PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1
Menjelaskan contoh kasus asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
oksigenasi pada penyakit asma dan pembahasannya
1.3 Manfaat
2
BAB II
ISI
Asma adalah penyakit paru dengan ciri khas yakni saluran nafas sangat mudah
bereaksi terhadap berbagai rangsangan atau pencetus dengan manifestasi berupa
serangan asma. Asma adalah penyakit yang menyebabkan otot-otot di sekitar saluran
bronchial (saluran udara) dalam paru-paru mengkerut, sekaligus lapisan saluran
bronchial mengalami peradangan dan bengkak. Asma adalah suatu peradangan pada
bronkus akibat reaksi hipersensitif mukosa bronkus terhadap bahan alergen
1) Organ-organ pernafasan
a) Hidung
b) Tekak (faring)
Merupakan persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, terdapat di dasar
tengkorak, di belakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.
Terdapat epiglotis yang berfungsi menutup laring pada waktu menelan makanan.
3
d) Trakea (batang tenggorok)
Merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16-20 cincin yang terdiri dari
tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam
diliputi oleh sel bersilia yang berfungsi untuk mengeluarkan benda-benda asing yang
masuk bersama-sama dengan udara pernafasan. Percabangan trakea menjadi bronkus
kiri dan kanan disebut karina.
Merupakan lanjutan dari trakea yang terdiri dari 2 buah pada ketinggian vertebra
torakalis IV dan V.
f) Paru-paru
Merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-
gelembung hawa (alveoli). Alveoli ini terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika
dibentangkan luas permukaannya ± 90 meter persegi, pada lapisan inilah terjadi
pertukaran udara.
4
dan karbondioksida antara kapiler-kapiler dan sel-sel tubuh yang disebut dengan
perfusi atau pernapasan internal.
2) Proses pernafasan
Proses bernafas terdiri dari menarik dan mengeluarkan nafas. Satu kali bernafas
adalah satu kali inspirasi dan satu kali ekspirasi. Bernafas diatur oleh otot-otot
pernafasan yang terletak pada sumsum penyambung (medulla oblongata). Inspirasi
terjadi bila muskulus diafragma telah dapat rangsangan dari nervus prenikus lalu
mengkerut datar. Ekspirasi terjadi pada saat otot-otot mengendor dan rongga dada
mengecil. Proses pernafasan ini terjadi karena adanya perbedaan tekanan antara
rongga pleura dan paru-paru.
2.2 Etiologi
Sampai saat ini etiologi dari asma bronchial belum diketahui. Berbagai teori
sudah diajukan, akan tetapi yang paling disepakati adalah adanya gangguan
5
parasimpatis (hiperaktivitas saraf kolinergik), gangguan simpatis (blok pada reseptor
beta adrenergic dan hiperaktifitas reseptor alfa adrenergik).
Adapun faktor penyebab dari asma adalah faktor infeksi dan faktor non infeksi.
Faktor infeksi misalnya virus, jamur, parasit, dan bakteri sedangkan faktor non infeksi
seperti alergi, iritan, cuaca, kegiatan jasmani dan psikis.
2.3 Patofisiologi
Faktor-faktor penyebab seperti virus, bakteri, jamur, parasit, alergi, iritan, cuaca,
kegiatan jasmani dan psikis akan merangsang reaksi hiperreaktivitas bronkus dalam
saluran pernafasan sehingga merangsang sel plasma menghasilkan imonoglubulin E
(IgE). IgE selanjutnya akan menempel pada reseptor dinding sel mast yang disebut
sel mast tersensitisasi. Sel mast tersensitisasi akan mengalami degranulasi, sel mast
yang mengalami degranulasi akan mengeluarkan sejumlah mediator seperti histamin
dan bradikinin. Mediator ini menyebabkan peningkatan permeabilitas kapiler
sehingga timbul edema mukosa, peningkatan produksi mukus dan kontraksi otot
polos bronkiolus. Hal ini akan menyebabkan proliferasi akibatnya terjadi sumbatan
dan daya konsulidasi pada jalan nafas sehingga proses pertukaran O2 dan CO2
terhambat akibatnya terjadi gangguan ventilasi.
6
tidak memadai sehingga akan terjadi hipoksemia dan hipoksia yang akan
menimbulkan berbagai manifestasi klinis.
Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk
membungkuk dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut. Posisi ini didapati
juga pada pasien dengan Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain
yang menyertai sesak napas adalah pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan
irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat meningkat (takipneu), otot Bantu
pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase permulaan, sesak
napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau sedikit
naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena
menyebabkan penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu,
terjadi kenaikan tekanan darah dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena
peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah akibat respons hipoksemia.
7
2.5 Pemeriksaan Penunjang
1) Foto thorak
Pada foto thorak akan tampak corakan paru yang meningkat, hiperinflasi terdapat
pada serangan akut dan pada asma kronik, atelektasis juga ditemukan pada anak-anak
³ 6 tahun.
Hasilnya akan terdapat eosinofilia pada darah tepi dan sekret hidung, bila tidak
eosinofilia kemungkinan bukan asma .
Pemeriksaan ini dilakukan dengan cara goresan atau tusuk. Alergen yang
digunakan adalah alergen yang banyak didapat di daerahnya.
8
2.6 Penatalaksanaan Medis
8) Pantau tanda-tanda vital secara teratur agar bila terjadi kegagalan pernafasan dapat
segera tertolong.
a. Anamnesis
Keluhan utama meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan
adanya keluhan sulit bernapas.
b. Riwayat Penyakit Saat Ini
Klien dengan serangan asma datang mencari pertolongan terutama dengan
keluhan sesak napas yang hebat dan mendadak, kemudian diikuti dengan
9
gejala-gejala lain seperti wheezing, penggunaan otot bantu pernapasan,
kelelahan, gangguan kesadaran, sianosis, dan perubahan tekanan darah.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Penyakit yang pernah diderita pada masa-masa dahulu seperti adanya
inspeksi saluran pernapasan atas, sakit tenggorokan, amandel, sinusitis, dan
polip hidung. Riwayat serangan asma, frekuensi, waktu dan alergen-alergen
yang dicurigai sebagai pencetus serangan, serta riwayat pengobatan yang
dilakukan untuk meringankan gejala asma
d. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji tentang riwayat penyakit asma atau penyakit alergi lain pada anggota
keluarganya
e. Pengkajian Psiko-sosio-kultural
Kecemasan dan koping yang tidak efektif sering didapatkan pada klien
dengan asma bronkhial
f. Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Klien dengan asma harus mengubah gaya hidupnya sesuai kondisi yang
tidak akan menimbulkan serangan asma
g. Pola Hubungan dan Peran
Gejala asma sangat membatasi klien untuk menjalani kehidupannya secara
normal. Klien perlu menyesuaikan kondisinya dengan hubungan dan peran
klien, baik dilingkungan rumah tangga, masyarakat, ataupun lingkungan
kerja serta peran yang terjadi setelah klien mengalami serangan asma.
h. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Kaji tentang persepsi klien terhadap penyakitnya
i. Pola Penanggulangan Stres
Stres dan ketenggangan emosional merupakan faktor intrinsik pencetus
serangan asma. Kaji penyeab terjadinya stres.
j. Pola Sensorik dan Kognitif
10
Kelainan pada pola persepsi dan kognitif akan mempengaruhi konsep diri
klien dan akhirnya mempengaruhi jumlah stesor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi serangan asma berulang pun semakin akan tinggi.
k. Pola Tata Nilai dan Kepercayaan
Keyakinan klien terhadap Tuhan dan mendekatkan diri kepada-Nya
merupakan metode penanggualangan stres yag konstruktif.
a. Keadaan Umum
1) B1 (Breathing)
2) B2 (Blood)
11
Memonitor dampak asma pada pada status kardiovaskular meliputi
keadaan hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan CRT.
3) B3 (Brain)
klien.
4) B4 (Bladder)
5) B5 (Bowel)
6) B6 (Bone)
12
a. Ketidakefektifan bersihan jalan napas yang berhubungan dengan
bronkospasme
Tujuan : Dalam waktu 3 x 24 jam setelah diberikan intervensi
kebersihan jalan napas kembali efektif
Kriteria hasil : Dapat mendemonstrasikan batuk efektif, dapat menyatakan
strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi, tidak ada suara napas
tambahan dan wheezing (-), pernapasan klien normal (16-20 x/menit) tanpa
ada penggunaan otot bantu napas.
Intervensi
1) Kaji warna, kekentalan, dan jumlah sputum
Rasional : Karakteristik sputum dapat menunjukkan berat ringannya
obstruksi
2)Atur posisi semifowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi dada
3)Ajarkan cara batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat mempermudah
pengeluaran sekret yang melekat di jalan napas
4)Bantu klien latihan napas dalam
Rasional : Ventilasi maksimal membuka lumen jalan napas dan
meningkatkan gerakan sekret ke dalam jalan napas besar untuk
dikeluarkan
5)Kolaborasi dalam pemberian obat
Bronkodilator golongan B2
Nebulizer (via inhalasi) dengan golongan terbutaline 0,25 mg. Fenoterol
HBr 0,1 % Solution, orciprenaline sulfur 0,75 mg
Intravena dengan golongan theophyline ethilenediamine (Aminofilin)
bolus IV 5-6 mg/kg BB
Rasional : Pemberian bronkodilator via inhalasi akan langsung menuju
area ronkus yang mengalami spasme sehingga lebih cepat berdilatasi.
13
Pemberian secara intravena merupakan usaha pemeliharaan agar dilatasi
jalan napas dapat optimal
14
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bagian ini, kami akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan yang
diberikan kepada pasien yang menderita asma bronkhial yang dirawat di RSUD. Haji
Makassar. Berikut ini proses Asuhan Keperawatannya;
Gejala yang sama dirasakan oleh pasien I dan II yaitu dengan sama-sama
merasakan sesak napas yang disertai nyeri dada dan batuk berdahak disertai pilek
serta ronchi. Sedangkan pasien III hanya dengan keluhan sesak napas yang
diseertai nyeri dada dan terdengar wheezing.
Hal ini didukung dengan manifestasi klinis asam bronkhial menurut Fadilla
(2013) diantaranya adalah sesak napas, nyeri dada, batuk berdahak disertai pilek,
wheezing dan ronchi. Di tinjau dari terori penelitian sebelumnya Tika Achriani
(2018) mengatakan bahwa asma bronkhial yang sering timbul adalah sesak napas
dan nyeri dada.
15
Dari proses pengkajian didapatkan data dari pasien dan keluarga pasien,
bawa pasien I dan II merasa sesak napas, nyeri dada dan juga batuk berdahak
disertai pilek. Sedangkan pasien III hanya merasa sesak napas disertai nyeri dada.
Hal inilah yang menyebabkan tidak efektifnya pola napasa pasien.
3) Memberikan posisi semi fowler pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam
buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa dalam intervensi
manajemen asma, perlu dilakukan tindakan terapeutik, yaitu dengan
memberikan posisi semi fowler 30-40%.
16
4) Memberikan oksigen pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa dalam intervensi manajemen asma,
perlu dilakukan tindakan terapeutik, yaitu dengan memberikan oksigen
sesuai kebutuhan pasien untuk mempertahankan SpO2 > 90%.
5) Memberikan terpai nebulizer pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam buku
Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa memberikan terapi
nebulizer untuk mencairkan secret dan memperlebar jalan napas.
6) Berkolaborasi pemberian obat pada pasien. Pada teori PPNI 2018 dalam
buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia bahwa berkolaborasi
pemberian obat pada pasien untuk mempermudah atau mempercepat proses
pengobatan.
17
Memonitor frekuensi, kedalaman napas dan bunyi napas tambahan, hasilnya
subjek I frekuensi napas 18 kali permenit, kedalaman napas baik dan tidak
terdapat suara napas tambahan, subjek II frekuensi 26 x/ menit, kedalaman napas
baik dan terdapat bunyi napas tambahan yaitu ronchi. Subjek III frekuensi 18 x/
menit, kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara napas tambahan.
Memberikan posisi semi fowler pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya
pasien dibantu parawat untuk meninggikan posisi kepala pasien 30ᵒ-45ᵒ.
Memberikan oksigen pada pasien subjek I, II dan III, hasilnya subjek I pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan, subjek II pasien diberikan oksigen
menggunakan nasal kanula dengan sebanyak 4 LPM dan subjek III Pemberian
oksigen pada pasien sudah diberhentikan.
Memberikan terapi nebulizer pasien subjek I dan III, hasilnya subjek I terapi
nebulizer pasien sudah dihentikan, subjek III terapi nebulizer pasien sudah
dihentikan. Berkolaborasi pemberian obat pasien subjek I dan III, hasilnya subjek
I pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan obat
symbicort budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses, subjek II Pasien
melakukan terapi nebulizer dengan menggunakan obat ventolin, flixotide dan
NaCl 0,9 % selama 15-20 menit dan obat salbutamol tablet 3 x 1/24jam melalui
oral, subjek III pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral.
18
3.5 Evaluasi Keperawatan
Pada pasien subjek I sudah tidak sesak saat bernapas dan merasa lebih baik
dari sebelumnya dengan hasil keadaan umum pasien baik, kesadaran
composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 88 x/menit, S : 36,3ᴼC, P : 18 x/ menit,
kedalaman napas baik dan tidak terdapat suara napas tambahan. Pasien dibantu
parawat untuk meninggikan posisi kepala pasien 30ᴼ-45ᴼ. Pemberian oksigen
pada pasien sudah diberhentikan. Nebulizer pasien sudah dihentikan.
Pasien diberikan obat salbutamol tablet 2 x 1/24jam melalui oral dan obat
symbicort budesonide/formoterol 160/4.5 mcg/dose 120 doses. Setelah diberikan
health education dengan perawat, pasien mampu mengidentifikasi pemicu
penyakit asmanya mucul yaitu debu dan asap, pasien juga akan berusaha
menghindari pemicu penyakitnya. Hal ini membuat kebutuhan oksigenasi pada
pasien terpenuhi.
19
Pada pasien subjek II masih merasa sesak saat bernapas dan batuk berdahak
disertai pilek dengan hasil keadaan umum pasien masih lemah, kesadaran
composmentis, konsistensi sputum cair berwarna putih, TD : 120/80 mmHg, N :
90 x/menit, S : 36ᴼC, P : 26 x/ menit, kedalaman napas baik.
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1) Kebutuhan oksigen dalam tubuh harus dipenuhi karena apabila kebutuhan dalam
tubuh berkurang, maka terjadi kerusakan pada jaringan otak.
4) Fungsi utama pernapasan adalah memperoleh O² agar dapat digunakan oleh sel-
sel tubuh dan mengeluarkan CO² yang dihasilkan oleh sel.
4.2 Saran
20
DAFTAR PUSTAKA
Purba, Muhaini atmayana. 2016. Jurnal Konsep Dasar Asuhan Keperawatan dan
Proses Keperawatan. MA purba. Vol 2 (1). (Diterbitkan pada juli 2016).
Yusuf, Hardiyanti Anastasia, dkk. 2019. Jurnal Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan
Oksigenasi Pada Pasien Asma Bronkhial di RSUD Haji Makassar. Vol 10 (1). (Diterbitkam pada
2019).
21