Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN

TUBERCOLOSIS

NAMA: ISMAIL M. DG. MAGANGKA

NIM: 2019032042

CI LAHAN CI INSTITUSI

( ) ( )

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU

2019
A. KONSEP TEORITIS
1. Definisi
Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksius yang menyerang paru-paru
yang secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan
nekrosis jaringan. Penyakit ini bersifat menahun dan dapat menular dari
penderita kepada orang lain (Santa, dkk, 2009).
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Myobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. (Depkes RI, 2007).
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru Tuberkulosis dapat juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya,
termasuk meningens, ginjal, tulang, dan nodus limfe. (Suzanne C. Smeltzer &
Brenda G. Bare, 2002 ).

2. Anatomi fisiologi
Paru-paru berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi
oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot
kuat. Paru-paru terbagi atas dua bagian yaitu paru-paru kanan yang terdiri atas 3
lobus yaitu lobus atas, tengah dan bawah. Lobus-lobus tersebut dibatasi oleh
fisura horisontal dan obliq. Paru-paru kiri yang terdiri atas 2 lobus yaitu lobus
atas dan lobus bawah yang dibatasi oleh fisura obliq (Watson R., 2011).
Pada bagian atas atau puncak paru disebut apeks yang menjorok ke atas
arah leher dan pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru dibungkus oleh dua
selaput yang tipis, yang disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung
menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang
menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura
luar (pleura parietalis). Antara selaput luar dan selaput dalam terdapat rongga
yang berisi cairan pleura yang berfungsi sebagai pelumas paru-paru. Cairan
pleura berasal dari plasma darah yang masuk secara eksudasi. Dinding rongga
pleura bersifat permeabel terhadap air dan zat-zat lain (Aryani, 2009).

3. Etiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacterium tuberculosis ditemukan oleh Robet
Koch pada tahun 1882. Basil tuberculosis dapat hidup dan tetap virulen beberapa
minggu dalam keadaan kering, tetapi dalam cairan mati dalam suhu 600 C dalam
15-20 menit. Fraksi protein basil tuberkulosis menyebabkan nekrosis jaringan,
sedangkan lemaknya menyebabkan sifat tahan asam dan merupakan faktor
terjadinya fibrosis dan terbentuknya sel epiteloid dan tuberkel.(FKUI,2005).
Basil ini tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar
matahari dan sinar ultraviolet. Ada dua macam mikobakterium tuberculosis yaitu
tipe human dan tipe bovin. Basil tipe bovin berada dalam susu sapi yang
menderita mastitis tuberkulosis usus. Basil tipe human bisa berada di bercak
ludah (droplet) di udara yang berasal dari penderita TBC terbuka dan orang yang
rentan terinfeksi TBC ini bila menghirup bercak ini. Perjalanan TBC setelah
terinfeksi melalui udara. Bakteri juga dapat masuk ke sistem pencernaan
manusia melalui benda/bahan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri.
Sehingga dapat menimbulkan asam lambung meningkat dan dapat menjadikan
infeksi lambung. (Wim de Jong, 2005)

4. Patofisiologi
Tempat masuk kuman M.tuberculosis adalah saluran pernafasan, saluran
pencernaan, dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberkulosis terjadi
melalui udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung
kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Saluran
pencernaan merupakan tempat masuk utama jenis bovin, yang penyebarannya
melalui susu yang terkontaminasi.
Tuberkulosis adalh penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag, sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah sel imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini biasanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan di tempat infeksi oleh limfosit dan
limfokinnya. Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas (lambat)
Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif padat dan
seperti keju, lesi nekrosis ini disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang mengalami
nekrosis kaseosa dan jaringan granulasi di sekitarnya yang terdiri dari sel
epiteloid dan fibroblast, menimbulkan respon berbeda. Jaringan granulasi
menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan parut yang akhirnya akan membentuk
suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel. Lesi primer paru-paru dinamakan fokus
Gohn dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional dan lesi primer
dinamakan kompleks Gohn respon lain yang dapat terjadi pada daerah
nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan
menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang dilepaskan dari dinding kavitas
akan masuk ke dalam percabangan trakeobronkhial. Proses ini dapat akan
terulang kembali ke bagian lain dari paru-paru, atau basil dapat terbawa sampai
ke laring, telinga tengah atau usus. Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun
tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut bila peradangan mereda
lumen bronkus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat
dekat perbatasan rongga bronkus. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga
tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung sehingga kavitas penuh dengan
bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang tidak terlepas
keadaan ini dapat menimbulkan gejala dalam waktu lama atau membentuk lagi
hubungan dengan bronkus dan menjadi tempat peradangan aktif. Penyakit dapat
menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari
kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil dapat
menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai
penyebaran limfohematogen, yang biasanya sembuh sendiri. Penyebaran
hematogen merupakan suatu fenomena akut yang biasanya menyebabkan
tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah
sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem vaskular dan tersebar ke
organ-organ tubuh.
5. Pathway

6. Manifestasi klinis
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan (Depkes, 2006).
Keluhan yang dirasakan pasien tuberkulosis dapat bermacam-macam atau
malah banyak pasien ditemikan Tb paru tanpa keluhan sama sekali dalam
pemeriksaan kesehatan. Gejala tambahan yang sering dijumpai (Asril Bahar.
2001):
a. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-
kadang dapat mencapai 40-41°C. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar, tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah
seterusnya sehingga pasien merasa tidak pernah terbebas dari demam
influenza ini.
b. Batuk/Batuk Darah
Terjadi karena iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk-produk radang keluar. Keterlibatan bronkus pada
tiap penyakit tidaklah sama, maka mungkin saja batuk baru ada
setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni setelah
berminggu-minggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.
Keadaan yang adalah berupa batuk darah karena terdapat pembuluh
darah yang pecah. Kebanyakan batuk darah pada tuberkulosis terjadi
pada kavitas, tetapi dapat juga terjadi pada ulkus dinding bronkus.
c. Sesak Napas
Pada penyakit yang ringan (baru tumbuh) belum dirasakan sesak
napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,
yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri Dada
Gejala ini agak jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi
radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan
napasnya.
e. Malaise
Penyakit tuberkulosis bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan berupa anoreksia (tidak ada nafsu makan), badan
makin kurus (berat badan turun), sakit kepala, meriang, nyeri otot, dan
keringat pada malam hari tanpa aktivitas. Gejala malaise ini makin
lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

7. Pemeriksaan penunjang
Menurut Somantri (2008), pemeriksaan penunjang pada pasien tuberkulosis
adalah:
a. Sputum Culture
b. Ziehl neelsen: Positif untuk BTA
c. Skin test (PPD, mantoux, tine, and vollmer, patch)
d. Chest X-ray
e. Histologi atau kultur jaringan: positif untuk Mycobacterium tuberculosis
f. Needle biopsi of lung tissue: positif untuk granuloma TB, adanya selsel
besar yang mengindikasikan nekrosis g. Elektrolit h. Bronkografi i. Test
fungsi paru-paru dan pemeriksaan darah

8. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan keperawatan diantaranya dapat dilakukan dengan cara:
1) Promotif
 Penyuluhan kepada masyarakat apa itu TBC
 Pemberitahuan baik melalui spanduk/iklan tentang bahaya TBC,
cara penularan, cara pencegahan, faktor resiko
 Mensosialisasiklan BCG di masyarakat. b. Preventif
2) Vaksinasi BCG
 Menggunakan isoniazid (INH)
 Membersihkan lingkungan dari tempat yang kotor dan lembab.
 Bila ada gejala-gejala TBC segera ke Puskesmas/RS, agar
dapat diketahui secara dini.
b. Penatalaksanaan secara medic
Dalam pengobatan TB paru dibagi 2 bagian :
1) Jangka pendek
Dengan tata cara pengobatan : setiap hari dengan jangka waktu 1 – 3
bulan.
 Streptomisin injeksi 750 mg.
 Pas 10 mg.
 Ethambutol 1000 mg.
 Isoniazid 400 mg.
2) Jangka panjang
Tata cara pengobatan : setiap 2 x seminggu, selama 13 – 18 bulan,
tetapi setelah perkembangan pengobatan ditemukan terapi. Terapi TB
paru dapat dilakukan dengan minum obat saja, obat yang diberikan
dengan jenis :
 INH.
 Rifampicin.
 Ethambutol.

Dengan fase selama 2 x seminggu, dengan lama pengobatan


kesembuhan menjadi 6-9 bulan.
c. Dengan menggunakan obat program TB paru kombipack bila ditemukan
dalam pemeriksan sputum BTA ( + ) dengan kombinasi obat :
1) Rifampicin.
2) Isoniazid (INH).
3) Ethambutol.
4) Pyridoxin(B6).

9. Komplikasi
Komplikasi pada penderita tuberkulosis stadium lanjut (Depkes RI, 2005) :
a. Hemoptosis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau tersumbatnya jalan
nafas.
b. Kolaps dari lobus akibat retraksi bronkial.
c. Bronkiektasis ( pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
d. Pneumotorak (adanya udara di dalam rongga pleura) spontan : kolaps
spontan karena kerusakan jaringan paru.
e. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, ginjal dan sebagainya.
f. insufisiensi Kardio Pulmoner (Cardio Pulmonary Insufficiency)
B. KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Menurut Soemantri (2008), pengkajian keperawatan pada tuberkulosis adalah:
a. Data pasien: Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia
anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan
perempuan. Penyakit ini biasanya banyak ditemukan pada pasien yang tinggal di
daerah dengan tingkat kepadatan tinggi sehingga masuknya cahaya matahari ke
dalam rumah sangat minim.Tuberkulosis pada anak dapat terjadi di usia berapa
pun, namun usia paling umum adalah 1– 4 tahun.
Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding
TB paru-paru dengan perbandingan 3 : 1. Tuberkulosis luar paru-paru adalah TB
berat yang terutama ditemukan pada usia< 3 tahun. Angka kejadian (prevalensi)
TB paru-paru pada usia 5-12 tahun cukup rendah, kemudian meningkat setelah
usia remaja di mana TB paru-paru menyerupai kasus pada pasien dewasa (sering
disertai lubang/kavitas pada paru-paru).
b. Riwayat kesehatan Keluhan yang sering muncul antara lain:
1) Demam: subfebris, febris (40-410 C) hilang timbul.
2) Batuk: terjadi karena adanya iritasi pada bronkhus.
3) Sesak napas: bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-
paru.
4) Nyeri dada: jarang ditemukan, nyeri akan akan timbul bila infiltrasi radang
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis.
5) Malaise: ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, sakit kepala, nyeri otot dan keringat malam.
6) Sianosis, sesak napas, dan kolaps: merupakan gejala atelektasis. g) Perlu
ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul
bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi
menular.
c. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan Fisik Pada tahapan dini sulit diketahui, ronchi basah kasar dan
nyaring, hipersonor/timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi
memberikan suara umforik, pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal
dan fibrosa. c. Pemeriksaan Penunjang
1) Sputum Kultur Yaitu untuk memastikan apakah keberadaan
Mycrobacterium Tuberculossepada stadium aktif.
2) Skin test: mantoux, tine, and vollmer patch yaitu reaksi positif
mengindikasi infeksi lama dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan infeksi lam dan adanya antibody, tetapi tidak
mengindikasikan penyakit yang sedang aktif.
3) Darah: leukositosis, LED meningkat.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan akumulasi sekret kental
atau sekret darah
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran alveoler-
kapiler
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia
d. Nyeri Akut berhubungan dengan nyeri dada pleuritis
e. Hipertemia berhubungan dengan proses inflamasi
3. Intervensi
4.

TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
(NOC) (NIC)

1 Bersihan Jalan Nafas tidak Efektif NOC : NIC :


Respiratory status : Ventilation Airway suction
Definisi : Ketidakmampuan untuk Respiratory status : Airway patency Pastikan kebutuhan oral / tracheal
membersihkan sekresi atau obstruksi dari suctioning
saluran pernafasan untuk mempertahankan Aspiration Control
kebersihan jalan nafas. Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suctioning.
Kriteria Hasil : Informasikan pada klien dan
Batasan Karakteristik : keluarga tentang suctioning
Mendemonstrasikan batuk efektif dan
- Dispneu, Penurunan suara nafas suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis Minta klien nafas dalam sebelum
dan dyspneu (mampu mengeluarkan suction dilakukan.
- Orthopneu sputum, mampu bernafas dengan mudah,
tidak ada pursed lips) Berikan O2 dengan menggunakan
- Cyanosis nasal untuk memfasilitasi suksion
Menunjukkan jalan nafas yang paten nasotrakeal
- Kelainan suara nafas (rales, (klien tidak merasa tercekik, irama nafas,
wheezing) frekuensi pernafasan dalam rentang Gunakan alat yang steril sitiap
normal, tidak ada suara nafas abnormal) melakukan tindakan
- Kesulitan berbicara
Mampu mengidentifikasikan dan Anjurkan pasien untuk istirahat dan
- Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
mencegah factor yang dapat menghambat napas dalam setelah kateter dikeluarkan
- Mata melebar jalan nafas dari nasotrakeal

- Produksi sputum Monitor status oksigen pasien


Ajarkan keluarga bagaimana cara
- Gelisah melakukan suksion
- Perubahan frekuensi dan irama nafas Hentikan suksion dan berikan
oksigen apabila pasien menunjukkan
bradikardi, peningkatan saturasi O2,
dll.
Faktor-faktor yang berhubungan:
- Lingkungan : merokok, menghirup
asap rokok, perokok pasif-POK, infeksi Airway Management
- Fisiologis : disfungsi Buka jalan nafas, guanakan
neuromuskular, hiperplasia dinding teknik chin lift atau jaw thrust bila
bronkus, alergi jalan nafas, asma. perlu
- Obstruksi jalan nafas : spasme jalan Posisikan pasien untuk
nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, memaksimalkan ventilasi
adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus,
adanya eksudat di alveolus, adanya benda Identifikasi pasien perlunya
asing di jalan nafas. pemasangan alat jalan nafas buatan
Pasang mayo bila perlu
Lakukan fisioterapi dada jika
perlu
Keluarkan sekret dengan batuk
atau suction
Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
Lakukan suction pada mayo
Berikan bronkodilator bila perlu
Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
Monitor respirasi dan status O2

2. Gangguan Pertukaran gas NOC : NIC :


Respiratory Status : Gas exchange Airway Management
Definisi : Kelebihan atau kekurangan Respiratory Status : ventilation Buka jalan nafas, guanakan
dalam oksigenasi dan atau pengeluaran teknik chin lift atau jaw thrust bila
karbondioksida di dalam membran kapiler Vital Sign Status perlu
alveoli
Kriteria Hasil : Posisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi
Mendemonstrasikan peningkatan
Batasan karakteristik : ventilasi dan oksigenasi yang adekuat Identifikasi pasien perlunya
pemasangan alat jalan nafas buatan
Gangguan penglihatan Memelihara kebersihan paru paru dan
bebas dari tanda tanda distress pernafasan Pasang mayo bila perlu
Penurunan CO2
Mendemonstrasikan batuk efektif dan Lakukan fisioterapi dada jika
Takikardi suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis perlu
dan dyspneu (mampu mengeluarkan
Hiperkapnia sputum, mampu bernafas dengan mudah, Keluarkan sekret dengan batuk
tidak ada pursed lips) atau suction
Keletihan
Tanda tanda vital dalam rentang normal Auskultasi suara nafas, catat
somnolen
adanya suara tambahan
Iritabilitas
Lakukan suction pada mayo
Hypoxia Berika bronkodilator bial perlu
kebingungan Barikan pelembab udara
Dyspnoe Atur intake untuk cairan
mengoptimalkan keseimbangan.
nasal faring
Monitor respirasi dan status O2
AGD Normal
sianosis
Respiratory Monitoring
warna kulit abnormal (pucat, kehitaman)
Monitor rata – rata, kedalaman,
Hipoksemia irama dan usaha respirasi
hiperkarbia Catat pergerakan dada,amati
kesimetrisan, penggunaan otot
sakit kepala ketika bangun
tambahan, retraksi otot supraclavicular
frekuensi dan kedalaman nafas abnormal dan intercostal
Monitor suara nafas, seperti
dengkur
Faktor faktor yang berhubungan :
Monitor pola nafas : bradipena,
ketidakseimbangan perfusi ventilasi takipenia, kussmaul, hiperventilasi,
cheyne stokes, biot
perubahan membran kapiler-alveolar
Catat lokasi trakea
Monitor kelelahan otot
diagfragma (gerakan paradoksis)
Auskultasi suara nafas, catat
area penurunan / tidak adanya ventilasi
dan suara tambahan
Tentukan kebutuhan suction
dengan mengauskultasi crakles dan
ronkhi pada jalan napas utama
auskultasi suara paru setelah
tindakan untuk mengetahui hasilnya

3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari NOC : NIC :


kebutuhan tubuh
Nutritional Status : food and Fluid Intake Nutrition Management
Kriteria Hasil : Kaji adanya alergi makanan
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup untuk
keperluan metabolisme tubuh. Adanya peningkatan berat badan sesuai Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan tujuan menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
Berat badan ideal sesuai dengan tinggi
Batasan karakteristik : badan Anjurkan pasien untuk
meningkatkan intake Fe
- Berat badan 20 % atau lebih di bawah Mampu mengidentifikasi kebutuhan
ideal nutrisi Anjurkan pasien untuk
meningkatkan protein dan vitamin C
- Dilaporkan adanya intake makanan Tidak ada tanda tanda malnutrisi
yang kurang dari RDA (Recomended Daily Berikan substansi gula
Allowance) Tidak terjadi penurunan berat badan
yang berarti Yakinkan diet yang dimakan
- Membran mukosa dan konjungtiva mengandung tinggi serat untuk
pucat mencegah konstipasi
- Kelemahan otot yang digunakan untuk Berikan makanan yang terpilih (
menelan/mengunyah sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Luka, inflamasi pada rongga mulut Ajarkan pasien bagaimana membuat
catatan makanan harian.
- Mudah merasa kenyang, sesaat setelah
mengunyah makanan Monitor jumlah nutrisi dan
kandungan kalori
- Dilaporkan atau fakta adanya
kekurangan makanan Berikan informasi tentang
kebutuhan nutrisi
- Dilaporkan adanya perubahan sensasi
rasa Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
- Perasaan ketidakmampuan untuk
mengunyah makanan
- Miskonsepsi Nutrition Monitoring
- Kehilangan BB dengan makanan cukup BB pasien dalam batas normal
- Keengganan untuk makan Monitor adanya penurunan berat
badan
- Kram pada abdomen
Monitor tipe dan jumlah aktivitas
- Tonus otot jelek yang biasa dilakukan
- Nyeri abdominal dengan atau tanpa Monitor interaksi anak atau orangtua
patologi selama makan
- Kurang berminat terhadap makanan Monitor lingkungan selama makan
- Pembuluh darah kapiler mulai rapuh Jadwalkan pengobatan dan tindakan
tidak selama jam makan
- Diare dan atau steatorrhea
Monitor kulit kering dan perubahan
- Kehilangan rambut yang cukup banyak
pigmentasi
(rontok)
Monitor turgor kulit
- Suara usus hiperaktif Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
- Kurangnya informasi, misinformasi
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total
Faktor-faktor yang berhubungan : protein, Hb, dan kadar Ht
Ketidakmampuan pemasukan atau Monitor makanan kesukaan
mencerna makanan atau mengabsorpsi zat-
zat gizi berhubungan dengan faktor Monitor pertumbuhan dan
biologis, psikologis atau ekonomi. perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta,
scarlet
4. Hipertermia NOC : NIC :
Thermoregulation Fever treatment
Definisi : suhu tubuh naik diatas rentang Kriteria Hasil : Monitor suhu sesering mungkin
normal
Suhu tubuh dalam rentang normal Monitor IWL
Nadi dan RR dalam rentang Monitor warna dan suhu kulit
Batasan Karakteristik: normal
Monitor tekanan darah, nadi dan RR
kenaikan suhu tubuh diatas rentang Tidak ada perubahan warna kulit
normal dan tidak ada pusing, merasa nyaman Monitor penurunan tingkat
kesadaran
serangan atau konvulsi (kejang)
Monitor WBC, Hb, dan Hct
kulit kemerahan
Monitor intake dan output
pertambahan RR
Berikan anti piretik
takikardi
Berikan pengobatan untuk
saat disentuh tangan terasa hangat mengatasi penyebab demam
Selimuti pasien
Faktor faktor yang berhubungan : Lakukan tapid sponge
- penyakit/ trauma Berikan cairan intravena
- peningkatan metabolisme Kompres pasien pada lipat paha dan
aksila
- aktivitas yang berlebih
Tingkatkan sirkulasi udara
- pengaruh medikasi/anastesi
Berikan pengobatan untuk
- ketidakmampuan/penurunan mencegah terjadinya menggigil
kemampuan untuk berkeringat
- terpapar dilingkungan panas
- dehidrasi Temperature regulation
- pakaian yang tidak tepat Monitor suhu minimal tiap 2 jam
Rencanakan monitoring suhu secara
kontinyu
Monitor TD, nadi, dan RR
Monitor warna dan suhu kulit
Monitor tanda-tanda hipertermi dan
hipotermi
Tingkatkan intake cairan dan nutrisi
Selimuti pasien untuk mencegah
hilangnya kehangatan tubuh
Ajarkan pada pasien cara mencegah
keletihan akibat panas
Diskusikan tentang pentingnya
pengaturan suhu dan kemungkinan efek
negatif dari kedinginan
Beritahukan tentang indikasi
terjadinya keletihan dan penanganan
emergency yang diperlukan
Ajarkan indikasi dari hipotermi dan
penanganan yang diperlukan
Berikan anti piretik jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi, suhu, dan RR
 Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR, sebelum,
selama, dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari nadi
 Monitor frekuensi dan irama
pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Nyeri NOC : NIC :
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pain control, Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
Sensori yang tidak menyenangkan dan Comfort level karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas
pengalaman emosional yang muncul secara dan faktor presipitasi
aktual atau potensial kerusakan jaringan atau Kriteria Hasil :
menggambarkan adanya kerusakan (Asosiasi Observasi reaksi nonverbal dari
Mampu mengontrol nyeri (tahu
Studi Nyeri Internasional): serangan ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu
mendadak atau pelan intensitasnya dari
menggunakan tehnik nonfarmakologi Gunakan teknik komunikasi
ringan sampai berat yang dapat diantisipasi
untuk mengurangi nyeri, mencari terapeutik untuk mengetahui
dengan akhir yang dapat diprediksi dan
bantuan) pengalaman nyeri pasien
dengan durasi kurang dari 6 bulan.
Melaporkan bahwa nyeri Kaji kultur yang mempengaruhi
berkurang dengan menggunakan respon nyeri
Batasan karakteristik : manajemen nyeri
Evaluasi pengalaman nyeri masa
- Laporan secara verbal atau non verbal Mampu mengenali nyeri (skala, lampau
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri)
- Fakta dari observasi Evaluasi bersama pasien dan tim
Menyatakan rasa nyaman setelah kesehatan lain tentang ketidakefektifan
- Posisi antalgic untuk menghindari nyeri berkurang kontrol nyeri masa lampau
nyeri
Tanda vital dalam rentang normal Bantu pasien dan keluarga untuk
- Gerakan melindungi mencari dan menemukan dukungan
- Tingkah laku berhati-hati Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
- Muka topeng
ruangan, pencahayaan dan kebisingan
- Gangguan tidur (mata sayu, tampak
capek, sulit atau gerakan kacau, Kurangi faktor presipitasi nyeri
menyeringai)
Pilih dan lakukan penanganan nyeri
- Terfokus pada diri sendiri (farmakologi, non farmakologi dan
inter personal)
- Fokus menyempit (penurunan
persepsi waktu, kerusakan proses berpikir, Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
penurunan interaksi dengan orang dan menentukan intervensi
lingkungan)
Ajarkan tentang teknik non
- Tingkah laku distraksi, contoh : jalan- farmakologi
jalan, menemui orang lain dan/atau aktivitas,
aktivitas berulang-ulang) Berikan analgetik untuk mengurangi
nyeri
- Respon autonom (seperti diaphoresis,
perubahan tekanan darah, perubahan nafas, Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
nadi dan dilatasi pupil)
Tingkatkan istirahat
- Perubahan autonomic dalam tonus
Kolaborasikan dengan dokter jika
otot (mungkin dalam rentang dari lemah ke
ada keluhan dan tindakan nyeri tidak
kaku)
berhasil
- Tingkah laku ekspresif (contoh :
Monitor penerimaan pasien tentang
gelisah, merintih, menangis, waspada,
manajemen nyeri
iritabel, nafas panjang/berkeluh kesah)
- Perubahan dalam nafsu makan dan
minum Analgesic Administration
Tentukan lokasi, karakteristik,
kualitas, dan derajat nyeri sebelum
Faktor yang berhubungan :
pemberian obat
Agen injuri (biologi, kimia, fisik, psikologis)
Cek instruksi dokter tentang jenis
obat, dosis, dan frekuensi
Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
Tentukan analgesik pilihan, rute
pemberian, dan dosis optimal
Pilih rute pemberian secara IV, IM
untuk pengobatan nyeri secara teratur
Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali
Berikan analgesik tepat waktu
terutama saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas analgesik, tanda
dan gejala (efek samping)
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar keperawtan medikal bedah, edisi 8 vol 3. Jakarta: EGC

Carpenito, L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan, Aplikasi pada Praktik Klinis, edisi
6. Jakarta: EGC

Corwin, EJ. 2009. Buku Saku Patofisiologi, 3 Edisi Revisi. Jakarta: EGC

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2006. Pedoman Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis. Depkes RI : Jakarta.

Johnson, M., et all. 2000. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New
Jersey:Upper Saddle River

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius

Mc Closkey, C.J., et all. 1996. Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River

Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam edisi ketiga. Balai Penerbit FKUI : Jakarta.

Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima
Medika

Tambayong, J. 2003. Patofisiologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai