nmqwertyuiopasdfghjklzx
cvbnmqwertyuiopasdfghj
klzxcvbnmqwertyuiopasdf
SENAM DISMENORE
ghjklzxcvbnmqwertyuiop
a
Yuyun Setyorini
sdfghjklzxcvbnmqwertyui B
OOKLET
POLTEKKES SURAKARTA
opasdfghjklzxcvbnmqwer
t
yuiopasdfghjklzxcvbnmq
wertyuiopasdfghjklzxcvbn
mqwertyuiopasdfghjklzxc
vbnmqwertyuiopasdfghjkl
zxcvbnmqwertyuiopasdfg
SENAM DISMENORE
A. DISMENORE
1. Pengertian Dismenore
Dismenore atau nyeri menstruasi merupakan gejala yang
paling sering dikeluhkan oleh wanita usia reproduktif. Nyeri
atau rasa sakit yang siklik bersamaan dengan menstruasi ini
sering dirasakan seperti rasa kram pada perut dan dapat
disertai dengan rasa sakit yang menjalar ke punggung,
dengan rasa mual dan muntah, sakit kepala ataupun diare.
2
Oleh karena itu, istilah dismenore hanya dipakai jika nyeri
menstruasi tersebut demikian hebatnya, sehingga memaksa
penderita untuk istirahat dan meninggalkan pekerjaan atau
cara hidupnya sehari-hari untuk beberapa jam atau
beberapa hari (Winknjosastro, 2007). Dismenore
(dysmenorrhoea) berasal dari bahasa Yunani, diman “dys”
bearti gangguan/nyeri hebat/ abnormalitas, “meno” berati
bulan dan “rrhea” berarti aliran, sehingga dismenore
(dysmenorrhoea) dapat diartikan dengan gangguan aliran
darah menstruasi.
2. Kasifikasi Dismenore
Dismenore dibagi atas dua bagian berdasarkan kelainan
ginekologi, antara lain : a. Dismenore Primer
Merupakan nyeri haid yang tidak terdapat hubungan
dengan kelainan ginekologi, atau kelainan secara
anatomi. Kejadian dismenore primer ini tidak
berhubungan dengan umur, ras maupun status
ekonomi. Namun derajat nyeri yang dirasakan serta
durasi mempunyai hubungan dengan usia saat
menarche, lamanya menstruasi, merokok dan adanya
peningkatan Index Massa Tubuh. Sebaliknya gejala
dismenore primer ini semakin berkurang jika dikaitkan
dengan jumlah paritas. Menurut Wong, et al. (2009),
dismenore primer secara langsung berkaitan dengan
terjadinya ovulasi sebelumnya serta ada hubungan
antara kontraksi otot uterus dan sekresi prostaglandin.
b. Dismenore Sekunder.
4
Dismenore sekunder adalah dismenore yang
disebabkan karena adanya masalah patologis di rongga
panggul. Nyeri menstruasi yang disebabkan oleh
kelainan ginekologi atau kelainan secara anatomi.
Gejala dismenore sekunder ini dapat ditemukan pada
wanita dengan endometriosis, adenomiosis, obstruksi
pada saluran genitaia, dan lain-lain. Sehingga pada
wanita dengan dismenore sekunder ini juga dapat
ditemukan dengan komplikasi lain seperti dyspareunia,
dysuria, perdarahan uterus abnormal, infertilitas dan
lain-lain.
3. Penyebab Dismenore
Penyebab dismenore primer karena terjadi kontraksi yang
kuat atau lama pada dinding rahim, hormon prostaglandin
yang tinggi dan pelebaran servik saat mengeluarkan darah
menstruasi. Adanya kontraksi otot uterus (miometrium)
yang terlalu kuat ketika mengeluarkan darah menstruasi
(peluruhan lapisan endometrium uteri, bekuan darah,
selsel epitel dan stroma dari dinding uterus dan vagina,
cairan dan lendir dari dinding uterus) sehingga
menimbulkan ketegangan otot saat berkontraksi dan
terjadilah nyeri. Dismenore dapat juga dipengaruhi oleh
faktor sosial dan psikologis.
6
B. MANAJEMEN DISMENORE
1. Terapi Farmakologis
Terapi farmakologis pada penanganan dismenore adalah
dengan pemberian obat-obatan dan suplemen. Obatobatan
yang paling sering digunakan antara lain Non Steroid Anti
Inflamation Drug (NSAID) yang bekerja dengan
menghambat aktivitas enzim siklooksigenase sehingga
produksi dari prostaglandin berkurang, hal ini akan
menghambat pembentukan prostaglandin selama 2-3 hari
dalam siklus menstruasi. COX –II Inhibitor yang juga bekerja
selektif terhadap penghambatan biosintesis prostaglandin
juga dapat digunakan untuk menangani nyeri haid.
Pemakain kontrasepsi hormonal juga dapat mengurangi
nyeri haid. Pemberian Vitamin B1, Magnesium, Vitamin E,
juga menunjukkan efek yang dapat mengurangi nyeri haid.
7
Terapi non farmakologi pada dismenore menurut Taber
(2005) dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan
berserat dan perbanyak minum air putih, mengurangi
makanan yang mengandung garam, kafein dan coklat,
menambah makanan yang mengandung kalsium, kompres
hangat pada bagian yang kram, mandi air hangat, posisi
menungging sehingga uterus tergantung ke bawah, dan
relaksasi.
a. Air
Air merupakan komponen yang sangat penting bagi
tubuh. Air menyusun 60-70% dari seluruh tubuh,
dengan kebutuhan cairan perhari 50 ml/Kg BB/hari atau
minimal delapan gelas (2000 ml) perhari. Komponen
terbesar dari tubuh adalah air. Air adalah pelarut semua
zat terlarut dalam tubuh baik dalam bentuk suspensi
maupun larutan. Menurut Muhammad (2011) terapi air
dapat mengatasi berbagai masalah kesehatan termasuk
dismenore. Terapi minum air bertujuan untuk menjaga
kesehatan dan keutuhan setiap sel dalam tubuh; aliran
darah lebih mudah mengalir, melumasi dan melidungi
persendian, melarutkan dan membawa nutrisi, oksigen
dan hormon ke seluruh sel tubuh; melarutkan dan
mengeluarkan zat sampah sisa metabolisme dan
elektrolit yang berlebihan; sebagai katalisator dalam
tubuh; menghasilkan tenaga; menstabilkan suhu tubuh
dan meredam benturan bagi organ vital di dalam tubuh.
Fungsi air bagi tubuh adalah membentuk sel-sel baru,
memelihara dan mengganti sel-sel yang rusak;
melarutkan dan membawa nutrisi, oksigen dan hormon
ke seluruh sel tubuh yang membutuhkan; melarutkan
dan mengeluarkan sampah dan racun dari dalam tubuh;
katalisator dalam metabolisme tubuh; pelumas bagi
sendi dan otot; menstabilkan suhu tubuh dan meredam
benturan bagi organ vital tubuh. Menurut Taber (2005)
cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi dismenore
salah satunya adalah dengan perbanyak minum air
putih.
8
Menurut Batmanghelidj (2007) menyatakan bahwa
minum air dapat mengurangi nyeri menstruasi, air
dapat mengencerkan darah dan mencegah
penggumpalan darah ketika beredar ke seluruh tubuh
serta sumber utama energi bagi tubuh. Sedangkan
menurut Bobak, et al. (2005) penggunaan diuretik
alami seperti daun seledri, semangka dapat mengatasi
dismenore. Penggunaan diuretik alami ini diharapkan
dengan seringnya berkemih maka tubuh akan
merespon terhadap keseimbangan cairan tubuh,
merangsang minum air yang banyak sehingga aliran
darah menjadi lancar.
b. Exercise
Exercise atau latihan fisik merupakan salah satu terapi
non farmakologis yang lebih aman karena
menggunakan proses fisiologis. Menurut Harry (2007)
exercise dapat menghasilkan endorphin. Endorphin
berfungsi sebagai obat penenang alami sehingga dapat
menimbulkan rasa nyaman. Kadar endorphin dalam
tubuh yang meningkat dapat mengurangi rasa nyeri
pada saat kontraksi. Exercise dapat meningkatkan
kadar endorphin 4-5 kali di dalam darah, sehingga
semakin banyak melakukan exercise maka akan
semakin tinggi pula kadar endorphin di dalam darah.
11
c) Duduk di atas tumit, rentangkan lengan ke
depan sejauh mungkin. Tahan selama 20 detik
sambil dihitung dengan bersuara, lalu rileks.
3) Buttock/Hip Stretch
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk.
(a) Letakkan bagian luar pergelangan kaki kanan
pada paha kiri di atas lutut.
(b) Pegang bagian belakang paha dan tarik ke arah
dada senyaman mungkin. Tahan selama 20
detik sambil dihitung dengan bersuara,
kemudian kembali ke posisi awal dan rileks.
(c) Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.
13
4) Abdominal Strengthening: Curl Up
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk,
kaki dilantai, tangan dibawah kepala.
a) Lengkungkan punggung dari lantai dan dorong
ke arah langit-langit. Tahan selama 20 detik
sambil dihitung dengan bersuara.
b) Ratakan punggung sejajar lantai dengan
mengencangkan otot-otot perut dan bokong.
c) Lengkungkan sebagian tubuh bagian atas ke
arah lutut. Tahan selama 20 detik sambil
dihitung dengan bersuara.
d) Lakukan latihan sebanyak 3 kali.
14
5) Lower Abdominal Strengthening
Posisi awal: berbaring terlentang, lutut ditekuk,
lengan dibentangkan keluar.
a) Letakkan bola antara tumit dan bokong.
Sejajarkan punggung dengan lantai.
Kencangkan otot-otot perut dan bokong
.
15
bersuara, kemudian perlahan ke posisi awal
dan rileks.
c) Latihan dilakukan sebanyak 3 kali.
REFERENSI
16