Anda di halaman 1dari 29

BAGIAN ANESTESI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN OKTOBER 2019


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

MANAJEMEN PERIOPERATIF PASIEN HIPERTIROID

OLEH :
Dzakiyah Nurul Isra, S.Ked

10542 0584 14

PEMBIMBING:

dr. Zulfikar Djafar, Sp.An, M.Kes

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK

BAGIAN ILMU ANESTESI DAN TERAPI INTENSIF

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

MAKASSAR

2019

3
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa :

Nama : Dzakiyah Nurul Isra


NIM : 105420458414
Judul Laporan Kasus : Manajemen Perioperatif pada Pasien Hipertiroid

Telah menyelesaikan Laporan Kasus dalam rangka Kepanitraan Klinik di Bagian


Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar.

Makassar, Oktober 2019


Pembimbing,

(dr. Zulfikar Djafar, M.Kes, Sp.An)

4
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.
Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulisan laporan kasus ini dapat
diselesaikan. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi
Muhammad SAW.
Laporan kasus berjudul “Manajemen Perioperatif pada pasien hipertiroid” ini dapat
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya, sebagai salah satu syarat untuk dalam
menyelesaikan Kepanitraan Klinik di Bagian Anestesiologi. Secara khusus penulis sampaikan
rasa hormat dan terima kasih yang mendalam kepada dr. Zulfikar Djafar,M.Kes, Sp.An.
Selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dengan tekun dan sabar dalam
membimbing, memberikan arahan dan koreksi selama proses penyusunan tugas ini hingga
selesai.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan kasus ini belum sempurna. Akhir kata,
penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat kepada semua orang.

Makassar, Oktober 2019

Penulis

5
BAB I

PENDAHULUAN

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana kelenjar tiroid bekerja secara

berlebihan, sehingga menghasilkan sejumlah besar hormon tiroid. Hipertiroidisme bisa

ditemukan dalam bentuk penyakit Graves, gondok noduler toksik atau hipertiroidisme

sekunder.

Penyakit Graves adalah bentuk penyakit hipertiroidisme yang paling umum di

seluruh dunia. Di Amerika Serikat, insidens diperkirakan antara 0,05% hingga 1,3%. Pada

studi berbasiskan populasi di United Kingdom dan Irlandia, ditemukan 0,9 kasus per 100.000

anak-anak dibawah 15 tahun yang menunjukkan peningkatan insidens penyakit bersamaan

meningkatnya usia. Prevalensinya sama pada orang kulit putih dan asia, dan lebih rendah

pada orang kulit hitam.1

Penyebab terjadinya hipertiroidisme pada seseorang dapat dikarenakan

berbagai sebab yang bisa dikelompokkan menjadi primer dan sekunder yang akan dibahas

lebih lanjut.

Penderita hipertiroid akan merasakan berat badannya berkurang, berdebar-

debar, mudah berkeringat, dan mudah lelah.

Pengobatannya terdiri dari obat antitiroid, penghancuran sebagian atau total

kelenjar tiroid menggunakan iodine radioactive, dan operasi pengangkatan sebagian atau

seluruh kelenjar tiroid (tiroidektomi). Operasi tiroid dapat berkisar dari pengangkatan

sederhana dari nodul tiroid hingga operasi yang sangat kompleks. Kehadiran goiter lama atau

besar dapat menimbulkan keputusan pengelolaan jalan napas yang sulit sementara

ketidakseimbangan endokrin bisa menimbulkan manifestasi sistemik yang amat besar yang

perlu dipertimbangkan dan dikendalikan secara perioperative.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi Kelenjar Tiroid

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

Kelenjar tiroid adalah sebuah organ berwarna merah kecoklatan berbentuk seperti

kupu-kupu dan merupakan kelenjar endokrin yang paling banyak vaskularisasinya. Organ ini

terletak di bagian anterior dari leher bagian bawah sebelah anterior trakea, sejajar dengan

vertebra C5 sampai vertebra T1. Kelenjar tiroid dibungkus oleh kapsula yang berasal dari

lamina pretracheal fascia profunda yang melekatkan tiroid ke laring dan trakea. Kelenjar

tiroid terdiri dari lobus kanan dan lobus kiri yang dihubungkan oleh isthmus.bagian

posteromedial dari lobus kelenjar tiroid menempel pada sisi dari kartilago krikoid oleh

ligamentum tiroid lateralis.1,2

Kelenjar tiroid memiliki panjang kurang lebih 5 cm dan lebar 3 cm. Beratnya antara

10-20 gram bervariasi pada setiap individu. Kelenjar tiroid sedikit lebih berat pada

perempuan dan dapat membesar ketika menstruasi ataupun saat hamil. Perkiraan besar

ukuran kelenjar tiroid penting untuk evaluasi dan manajemen kelainan pada kelenjar ini.1,2

7
Kelenjar tiroid mendapat suplai darah dari arteri tiroid superior dan inferior. Arteri

tiroid superior bercabang menjadi bagian anterior (memperdarahi permukaan anterior

kelenjar) dan posterior (memperdarahi permukaan medial dan lateral kelenjar). Sedangkan

arteri tiroid inferior mengarah ke basis dari kelenjar tiroid dan bercabang menjadi superior

(ascending) dan inferior untuk memperdarahi permukaan bagian inferior dan posterior

kelenjar.1,2

Darah dari kelenjar tiroid dialirkan melalui vena tiroid superior, media, dan inferior.

Vena tiroid superior mengalirkan darah dari bagian superior kelenjar menuju ke vena

jugularis interna. Vena tiroid media mengumpulkan darah dari bagian bawah kelenjar

kemudian menuju vena jugalaris interna. Vena tiroid inferior berhubungan dengan vena

superior dan media tiroid membentuk pleksus vena yang kemudian akan bersatu dengan vena

brachiocephalica. Vena ingerior tiroid ini akan membentuk common trunk yang menuju ke

vena cava superiror atau vena brachiochepalica kiri. Vena ini juga akan menerima darah dari

esofagus, trake, dan vena laringeal inferior.1,2

Aliran limfe kelenjar tiroid akan bersatu dengan pleksus trakeal dan diteruskan ke

nodus prelaringeal tepat diatas isthmus tiroid dan ke pretrakeal dan paratrakela nodus. Selain

itu aliran limfe ini dari kelenjar tiroid juga dialirkan ke nodus brachiocepahlica. Di bagian

lateral kelenjar, aliran limfe akan dialirkan melalui pembuluh limfe menuju ke nodus

servikalis dalam. Aliran limfe kelenjar tiroid juga dapat dialirkan menuju duktus thoracica.1,2

8
Fisiologi Kelenjar Tiroid

Dalam fisiologi kelenjar tiroid, yang perlu diperhatikan adalah keberadaan sel-sel

sekretorik utama dari kelenjar ini. Sel-sel sekretorik utama tiroid tersusun menjadi

gelembung-gelembung berongga, yang masing-masing membentuk unit fungsional yang

disebut folikel. Folikel tampak sebagai cincin-cincin sel folikel yang bagian sebelah

dalamnya terdapat lumen yang dipenuhi koloid. Koloid ini merupakan suatu bahan yang

berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon-hormon tiroid. Selain itu di

ruang interstitium antar folike terdapat sel sekretorik jenis lain, yaitu sel C yang

mengeluarkan hormon kalsitonin yang berperan dalam metabolisme kalsium.2

Gambar 2. Histologi kelenjar tiroid dengan pewarnaan H&E

Konstituen utama koloid adalah molekul-molekul besar dan kompleks yang dikenal

sebagai tiroglobulin, yang didalamnya terdapat hormon-hormon tiroid dalam berbagai

tahapan pembentukannya. Sel-sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung

iodium, yaitu tetraiodotironin (T4 atau tiroksin) yang mengandung 4 atom iodium, dan

triiodotironin (T3) yang mengandung 3 atom iodium. Kedua hormon inilah yang secara

kolektif disebut sebagai hormon tiroid.2

9
Seluruh langkah sintesis hormon tiroid berlangsung di tiroglobulin yang kemudian

meyimpan hormon-hormon tersebut. Bahan dasar untuk membuat hormon tiroid adalah

tirosin dan iodium yang keduanya diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin merupakan

suatu asam amino yang disintesis dalam jumlah memadai di dalam tubuh, sedangkan iodium

harus diperoleh dari makanan.2

Gambar 3. Proses sintesis, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid

Langkah-langkah pembentukan, penyimpanan, dan pengeluaran hormon tiroid yaitu:2

1. Sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di koloid. Tiroglobulin

dihasilkan oleh reticulum endoplasma pada sel folikel. Tirosin akan menyatu ke

dalam molekul tiroglobulin saat molekul ini dibentuk. Setelah diproduksi, tiroglobulin

yang mengandung tirosin di keluarkan ke koloid melalui proses eksositosis.2

10
2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan dialirkan ke koloid melalui suatu pompa

iodium yang sangat aktif melawan gradien konsentrasi. Selain untuk sintesis hormon

tiroid, iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.2

3. Di dalam koloid, iodium segera melekat ke sebuah tirosin dan perlekatan ini

menghasilkan monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan

diiodotirosin (DIT).2

4. Setelah itu terjadi penggabungan antara molekul tirosin beriodium. Penggabungan dua

DIT menghasilkan tetraiodotironin (T4), sedangkan penggabungan satu MIT dan satu

DIT menghasilkan triiodotironin (T3).2

5. Apabila terdapat rangsangan, sel-sel folikel melakukan fagositosis terhadap sebagian

dari koloid untuk memasukan sebagian dari kompleks hormon-tiroglobulin ke folikel.

Kemudian enzim di folikel akan memisahkan hormon tiroid yang aktif secara biologis

(T4 dan T3), serta MIT dan DIT.2

6. Hormon-hormon tiroid sangat lipofilik sehingga dengan mudah melewati membran

luar sel folikel dan masuk ke aliran darah. Enzim di folikel akan mengeluarkan

iodium dari MIT dan DIT (tetapi tidak dari T4 dan T3), sehingga iodium yang

dibebaskan dapat didaur ulang untuk sintesis lebih banyak hormon tiroid.2

Sekitar 90% produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah dalam

bentuk T4, walaupun sebenarnya T3 memiliki aktivitas biologis empat kali lebih poten

daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan akan diubah menjadi T3 melalui

pengeluaran satu iodium di hepar dan ginjal. 80% T3 dalam darah berasal dari T4 yang

mengalami pengeluaran satu iodium. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang

secara biologis aktif di tingkat sel.2

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid akan segera berikatan dengan

beberapa protein plasma. Hanya sedikit (kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4) yang

11
tetap berada dalam bentuk bebas, sedangkan sebenarnya hanya hormon bebas yang memiliki

akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan suatu efek. Terdapat tiga protein plasma yang

penting dalam pengikatan hormon tiroid:

1. Thyroxine-binding Globulin: mengikat 55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam

sirkulasi.2

2. Albumin: 10% T4 dan 35% T3.2

3. Thyroxine-binding prealbumin: mengikat sisas 35% T4.2

Hampir semua sel di tubuh dipengaruhi secara langsung atau tidak langsung oleh

hormon tiroid. Efek hormon tiroid dapat dikelompokan menjadi beberapa kategori:

1. Efek pada laju metabolisme

Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal tubuh secara keseluruhan.

Hormon ini merupakan regulator terpenting bagi tingkat konsumsi oksigen dan

pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat.2

2. Efek kalorigenik

Peningkatan laju metabolisme menyebabkan peningkatan produksi panas

tubuh.2

3. Efek pada metabolisme perantara

Hormon tiroid memodulasi kecepatan banyak reaksi spesifik yang terlibat

dalam metabolisme bahan bakar. Hormon ini mempengaruhi sintesis dan penguraian

karbohidrat, lemak, dan protein. Efek ini dapat berbeda-beda tergantung kadar

hormon tiroid di tubuh. Contoh, perubahan glukosa menjadi glikogen (bentuk

simpanan glukosa) dipermudah oleh keberadaan hormon tiroid dalam jumlah kecil,

sedangkan dalam jumlah besar terjadi penguraian glikogen menjadi glukosa.

Demikian pula sejumlah tertentu hormon ini diperlukan untuk sintesis protein yang

berperan dalam pertumbuhan, namun hormon tiroid dalam dosis tinggi akan

12
menyebabkan penguraian protein. Secara umum, keadaan hipertiroid akan

menimbulkan efek peningkatan konsumsi bahan bakar dibandingkan dengan efek

penyimpanan bahan bakar seperti termanifestasi dalam pengurangan simpanan

glikogen, penurunan simpanan lemak, dan penciutan otot akibat penguraian protein.2

4. Efek simpatomimetik

Hormon tiroid meningkatkan sensitivitas sel sasaran terhadap katekolamin

(epinefrin dan norepinefrin), suatu zat perantara kimiawi yang digunakan oleh sistem

saraf simpatis. Hormon tiroid menyebabkan proliferasi reseptor katekolamin di sel

sasaran, karena itu pada keadaan hipertiroid akan dijumpai efek yang serupa dengan

peningkatan aktivitas saraf simpatis.2

5. Efek pada sistem kardiovaskuler

Melalui efek simpatomimetik, hormon tiroid meningkatkan kecepatan denyut

dan kekuatan kontraksi otot jantung sehingga curah jantung meningkat. Selain itu

akibat efek kalorigenik, terjadi vasodilatasi perifer untuk menyalurkan kelebihan

panas ke permukaan tubuh.2

6. Efek pada pertumbuhan dan sistem saraf

Hormon tiroid penting untuk pertumbuhan dan perkembangan normal tubuh

dan sistem saraf terutama SSP. Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi hormon

pertumbuhan tetapi juga mendorong efek hormon pertumbuhan pada sintesis protein

struktural baru dan pada pertumbuhan rangka. Kadar hormon tiroid yang abnormal

akan menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan tubuh dan otak anak terganggu,

dan pada orang dewasa dapat menyebabkan perubahan pola perilaku.2

13
Gambar 4. Fisiologis Axis Hipotalamus-hipofisis-tiroid pada manusia

Hormon tiroid diatur oleh sumbuh hipotalamus-hipofisis-tiroid. Thyroid-stimulating

hormone, hormon tropik tiroid dari hipofisis anterior adalah regulator fisiologis terpenting

bagi sekresi hormon tiroid. Hampir semua langkah dalam pembentukan dan pengeluaran

hormon tiroid dirangsang oleh TSH. TSH juga bertanggung jawab untuk mempertahankan

integritas struktural kelenjar tiroid. Bila stimulasi terhadap TSH berlebihan, kelenjar tiroid

akan mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia

14
(peningkatan jumlah sel folikel), demikian pula sebaliknya tanpa adanya TSH, kelenjar tiroid

akan mengalami atrofi dan sekresinya berkurang.2

Thyrotropin-releasing hormone (TRH) dari hipotalamus secara tropik akan

merangsang pengeluaran TSH yang akhirnya merangsang pengeluaran T3 dan T4. Inhibisi

terutama berlangsung di tingkat hipofisis anterior dengan mekanisme umpan balik negatif.

Mekanisme ini akan mempertahankan stabilitas sekresi hormon tiroid.2

Kelainan hormon tiroid

Kelainan fungsi tiroid adalah salah satu kelainan di bidang endokrin yang cukup

banyak terjadi. Fungsi tiroid dalam keadaan normal disebut eutiroid. Kelainan pada fungsi

tiroid dapat digolongkan menjadi dua bagian besar yaitu hipertiroid dan hipotiroid yang

masing-masing mencerminkan defisiensi dan kelebihan sekresi hormon tiroid. Secara umum,

penyebab kelainan fungsi tiroid, adalah:

 Hipertiroid:

o Adanya immunoglobulin perangsang tiroid (Penyakit Grave)

o Sekunder akibat kelebihan sekresi hipotalamus ataupun hipofisis anterior

o Hipersekresi tumor tiroid

 Hipotiroid:

o Kegagalan primer kelenjar tiroid

o Sekunder akibat kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior

o Kekurangan iodium dalam makanan

Hipotiroidisme

Gejala hipotiroidisme sebagianb esar disebabkan oleh penurunan aktivitas

metabolisme secara keseluruhan. Pasien hipotiroidisme antara lain mengalami penurunan laju

metabolik basal, memperlihatkan penurunan toleransi terhadap dingin karena tidak adanya

efek kalorigenik, selain itu cenderung mengalami pertambahan berat karena tubuh tidak

15
memakai bahan bakar dengan kecepatan yang normal, mudah lelah karena penurunan

produksi energi, denyut nadinya lemah dan lambat akibat penurunan kecepatan dan kekuatan

kontraksi jantung dan penurunan curah jantung, dan memperlihatkan perlambatan refleks dan

kemampuan mental. Selain itu ditandai juga oleh berkurangnya kewaspadaan, bicara

melambat, dan gangguan mengingat.2

Karakteristik lain yang nyata adalah keadaan edematosa yang disebabkan infiltrasi

molekul-molekul karbohidrat kompleks penahan air di kulit yang diduga sebagai akibat

perubahan metabolisme. Penampakan wajah, tangan, dan kaki yang bengkak dikenal sebagai

miksedema.3

Jika individu mengalami hipotiroidisme sejak lahir, yang terjadi adalah keadaan yang

disebut sebagai kretinisme. Karena pertumbuhan yang normal dan perkembangan SSP

memerlukan kadar hormon tiroid yang adekuat, kretinism ditandai oleh tubuh yang cebol dan

retardasi mental serta gejala-gejala defisiensi tiroid umum lainnya.3

Retardasi mental dapat dicegah apabila terapi penggantian segera diberikan, tetapi

menjadi ireversibel jika retardasi tersebut sudah berkembang sampai beberapa bulan setelah

lahir, bahkan apabila kemudian diberikan hormon tiroid. 3

Terapi hipotiroidisme, dengan satu pengecualian, adalah terapu pengganti melalui

pemberian hormon tiroid eksogen. Pengecualian tersebut adalah hipotiroidisme yang

disebabkan oleh defisiensi iodium, yang pengobatannya adalah asupan iodium adekuat dalam

makanan.3,4

Hipertiroidisme

Hipertiroidisme adalah suatu keadaan dimana terjadi kelebihan produksi dan sekresi

hormon tiroid pada tubuh seseorang. Bentuk yang paling sering timbul pada kondisi ini

adalah diffuse toxic goiter (penyakit grave), toxic multinodular goiter, toxic adenoma.

Hipertiroidisme dapat timbul dari berbagai etiologi, yaitu autoimmune (penyakit Grave,

16
penyakit Hashimoto, dan lain-lain), drug-induced (pemberian iodine, amiodarone,

antineoplastic agent), infeksi, idiopatik, iatrogenic, maupun keganasan (seperti pada toxic

adenoma). Penyebab tersering hipertiroidisme adalah penyakit Grave, suatu penyakit

autoimun dimana pada penyakit ini tubuh dengan sendirinya membentuk Thyroid-stimulating

immunoglobulin (TSI). TSI adalah suatu antibodi yang sasarannya ada;ah reseptor TSH di sel

tiroid. TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid dengan cara serupa yang dilakukan

oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengaruhi oleh inhibisi umpan balik negatif

oleh hormon tiroid, sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid terus berlangsung. Selain itu TSI

juga menyebabkan peningkatan uptake iodium, sintesis protein, dan pertumbuhan kelenjar

tiroid.3,4

Pasien dengan hipertiroidisme akan mengalami peningkatan laju metabolik basal,

terjadi peningkatan pembentukan panas tubuh sehingga menyebabkan pengeluaran keringat

berlebihan dan penurunan toleransi terhadap panas. Walaupun nafsu makan dan asupan

makanan meningkat yang terjadi sebagai akibat peningkatan kebutuhan metabolik, berat

badan biasanya berkurang karena tubuh membakar bahan bakar dengan kecepatan abnormal.

Terjadi degradasi simpanan karbohidrat, lemak, dan protein. Penurunan massa protein otot

rangka menyebabkan kelemahan.3,4

Selain itu hipertiroidisme juga menyebabkan berbagai kelainan kardiovaskuler yang

disebabkan baik oleh efek langsung hormon tiroid, maupun oleh interaksinya dengan

katekolamin. Kecepatan dan kekuatan denyut jantung akan sangat meningkat, sehingga

pasien akan merasakan palpitasi atau berdebar. Pada kasus yang parah, jantung mungkin

tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh yang sangat meningkat walaupun curah jantung

meningkat. Keterlibatan susunan saraf ditandai oleh kewaspadaan mental yang berlebihan

sampai pada keadaan pasien yang mudah tersinggung, tegang, cemas, dan sangat

emosional.3,4

17
Gambaran penyakit grave yang jelas mencolok dan tidak ditemukan pada jenis

hipertiroidisme lain adalah eksoftalmus dan kelainan kulit yang biasanya terdapat di

ekstremitas bawah. Terjadi reaksi antibodi yang menyebabkan aktivasi sel T terhadap

jaringan pada celah retro orbita dimana jaringan ini memiliki epitope antigen yang sama

dengan sel folikel pada kelenjar tiroid. Proses imun ini menyebabkan reaksi peradangan dan

infiltrasi limfosit di jaringan orbita serta pelepasan sitokin yang menstimulasi fibroblas orbita

untuk bermultiplikasi dan memproduksi mucopolysaccharida (glycosaminoglycans) yang

akan menyerap air. Sebagai konsekuensinya, otot ekstraokular akan menebal dan terjadi

peningkatan volume jaringan ikat dan adiposa pada retro orbita. Retensi cairan di belakang

mata mendorong bola mata ke depan, sehingga mata menonjol keluar dari tulang orbita.

Kelopak mata juga tidak dapat menutup sempurna sehingga mata menjadi kering, teriritasi,

dan rentan mengalami ulkus kornea.3,4

Penyebab umum lain dari hipertiroidisme adalah toxic multinodular goiter (penyakit

Plummer) yang biasanya lebih sering terjadi pada orang usia lanjut terutama yang mengidap

goiter kronik. Peningkatan hormon tiroid berkembang perlahan seiring waktu dan sering kali

hanya meningkat sedikit ketika dilakukan pemeriksaan untuk menentukan diagnosis.3,4

Gejala yang timbul ringan karena hanya terjadi sedikit peningkatan pada kadar

hormon tiroid bahkan sering kali gejala tidak tampak karena biasanya pasien sudah lanjut

usia.3,4

Penyebab lain dari hipertiroid adalah toxic adenoma yang disebabkan oleh salah satu

folikel tiroid yang mengalami keadaan hiperfungsi karena adanya adenoma. Kelebihan

sekresi hormon tiroid timbul dari tumor monoklonal jinak yang biasanya lebih besar dari 2,5

sentimeter diameternya.3,4

18
Diagnosis

Pada hipertiroid diagnosis dapat ditegakkan dengan manifestasi klinis yang ada dan

beberapa pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan T3, T4, dan TSH. Manifestasi klinis

dari hipertiroid dapat dilihat berdasarkan indeks Wayne dan New Castle.3,4

Gejala dan tanda hipertiroid tampak pada tabel dalam penilaian dengan indeks

Wayne. Hasil dari penilaian dengan indeks Wayne adalah jika kurang dari 11 maka eutiroid,

11 sampai 18 adalah normal, dan jika lebih dari 19 adalah hipertiroid.3,4

Gejala Gejala
Angka Ada Tidak
Subyektif Obyektif

Dispnoe d’effort +1 Tiroid Teraba +3 -3

Palpitasi +2 Bising tiroid +2 -2

Lelah +2 Eksoftalmus +2 -

Tahan terhadap
-5 Lid Retraction +2 -
suhu panas

Tahan dingin +5 Lid Lag +1 -

Keringat banyak +3 Hiperkinesis +4 -2

Nervous +2 Tangan panas +2 -2

Tangan basah +1 Nadi

Nafsu makan
+3 - -3
bertambah
<80x/menit
Nafsu makan
-3
berkurang
80-90 x/menit - -
Berat badan
-3
naik

Berat badan +3 >90 xmenit +3 -

19
turun

Fibrilasi atrium +3
≥ 20 : hipertiroid

Sementara itu menurut index New Castle dapat dilihat dari tabel berikut :

Untuk fase awal penentuan diagnosis perlu T4 (T3) dan TSH, namun pada pemantauan cukup

diperiksa T4 saja, sebab sering TSH tetap tersupresi padahal keadaan membaik. Hal ini

karena supresi terlalu lama pada sel tirotrop oleh hormon tiroid, sehingga lamban pulih (lazy

pituitary). Untuk memeriksa mata disamping klinis digunakan alat eksofalmometer Herthl.

Karena hormon tiroid berpengaruh terhadap semua sel/organ maka tanda kliniknya

ditemukan pada organ kita.3,4

Untuk diagnosis dari pemeriksaan penunjang dapat ditemukan keadaan berikut :

 Peningkatan FT4 dan TSH rendah atau tidak terdeteksi merupakan diagnosis pasti

keadaan tirotoksikosis

20
 Peningkatan FT4 disertai TSH yang berlebih menunjukan keadaan hipertiroidisme

yang kelainannya berasal dari hipofisis.

 Total T4 dan Thyroid-binding protein serum kadang diperlukan untuk memastikan

diagnosis hipertiroidisme..

 Hyperglycemia

 Hypercalcemia

 Hepatic function abnormalities

 Low serum cortisol

 Leukocytosis

 Hypokalemia

Pada pemeriksaan EKG dapat ditemukan:

 Sinus takikardi

 Atrial Fibrilation, sering ditemukan pada pasien usia tua

 Complete heart block, kondisi ini jarang ditemukan.

Pada pemeriksaan radiologi nuklir dapat ditemukan:

 Uptake yang difus pada penyakit Grave

 Focal uptake pada toxic nodular tiroiditis

Penatalaksanaan hipertiroidisme

Pengobatan hipertiroidisme secara umum dapat dilakukan melalui farmakoterapi

antitiroid, iodine radioaktif, maupun pembedahan. Terapi farmakoterapi yang digunakan

adalah propylthiouracil (PTU) dan methimazole. PTU biasanya diberikan 3 x 100 mg sehari.

Obat-obatan ini cara kerjanya yaitu menghambat formasi dan pengabungan iodotirosin pada

tiroglobulin karena itu, efek yang ditimbulkan biasanya perlahan, sekitar 2 – 8 minggu. Selain

itu, PTU juga dapat menghambat konversi T4 ke T3. Methimazole lebih poten daripada PTU,

dan efek yang ditimbulkan lebih panjang. Biasanya methimazole dikonsumsi sekali sehari.

21
Obat-obatan ini memiliki efek samping reaksi alergi dan dapat menyebabkan gangguan atau

kerusakan hepar. Karena itu, pemberian obat-obatan ini harus selalu dikontrol. Selain itu

dapat juga diberikan larutan potasium iodida ataupun iopanoic acid 1gr/hari.3,4

Selain itu pengobatan lain adalah pemberian iodine radioaktif yang lebih populer

digunakan di Amerika Serikat. Efek yang ditimbulkan lebih cepat dari farmakoterapi dengan

PTU dan Methimazole. Pengobatan ini tidak boleh dilakukan pada wanita hamil, karena

iodine radioaktif dapat menembus sawar plasenta dan merusak kelenjar tiroid fetus sehingga

akan mengakibatkan keadaan hipotiroid pada fetus.3,4

Karena pemberian obat antitiroid memberikan keberhasilan terapi yang memuaskan,

tiroidektomi hanya dilakukan berdasarkan indikasi tertentu. Indikasi dilakukan tiroidektomi

yaitu:

 Anak-anak dengan hipertiroid yang berat

 Ibu hamil yang tidak berhasil atau tidak dapat mentoleransi pengobatan antitiroid

farmakoterapi

 Pasien dengan goiter yang sangat besar atau memiliki gangguan ophtalmopathy yang

berat

 Pasien yang menolak terapi iodine radioaktif

 Pasien dengan hipertiroidisme yang diinduksi amiodarone yang refrakter

 Pasien yang membutuhkan normalisasi fungsi hormon tiroid secara cepat, seperti pada

ibu hamil, wanita yang mengharapkan kehamilan dalam 6 bulan kedepan, ataupun

pasien dengan kondisi jantung yang tidak stabil

Persiapan tiroidektomi termasuk pemberian obat antitiroid, iodine treatment, dan

pemberian beta-blocker. Secara umum pemberian obat antitiroid diberikan hingga fungsi

tiroid normal 4-8 minggu. Propanolol di titrasi hingga nadi dibawah 80x/menit, pemberian

iodida dalam bentuk larutan potasium iodide 1-2 tetes 2x/hari selama 10-14 hari sebelum

22
tiroidektomi. Iodide terapi berguna untuk mengurangi ekskresi hormon tiroid dan mengurangi

aliran darah pada kelenjar tiroid sehingga membantu mengurangi perdarahan intraopereative.

Dexamethasone 8mg dapat diberikan sebelom operasi untuk mengurangi nasuea, nyeri,

muntah, dan memperbaiki fungsi suara.5

Manajemen operatif hipertiroidisme

Manifestasi utama pada hipertiroid adalah kehilangan berat badan, diare, kulit yang

lembab-hangat, kelemahan otot-otot besar, abnormalitas menstruasi pada wanita, osteopenia,

kondisi gugup, tidak tahan terhadap suhu panas, takikardia, tremor, aritmia jantung, prolaps

mitral valvula, dan hingga gagal jantung. Ketika fungsi tiroid dalam kondisi yang tidak

normal, hal yang paling mengacam jiwa adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler.5

Apabila terdapat diare yang berat, keadaan dehidrasi harus segera dikoreksi saat

preoperatif. Anemia ringan, trombositopenia, peningkatan enzim alkaline fosfatase,

hiperkalsemia, kelemahan otot dan tulang keropos seringkali muncul pada keadaan

hipertiroid. Kelainan pada otot yang ditimbulkan kondisi hipertiroid biasanya melibatkan

otot-otot bagian proksimal dan belum pernah ada laporan kejadian paralisis otot pada otot

pernapasan.5,6

Pada pasien yang berumur lebih dari 60 tahun dengan kondisi hipertrioid, gejala yang

muncul seringkali terkait dengan efek gangguan dari jantungnya dan hal ini mendominasi

gejala klinik pasien-pasien ini. Beberapa tanda yang muncul akibat gangguan fungsi jantung

ini adalah takikardi, irama jantung yang ireguler, fibrilasi atrium (10 %) sampai kepada gagal

jantung.7

Secara umum, penanganan pasien dengan hipertiroid adalah untuk menurunkan level

hormon tiroid dan memberikan “counter” (perlawanan balik) terhadap tanda dan gejala yang

muncul, terutama yang dapat mengancam jiwa. Penanganan medis hipertiroid menggunakan

obat-obatan yang menghambat sintesis hormon (misalnya : obat propylthioruacil,

23
methimazole) atau obat-obatan yang menghambat pelepasan hormon (misalnya potasium,

sodium iodida), atau obat yang melawan overaktivitas dari adrenergik seperti propanolol.

Meskipun β-adrenergik antagonis tidak mempengaruhi fungsi dari kelenjar tiroid, obat-obatan

ini menghambat konversi perifer T4 menjadi T3. Iodium radioaktif merusak fungsi sel-sel

kelenjar tiroid tetapi obat ini tidak direkomendasikan untuk pasien hamil dan dapat

menghasilkan suatu kondisi hipotiroid. Tiroidektomi sub total sekarang mulai berkurang

penerapannya tetapi tetap dibutuhkan pada pasien dengan goiter multinodul yang toksik

ataupun adenoma toksik soliter.8,9

Preoperatif

Pasien yang menjalani tindakan pembedahan tetap diperlakukan seperti pasien-pasien

lain yang akan menjalani prosedur pembedahan dengan penekanan pada anamnesis serta

pemeriksaan fisik maupun penunjang untuk mengidentifikasi kelainan fungsi tiroidnya.

Gejala dan tanda yang harus menjadi perhatian utama pasien hipertiroid adalah terkait dengan

fungsi jantung dan respirasi. Pasien dengan goiter yang besar memiliki problem potensial

terkait dengan jalan napasnya. Sehingga, pada pasien ini, penilaian jalan napas menjadi hal

utama yang harus dinilai dengan cermat. Pasien dapat memberikan gejala kesulitan napas

misalnya positional dyspnoe dan hal ini dapat dihubungkan dengan beberapa derajat dari

disfagia. Pasien juga dapat menunjukkan gejala sumbatan pada vena cava terutama pada

kasus goiter retrosternal. Beberapa penilaian lain terhadap jalan napas dapat beruba penilaian

jarak tiromental, derajat protrusi gigi bawah, keterbatasan gerak dari leher dan observasi

struktur faring.8

Pasien dinilai tekanan darah, temperatur, denyut dan ritme jantungnya. Selain itu juga

dinilai gejala-gejala yang berhubungan dengan miopati, manifestasi sistem saraf pusat ( misal

: kondisi gugup), tanda-tanda di mata, tanda dehidrasi, maupun adanya kehamilan maupun

kehamilan mola. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan di antaranya pemeriksaan

24
EKG, profil darah tes fungsi pembekuan darah, CT scan leher, foto rontgen dada (terutama

pada pasien goiter). Pasien juga harus dinilai apakah akan menjalani pembedahan elektif atau

pembedahan emergency.8,9,10

Pasien yang akan menjalani tindakan pembedahan elektif, termasuk tindakan

tiroidektomi subtotal, harus ditunda hingga pasien mengalami keadaan klinis dan kimiawi

yang “eutiroid”. Penilaian preoperatif harus termasuk penilaian terhadap fungsi tiroid. Nadi

isitirahat yang direkomendasikan adalah 85 kali/menit. Benzodizepin adalah pilihan yang

baik untuk sedasi preoperatif.8 Meski demikian, beberapa berpendapat bahwa pemberian

sedasi yang berlebihan tidak dianjurkan terutama pada pasien yang memiliki goiter yang

besar yang mengganggu airway. Meskipun hal ini sebenaranya tidak berhubungan langsung

dengan kondisi hipertiroidnya,lebih pada gangguan jalan nap.7 Preparasi cepat dibutuhkan

untuk pasien yang akan menjalani pembedahan darurat. Preparasi cepat ini dilakukan dengan

memberikan kombinasi beta-bloker, kortikosteroid, thionamid, iodium dan asam iopanoic

(mengandung iodium dan penghambat pelepasan hormon tiroid). Wanita yang akan

menjalani evakuasi darurat dari mola hidatidosa dapat dalam keadaan hipertiroid dan

memiliki resiko terjadi badai tiroid.8,9

Obat antitiroid dan antagonis β-adrenergik dilanjutkan sampai pagi hari operasi.

Pemberian Prophylthiouracil dan methimazole adalah penting karena kedua obat ini memiliki

waktu paruh yang pendek. Apabila akan dilakukan pembedahan darurat (emergency),

sirkulasi yang hiperdinamik dapat dikontrol dengan menggunakan titrasi esmolol.9

Obat antagonis β-adrenergik seringkali digunakan untuk mengontrol denyut jantung.

Akan tetapi, obat-obatan jenis ini harus dipertimbangkan ulang pemberiannya untuk pasien-

pasien dengan kondisi gagal jantung kongestif (CHF). Meski demikian, menurunkan denyut

jantung dapat meningkatkan fungsi pompa jantung itu sendiri. Kemudian, pasen hipertiroid

yang memiliki laju ventrikel yang cepat dan dalam kondisi CHF serta membutuhkan

25
pembedahan segera, dapat diberikan esmolol yang dipandu dengan perubahan pulmonary

artery wedge pressure. Jika dosis kecil esmolol (50 μg/kg) yang diberikan tidak memperparah

kondisi gagal jantung yang telah ada, dapat diberikan esmolol tambahan.7

Intraoperatif

Fungsi kardiovaskuler dan temperatur tubuh harus dimonitor secara ketat pada pasien

yang memiliki riwayat hipertiroid. Mata pasien harus dilindungi secara baik, karena keadaan

eksoftalmus pada penyakit Grave’s meningkatkan resiko abrasi kornea sampai dengan

ulserasi. Ketamin, pancuronium, agonis adrenergik indirek dan obat-obat lain yang

menstimulasi sistem saraf simpatis dihindari karena adanya kemungkinan peningkatan

tekanan darah dan denyut jantung. Thiopental dapat menjadi obat induksi pilihan di mana

obat ini memiliki efek antitiroid pada dosis tinggi. Pasien hipertiroid dapat menjadi

hipovolemi dan vasodilatasi dan menjadi rentan untuk mengalami respon hipotensi selama

induksi anestesi. Kedalaman anestesi yang adekuat harus dicapai sebelum dilakukan

laringoskopi atau stimulasi pembedahan untuk menghindari takikardi, hipertensi atau aritmia

ventrikel. Pemberian agen blok neuromuskuler (NMBAs) harus diberikan secara hati-hati,

karena keadaan tirotoksikosis seringkali berhubungan dengan peningkatan insiden miopati

dan miastenia gravis. Hipertiroid tidak meningkatkan kebutuhan anestesia seperti tidak

berubahnya minimum alveolar concetration.9 Meski demikian, terkadang kebutuhan dosis

anestesi intravena diperlukan. Untuk menumpulkan respon hemodinamik saat melakukan

intubasi dapat diberikan lidokain, fentanyl atau kombinasi keduanya yang diberikan sebelum

intubasi.6 Pasien dengan goiter yang besar dan mengalami obstruksi jalan napas dikelola

seperti pasien-pasien lain yang mengalami gangguan jalan napas.6 Kesulitan intubasi

meningkat kejadiannya pada pasien dengan goiter. Induksi inhalasi atau intubasi sadar

dengan fiberoptik dapat dipertimbangkan apabila ada bukti obstruksi jalan napas ataupun

deviasi maupun penyempitan.

26
Tujuan utama dari manajemen intraoperatif pasien hipertiroid adalah untuk mencapai

kedalaman anestesia (sering dengan isofluran atau desfluran) yang mencegah peningkatan

respon sistem saraf pusat terhadap stimulasi pembedahan. Apabila menggunakan anestesi

regional, epinefrin tidak boleh ditambahkan pada larutan anestesi lokal.

Postoperatif

Ancaman serius pada pasien hipertiroid pada periode postoperatif adalah badai tiroid

(thyroid storm)3,7, yang memiliki ciri hiperpireksia, takikardi, penurunan kesadaran (agitasi,

delirium, koma) dan hipotensi. Onset badai tiroid biasanya 6-24 jam setelah pembedahan

tetapi dapat muncul intraoperatif, menyerupai hipertermi maligna. Tidak seperti hipertermi

maligna, badai tiroid tidak berhubungan dengan rigiditas otot, peningkatan kreatinin kinase,

atau keadaan asidosis metabolik maupun respiratorik.

Penanganan badai tiroid termasuk hidrasi dan pendinginan, infus esmolol atau

propanolol intravena (0,5 mg dan ditingkatkan sampai denyut jantung < 100/menit),

propylthioruacil (250-500 mg tiap 6 jam secara oral maupun dengan nasograstric tube) diikuti

sodium iodida (1g intravena dalam 12 jam) dan koreksi faktor yang mempresipitasi (misal:

infeksi). Kortisol (100-200 mg tiap 8 jam) direkomendasikan untuk mencegah komplikasi

supresi kelenjar adrenal yang muncul.7

Tiroidektomi subtotal dihubungkan dengan beberapa komplikasi pembedahan.7

Cedera pada nervus reccurent laryngeal akan berakibat pada suara serak (jika unilateral) atau

afonia dan stridor (bilateral). Fungsi pita suara dapat dievaluasi dengan laringoskopi segera

setelah ekstubasi dalam, meskipun hal ini jarang diperlukan. Kegagalan gerak dari satu atau

dua pita suara memerlukan intubsi dan eksplorasi luka. Formasi hematom dapat

menyebabkan airway compromise dari kolapsnya trakhea pada pasien dengan

trakheomalasia. Hipoparatiroid dari terpotongnya kelenjar paratiroid yang tidak disengaja

dapat menyebabkan hipokalsemia dalam 12-72 jam.9 Pasien yang menjalani subtotal

27
tiroidektomi juga beresiko mengalami hipotiroid paska pembedahan dengan insidensi

sebanyak 60%. Sedangkan untuk pasien yang menjalani total tiroidektomi, sebagian besar

akan mengalami hipotiroid paska pembedahan.7

28
BAB III

KESIMPULAN

1. Hipertiroid adalah kumpulan gejala klinis akibat peningkatan hormon tiroid bebas

dalam plasma/sirkulasi darah yang ditandai dengan peningkatan metabolisme dan

keadaan hiperdinamik yang mana memerlukan perhatian dari seorang ahli anestesi

dalam mencegah serta menangani komplikasi yang mungkin terjadi.

2. Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan menjalani

pembedahan elektif harus ditunda sampai kondisi pasien eutiroid.

3. Tindakan pembedahan pada pasien hipertiroid pada pasien yang akan menjalani

pembedahan darurat dapat segera dilakukan dengan sebelumnya mempersiapkan

pasien secepat mungkin untuk dikontrol/dikurangi hiperaktivitas adrenergik yang ada,

yang dilanjutkan durante operasi sampai pengawasan post operasi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Ellis, Harold. Clinical Anatomy. Ed 11th. Blackwell Publishing. Massachusetts, USA.

2006.

2. Sherwood, Lauralee. Human Physiology: From Cells to Systems. Ed 2th. West. USA.

1996.

3. Braunwald, et all. Harrison’s Principles of Interal Medicine. Ed 15th. McGraw-Hill.

New York, USA. 2001.

4. Sjamsuhidajat, et all. Buku Ajar Ilmu Bedah-de Jong. Edisi 3. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta. 2010.

5. http://emedicine.medscape.com/article/767130-overview. “Hyperthyroidism, Thyroid

Storm, and Graves Disease”. Erik D Schraga, MD; Chief Editor: Rick Kulkarni, MD

6. Bolaji et al.. 2011. Anesthesia Management for Thyroidectomy in a Non-Euthyroid

Patient Following Cardiac Failure. Nigeria Journal of Clinical Practice, Vol 14, p 482-

485).

7. Crisaldo S et Mercado A.2005. Clinical Outcome During The Peri-operative

(Thyroidectomy) Period of Severely Hyperthyroid Patients with Normalized Pre-

operative Free-T4 Levels: Importance of I-131 Therapy as a part of Pre-operative

Preparation. World Journal of Nuclear Medicine. p 235-238

8. Farling, PA.2000. Thyroid Disease. British Journal of Anesthesia 85 (I) : 15-28

9. Morgan GE, 2006, Anesthesia for Patient With Endocrine Disease, Clinical

Anesthesiology, 4th edition, McGraw-Hill, p 807-808

10. http://emedicine.medscape.com/article/121865-overview. “Hyperthyroid”. Stephanie

L Lee, MD, PhD; Chief Editor: George T Griffing, MD

30
31

Anda mungkin juga menyukai