Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Oksigenasi adalah memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh dengan cara


melancarkan saluran masuknya oksigen atau memberikan aliran gas oksigen (O2)
sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen
bertujuan untuk memberikan oksigen tubuh sehingga metabolisme tubuh dapat
berlangsung dan individu dapat mempertahankan kehidupannya.

Asma didefinisikan sebagai penyakit inflamasi obstruktif yang ditandai oleh


periode episodik spasme otot-otot polos dalam dinding saluran udara bronkhial atau
spasme bronkus. Spasme bronkus ini menyempitkan jalan nafas, sehingga membuat
pernafasan menjadi sulit dan menimbulkan mengi. (Asih dan Effendy, 2003). Dalam
kaitannya pemenuhan kebutuhan oksigenasi tidak terlepas dari peranan fungsi sisitem
pernafasan dan kardiovaskuler yang menyuplai kebutuhan oksigen tubuh. Dan dalam
implementasinya mahasiswa keperawatan diharapkan lebih memahami tentang apa
oksigenasi, bagaimana proses keperawatan pada klien dengan gangguan oksigenasi
dan bagaimana praktik asuhan keperawatan bagi pasien yang mengalami masalah
atau gangguan oksigenasi.

1.2 Tujuan

 Menjelaskan definisi asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan


oksigenasi

 Menjelaskan konsep asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan


oksigenasi

1
 Menjelaskan contoh kasus asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada penyakit asma dan pembahasannya

1.3 Manfaat

 Mengetahui definisi asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan


oksigenasi

 Mengetahui konsep asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan oksigenasi

 Mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan


oksigenasi pada penyakit asma dan pembahasannya

2
BAB II

ISI

2.1 Definisi Asma

Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa
serangan asma. Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran
bronchial (saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran
bronchial mengalami peradangan dan bengkak. Asma adalah suatu peradangan pada
bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen

Anatomi dan fisiologi pernafasan

1) Organ-organ pernafasan

a) Hidung

Merupakan saluran udara pertama yang mempunyai 2 lubang, dipisahkan oleh


sekat hidung. Di dalamnya terdapat bulu-bulu yang berfungsi untuk menyaring dan
menghangatkan udara

b) Tekak (faring)

Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.

c) Laring (pangkal tenggorok)

Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara terletak di


depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam trakea
di bawahnya.

3
d) Trakea (batang tenggorok)

Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam
diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Percabangan trakea menjadi bronkus
kiri dan kanan disebut karina.

e) Bronkus (cabang tenggorokan)

Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V.

f) Paru-paru

Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya ± 90 meter persegi, pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara.

Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara yang mengandung


oksigen dan menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 sebagai sisa dari
oksidasi keluar dari tubuh. Adapun guna dari pernafasan yaitu mengambil O2 yang
dibawa oleh darah ke seluruh tubuh untuk pembakaran, mengeluarkan CO2 sebagai
sisa dari pembakaran yang dibawa oleh darah ke paru-paru untuk dibuang,
menghangatkan dan melembabkan udara. Pada dasarnya sistem pernafasan terdiri
dari suatu rangkaian saluran udara yang menghangatkan udara luar agar bersentuhan
dengan membran kapiler alveoli. Terdapat beberapa mekanisme yang berperan
memasukkan udara ke dalam paru-paru sehingga pertukaran gas dapat berlangsung.
Fungsi mekanis pergerakan udara masuk dan keluar dari paru-paru disebut sebagai
ventilasi atau bernapas. Kemudian adanya pemindahan O2 dan CO2 yang melintasi
membran alveolus-kapiler yang disebut dengan difusi sedangkan pemindahan oksigen

4
dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan
perfusi atau pernapasan internal.

2) Proses pernafasan

Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali bernafas
adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-otot
pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla oblongata). Inspirasi
terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada
mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
rongga pleura dan paru-paru.

Proses fisiologis pernafasan dimana oksigen dipindahkan dari udara ke dalam


jaringan-jaringan dan karbondioksida dikeluarkan ke udara ekspirasi dapat dibagi
menjadi tiga stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan ke luar paru-paru. Stadium kedua adalah transportasi yang
terdiri dari beberapa aspek yaitu difusi gas-gas antara alveolus dan kapiler paru-paru
(respirasi eksterna) dan antara darah sistemik dengan sel-sel jaringan, distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonar dan penyesuaiannya dengan distribusi udara dalam
alveolus-alveolus dan reaksi kimia, fisik dari oksigen dan karbondioksida dengan
darah. Stadium akhir yaitu respirasi sel dimana metabolit dioksida untuk
mendapatkan energi dan karbon dioksida yang terbentuk sebagai sampah proses
metabolisme sel akan dikeluarkan oleh paru-paru.

2.2 Etiologi

Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori
sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan

5
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor
beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).

Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi.
Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi
seperti alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis.

2.3 Patofisiologi

Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E
(IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut
sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast
yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin
dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot
polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan
dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2
terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi.

Rendahnya masukan O2 ke paru-paru terutama pada alveolus menyebabkan


terjadinya peningkatan tekanan CO2 dalam alveolus atau yang disebut dengan
hiperventilasi, yang akan menyebabkan terjadi alkalosis respiratorik dan penurunan
CO2 dalam kapiler (hipoventilasi) yang akan menyebabkan terjadi asidosis
respiratorik. Hal ini dapat menyebabkan paru-paru tidak dapat memenuhi fungsi
primernya dalam pertukaran gas yaitu membuang karbondioksida sehingga
menyebabkan konsentrasi O2 dalam alveolus menurun dan terjadilah gangguan
difusi, dan akan berlanjut menjadi gangguan perfusi dimana oksigenisasi ke jaringan

6
tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis.

2.4 Manifestasi klinis

Adapun manifestasi klinis yang ditimbulkan antara lain mengi/wheezing, sesak


nafas, dada terasa tertekan atau sesak, batuk, pilek, nyeri dada, nadi meningkat,
retraksi otot dada, nafas cuping hidung, takipnea, kelelahan, lemah, anoreksia,
sianosis dan gelisah.

Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi. Berat ringannya wheezing


tergantung cepat atau lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai
obstruksi ringan atau kelelahan otot pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah
atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper selalu ada, bahkan seringkali diikuti
dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka keluhan sesak akan
semakin berat.

Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati
juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain
yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan
irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu
pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak
napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit
naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu,
terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.

7
2.5 Pemeriksaan Penunjang

2.5.1 Pemeriksaan Radiologi

1) Foto thorak

Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat, hiperinflasi terdapat
pada serangan akut dan pada asma kronik, atelektasis juga ditemukan pada anak-anak
³ 6 tahun.

2) Foto sinus paranasalis

Diperlukan jika asma sulit terkontrol untuk melihat adanya sinusitis.

2.5.2 Pemeriksaan darah

Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung, bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma .

2.5.3 Uji faal paru

Dilakukan untuk menentukan derajat obstruksi, menilai hasil provokasi bronkus,


menilai hasil pengobatan dan mengikuti perjalanan penyakit. Alat yang digunakan
untuk uji faal paru adalah peak flow meter, caranya anak disuruh meniup flow meter
beberapa kali (sebelumnya menarik nafas dalam melalui mulut kemudian
menghebuskan dengan kuat).

2.5.4 Uji kulit alergi dan imunologi

Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya.

8
2.6 Penatalaksanaan Medis

1) Oksigen 4 - 6 liter / menit

2) Pemeriksaan analisa gas darah mungkin memperlihatkan penurunan konsentrasi


oksigen.

3) Anti inflamasi (Kortikosteroid) diberikan untuk menghambat inflamasi jalan nafas.

4) Antibiotik diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi

5) Pemberian obat ekspektoran untuk pengenceran dahak yang kental

6) Bronkodilator untuk menurunkan spasme bronkus/melebarkan bronkus

7) Pemeriksaan foto torak

8) Pantau tanda-tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernafasan dapat
segera tertolong.

2.7 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gangguan Asma

2.7.1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Asma menurut


Muttaqin (2014)

a. Anamnesis
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit bernapas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan

9
gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya
inspeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan
polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-alergen
yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asma
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi lain pada anggota
keluarganya

e. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma bronkhial
f. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
tidak akan menimbulkan serangan asma
g. Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
h. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya
i. Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketenggangan emosional merupakan faktor intrinsik pencetus
serangan asma. Kaji penyeab terjadinya stres.
j. Pola Sensorik dan Kognitif

10
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stesor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun semakin akan tinggi.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya
merupakan metode penanggualangan stres yag konstruktif.

2.7.2. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan Umum

Kaji kesadaran klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara,


denyut nadi, frekuensi pernapasan yang meningkat, penggunaan otot-oto
bantu pernapasan, sianosis, batuk dengan lendir lengket, dan posisi istirahat
klien.

1) B1 (Breathing)

a) Inspeksi, inspeksi dada terutama untuk melihat postur bentuk dan


kesimetrisan, adanya peningkatan diameter anteroposterior, retraksi
otot-otot interkostalis, sifat dan irama pernapasan, frekuensi
pernapasan.

b) Palpasi kesimetrisan, ekspansi, dan taktil fremitus normal

c)Perkusi, didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan


diafragma menjadi datar dan rendah

d)Auskultasi, terdapat suara vesikuler yang meningkat disertai dengan


ekspirasi lebih dari 4 detik atau lebih dari 3 kali inspirasi, dengan unyi
napas tambahan utamaa wheezing pada akhir ekspirasi

2) B2 (Blood)

11
Memonitor dampak asma pada pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.

3) B3 (Brain)

Diperlukan pemeriksaan GCS untuk menentukan tingkat kesadaran

klien.

4) B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine. Perawat perlu memonitor ada tidaknya


oliguria, karena hal tersebut merupakan tanda awal syok.

5) B5 (Bowel)

Kaji tentang bentuk, turgor, nyeri, dan tanda-tanda infeksi. Pengkajian


tentang status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi, dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.

6) B6 (Bone)

Kaji adanya edema ekstermitas, tremor, dan tanda-tanda infeksi pada


ekstremitas karena dapat merangsang serangan asma. Pada integumen kaji
adanya permukaan yang kasar, kering, kelainan pigmentasi, turgor kulit,
kelembapan, mengelupas atau bersisik, perdarahan, pruritus, eksim, dan
adanya bekas atau tanda urtikaria atau dermatitis. Pada rambut, kaji warna
rambut, kelemabapan, dan kusam. Kaji tentang bagaimana tidur dan
istirahat klien, serta berapa besar akibat kelelahan yang dialami klien.
Kaji adanya wheezing, sesak, dan optopnea dapat mempengaruhi pola
tidur dan istirahat klien. Kaji aktivitas keseharian klien seperti olahraga,
bekerja dan aktivitas lainnya.

2.7.3. Diagnosa dan Intervensi


Diagnosa dan intervensi menurut Muttaqin (2014)

12
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
bronkospasme
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi
kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara napas
tambahan dan wheezing (-), pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa
ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi
1) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi
2)Atur posisi semifowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
3)Ajarkan cara batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat mempermudah
pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas
4)Bantu klien latihan napas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan
meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
5)Kolaborasi dalam pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg. Fenoterol
HBr 0,1 % Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg
Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)
bolus IV 5-6 mg/kg BB
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju
area ronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.

13
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi
jalan napas dapat optimal

b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan retensi CO2, peningkatan


pernapasan, dan proses penyakit
Tujuan : dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pertukaran gas
membaik
Kriteria evaluasi: Dapat mendemonstrasikan batuk efekti, frekuensi napas
16-20 x/menit, frekuensi nadi 60-120 x/meni, warna kulit normal, tidak ada
dipnea, dan gas darah arteri (GDA) dalam batas normal
Rencana Intervensi
1)Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output
Rasional : untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau
penyimpangan dari hasil hasil klien
2)Tempatkan klien pada posisi semi fowler
Rasional : posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik
3)Berikan terapi intravena sesuai anjuran
Rasional : untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji
keadaan vaskular untuk pemberian obat-obat darurat
4)Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 l/menit selanjutnyasesuaikan
dengan hasil PaO2
Rasional : pemberian oksigen mengurangi beban otot-oto pernapasan
5) Berikan pengobatan yang telah ditentukan serta amati bila ada tanda-tanda
toksisitas
Rasional : pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti
kondisi sebelumnya

14
BAB III

PEMBAHASAN

Asuhan Keperawatan padapasien asma bronkhial di RSUD.Haji Makasar

Pada bagian ini, kami akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang menderita asma bronkhial yang dirawat di RSUD. Haji
Makassar. Berikut ini proses Asuhan Keperawatannya;

3.1 Pengkajian Keperawatan

Pengkajian keperawatan dilakukan secara komprehensif dengan metode


wawancara atau pengamatan secara langsung dengan mengikuti perkembangan
pasien. Dari pengkajian yang dilakukan, didapatkan bahwa pasien I,II, dan III
menderita penyakit asma bronkhial.

Gejala yang sama dirasakan oleh pasien I dan II yaitu dengan sama-sama
merasakan sesak napas yang disertai nyeri dada dan batuk berdahak disertai pilek
serta ronchi. Sedangkan pasien III hanya dengan keluhan sesak napas yang
diseertai nyeri dada dan terdengar wheezing.

Hal ini didukung dengan manifestasi klinis asam bronkhial menurut Fadilla
(2013) diantaranya adalah sesak napas, nyeri dada, batuk berdahak disertai pilek,
wheezing dan ronchi. Di tinjau dari terori penelitian sebelumnya Tika Achriani
(2018) mengatakan bahwa asma bronkhial yang sering timbul adalah sesak napas
dan nyeri dada.

3.2 Diagnosa Keperawatan

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan, dapat ditegakkan sebuah


diagnosa keperawatan untuk pasien I,II dan III yaitu: pola napasa tidak efektif
(Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, 2016).

15
Dari proses pengkajian didapatkan data dari pasien dan keluarga pasien,
bawa pasien I dan II merasa sesak napas, nyeri dada dan juga batuk berdahak
disertai pilek. Sedangkan pasien III hanya merasa sesak napas disertai nyeri dada.
Hal inilah yang menyebabkan tidak efektifnya pola napasa pasien.

3.3 Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan yang biasa disebut intervensi keprawatan


merupakan segala treatment yang dikerjakan oleh perawat yang didasarkan pada
pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan (outcome) yang
diharapkan (PPNI, 2008).

Intervensi yang dilakukan pada pasien I, II, dan III yaitu:

1) Pemeriksaan tanda-tanda vital karena terjadi perubahan keadaan umum.


Dalam teori Harmoko dan Sujono Riyadi (2012) bahwa salah satu
pemeriksaan fisik yang dilakukan yaitu pemeriksaan tanda-tanda vital yang
terdiri dari mengukur tekanan darah, mengukur suhu, menghitung drnyut
nadi dan menghitung pernapsan.

2) Memonitor frekuensi, kedalaman napas dan bunyi napas tambahan pasien.


Pada teori Tarwoto, Wartonah (2015) bahwa dalam pemeriksaan fisik
pernapasan yang perlu diperhatikan yaitu frekuensi napas, kedalaman napas
dan bunyi napas tambahan karena untuk mengetahui adanya gangguan pola
napas yang terjadi pada pasien.

3) Memberikan posisi semi fowler pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam
buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa dalam intervensi
manajemen asma, perlu dilakukan tindakan terapeutik, yaitu dengan
memberikan posisi semi fowler 30-40%.

16
4) Memberikan oksigen pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa dalam intervensi manajemen asma,
perlu dilakukan tindakan terapeutik, yaitu dengan memberikan oksigen
sesuai kebutuhan pasien untuk mempertahankan SpO2 > 90%.

5) Memberikan terpai nebulizer pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam buku
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa memberikan terapi
nebulizer untuk mencairkan secret dan memperlebar jalan napas.

6) Berkolaborasi pemberian obat pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam
buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa berkolaborasi
pemberian obat pada pasien untuk mempermudah atau mempercepat proses
pengobatan.

7) Mengajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien. Pada


teori PPNI 2018 dalam buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
bahwa mengajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien
untuk mencegah terjadinya kekambuhan asma bronkhial.

3.4 Implementasi Keperawatan

Menurut PPNI tahun 2018 bahwa pelaksanaan atau tindakan keperawatan


yang dikenal dengan implementasi keperawatan merupakan suatu perilaku atau
aktivitas spesifik yang dilakukan oleh perawat dalam mengimplementasikan
intervensi keperawatan.

Didapatkan hasil memonitor tanda-tanda vital pasien, hasilnya tanda-tanda


vital pasien subjek I TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,3ᴼC, P : 18 x/
menit, subjek II TD : 120/80 mmHg, N : 90 x/menit, S : 36ᴼC, P : 26 x/ menit
dan subjek III TD : 120/80 mmHg, N : 86 x/menit, S : 36,4ᴼC, P : 18 x/ menit.

17
Memonitor frekuensi, kedalaman napas dan bunyi napas tambahan, hasilnya
subjek I frekuensi napas 18 kali permenit, kedalaman napas baik dan tidak
terdapat suara napas tambahan, subjek II frekuensi 26 x/ menit, kedalaman napas
baik dan terdapat bunyi napas tambahan yaitu ronchi. Subjek III frekuensi 18 x/
menit, kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara napas tambahan.
Memberikan posisi semi fowler pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya
pasien dibantu parawat untuk meninggikan posisi kepala pasien 30ᵒ-45ᵒ.
Memberikan oksigen pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya subjek I pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan, subjek II pasien diberikan oksigen
menggunakan nasal kanula dengan sebanyak 4 LPM dan subjek III Pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan.

Memberikan terapi nebulizer pasien subjek I dan III, hasilnya subjek I terapi
nebulizer pasien sudah dihentikan, subjek III terapi nebulizer pasien sudah
dihentikan. Berkolaborasi pemberian obat pasien subjek I dan III, hasilnya subjek
I pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan obat
symbicort budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses, subjek II Pasien
melakukan terapi nebulizer dengan menggunakan obat ventolin, flixotide dan
NaCl 0,9 % selama 15-20 menit dan obat salbutamol tablet 3 x 1/24jam melalui
oral, subjek III pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral.

Mengajarkan mengidentifikasi dan menghindari pemicu pada pasien subjek


I, II dan III, hasilnya subjek I diberikan health education dengan perawat, pasien
mampu mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu debu dan asap,
pasien juga akan berusaha menghindari pemicu penyakitnya, subjek II diberikan
health education dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu
penyakit asmanya mucul yaitu debu dan pasien juga akan berusaha menghindari
pemicu penyakitnya, Subjek III diberikan health education dengan perawat,
pasien mampu mengidentifikasi pemicu penyakit asmanya mucul yaitu debu dan
pasien juga akan berusaha menghindari pemicu penyakitnya.

18
3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi merupakan suatu tahapan akhir dalam proses keperawatan untuk


dapat menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Pada dasarnya,
evaluasi adalah suatu perbandingan status kesehatan pasien antara sebelum
melakukan asuhan keperawatan dengan setelah melakukan asuhan keperawatan
yang dapat dilihat dari hasil implementasi keperawatan, sejauh mana tujuan
tercapai dan umpan balik dari tindakan yang diberikan (Tarwoto, Wartonah,
2015).

Dalam tahap evaluasi, penulis menggunakan metode SOAP. Evaluasi


tindakan keperawatan yang dilakukan selama tiga hari sudah dilakukan secara
komprehensif dengan rencana asuhan keperawatan serta telah berkolaborasi
dengan tim kesehatan lainnya. Data yang didapatkan dari hasil evaluasi keadaan
pasien berdasarkan kriteria hasil yang ingin dicapai.

Pada pasien subjek I sudah tidak sesak saat bernapas dan merasa lebih baik
dari sebelumnya dengan hasil keadaan umum pasien baik, kesadaran
composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,3ᴼC, P : 18 x/ menit,
kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara napas tambahan. Pasien dibantu
parawat untuk meninggikan posisi kepala pasien 30ᴼ-45ᴼ. Pemberian oksigen
pada pasien sudah diberhentikan. Nebulizer pasien sudah dihentikan.

Pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan obat
symbicort budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses. Setelah diberikan
health education dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu
penyakit asmanya mucul yaitu debu dan asap, pasien juga akan berusaha
menghindari pemicu penyakitnya. Hal ini membuat kebutuhan oksigenasi pada
pasien terpenuhi.

19
Pada pasien subjek II masih merasa sesak saat bernapas dan batuk berdahak
disertai pilek dengan hasil keadaan umum pasien masih lemah, kesadaran
composmentis, konsistensi sputum cair berwarna putih, TD : 120/80 mmHg, N :
90 x/menit, S : 36ᴼC, P : 26 x/ menit, kedalaman napas baik.

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1) Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila kebutuhan dalam
tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak.

2) Masalah kebutuhan oksigen merupakan masalah utama dalam pemenuhan


kebutuhan dasar manusia. Hal ini telah terbukti ada yang kekurangan oksigen
akan mengalami hipoxia dan akan terjadi kematian.

3) Oksigenisasi adalah pemasangan oksigen yang diberikan pada pasien untuk


mengatasi masalah pernapasan

4) Fungsi utama pernapasan adalah memperoleh O² agar dapat digunakan oleh sel-
sel tubuh dan mengeluarkan CO² yang dihasilkan oleh sel.

4.2 Saran

Mahasiswa hendaknya dapat memenuhi kebutuhan dasar pasien yang


berhubungan dengan oksigenisasi

20
DAFTAR PUSTAKA

Purba, Muhaini atmayana. 2016. Jurnal Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dan
Proses Keperawatan. MA purba. Vol 2 (1). (Diterbitkan pada juli 2016).

Yusuf, Hardiyanti Anastasia, dkk. 2019. Jurnal Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Haji Makassar. Vol 10 (1). (Diterbitkam pada
2019).

21

Anda mungkin juga menyukai