masing memiliki pandangan dan tolak ukur tentang baik dan buruk yang satu
dan lainnya berbeda-beda.

6. Evolusi (Evolution)

Mengikuti paham ini mengatakan bahwa segala sesuatu yang ada di ala ini mengalami evolusi
yaitu berkembang dari apa adanya menuju kepada kesempurnaannya. Paham ini pertama muncul dibawah
oleh seorang ahli pengetahuan bernama “LAMARK”. Dia berpendapat bahwa jenis binatang itu berubah
satu sama lainnya. Pendapat ini bukan hanya berlaku pada benda-benda yang tampak, seperti binatang,
manusia, dan tumbuh-tumbuhan. Tetapi juga berlaku pada benda yang tak dapat dilihat / diraba oleh
indra, seperti akhlak dan moral.

ii
7. Aliran Tradisional

Tiap umat manusia mempunyai adat / tradisi dan peraturan tertentu yang dianggap baik untuk
dilaksanakan. Karena itu, kapan dan dimanapun juga, dipengaruhi oleh adat kebiasaan atau tradisi
bangsanya, karena lahir dalam lingkungan bangsanya. Harus diakui, bahwa aliran ini banyak mengandung
kebenaran, hanya secara ilmiah kurang memuaskan, karena tidak umum. Dengan demikian, maka
terjadilah bermacam-macam perbedaan adat / kebiasaan diantara bangsa-bangsa, tidak itu saja, bahkan
perbedaan antar suku.

8. Aliran Naturalisme

Yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia menurut aliran ini adalah perbuatan
yang sesuai dengan fitrah / naluri manusia itu sendiri, baik mengenai fitrah lahir maupun fitrah batin.
Aliran ini berpendirian bahwa segala sesuatu dalam dunia ini menuju kepada suatu tujuan tertentu.
Dengan memenuhi panggilan nature setiap sesuatu akan dapat sampai kepada kesempurnaan. Karena akal
pikiran itulah yang menjadi wasilah bagi manusia untuk mencapai tujuan kesempurnaan, maka manusia
harus melakukan kewajibannya dengan berpedoman kepada akal.

9. Aliran Theologis

Aliran ini berpendapat bahwa yang menjadi ukuran baik dan buruknya perbuatan manusia, adalah
didasarkan atas ajaran Tuhan, apakah perbuatan itu diperintahkan/dilarang oleh-Nya. Dengan perkataan
theologies saja nampaknya masih samara karena di dunia ini terdapat bermacam-macam agama yang
mempunyai kitab suci sendiri-sendiri yang antara satu dengan yang lain tidak sama. Sebagai jalan keluar
dari kesamaran itu ialah dengan mengkaitkan etika, theologies ini dengan jelas kepada agama, missal
etika theologies menurut Kristen, etika theologies menurut Yahudi dan Theologis menurut Islam.

10. Menurut Ajaran Islam

Ajaran Islam adalah ajaran yang bersumberkan wahyu Allah SWT. Al Qur’an yang dalam
penjabarannya dilakukan oleh hadits Nabi Muhammad SAW. Menurut ajaran Islam penentuan baik dan
buruk harus didasarkan pada petunjuk Al Qur’an dan Al Hadits. Jika tidak memperhatikan Al Qur’an dan
Al Hadits dapat dijumpai berbagai istilah yang mengacu pada yang baik dan adapula yang mengacu pada
yang buruk. Misal Al hasanah dikemukakan oleh Al – Eqghib al Asfahani adalah suatu istilah yang
digunakan untuk menunjukkan sesuatu yang disukai atau dipandang baik. Lawan dari al hasanah adalah al
sayyiah. Yang termasuk al hasanah missal keuntungan kelapangan rezeki dan kemenangan. Misalnya kita
jumpai pada ayat yang artinya: Ajaran manusia menuju Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.

ii
Adapun kata Al birr digunakan untuk menunjukkan pada upaya memperluas/memperbanyak
melakukan perbuatan yang baik. Jika kata tersebut digunakan untuk sifat Allah, maka maksudnya adalah
bahwa Allah memberikan balasan pahala yang besar, dan jika digunakan untuk manusia, maka yang
dimaksud adalah ketaatannya.

ii
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Sesuatu yang disebut baik atau buruk itu relative sekali, karena bergantung pada pandangan dan penilaian
masing-masing yang merumuskannya dan pengertian ini bersifat subjektif, karena bergantung pada
individu yang menilainya.

Beberapa aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi dalam penentuan baik dan buruk diantaranya :

1. Baik dan Buruk Menurut Ajaran Islam

2. Baik Buruk Aliran Theologis

3. Baik Buruk Aliran Naturalisme

4. Aliran Tradisionals

5. Evolusi (Evolution)

6. Religiosme

7. Vitalisme

8. Intuition ( Humanisme )

9. Aliran Adat Istiadat ( Sosialisme )

10. Aliran Hedoisme

ii
DAFTAR PUSTAKA

Nata, Abiddin. 1996. Akhlak Tasawuf. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Mustofa, Akhmad. 1999. Akhlak Tasawuf. Bandung : CV Pustaka Setia

Shaltat, Mahmud. 1994. Aqidah Dan Syari’at Islam. Jakarta : Bumi Aksara

Al Baqir, Muhammad. 1994. Membentuk Akhlak Mulia. Bandung. Karisma.

ii

Anda mungkin juga menyukai