PENDAHULUAN
TINJAUAN TEOROTIS
a. Stadium 1
Pada stadium 1, didapati ciri yaitu menurunnya cadangan ginjal,
pada stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal
dengan kehilangan fungsi nefron 40-75 %.
b. Stadium 2
Pada stadium 2, terjadi insufisiensi ginjal dimana > 75 % jarigan
telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
mengingkat akibatnya ginjal kehilangan kemampuannya untuk
memekatkan urin dan terjadi terjadi azotemia.
c. Stadium 3
Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal ginjal
stadium akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN
akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap
GFR (Glomerulo Filtration Rate) yang mengalami penurunan
sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah
dan elektrolit sehingga pasien diindikasikan untuk menjalani
terapi dialisis atau bahkan perlu dilakukan transplantasi ginjal.
a. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( < 90 ml/menit/1,73 m2 )
b. Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 ml/menit/1,73 m2 .
c. Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m2
d. Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m2
e. Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG antara < 15 ml/menit/1,73 m2 atau
gagal ginjal ter
minal.
(Wijaya & Putri, 2013).
2.1.3. Etiologi
a. Gangguan metabolic
Seperti diabetes mellitus yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara
seriummerusak membran glomelurus.
b. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutam E. Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urunarius
bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah dari
traktus urinarius lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan irreversible ginjal atau disebut
pleonefritis.
c. Obstruksi Traktus Urinarius
Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra.
d. Gangguan Tubulus Primer
Terjadinya nefrotoksis akibat aalgesik atau logam berat.
e. Kelainan Kongenital Dan Herediter
Dapat terjadi karena kondisi keturunan dengan karakteristik kista
atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain serta
tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital.
(Wijaya & Putri, 2013).
Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan napas sesak.
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomelurus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium.
2.1.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah:
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur patologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
(Prabowo & Pranata, 2014)
2.1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif
a. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi
produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Jumlah protein
yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/kg/hari dengan LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
b. Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagl ginjal lajut.
Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari
c. Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif.
d. Pengaturan cairan
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, edema dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan
juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya
fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran
urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari.
e. Kontrol hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan,dengan pemberian obat antihipertesi dan pemberian diuretic.
f. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfa seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada
setiap makan.
g. Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia apda penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian allopurinol. Obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total
yang dihasilkan tubuh.
stokes) pemberian
DS: ekspetoran,
DO:
Pernapasan pursed-lip
Pernapasan cuping
hidung
Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
Ventilasi semenit
menurun
Kapsitas vital menurun
Tekanan ekspirasi
menurun
Tekanan inspirasi
menurun
Ekskrusi dada berubah
4.
2.2.4. Implementasi
2.2.5. Evaluasi
Daftar pustaka
Ali Dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Comorbid Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipetensi Di Ruangan Hemodialisa RSUP. Prof.
Dr. R. D. Kandou. Manado. E-Jurnal Keperawatan (E-KP). Vol. 5 No 2.
United States Renal System. ADR Reference Tables 2014: All CKD Tables: 2014.
http://www.usrds.org/reference.aspx diakses tanggal 07 september 2019
Anggraini, Y. D. 2016. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani
Hemodialysis Di RSUD Blambangan Banyuwangi.