Anda di halaman 1dari 3

5. Pandangan Masyarakat terhadap Kiai Muara Ogan.

Kiai Masagus haji Abdul Hamid bin Mahmud alias Kiai Muaraa Ogan yang meninggal dunia pada
tanggal 31 oktober 1901 (dalam usia 90 tahun) dan dimakamkan di Gubah samping masjidnya ini,
dipandang masyarakat sebagai ulama besar yang disegani dan dihormati. Sebagai seorang ulama yang
kharismatis beliau mempunyai kedudukan tersendiri buat masyarakat Palembang. Ada juga masyarakat
yang terlalu fanatic dan memuja berlebihan terhadap keberadaan makam Kiai Marogan yang berada
disamping masjidnya itu. Makam Kiai Muara Ogan ini sampai sekarang masih ramai diziarahi orang
setiap harinya, lebih-lebih pada hari umat dan hari minggu, baik dari dalam kota maupun dari luar kota
Palembang, baik orang awam maupun Ulama, baik rakyat biasa maupun pejabat.

6. Beberapa Kisah Menarik Seputar Kiai Muara Ogan.

Menurut cerita orang-orang tua Palembang beliau ini termasuk seorang wali , yaitu satu tingkat dari
seorang kiai akan tetapi para wali ini biasanya dianugerahi Allah SWT dengan berbagai “karomah” yang
tidak bisa diterima dengan akal sehat atau logika.

Diantara kisah-kisah tentang kemashuyaran Kiai Marogsn adalah :

a) Kisah tentang Dua Anak yatim.

Pada suatu hari tatkala beliau masih berada di Mekkah setelah cukup lama menuntut ilmu dan bermukim
berkatalah beliau kepada teman-teman dekatnya bahwa beliau akan kembali ke Palembang untuk
seterusnya dan tidak akan kembali lagi ke mekah. Mendengar perkataan ini semua teman-temannya pun
terkejut dan menyayangkan lalu mereka berkata: “ Mengapakah tuan syech mau juga pulang ke tanah
jawi (maksudnya Indonesia) bukankah semua orang amat berharap selalu dekat dengan masjidil haram
dimana sekali shalat dinilai Allah lebih dari 100.000 kali pahalanya dibandingkan dengan shalat ditempat
lain? “Dengan tenang beliau menjawab : “aku meninggalkan dua anak yatim disana yang harus kupelihara
karena aku ingin mengikuti sabda Rasul : Anaa wafilil yatim fil jannah haa kazaa..(sambil beliau
merapatkan jari telunjuk ke jari tengah kanannya) “. Teman teman beliau yang mendengarkan pernyataan
ini terheran-heran , tidak mengerti apa yang beliau maksudkann dengan “Anak Yatim” itu. Barulah orang
menjadi maklum bahwa yang beliau maksudkan dengan “Anak yatim” itu adalah dua buah Masid yang
beliau dirikan di kota Palembang, yaitu masjid Muara Ogan dan Masjid Lawang Kidul.

Inilah sebuah tafsiran istimewa beliau tentang yang beliau samakan statusnya dengan anak yatim. Dalam
kenyaataannya memanglah mengurus masjidbmemerlukan kesabaran dan ketekunan seperti mengurus
dan memelihara anak yatim. Pada umumnya orang sedikit sekali yang peduli dengan anak yatim. Begitu
pula dengan masjid, hanya sekali-sekali saja orang datang sambil memasukkan koin logam yang paling
kecil nilainya kedalam kotak infak lalu pergi. Begitulah pandangan ulama besar ini. Karena itu barang
siapa yang ingin masuk sorga dan duduk bersampingan dengan Rasulullah SAW, maka uruslah dengan
baik masid itu demikian menurut Kiai Muara Ogan. Peliharalah dia dan anganlah makan hartanya kecuali
dengan haq.

b) Kisah tentang ikan.

Pada suatu hari seorang pedagang ikan dari daerah Ogan Komering Ilir membawa ikan-ikannya untuk
dijual dipasar ikan di Palembang . ikan-ikan itu dimuatkannya didlm bagian dasar perahunya lalu
dikayuhkanlah perahu menu Palembang. Mendekati kota Palembang si pedagang menyaksikan bahwa
hamper semua ikan-ikannya dalam keadaan mati. Si pedagang telah membayangkan bahwa dia akan
mengalami suatu kerugian yang cukup besar kalau ikan-ikan yang mati itu dijual ke Palembang, tiba tiba
ia teringat akan kemashyuran kiai Muara Ogan, maka tanpa berfikir panjang diarahkannya perahu nya
menuju masjid Muara Ogan mengharapkan nasihat dari kiai marogan, setelah perahunya diikatkan di
tangga masjid maka dia pun segera naik utk menemui kiai yang biasanya pagi-pagi hari seperti itu selalu
memberikan pelajaran kepada murid-muridnya.

Tetapi aneh sekali sebelum dia smpat menyapa dan mengemukakan maksudnya, maka kiai pun
menegurnya “ki sanak, ikan-ikan yang kau bawa dalam perahumu tidaklah mati, in sya Allah ikanmu
hidup, juallah ke pasar dan hidupilah dan peliharalah keluargamu baik-baik”. Sambil mengucapkan salam
si pedagang menuju ke perahunya sambil terheran-heran , benar saja setelah tiba diperahunya dilihatnya
semua ikan yang dibawanya dalam keadaan hidup dan aktif bergerak. Maka dijualnya ikan-ikan tersebut
dengan harga pantas dan ia mendapat untung yang besar.

7. Makam Kiai Muara Ogan.

Kiai Muara Ogan yang wafat pada tanggal 17 rajab tahun 1319H atau 31 oktober 1901 m. dimakamkan di
samping masjd yang didirikannya. Makam kiai Marogan ini termasuk salah satu peninggalan arkeolog di
Palembang, sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh A. Mujib Ali, bahwa makam Kiai Muara
Ogan secara arkeologis yakni ditandai oleh dua buah nisan dari batu anesit berwarna hitam, tidk dibentuk
layaknya menhir yang dipasang di atas makam bagian kepala dan kaki.

Para peziarah yang dating kemakam Kiai Muara Ogan ini bukan saja berasal dari kota Palembang , tetapi
juga dari luar kota Palembang seeperti Jambi, Bengkulu,lampung bahkan dari jawa dan sebagainya.
Mereka yang ziarah ini terdiri darii macam-macam profesi seperti petani, buruh, pelajar, mahasiswa,
pegawai,pejabat, ulama, pedagang, paranormal, cendekiawan dan sebagainya.

Adapun tujuan dari peziarah ini bermacam-macam antara lain ada yang ingin memenuhi sunah nabi , ada
yang ingin berdo’a kepada Allah SWT mohon keselamatan dunia dan akhirat, ada yang ingin membayar
nazar bila usahanya berhasil akan ziarah kemakam kiai marogan, ada yang ingin melakukan penelitian
dan sebagainya.

8. Foto/Potret kiai Marogan.

Sampai saat ini foto atau potret kiai marogan baik sendirian maupun bersama-sama tidak ada sama sekali
bahkan pada waktu penulis menunaikan ibadah haji ke makkah menanyakan tentang foto atau potret
tersebut kepada zuriat kiai marogan yang ada disana, mereka menjawab tidak ada sma sekali. Jadi
foto/potret yang pernah beredar di Palembang dan diperjual belikan ukuran 10 inci dan dibawah foto
tersebut tertulis “mgs . Al’Arief Billah Syekh Abdul Hamid bin Mahmud (kiai marogn) Kertapati
Palembang “ adalah keliru yang benar foto tersebut adalah salah satu murid kiai marogsn sekaligus teman
dekatnya, beliau adalajh kiai Haji Kemas Abdullah Azharin (kiai pedatuan) dengan tidak adanya foto kiai
marogan ini, ada kemungkinan beliau memgang teguh hadist nabi (riwayatBukhori fathul bari Syarah
Bukhori Juz V halaman 321) yang artinya :

“Berkatalah Said bin Hasan : “pada suatu hari saya bersama Ibnu Abbas, tiba-tiba datang seorang laki-laki
bertanya : “ Hai Abu Abbas bahwasanya saya seorang yang hidup dari pencarian tangan, saya membuat
lukisan-lukisan ini. Maka Ibnu Abbas menjawab “ Maukah engkau mendengar dari apa yang saya dengar
dari Rasulullah SAW . saya dengar beliau berkata : barang siapa yang membuat gambar maka Allah akan
menyiksanya, disuruh tiupkan roh kepada gambar itu, padahal ia tidak bisa meniupkan roh selama-
lamanya, maka laki-laki yang bertanya itu menjadi gemetar, pucat mukanya. Lalu Ibnu Abbas
menyambung pembicaraannya: “ kalau kamu mau menggambar juga maka buatlah gambar kayu-kayuan
dan sekalian benda yang tidak bernyawa”.

Jadi dalam hadist ini jelas nabi melarang melukis atau menggambar barang yang bernyawa, oleh karena
itu tidak kita dapati potret nabi , potret khalifah Rasyidin, potret Imam yang empat, potret ulama-ulama
salaf , potret imam nawawi termasuk juga potret Kiai Muara Ogan.

Anda mungkin juga menyukai