Oleh :
Kelompok 5
12. Evaluasi
a. Evaluasi struktur
o Jumlah peserta yang hadir penyuluhan minimal 80%
o Penyuluhan menggunakan booklet yang telah disiapkan
o Penyelenggaraan penyuluhan dilakukan di Balai RW 05 Kelurahan Tlogomas
Malang
o Pengorganisasian dan persiapan kegiatan penyuluhan dilakukan pada hari
sebelumnya
b. Evaluasi proses
o Penyaji mampu menguasai materi penyuluhan yang diberikan
o Peserta mendengarkan penjelasan dengan baik dan berperan secara aktif dalam
penyuluhan
o Selama penyuluhan berlangsung tidak ada peserta yang meninggalkan tempat
c. Evaluasi hasil
o Terjadi peningkatan nilai dari pretest ke posttest sebesar 50%
13. Materi
(terlampir)
1. Definisi
Dengue Haemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai
dengan adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang
dapat menyebabkan kematian (Mansjoer & Suprohaita, 2000). Dengue Haemorrhagic
Fever (DHF) adalah penyakit demam yang berlangsung akut menyerang baik orang
dewasa maupun anak – anak tetapi lebih banyak menimbulkan korban pada anak–anak
berusia di bawah 15 tahun disertai dengan perdarahan dan dapat menimbulkan syok
yang disebabkan virus dengue, sejenis virus yang tergolong arbovirus dan masuk ke
dalam tubuh penderita melalui gigitan nyamuk Aedes aegypty (betina). Sehingga
penularannya melalui gigitan nyamuk Aedesaegypty tersebut (Suharso, 1994).
2. Penyebab
a. Virus Dengue
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam
Arbovirus (Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue
tipe 1,2,3 dan 4 keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan
dapat dibedakan satu dari yang lainnya secara serologis virus dengue yang
termasuk dalam genus flavivirus ini berdiameter 40 nonometer dapat berkembang
biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang berasal dari sel
– sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus. (Suharso, 1994)
b. Vector
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu
nyamuk aedes aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan
beberapa spesies lain merupakan vektor yang kurang berperan.infeksi dengan
salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur hidup terhadap serotipe
bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap serotipe jenis yang lainnya
(Mansjoer & Suprohaita; 2000).
Nyamuk Aedes Aegypti maupun Aedes Albopictus merupakan vektor
penularan virus dengue dari penderita kepada orang lainnya melalui gigitannya
nyamuk Aedes Aegyeti merupakan vektor penting di daerah perkotaan (Viban)
sedangkan di daerah pedesaan (rural) kedua nyamuk tersebut berperan dalam
penularan. Nyamuk Aedes berkembang biak pada genangan Air bersih yang
terdapat bejana – bejana yang terdapat di dalam rumah (Aedes Aegypti) maupun
yang terdapat di luar rumah di lubang – lubang pohon di dalam potongan bambu,
dilipatan daun dan genangan air bersih alami lainnya ( Aedes Albopictus). Nyamuk
betina lebih menyukai menghisap darah korbannya pada siang hari terutama pada
waktu pagi hari dan senja hari(Suharso, 1994).
c. Host
Jika seseorang mendapat infeksi dengue untuk pertama kalinya maka ia
akan mendapatkan imunisasi yang spesifik tetapi tidak sempurna, sehingga ia
masih mungkin untuk terinfeksi virus dengue yang sama tipenya maupun virus
dengue tipe lainnya. Dengue Haemoragic Fever (DHF) akan terjadi jika seseorang
yang pernah mendapatkan infeksi virus dengue tipe tertentu mendapatkan infeksi
ulangan untuk kedua kalinya atau lebih dengan pula terjadi pada bayi yang
mendapat infeksi virus dengue untuk pertama kalinya jika ia telah mendapat
imunitas terhadap dengue dari ibunya melalui plasenta. (Suharso, 1994)
d. Lingkungan
a) Kepadatan penduduk
Semakin padat penduduk, semakin mudah nyamuk Aedes menularkan virusnya
dari satu orang ke orang lainnya. Pertumbuhan penduduk yang tidak memiliki
pola tertentu dan urbanisasi yang tidak terencana serta tidak terkontrol
merupakan salah satu faktor yang berperan dalam munculnya kembali kejadian
luar biasa penyakit DBD (WHO, 2000).
b) Sanitasi lingkungan
Kondisi sanitasi lingkungan berperan besar dalam perkembangbiakan nyamuk
Aedes, terutama apabila terdapat banyak kontainer penampungan air hujan
yang berserakan dan terlindung dari sinar matahari, apalagi berdekatan dengan
rumah penduduk (Soegijanto, 2004).
c) Keberadaan kontainer
Keberadaan kontainer sangat berperan dalam kepadatan vektor nyamuk Aedes,
karena semakin banyak kontainer akan semakin banyak tempat perindukan dan
akan semakin padat populasi nyamuk Aedes. Semakin padat populasi nyamuk
Aedes, maka semakin tinggi pula risiko terinfeksi virus DBD dengan waktu
penyebaran lebih cepat sehingga jumlah kasus penyakit DBD cepat meningkat
yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya KLB penyakit DBD.
d) Tempat yang disenangi nyamuk untuk hinggap
Benda yang bergantungan, seperti pakaian
Semak –semak atau tumbuhan, terutama ditempat gelap dan lembab
Penampungan air
4. Pencegahan DBD
a. Fogging / Penyemprotan
Dengan pestisida fosfat organic penghambat kolinesterase
Dapat membunuh hanya nyamuk dewasa, jentik masih tetap hidup.
Fogging tidak bisa membrantas nyamuk Ae.aegypti secara tuntas. Foging hanya
bermanfaat apabila didahului dengan PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk).
Selain itu fogingg hanya bermanfaat apabila dilakukan dengan konsentrasi obat
yang tepat.
Hanya bermanfaat apabila dilakukan dalam suatu wilayah dengan radius 100
meter, suhu udara dan kecepatan angin yang tepat.
Dapat menimbulkan kekebalan terhadap turunan lanjutan dari jenis nyamuk
Ae.aegypti
Pecemaran udara bisa membahayakan kesehatan bagi manusia dan hewan.
Bisa menimbulkan keracunan pada manusia, dengan gejala :
Sakit kepala, pusing, tremor, pupil mengecil, penglihatan kabur / gelap,
kejang, muntah, kejang perut, diare, sesak nafas, berkeringat
Keluar lender dari hidung, bahkan bisa blocking jantung
Prosedur Foging untuk RT dan RW
1. Ada penderita yang sudah ditanyakan positif DBD oleh puskesmas/ dokter/
layanan kesehatan/ RS
2. Jumantik melacak jentik radius 100 meter dari rumah penderita (sekitar 20
rumah) dan didapati ≥ 5 % positif jentik dari 20 rumah yang diperiksa
3. Membuat surat permohonan pengasapan atau foging ditujukan ke Dinas
Kesehatan kota malang melalui puskesmas dengan melampirkan identitas
penderita
4. Selama menunggu tindak lanjut dari dinas kesehatan kota malang maka PSN
harus tetap dijalankan.
ALUR PELAPORAN DBD ATAU
PERMOHONAN FOGING
KELUARGA PENDERITA
SURVEY LAPOR
JENTIK
JUMANTIK/ RT/ RW
PELACAKAN
KELURAHAN
FOGING
LAPOR
PUSKESMAS
LAPOR
NB: Kasus DBD harus segera dilaporkan ke Puskesmas, setelah penderita dinyatakan
positif DBD oleh Rumah Sakit atau Layanan Kesehatan lainnya
b. PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk)
Cara yang poaling tepat dan efektif untuk memberantas nyamuk Aedes
Aegypti adalah dengan memutus rantai berkembangan biakan nyamuk dengan
gerakan 3M Plus yaitu :
Menguras tempat bak mandi, tendon, gentong, vas bunga, tempat minum
burung, tanaman air minimal 1 minggu sekali. Selain menguras maka perlu
dilakukan pemeriksaan jentik nyamuk.
Hartomo, Pengaruh Berbagai Jenis Bahan Media Untuk Bertelur (Ovistrip) Terhadap
Jumlah Telur Aedes Aegypti Yang Terperangkap di Lingkungan Rumah. 2008.
Hendayani, Y., Pengaruh Berbagai Konsentrasi Air Rendaman Jerami pada Ovitrap
terhadap Jumlah Telur Aedes sp yang Terperangkap. 2007.
Kusuma H.,&Nurarif A.H. 2012. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan NANDA NIC-
NOC, Media Hardy, Yogyakarta, hal 24
Polson, K.A., et al., The Use of Ovitrap Baited with Hay Infusion as a Surveillance
Tool for Aedes aegypti Mosquitoes in Cambodia. Dengue Bulletin, 2002. Vol
26: 178 – 184.
Purnawan J. 1995. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta: Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
Santoso, J., Pengaruh Warna Kasa Penutup Autocidal Terhadap Jumlah Jentik
Nyamuk Aedes Aegypti yang Terperangkap. 2010.
Soegijanto, S. 2004. Demam Berdarah Dengue. Surabaya : Airlangga University Press.
Sudarmaja, I.M. and S.J. Mardihusodo, Pemilihan Tempat Bertelur Nyamuk Aedes
aegypti pada Air Limbah Rumah Tangga di Laboratorium. Jurnal Veteriner
2009. 10 No. 4 : 205-207.
Suharso D (1994). Pedoman Diagnosis danTerapi. F.K. UniversitasAirlangga. Surabaya.
Suroso dan Torry Chrishantoro. 2004.Arti Diagnostik dan Sifat Imunologik PadaInfeksi
Dengue,Thesis.Yogyakarta
WHO, Pencegahan dan Pengendalian Dengue dan Demam Berdarah Dengue. 2004,
Jakarta: EGC