Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Semakin meningkatnya arus globalisasi yang berkembang pesat di segala


bidang membawa perubahan pada perilaku gaya hidup masyarakat serta situasi
lingkungan misalnya perubahan konsumsi makanan, berkurangnya aktivitas fisik,
merokok, serta konsumsi minuman beralkohol,. Perubahan gaya hidup masyarakat
tersebut yang tanpa disadari telah memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus-kasus penyakit tidak menular.
Salah satunya adalah Chronic Kidney Disease (CKD) atau Gagal Ginjal Kronik
(GGK). (Riskesdas, 2018)

Ginjal merupakan organ yang berfungsi untuk mempertahankan stabilitas


volume, komposisi elektrolit, dan osmolaritas cairan ekstraseluler. Salah satu fungsi
penting ginjal lainnya adalah untuk mengekskresikan produk-produk akhir sisa
metabolisme tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Pada saat terjadi
kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan metabolisme serta keseimbangan
cairan dan elektrolit dengan manifestasi penumpukan sisa metabolic (toksik uremik)
didalam darah, disanalah seseorang dikatakan mengalami Chronic Kidney Disease
(CKD) (Muttaqin & Sari, 2011).

Gagal ginjal kronik menjadi masalah kesehatan dunia karena sulit


disembuhkan dengan peningkatan angka kejadian, pravelensi serta tingkat
morbiditasnya (Ali dkk, 2017). Menurut data World Health Organization (WHO)
pada tahun 2013, menyatakan secara global lebih dari 500 juta orang mengalami
CKD setiap tahunnya. Pravelensi CKD di dunia menurut ESRD Patient (End-Stage
Renal Disease) pada tahun 2011 sebanyak 2.786.000 orang, tahun 2012 sebanyak
3.018.860 orang dan tahun 2013 sebanyak 3.200.00 orang. Dari data tersebut dapat
dilihat bahwa adanya peningkatan angka kesakitan klien CKD setiap tahunnya. Data
Global Burden of Disease tahun 2010 menunjukkan, penyakit ginjal kronis
merupakan penyebab kematian ke-27 di dunia tahun 1990 dan meningkat menjadi
urutan ke-18 pada tahun 2010.

Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah


tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation,
2015). Sedangkan menurut United States Renal Data System (USRDS) tahun 2014,
yang bertanggung jawab terhadap kejadian gagal ginjal kronik urutan pertama dan
kedua yaitu diabetes mellitus sebesar 34% dan hipertensi sebesar 21%, kemudian
diikuti glomerulonefritis sebesar 17%, pielonefritis kronik sebesar 3,4%, ginjal
polikistik sebesar 3,4% dan lain-lain sebesar 21%.

Hasil Riset Kesehatan Dasar (2018) menunjukkan pravelensi penyakit tidak


menular mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan Riskesdas 2013, anara lain
kanker, stoke, penyakit ginjal kronis, diabetes mellitus, dan hipertensi. Pravelesi
penyakit ginjal kronik naik dari 2 % menjadi 3,8 %. Kenaikan pravelensi penyaki
tidak menular ini berhubungan dengan pola hidup, antara lain merokok, konsumsi
minuman beralkohol, akivitas fisik, seta konsumsi buah dan sayur. Berdasarkan data
Riskesdas (2018) pravelensi penyakit ginjal kronis tertinggi di Kalimanatan Utara
yaitu 0,64 % sedangkan pada kelompok umur pravelensi tertinggi pada umur 65-74
tahun (0,82 %), diikuti oleh umur ≥ 75 tahun (0,75 %), umur 55-64 tahun (0,72 %),
umur 45-54 (0,56 %), umur 35-54 tahun (0,33 %), umur 25-34 tahun (0,23 %), dan
umur 15-24 tahun (0,13 %). Sedangkan pada kelompok menurut jenis kelamin,
pravelensi pria menderita CKD di Indonesia sebesar 0,42 % dimana angka ini lebih
tinggi jika dibandingkan dengan penderita CKD pada wanita yaitu 0,35 %.
Berdasarkan data Riskesdas (2018) penderita penyakit ginjal kronik di
Kalimantan Timur adalah sebesar 0,42 % dengan nilai 9.696 jiwa. Berdasarkan data
RSUD AWS Samarinda jumlah kunjungan penderita penyakit gagal ginjal kronik
pada tahun 2011 tercatat 885kunjungan dari 145 penderita gagal ginjal kronik, dan
pada tahun 2012 tercatat 1.241 kunjungan dari 205 penderita gagal ginjal kronik.
Data tersebut menunjukkan peningkatan gagal ginjal dari tahu ke tahun.

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit yang memerlukan


penanganan khusus yang apabila tidak ditangani dari awal maka akan mengarah ke
komplikasi yang cukup serius seperti anemia, hyperkalemia, hipertensi, dan
penyakit tulang. Komplikasi tersebut dapat dicegah atau dihambat dengan
pemberian antihipertensi, eritopoetin, suplemen besi, agens pengikat fosfa dan
suplemen kalsium. (Brunner & Suddarth, 2012)

Kegagalan fungsi ginjal dapat menimbulkan komplikasi atau gangguan


kesehatan lainnya seperti edema karena kelebihan volume cairan, perubahan status
nutrisi, kurang pengetahuan tentang penyakit, bahkan intoleransi aktivitas. Dalam
mencegah gangguan kesehatan tersebut diperlukan pembatasan jumlah cairan pada
pasien CKD. Upaya untuk menciptakan pembatasan asupan cairan pada pasien
CKD dainataranya dapat dilakukan melalui pemantauan balance cairan perharinya
sehubungan dengan intake cairan pasien CKD berhubungan pada jumlah urine 24
jam. Pada pasien gagal ginjal kronik upaya yang dapat dilakukan dengan masalah
perubhaan nutrisi adalah dengan pengatutan diit yaitu pembatasan protein,
pengurangan kalium dan natrium, selain itu penyuluhan kesehatan pada pasien
sangat penting supaya pasien dan keluarga dapat memahami tentang ggal ginjal
dalam rangka untuk memelihara kesehatan dan menghindari komplikasi yang
berhubungan dengan gagal ginjal. (Brunner & Suddarth, 2012)
Berdasarkan fenomena yang telah diuraikan, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan
Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab
Sjahranie pada tahun 2019”

1.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merumuskan masalah
penelitian ini adalah” Bagaimana penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab
Sjahranie pada tahun 2019?”

1.3. Tujuan Penelitian


1.3.1. Tujuan Umum
Tujuan umum pada penelitian ini adalah mendeskripsikan Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang
Flamboyan RSUD Abdul Wahab Sjahranie tahun 2019
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mampu mendeskripsikan pengkajian keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul
Wahab Sjahranie tahun 2019.
2. Mampu mendeskripsikan diagnose keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab
Sjahranie tahun 2019.
3. Mampu mendeskripsikan intervensi keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul
Wahab Sjahranie tahun 2019.
4. Mampu mendeskripsikan implementasi keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul
Wahab Sjahranie tahun 2019.
5. Mampu mendeskripsikan evaluasi keperawatan pada pasien Chronic
Kidney Disease (CKD) di ruang Flamboyan RSUD Abdul Wahab
Sjahranie tahun 2019.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1. Aplikatif
a. Bagi Mahasiswa
Menjadi pengalaman yang berharga bagi peneliti dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD)
sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat pada bangku
kuliah.
b. Bagi Praktisi Kesehatan
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapatmenambah informasi
bahan rujukan atau perbandingan bagi tenaga kesehatan terutama
bagi perawat, khususnya mengenai asuhan keperawatan pada pasien
Chronic Kidney Disease (CKD).
1.4.2. Pengembangan Keilmuan
Penelitian studi kasus ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam menerapkan asuhan keperawatan pada pasien Chronic Kidney
Disease (CKD) bagi peneliti selanjutnya dan menambah wawasan ilmu
pengetahuan serta kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan
keperawatan pada pasien Chronic Kidney Disease (CKD) yang telah
dipelajari.
BAB II

TINJAUAN TEOROTIS

2.1. Chronic Kidney Disease (CKD)


2.1.1. Pengertian CKD
Penyakit ginjal kronis adalah penurunan progresif fungsi ginjal dalam
beberapa bulan atau tahun. Penyakit ginjal kronis didefenisikan sebagai
kerusakan ginjal dan atau penurunan Glomerular Filtration Rate (GFR) kurang
dari 60 mL/min/1,73 m2 selama minimal 3 bulan. Kerusakan ginjal adalah setiap
kelainan patologis atau penanda kerusakan ginjal , termasuk kelainan darah, urin
atau studi pencitraan (Riskesdas, 2013).

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan gangguan fungsi renal yang


progresif dan irreversible dimana kemampuan tubuh gagal mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) (Haryono, 2013).

Gagal ginjal kronis adalah penyimpangan progresif, fungsi ginjal yang


tidak dapat pulih dimana kemampuan tubuh untuk mempertahankan
keseimbangan metabolic, dan cairan dan elektrolit mengalami kegagalan yang
mengakibatkan uremia (Anggraini, 2016).
2.1.2. Klasifikasi CKD

Menurut Wijaya & Putri (2013) dalam buku Keperawatan Medikal


Bedah, gagal ginjal kronik dibagi menjadi 3 stadium yaitu:

a. Stadium 1
Pada stadium 1, didapati ciri yaitu menurunnya cadangan ginjal,
pada stadium ini kadar kreatinin serum berada pada nilai normal
dengan kehilangan fungsi nefron 40-75 %.
b. Stadium 2
Pada stadium 2, terjadi insufisiensi ginjal dimana > 75 % jarigan
telah rusak, Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
mengingkat akibatnya ginjal kehilangan kemampuannya untuk
memekatkan urin dan terjadi terjadi azotemia.
c. Stadium 3
Gagal ginjal stadium 3, atau lebih dikenal dengan gagal ginjal
stadium akhir. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN
akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap
GFR (Glomerulo Filtration Rate) yang mengalami penurunan
sehingga terjadi ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah
dan elektrolit sehingga pasien diindikasikan untuk menjalani
terapi dialisis atau bahkan perlu dilakukan transplantasi ginjal.

Inisiatif kualitas haisl ginjal (KDOQI) merekomendasikan pembagian


CKD berdasarkan stadium dari tingkat penurunan LFG:

a. Stadium 1
Kelainan ginjal yang ditandai dengan albuminaria persisten dan
LFG yang masih normal ( < 90 ml/menit/1,73 m2 )
b. Stadium 2
Kelainan ginjal dengan albuminaria persisten dan LFG antara 60-
89 ml/menit/1,73 m2 .
c. Stadium 3
Kelainan ginjal dengan LFG antara 30-59 ml/menit/1,73 m2
d. Stadium 4
Kelainan ginjal dengan LFG antara 15-29 ml/menit/1,73 m2
e. Stadium 5
Kelainan ginjal dengan LFG antara < 15 ml/menit/1,73 m2 atau
gagal ginjal ter
minal.
(Wijaya & Putri, 2013).

2.1.3. Etiologi

Gagal ginjal kronik sering kali menjadi penyakit komplikasi dari


penyakit lainnya, penyebab yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi.
Selain itu ada beberapa penyebab lainnya dari gagal ginjal kronik, yaitu:

a. Gangguan metabolic
Seperti diabetes mellitus yang menyebabkan mobilisasi lemak
meningkat sehingga terjadi penebalan membran kapiler dan di
ginjal dan berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi
nefropati amiloidis yang disebabkan oleh endapan zat-zat
proteinemia abnormal pada dinding pembuluh darah secara
seriummerusak membran glomelurus.
b. Infeksi
Dapat disebabkan oleh beberapa jenis bakteri terutam E. Coli
yang berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urunarius
bakteri. Bakteri ini mencapai ginjal melalui aliran darah dari
traktus urinarius lewat ureter ke ginjal sehingga dapat
mengakibatkan kerusakan irreversible ginjal atau disebut
pleonefritis.
c. Obstruksi Traktus Urinarius
Oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan konstriksi uretra.
d. Gangguan Tubulus Primer
Terjadinya nefrotoksis akibat aalgesik atau logam berat.
e. Kelainan Kongenital Dan Herediter
Dapat terjadi karena kondisi keturunan dengan karakteristik kista
atau kantong berisi cairan didalam ginjal dan organ lain serta
tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat kongenital.
(Wijaya & Putri, 2013).

2.1.4. Manifestasi Klinis


Keparahan tanda dan gejala yang tampak pada pasien gagal ginjal
kronik bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal, kondisi lain
dan usia pasien.
a. Manifestasi kardiovaskuler, pada gagal ginjal kronis mencakup
hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi sistem
renin-angiotensin-aldosteron), gagal jantung kongestif, dan
edema pulmoner (akibat cairan berlebih), dan pericarditis (akibat
iritasi pada lapisan pericardial oleh toksin uremik).
b. Gejala dermatologi yang sering terjadi mencakup rasa gatal yang
parah (pruritus), butiran uremik suatu penumpukan Kristal urea
di kulit.
c. Gejala gastrointestinal juga sering terjadi dan mencakup
anoreksia, mual, muntah dan cegukan.
d. Peubahan neuromuskuler mencakup perubahan tingkat
kesadaran, tingkat kemmapuan berkonsentrasi, kedutan otot dan
kejang.
(Brunner & Suddarth 2012)
2.1.5. Patofisiologi

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya


dieekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk
sampah, maka gejala akan semakin berat. Banyak masalah muncul pada
gagal ginjal sebagai akibat dari penurunan jumlah glomeruli yang berfungsi,
yang menyebabkan penurunan klirens substansi darah yang seharusnya
dibersihkan oleh ginjal.

Penurunan laju filtrasi glomelurus (GFR) dapat dideteksi dengan


mendapatkan urin 24 jam untuk pemeriksaan klirens kreatinin. Menurunnya
filtrasi glomerulus (akibat tidak berfungsinya glomeruli) klirens kreatinin
akan menurun dan kadar kreatinin serum akan meningkat. Selian itu kadar
nitrogen urea darah (BUN) biasanya mengingkat. Ginjal juga tidak mampu
untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal pada
penyakit ginjal tahap akhir, tidak terjadi respon ginjal yang sesuai terhadap
perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari.
Dengan semakin berkembangnya penyakit ginjal, terjadi pula asidosis
metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan
asam yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat
ketidakmampuan tubulus ginjal untuk menyekresi ammonia dan
mengabsorbsi natrium bikarbornat dan terjadi penurunan ekskresi fosfat dan
asam organik lainnya.

Anemia terjadi sebagai akibat dari produksi eritropoetin yang tidak adekuat,
memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecenderungan
untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari
saluran gastrointestinal. Pada gagal ginjal, produksi eritropoetin menurun
dan anemia berat terjadi, disertai keletihan, angina dan napas sesak.

Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh
memiliki hubungan saling timbal balik, jika salah satunya meningkat, yang
lain akan turun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomelurus ginjal,
terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar
serum kalsium.

Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis


berkaitan dengan gangguan yang mendasar, eksresi protein dalam urine dan
adanya hipertensi. Pasien yang mengeksresikan sejumlah protein secara
signifikan atau mengalami penigkatan tekanan darah cenderung akan cepat
memburuk dari pada mereka yang tidak mengalami kondisi ini. ( Brunner &
Suddarth, 2012)

2.1.6. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah:
a. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur patologis.
b. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
c. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal mengakibatkan penurunan hemoglobin.
d. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impoten pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia.
(Prabowo & Pranata, 2014)
2.1.7. Penatalaksanaan
Pengobatan gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi 2 (dua) tahap, yaitu
tindakan konservatif dan dialisis atau transplantasi ginjal.
1. Tindakan konservatif
a. Pembatasan protein
Pembatasan protein tidak hanya mengurangi kadar BUN, tetapi
juga mengurangi asupan kalium dan fosfat, serta mengurangi
produksi ion hydrogen yang berasal dari protein. Jumlah protein
yang diperbolehkan kurang dari 0,6 g protein/kg/hari dengan LFG
(Laju Filtrasi Glomerulus) kurang dari 10 ml/menit.
b. Diet rendah kalium
Hiperkalemia biasanya merupakan masalah pada gagl ginjal lajut.
Diet yang dianjurkan adalah 40-80 mEq/hari
c. Diet rendah natrium
Diet natrium yang dianjurkan adalah 40-90 mEq/hari (1-2 g Na).
Asupan natrium yang terlalu longgar dapat mengakibatkan retensi
cairan, edema perifer, edema paru, hipertensi dan gagal jantung
kongestif.
d. Pengaturan cairan
Asupan yang terlalu bebas dapat menyebabkan kelebihan beban
sirkulasi, edema dan juga intoksikasi cairan. Kekurangan cairan
juga dapat menyebabkan dehidrasi, hipotensi, dan memburuknya
fungsi ginjal. Aturan umum untuk asupan cairan adalah keluaran
urine dalam 24 jam ditambah 500 ml yang mencerminkan
kehilangan cairan yang tidak disadari.
e. Kontrol hipertensi
Hipertensi dapat dikontrol dengan pembatasan natrium dan
cairan,dengan pemberian obat antihipertesi dan pemberian diuretic.
f. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal.
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfa seperti
aluminium hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat pada
setiap makan.
g. Pengobatan hiperurisemia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia apda penyakit ginjal
lanjut adalah pemberian allopurinol. Obat ini mengurangi kadar
asam urat dengan menghambat biosintesis sebagian asam urat total
yang dihasilkan tubuh.

2. Dialisis dan transplantasi


Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialisis dan
trannsplantasi ginjal. Dialisis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaan klinis yang optimal sampai tersedia donor
ginjal. Dialisis dilakukan apabila kadar kreatinin serum biasanya diatas
6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/100 ml pada wanita, dan GFR
kurang dari 4 ml/menit.

2.1.8. Pemeriksaan Penunjang


Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
anatara lain:
a. Pemeriksaan laboratorium darah : hematologi (Hb, Ht, Eritrosit,
Leukosit, Trombosit)
b. RFT (liver fungsi test)
c. Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)
d. Koagulasi studi (PTT, PTTK)
e. BGA (blood gas analisys)
f. Pemeriksaan urine : urine rutin, urin khusus (benda keton, analisa
Kristal batu)
g. Pemeriksaan kardiovaskuler : ECG, ECO
h. Pemeriksaan radiodiagnostik : USG abdominal, CT scan
abdominal, BNO/IVP, FPA, Renogram, RPG (retio pielografi).
2.2. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gagal Ginjal Kronis
2.2.1. Pengkajian
a) Identitas pasien
Identitas pasien terdiri dari nama, nomor rekam medic, umur (biasanya
mayoritas pada usia 30-60 tahun), pekerjaan, status perkawinan, status
pendidikan, alamat, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnose medis
pasien.
b) Riwayat kesehatan
1) Riwayat keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit
sekunder yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine output
yang menurun < 400 m/hari (oliguria) sampai pada anuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-
ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis (keringat),
fatigue, nafas berbau amoniak, pruritus (rasa gatal). Kondisi ini
dipicu oleh karena penumpukan zat sisa metabolisme/toksin
dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi
(Prabowo & Pranat, 2014).
2) Riwayat kesehatan sekarang
Pada pasien CKD biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi
dari gangguan sistem ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis
ulit, nafas berbau amoniak,anoreksia, mual dan muntah
sehingga beresiko untuk terjadinya gangguan nutrisi (Prabowo (
Pranata, 2014)
3) Riwayat kesehatan dahulu
Kaji riwayat penyakit infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat berlebihan (overdosis) khusus nya obat yang
bersifat nefrotoksik, pembesaran prostat jinak, dan lain
sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal. Selain itu
beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi atau
menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi,
batu salura kemih (Prabowo & Pranata, 2014)
4) Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan penyakit
menurun, sehingga silsilah keluarga tidak terlalu berdampak
pada penyakit ini. Namun pencetus sekunder seperti diabetes
meliitus dan hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian
penyakit gagal ginjal kronis (Prabowo & Pranata, 2014)
c) Pola nutrisi dan metabolism
1) Pola makan
Biasanya terjadi peningkatan berat badan (edema), anorexia,
mual dan muntah (Brunner & Suddart,2016)
2) Pola minum
Biasanya intake minum pasien kurang dari kebutuhna tubuh, ini
akibat dari rasa metabolic yang tidak sedap pada mulut
(Muttaqin & Sari,2011)
d) Pola eliminasi
1) Buang air besar
Biasanya pasien CKD ditemukan ada yang konstipasi, diare dan
bagian abdomen kembung (Brunner & Suddart, 2016)
2) Buang air kecil
Biasanya pada pasien CKD terjadi perubahan pola berkemih
pada periode oliguria akan terjadi penurunan frekuensi urine
output <400 ml/hari oliguria dan anuria, terjadi perubahan
warna urine menjadi pekat, merah, coklat dan berawan
(Prabowo & Pranata, 2014)
e) Pola istirahat dan tidur
Biasanya pasien mengalami gangguan tidur, gelisah karena adanya
nyeri panggul, sakit kepala dank ram otot atau kaki (Muttaqin & Sari,
2011)
f) Pola seksualitas dan reproduksi
Biasanya terjadi perubahan seksualitas dan disfungsi seksual karena
penurunan hormone reroduksi (Prabowo & Pranata, 2014)
g) Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Menurut Prabowo & Pranata, 2014 yaitu:
a) Keadaa umum klien biasanya pada penyakit sudah arah
di andai dengan kelemahan, klien terlihat letih dengan
sakit berat.
b) Tanda-tanda vital biasanya RR meningkat, tekanan
darah didapati adanya hipertensi atau hipotensi sesuai
dengan kondisi fluktuatif.
2) Head to toe
a) Kepala
Biasanya rambut klien ditemukan tipis dan kasar serta
sering sakit kepala (Muttaqin & Sari, 2011).
b) Wajah
Biasanya ditemukan wajah tampak pucat (Muttaqin &
Sari, 2011).
c) Mata
Biasanya ditemukan konjungtiva anemis, penglihatan
kabur, sclera tidak ikterik dan palpebral tidak edema
(Muttaqin & Sari, 2011).
d) Hidung
Biasanya ditemukan pola pernafasan cepat dan dalam
sebagai bentuk kompensasi tubuh mempertahankan
ventilasi (kusmaul) dan biasanya tidak ada
pembengkakan polip (Muttaqin & Sari, 2011).
e) Bibir, gigi, mulut
Terdapat peradangan mukosa mulut, perdarahan gusi
dan mulut bau amoniak (Muttaqin & Sari, 2011).
f) Thoraks
 Paru
Biasanya pernafasan kusmaul, pola nafas cepat
dan pedek terdapat tarikan dinding dada dan
pernafasan meningkat, batuk produtif, edema
paru (Haryono,2013)
 Jantung
Biasanya ditemukan tekanan darah meningkat,
nyeri dada, gangguan irama jantung
(bradikardi/takikardi) (Muttaqin & Sari, 2011).
g) Abdomen
Biasanya ditemukan adanya nyeri ulu hati, distensi
abdomen, asites dan penumpukan cairan, terdapat nyeri
tekan pada bagian pinggang, bunyiya terdengar pekak
karena asites (Haryono,2013)
h) Ekstermitas
Biasanya didapatkan akral teraba dingin, CRT > 2 detik,
edema ekstermitas, kulit seperti bersisik dan rasa
terbakar pada telapak kaki (Haryono,2013).

2.2.2. Diagnosa potensial


Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawtan Indonesia masalah
keperawatan yang dapat diangkat pada pasien Chronic Kidney Disease
(CKD) antara lain:
1. Hypervolemia berhubungan dengan gangguan meknaisme regulasi.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi.
3. Deficit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan.
4. Gangguan intergritas kulit atau jaringan berhubungan dengan kelebihan
volume cairan.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dan kebutuhan oksigen.
2.2.3. Intervensi keperawatan
Rencana keperawatan merupaka serangkaian tindakan untuk mencapai tujuan
pelaksanaan asuhan keperawatan. Berdasarkan diagnose yang ada maka dapat
disusun rencana keperawatan sebagai berikut:
No SDKI SLKI SIKI
1. Hipervolemia berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen Hipervolemia
dengan gangguan keperawatan maka 1. Periksa tanda dan gejala
mekanisme regulasi didapatkan kriteria hasil: hypervolemia (mis.
(D.0022) Orthopnea, dyspnea,
Gejala dan tanda mayor JVP/CVP meningkat,
DS: refleks hepatojugular
 Orthopnea positif, suara napas
 Dyspnea tambahan)
 Paroxysmal nocturnal 2. Identifikasi penyebab
dyspnea hypervolemia
DO: 3. Monitor intake dan output

 Edema anasarka dan cairan

atau edema perifer 4. Timbang berat badan

 Berat badan meningkat setiap hari pada waktu yang

dalam waktu singkat sama

 Jugular Venous 5. Batasi asupan cairan dan

Pressure (JVP) dan atau garam

Central Venous 6. Ajarkan cara membatasi

Pressure (CVP) cairan

meningkat 7. Kolaborasi pemberian


diuretic
 Refleks hepatojugular
positif
Gejala dan tanda minor
DS: -
DO:
 Distensi vena jugularis
 Terdengar suara napas
tambahan
 Hepatomegaly
 Kadar Hb/Ht turun
 Oliguria
 Intake lebih banyakdari
output (balance cairan
positif)
 Kongesti paru
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Manajemen jalan napas
berhubungan dengan keperawatan maka didaptkan 1. Monitor pola napas
hiperventilasi (D.0005) kriteria hasil: (frekuensi,
Gejala dan tanda mayor: kedalaman, usaha
DS: napas)
 Dispnea 2. Monitor bunyi napas
DO: tambahan (mis.
 Penggunaan otot bantu Gurgling, mengi,
napas wheezing, ronkhi)
 Fase ekspirasi 3. Posisikan semi
memanjang fowler atau fowler

 Pola napas abnormal 4. Lakukan fisioterapi

(mis. Takipnea, dada jika perlu

bradipnea, 5. Berikan oksigen,

hiperventilasi, jika perlu

kussmaul, cheyne- 6. Kolaborasi

stokes) pemberian

Gejala dan tanda minor bronkodilator,

DS: ekspetoran,

 Orthopnea mukolitik, jika perlu

DO:
 Pernapasan pursed-lip
 Pernapasan cuping
hidung
 Diameter thoraks
anterior-posterior
meningkat
 Ventilasi semenit
menurun
 Kapsitas vital menurun
 Tekanan ekspirasi
menurun
 Tekanan inspirasi
menurun
 Ekskrusi dada berubah

3. Deficit nutrisi berhubungan Setelah dilakukan asuhan Manajemen nutrisi


dengan kurangnya asupan keperawatan maka 1. Identifikasi status
makanan. (D.0019) didapatkan kriteria hasil: nutrisi
Gejala dan tanda mayor 2. Identifikasi alergi
DS: - dan intoleransi
DO: makanan
 Berat badan menurun 3. Identifikasi makanan
minimal 10% dibawah yang disukai
rentang ideal 4. Monitor asupan
Gejala dan tanda minor makanan
DS: 5. Monitor berat badan
 Cepat kenyang setelah 6. Berikan makanan
makan tinggi serat untuk
 Kram/nyeri abdomen mencegah konstipasi
 Nafsu makan menurun 7. Berikan suplemen
DO: makanan, jika perlu

 Bising usus hiperaktif 8. Ajarkan diet yang

 Otot menguyah lemah diprogramkan

 Otot menelan lemah 9. Kolaborasi


pemberian medikasi
 Membrane mukosa
sebelum makan
pucat
(mis. Pereda nyeri,
 Sariawan
antiemetic, jika
 Serum albumin
perlu)
menurun
 Rambut rontok
berlebihan
 Diare

4.

2.2.4. Implementasi
2.2.5. Evaluasi
Daftar pustaka

Muttaqin, A & Sari, K.2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan.


Jakarta: Salemba Medika
Suwitra, K.2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbit IPD
FKUI

Badan Penelitian Dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republic


Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%202013 diakses
tanggal 07 september 2019

World Health Organization (WHO). 2012. WHOQOL: Measuring Quality Of Life.


http://www.who.int/mental_health/media/68.pdf diakses pada tanggal 07 september 2019

Ali Dkk. 2017. Perbandingan Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Dengan
Comorbid Faktor Diabetes Mellitus Dan Hipetensi Di Ruangan Hemodialisa RSUP. Prof.
Dr. R. D. Kandou. Manado. E-Jurnal Keperawatan (E-KP). Vol. 5 No 2.

National Kidney Foundation. 2015. KDOQI: Clinical Practice Guideline


Hemodialysis Update. http://www.kidney.org/sites/default/file/KDOQI-Clinical-Practice-
Guideline-Hemodialysis-Update_Public-Review-Draft-FINAL_20150204.pdf diakses
tanggal 07 september 2019

United States Renal System. ADR Reference Tables 2014: All CKD Tables: 2014.
http://www.usrds.org/reference.aspx diakses tanggal 07 september 2019

Haryono, Rudy. 2013. Keperawatan Medical Bedah : Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Andi Offset

Anggraini, Y. D. 2016. Kualitas Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani
Hemodialysis Di RSUD Blambangan Banyuwangi.

Prabowo, E & Pranata , A E. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.


Yogyakarta: Nuha Medika
Wijaya,A S & Putri, Y M. 2013. Keperawatan Medical Bedah 1. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai