Tujuan Praktikum
a. Mampu memisahkan komponen dalam ekstrak bedasarkan
kepolaran.
b. Mampu memnjelaskan macam-macam metode ekstraksi.
c. Mampu menjelaskan mekanisme atau proses yang terjadi pada
ECC, KK dan HPLC
d. Mampu menyiapkan dan memasang alat untuk praksinasi
e. Mampu melakukan fraksinasi dengan metode ECC, KCV dan
kromatografi kolom klasik.
1
1. Proses fraksinasi kering Farksinasi kering adalah suatu proses
fraksinasi yang didasarkan pada berat molekul dan komposisi dari
suatu material. Proses ini lebih murah dibandingkan dengan
proses lain, namun hasil kemurnian fraksinasinya rendah.
2. Proses fraksinasi basah Fraksinasi basah adalah suatu proses
fraksinasi denga menggunakan zat pembasah atau dsebut proses
hydrophilization atau detergen proses. Hasil fraksinasi dari proses
ini sama dengan proses fraksinasi kering.
3. Proses farksinasi dengan solvent Adalah suatu proses fraksinasi
dengan menggunakan pelarut. Dimana pelarut yang digunakan
adalah aseton. Proses fraksinasi ini lebih mahal dibandingkan
denga proses fraksinasi lainnya karena menggunakan bahan
pelarut.
4. Proses fraksinasi dengan pengembunan Merupakan proses
fraksinasi didasarkan pada titik didih dari suatu zat atau bahan
sehingga dihasilkan suatu produk dengan kemuarnian yang tinggi.
Fraksinasi pengembunan ini membutuhkan biaya yang cukup
tinggi namun proses produksinya lebih cepat dan kemurniannya
lebih tinggi. (Arifah, 2018).
2
kesetimbangan biasanya dipersingkat dengan pencampuran kedua fase
tersebut dalam corong pisah (Widyaningrum, 2011).
Prinsip yang digunakan dalam proses ekstraksi cair-cair adalah
pada perbedaan koefisien distribusi zat terlarut dalma dua larutan yang
berbeda fase dan tidak saling bercampur. Bila suatu zat terlarut
terdistribusi antara dua larutan yang saling bercampur, berlaku hukum
mengenai konsen zat terlarut dalam kedua fase pada kesetimbangan.
Peristiwa ekstraksi cair-cair atau disebut ekstraksi saja adalah
pemisahan komponen suatu campuran cair dengan mengontakkan pada
cairan lain. Sehingga disebut juga ekstraksi cair atau ekstraksi pelarut
(solvent extract). (Firanita dan Denova, 2018).
Corong pisah adalah peralatan laboratorium yang digunakan dalam
ekstraksi cair-cair untuk memisahkan komponen-komponen dalam suatu
campuran antara dua fase pelarut dengan densitas yang berbeda yang
tak tercampur. Corong pemisah berbentuk kerucut yang ditutupi
setengah bola, mempunyai penyumbat di atasnya dan di bawahnya.
Corong pemisah yang digunakan dalam laboratorium terbuat dari kaca
borosilikat dan kerannya terbuat dari kaca ataupun teflon. Ukuran corong
pemisah bervariasi antara 50 ml sampai 3 L. Dalam skala industri,
corong pemisah bisa berukuran sangat besar dan dipasang
sentrifuge.Untuk memakai corong ini, campuran dan dua fase pelarut
dimasukkan kedalam corong dari atas dengan corong keran ditutup.
Corong ini kemudian ditutup dan digoyang dengan kuat untuk membuat
dua fase larutan tercampur. Corong ini kemudian dibalik dan keran
dibuka untuk melepaskan tekanan uap yang berlebihan. Corong ini
kemudian didiamkan agar pemisahan antara dua fase berlangsung.
Penyumbat dan keran corong kemudian dibuka dan dua fase larutan ini
dipisahkan dengan mengontrol keran corong.(Firanita dan Denova,
2018).
Umumnya salah satu fase berupa larutan air dan yang lainnya
berupa organic lipofilik seperti eter, MTBE, diklorometana, kloroforom,
ataupun etilasetat. Kebanyakan pelarut organik berada di atas fase air
3
kecuali pelarut yang memiliki atom dari unsur halogen. Pemisahan ini
didasarkan pada tiap bobot dari fraksi, fraksi yang lebih berat akan
berada pada bagian dasar sementara fraksi yang lebih ringan akan
berada di atas. Tujuannya untuk memisahkan golongan utama
kandungan yang satu dari kandungan yang lain. Senyawa yang bersifat
polar akan masuk ke pelarut polar dan senyawa non polar akan masuk
ke pelarut non polar. (Firanita dan Denova, 2018).
Terjadinya proses pemisahan dapat dengan cara :
1. Adsorpsi - Adsorpsi komponen atau senyawa diantara
permukaan padatan dengan cairan (solid liquid interface) - Agar
terjadi pemisahan dengan baik, maka komponen-komponen
tersebut harus mempunyai afinitas yang berbeda terhadap
adsorben dan ada interaksi antara komponen dengan
adsorben.
2. Partisi - Fase diam dan fase gerak berupa cairan yang tidak
saling bercampur - Senyawa yang akan dipisahkan akan
berpartisi antara fase diam dan fase gerak. Karena fase diam
memberikan daerah yang sangat luas bagi fase gerak, maka
pemisahan berlangsung lebih baik.(Firanita dan Denova, 2018).
4
kromatografi partisi dan kromatografi kolom kapiler ( Hostatman dkk,
1995).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) Kromatografi Lapis Tipis ialah
metode pemisahan fisikokimia yang terdiri atas bahan berbutir-butir (fase
diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam, atau
lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan,
ditotolkan berupa bercak atau pita. Setelah pelat atau lapisan diletakkan
di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang
cocok (fase gerak), pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan). Selanjutnya, senyawa yang tidak berwarna harus
ditampakkan (dideteksi) (Stahl, 1985).
Kromatogarafi Lapis Tipis merupakan cara analisis cepat yang
memerlukan bahan yang sedikit. Untuk peneliti pendahuluan kandungan
flavonoid suatu ekstrak, sudah menjadi kebiasaan umum untuk
menggunakan pengembang beralkohol pada pengembangan pertama
dengan kromatografi lapis tipis, misalnya butanol-asam asetat-air
(Markham, 1988).
Kromatografi Lapis Tipis digunakan untuk memisahkan senyawa-
senyawa yang sifatnya hidrofob seperti lipida-lipida dan hidrokarbon.
Sebagai fase diam digunakan senyawa yang tak bereaksi seperti silika
gel atau alumina. Silika gel biasa diberi pengikat yang dimaksudkan
untuk memberikan kekuatan pada lapisan dan menambah adesi pada
gelas penyokong. Pengikat yang biasa digunakan adalah kalsium sulfat
(Sastrohamidjojo, 2002).
Metode dalam KLT dapat dihitung nilai Retention factor (Rf) dengan
persamaan :
5
Tetapi pada gugus-gugus yang besar dari senyawa-senyawa yang
susunannya mirip, sering kali harga Rf berdekatan satu sama lainnya
(Sastrohamidjojo, 2002).
6
Cuplikan pada KLTP dilarutkan dalam sedikit pelarut sebelum
ditotolkan pada pelat KLTP. Pelarut yang baik adalah atsiri (heksana,
diklorometana, etil asetat), karena jika pelarut kurang atsiri akan terjadi
pelebaran pita. Konsentrasi cuplikan harus sekitar 5-10%. Cuplikan yang
ditotolkan berupa pita yang harus sesempit mungkin karena pemisahan
tergantung pada lebar pita (Sastrohadmidjojo, 1985).
Alat Bahan
2. Corong 2. Aquades
13.Erlenmeyer
7
IV. Prosedur Kerja
V. Diskusi
1. Mengapa proses ekstraksi cair-cair harus diulangi minimal 3x?
Jelaskan dan contoh!
Jawab : karena diharapkan ekstraksi dapat terpisah dan tersari
sempurna setelah 3x pemisahan
Contoh : pada saat penyarian ish/ekstrak pada saat perendaman
setelah 3x simplisianya dapat tertarik sempurna
2. Jelaskan proses /mekanisme yang terjadi pada :
a. KCV : kolom kromatografi dikertas kering dalam keadaan vakum
agar diperoleh kerapatan kemasan maksimum. Vakum
dihentikan, pelarut yang kepolarannya rendah dituangkan ke
permukaan penyerap lalu divakumkan kembali kolom dipisah
sampai kering dan siap dipakai
b. Kromtaografi kolom : komponen ditahan pada fase diam berupa
adsorben karena telah terikat ketika eluen dialirkan maka
senyawa akan melakukan migrasi. Terbawa oleh eluen dengan
kesamaan kepolaran masing-masing senyawa dalam komponen
mempunyai kecepatan yang berbeda-beda melewati kolom
selama proses berlangsung akan didapatkan beberapa fraksi.
Masing-masing fraksi memungkinkan mengandung senyawa
yang berbeda untuk mengujinya fraksi hasil kromatografi kolom
dapat diamati dengan KLT dan dilanjut dengan spektroskopi
c. KCKT : Dengan bantuan pompa fasa gerak air dan cuplikan
disalurkan melalui kolom difaktor, cuplikan dimasukan kedalam
fase gerak dengan cara penyuntikan. Didalam kolom terjadi
pemisahan komponen-komponen campuran karena perbedaan
kekuatan interaksi antar solut-solut pada fasa diam
3. Jelaskan contoh komposisi eluen yang digunakan pada KCV!
- EMB (Eter minyak bumi) – eter – MgOH
8
- EMB – Kloroform – Etil asetat
- EMB – Metil klorida – etil asetat
- Heksana – etil asetat – MgOH
4. A. Cara kering
Silika gel dimasukan kedalam kolom yang telah diberi kapas lalu
ditambahkan cairan pereaksi
B. Cara basah
Silika gel terlebih dahulu disuspensikan dengan kemudian
dimasukan kedalam kolom melalui dinding kolom secara
condong sedikit demi sedikit hingga masuk semua sambil kolom
keran dibuka. Eluen dialirkan hingga silika gel mampat. Setelah
silika gel mampat eluen dibiarkan mengalir sampai batas
adsorben kemudian keran ditutup dan sampel dimasukan yang
terlebih dahulu dalam eluen sampai diperoleh kelarutan yang
spesifik kemudian sampel dimasukan kedalam melalui dinding
kolom sedikit-sedikit hingga masuk semua dan keran dibuka
agar tetesan serta cairan pengelusi ditambahkan tetesan yang
disertakan sebagai fraksi
9
a. Ambil nilai Rf yang dibawah 0,2 – 0,3 R. Maka eluen diubah
perbandingannya , jika sudah bertemu eluen . dipakai nilai yang
mendekati Rf 0,2-0,3 karenaeluen harus tertahan lama jika
digambarkan pada KLT lempeng
b. Menentukan jumlah fraksi berdasarkan jumlah volume, waktu,
kombinasi, (waktu+warna), namun semakin banyak jumlah
volume maka sampel senyawa yang terkandung semakin
banyak
10
6.2. Penamtauan Fraksi
2. N-Heksan 0
=0
5,5
3. EtilAsetat 1,8
= 0,33
5,5
4. Metanol-ir 1,7
= 0,30
5,5
6.4. PemantauanHasilKromatografiKolom
VII. Pembahasan
Kunyit (Curcuma sp) merupakan salah satu tumbuhan memiliki
banyak manfaat bagi masyarakat Indonesia, diantara manfaat kunyit
adalah sebagai bahan dasar warna kuning dalam industri tekstil
tradisional serta digunakan pula sebagai bumbu masakan, dan juga
11
kunyit digunakan sebagai obat tradisional. Kunyit adalah jenis tumbuhan
rimpang dengan warna kuning kemerah-merahan pada rimpangnya.
Kurkumin adalah senyawa polifenol aktif dengan rumus molekul
C21H20O6. Kurkumin memiliki 2 bentuk tautomer yaitu keto dan
enol. Gugus dengan sifat pendorong elektron cenderung menstabilkan
tautomer keto, sedangkan gugus penarik elektron cenderung
menstabilkan tautomer bentuk enol.
Pada percobaan ini dilakukan proses fraksinasi yang bertujuan
untuk memisahkan senyawa dalam suatu ekstrak bedasarkan
kepolarannya. Prinsip dari percobaan ini untuk mengambil senyawa-
senyawa yang terdapat dalam ekstrak dengan beberapa pelarut dalam
berbagai tingkat kepolaran sehingga senyawa plar akan larut didalam
pelarut polar dan senyawa nonpolar akan larut dalam senyawa non
polar, sesuai dengan prinsip like disolve like. Dengan begitu senyawa
dengan kepolaran berbeda akan terpsah satu sama lain. Terdapat
beberapa metode yang berbeda yang dapat dilakukan hingga diperoleh
senyawa murni, maka proses fraksinasi dimulai dari ekstraksi cair-cair,
kromatografi lapistipis, kromatografi kolom dan kromatografi lapis tpis
peparatif.
Ekstraksi cair- cair yang dikenal dengan ekstraksi solvent
merupakan proses pemisahan fasa cair yang memanfaatkan perbedaan
kelarutan zat terlarut yang akan dipisahkan antara larutan asal dan
pelarut pengekstrak (solvent). Prinsip dasar ekstraksi cair-cair ini
melibatkan pengontakan suatu larutan dengan pelarut (solvent) lain yang
tidak saling melarut (immisible) dengan pelarut asal yang mempunyai
densitas yang berbeda sehingga akan terbentuk dua fasa beberapa saat
setelah penambahan solvent. Hal ini menyebabkan terjadinya
perpindahan massa dari pelarut asal ke pelarut pengekstrak (solvent).
Perpindahan zat terlarut ke dalam pelarut baru yang diberikan,
disebabkan oleh adanya daya dorong (dirving force) yang muncul akibat
adanya beda potensial kimia antara kedua pelarut. Sehingga proses
12
ektraksi cair-cair merupakan proses perpindahan massa yang
berlangsung secara difusional.
Ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap ekstrak kental yang diperoleh
dari ekstraksi tanaman kunyit (Curcuma Domestica) dengan metode
maserasi. Hal ini sesuai dengan prinsip like dissolves like, dimana
reaktan yang nonpolar akan larut dalam pelarut nonpolar sedangkan
reaktan yang polar akan larut pada pelarut polar. Setelah itu, dilarutkan
ekstrak kental yang didapatkan dengan menggunakan pelarut metanol-
air (2:8) dalam 100 ml. Penggunaan campuran pelarut methanol dengan
air ini bertujuan untuk mempercepat penguapan dari air agar lebih
mudah untuk menghasilkan ekstrak kental untuk senyawa polar.
Kemudian dimasukkan dalam corong pisah dan ditambahkan pelarut n-
heksana. Penggunaan pelarut n-heksan, metanol dan air ini karena
pelarut n-heksan bersifat non-polar sedangkan methanol dan air bersifat
polar sehingga kedua pelarut tidak saling melarutkan. Hal ini terlihat
dengan terbentunya 2 lapisan dalam corong pisah, ketika n-heksan
ditambahkan ke dalam larutan ekstrak Kemudian kedua larutan ini
dikocok sambil sesekali membuka kran corong pisah untuk membuang
gas yang ada dalam corong pisah. Pengeluaran gas ini dilakukan untuk
menghindari adanya tekanan dari pelarut ketika pengocokan dilakukan.
Saat mengeluarkan gas ini kran harus diarahkan menjauhi diri karena
gas yang dikeluarkan tersebut bersifat toksik. Fungsi pengocokan ini
yaitu untuk memperbesar luas bidang kontak antara kedua pelarut
sehingga proses distribusi molekul-molekul ekstrak yang terlarut menjadi
lebih mudah terjadi. Namun pada pengocokan yang terlalu keras akan
menyebabkan terbentuknya emulsi sehingga sulit terjadi pemisahan.
Oleh karena itu pengocokan yang dilakukan tidak boleh terlalu keras.
Setelah dikocok, didiamkan beberapa saat hingga terbentuk pemisahan
sempurna dari masing-masing lapisan. Dari massa jenis kedua pelarut
dapat diketahui bahwa lapisan yang atas adalah lapisan n-heksan
sedangkan lapisan bawah adalah lapisan methanol-air. Hal ini
dikarenakan methanol-air memiliki massa jenis yang lebih besar yaitu
13
1,79 g/ml daripada massa ri pada pelarut ljenis n-heksan yang hanya
0,65 g/ml. Prosedur kerja ini diulangi lagi sebanyak 3x (triplo). Lapisan
bawah (fase polar/ air) kedalam corong pisah dan ditambahkan pelarut
yang bersifat semi polar yaitu etil aseta sebanyak 100 ml dan dilakuakn
juga sebanyak triplo.
Pada proses ekstraksi cair cair dilakukan proses ektraksi polar
dengan non-polar karena pelarut non-polar spesifik atau selektif dari
pada pelarut polar, sehingga pelarut non polar memiliki kemungkinan
hanya melarutkan senyawa non polar saja. Namun, jika ECC dilakukan
dengan pelarut polar terlebih dahulu dikhawatirkan semua senyawa
akan larut sehingga pemisahan tidak tercapai sempurna sedangkan
dengan pelarut polar terlebih dahulu maka senyawa akan melarutkan
hanya senyawa non polar terlebih dahulu. Fraksi ECC dilakukan
sebanyak 3 kali (triplo) masing masing 100 ml dalam 1 kali fraksi dengan
tujuan pendapatan senyawa yang terkumpul dalam pelarut yang sesuai
lebih efektif dan lebih banyak dan pelarut tidak mudah jenuh sehingga
proses pemisahan didapatkan dengan maksimal.
Bedasarkan proses praktikum terlihat bahwa lapisan n-heksana
dan lapisan metanol dan air memiliki gradasi warna yang berbeda.
Warna metanol dan air lebih gelap daripada warna lapisan n-heksana.
Hal ini menandakan bahwa, semakin lama, kandungan ekstrak dalam
larutan tersebut semakin sedikit. Bila ekstraksi dilakukan terus, maka
lama-kelamaan warna lapisan tersebut akan menjadi bening dimana
sudah tidak ada lagi ekstrak yang larut terdistribusi didalamnya.
Kesempurnaan ekstraksi bergantung pada banyaknya ekstraksi yang
dilakukan. Semakin sering dilakukan ekstraksi, maka semakin banyak
zat terlarut terdistribusi pada salah satu pelarut dan semakin sempurna
pula proses pemisahannya.
Bedasarkan hasil ektraksi cair sebanyak 300 ml air (polar), etil
asetat (semi polar) dan n-heksan ( nonpolar) dalkukan uji kromatografi
dengan tujuan agar dapat diketahui keberdaan kurkumin ektrak kunyit
terdapat didalam fase polar, semipolar maupun non polar .
14
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) adalah suatu teknik kromatografi
yang digunakan untuk memisahkan campuran yang tidak volatil.
Kromatografi lapis tipis dilakukan pada selembar kaca, plastik, atau
aluminium foil yang di lapis tipis dengan lapisan bahan adsorben,
biasanya silika gel, alumium oksida atau selulosa.
Pada praktikum kali ini dilakukan pemantauan ekstrak dengan cara
kKLT dari hasil ECC. Dengan tujuan dari pemantauan ini adalah untuk
mengetahui apakah senyawa kurkumin benar ada pada ekstrak yang
telah di ECC. Pada plat silika atau plat KLT diberi batas garis masing 0,5
cm diatas dan 1 cm dibawah plat silika. Pemberian batas ini agar
memudahkan perhitunagna Rfnya serta sebangai titik awal daro totolan
ekstrak dan titik akhir eluen berelusi. penotolan sampel dari ECC
metanol-air, etil asetat dan n-heksan dan standarisasi menggunakan
sampel (ekstraksi kunyit) engan mnggunakan pipa kapiler kaca. Setelah
penotolan dibiarkan plat mengering dengan bantuan udara, selajutnya
plat dimasukkan kedalam chember yang telah diisi dan dijenuhkan
dengan eluen yang sesuai.
Penjenuhan chamber dilakukan sebelum plat KLT dimasukkan
dengan cara memasukkan kertas saring kedalam chamber dan ditutup.
Eluen dalam chamber tidak boleh melibihi batas totolan pada plat KLT
atau dibawah 1 cm. Dikarenakan sesuai dengan kapilaritas adalah
naiknya cairan eluen melalui pori-pori kapiler lempeng. Jenuhnya
chember ditandai dengan basahnya kertas saring secara keseluruhan
sampai atas, ini menandakan eluen telah memenuhi seluruh ruang atau
dinding chamber sehingga proses elusi apat berjalan dengan baik.
Fase gerak yang digunakan dalam percobaan ini adalah klorofrom:
metanol (9,5:0,5) sebanyak 10 ml. Tujuan pencampuran ini adalah
supaya dihasilkan elusi yang len\bih baik dan pelarut lemih mudah diatur.
Ekstrak yang ditotolkan dengan volume yang sedikit dan sama, karena
jika ekstrak ditotolkan dengan ukuran yang cukup besar maka akan
menurun resolusi sehingga bercak yang dihasilakn tidak akan tunggal
melainkan ganda bahkan lebih.
15
Jarak yang ditempuh oleh suatu senyawa dipengaruhi oleh
kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemampuan senyawa tersedut
dipengaruhi oleh kelarutan senyawa dalam pelarut serta kemanpuan
senyawa tersebut untuk terperangkap dalam fase diam (penjerap).
Penjerapan merupakan pembentukan suatu ikatan dari suatu substansi
pada permukaan. Penjerapan bersifat tidak permanen yang ditandai
dengan adanya sifat pengerakan yang besifat tetap dari melekul antar
bagian senyawa yang terjerap pada permukaan silica gel dari bagian
senyawa yang kembali pada larutan dalam pelarut.
Plat KLT selanjutnya diidentifikasi dengan menggunakan sinar UV
254nm dan 366nm. Pada sinar UV 254 nm lempeng akan berflurosensi
sedangkan sampel akan tampak warna gelap. Penampakan noda pada
sampel 254nm adalah karena adanya daya interaksi antara sinar UV
dengan indikator florusensi. Flurosensi cahaya tampak akan meruakan
emisi cahaya yang dipancarkan oleh indikator tersebut ketika elektron
yang tereksitasi dari tingkat energi dasar ketingkat energi lebih tinggi
kemudian kembali kekeadaan semula sambil melemparkan energi.
Pada sianr UV 366nm noda akan berflurosensi dan lempeng akan
berwarna gelap. Penampakan noda ini karena adanya daya interaksi
antara sinar UV dengan gugus kromofor yang terikat oleh ausokrom
yang ada pada noda. Dalam hal ini pada fraksi ekstrak, etilasetan dan n-
heksan bercak nampak terlihat dan pada fraksi metanol-air tidak terlihat.
Agar bercak nampak scara visual dilakukan proses penampakan bercak
dengan menggunakan penampak bercak universal adalah H 2SO4
sehingga bercak pada plat KLT dapa dilihat secara visual dan dilakukan
perhitungan Rf.
Perhitungan Rf dilakukan pada ekstrak kunyit di dapatkan 0.34
digunakan sebagai senyawa pembanding sampel, Rf eteil asetat 0.33
dan Rf metanol-air 0.30. sehingga dapat disimpulkan bahwa senyawa
kurkumin terdapat dlam fraksi etil asetat. Bedasarak hasil kromatografi
lapis tipis dilakukan proses kromatografi kolom pada fraksi etil asetat.
16
Kromatografi Kolom adalah kromatografi yang menggunakan kolom
sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen dalam campuran.
Prinsip kerjanya adalah didasarkan pada perbedaan afinitas absorbsi
komponen-komponen campuran terhadap permukaan fasa diam. Sampel
yang memiliki afinitas besar terhadap absorben akan secara selektif
tertahan dan yang afinitasnya paling kecil akan mengikuti aliran pelarut.
Perbedaan antara KLT dan kromatografi kolom terletak pada fase
diam dan fase geraknya. Pada kromatografi lapis tipis (KLT) digunakan
untuk identifikasi atau pengujian komponen dari suatu zat karena mudah
dan sederhana. Kromatografi kolom memberikan pilhan fase diam yang
lebih luas dan berguna untuk pemisahan masing-masing senyawa
secara kuantitatif. Selain itu, prinsip dari KLT adalah dengan
menggunakan kapilaritas, sedangkan pada kromatografi kolom
mamanfaatkan gravitasi untuk memisahkan senyawa.
Untuk menguji kemurnian senyawa yang diperoleh, dilakukan
pengujian dengan menggunakan kromatografi kolom. Proses pembuatan
kolom harus dilakukan dengan hati-hati. Terjadi beberapa kali cracking
atau kerusakan kolom dikarenakan eluen yang digunakan menguap dan
membentuk gelembung pada kolom. Preparasi yang digunakan dalam
metode kolom ini meliputi preparasi fase diam, ekstrak dan fase gerak.
Fase diam yang digunakan adalah silika gel yang ditambahkan sedikit
eluen yang dihomogenkan dan dimasukkan kedalam kolom sebanyak
perhitungan mr2.t. sebelumya ujung kolom disumbat dengan kapas
bebas lemak agar fraksi dapat terikat/ terfiltrat dengan baik. Pembalutan
kapas atau kertas yang dapat menghambat silika gel turun kedalam
Pada metode ini digunakan fasa diam yaitu silika gel karena kolom yang
dibentuk dari silika gel memiliki tekstur dan struktur yang lebih kompak
dan teratur. Setelah dimasukkan fasediam di alirkan eluen, kedalam
kolom hingga campuran silika memadata dan tidak ada udara. Lalu
dimasukkan ekstrak yang telah di keringkan sebelumnya dengan
fasediam hingga habis dalam kolom. Selanjutnya kolom dimasukkan
eluen kedalam kolom setinggi 2 cm dari permukaan kolom. Silika gel
17
merupakan fasa diam yang bersifat sangat polar, sedangkan eluen yang
digunakan adalah klorofrom:metanol (9.5:0.5) yang bersifat semi polar
hingga polar. Lalu, kran dibuka dan ditampung fraksi-fraksi didalam vial
sebanyak 10 ml pervial hingga fraksi yang didapat berwarna jernih.
Hingga perses ini didapatkan sebnayak 23 vial mulai dari warna kuning
pekat hingga jernih.
Fraksi yang diperoleh sebanyak 23 vial dilakukan pemantauan
senyawa dengan kromatografi lapis tips kembali, betujuan untuk melihat
pada vial keberapa terdapat kurkumin. Fase gerak yang digunakan
adalah kloroformmetanol (9,5:0,5) dan fase diam adalah silika gel F245.
Dari fraksi yang diuji didapatkan Rf fraksi dari vial 1,2,3 dengan Rf 0,49
yang memiliki Rf berdekatan dengan ekstrak kunyit 0,54 dan Rf fraksi
dari etil asetat 0,5. Saringan pertama yang berwarna kuning memiliki Rf
paling besar sehingga dapat dipastikan bahwa komponen berwarna
kuning adalah kurkumin. Selain itu, kurkumin adalah senyawa polar, dan
pada vial lain diduga terdapat terdapat senyawa yang sama dengan
kurkumin seperti demetoksikurkumin dan bis-demotoksikurkumin.
Kurkumin merupakan senyawa yang terkandung dalam ekstrak
kunyit yang dapat membentuk ikatan kimia karakteristik dengan silikon
dioksida. Senyawa ini dapat membentuk ikatan hidrogen maupun ikatan
van der walls yang lemah. Senyawa yang dapat membentuk ikatan
hidrogen ini akan melekat pada pelat lebih kuat dibanding senyawa
lainnya.Atau dapat dikatakan bahwa senyawa Kurkumin ini terjerap lebih
kuat dari senyawa yang lainnya. Penjerapan merupakan pembentukan
suatu ikatan dari satu substansi pada permukaan. Ketika kurkumin
dijerap pada pelat untuk sementara waktu proses penjerapan berhenti
dimana pelarut bergerak tanpa senyawa. Ini berarti bahwa semakin kuat
senyawa dijerap, semakin kurang jarak yang ditempuh ke atas
lempengan. Senyawa yang terikat pada pelat KLT akan terlihat sebagai
noda.
18
VIII. Kesimpulan
1. Ekstraksi cair-cair yaitu pemisahan satu atau lebih senyawa
menggunakan dua pelarut yang tidak saling bercampur, dimana
senyawa akan terdistribusi di antara dua fase sesuai dengan
derajat kelarutannya yang kemudian masing-masing jenuh dan
terjadi pemisahan. Pelarut yang digunakan adalah n-heksan,
etil asetat, dan metanol air (2:9) sehingga di dapat 3 fraksi yang
berbeda warna dan pelarut sebanyak 300 ml.
2. Kromatografi lapis tipis digunakan untuk melihat senyawa
kurkumin yang didapatkan dalam fraksi etil asetat dengan Rf
0,33 yang hampir mendekati Rf pembanding ekstrak kunyit 0,34
3. Kromatografi Kolom adalah kromatografi yang menggunakan
kolom sebagai alat untuk memisahkan komponen-komponen
dalam pelarut etil aseta. Dengan fase gerak silika gel F245 dan
eluen klorofrom-metanol (9,5:0,5) ditampung dalam vial per 10
ml hingga larutan jernih sebanyak 23 vial.
4. Kromatografi lapis tipis digunakan kembali untuk meguji hasil
dari kromatografi kolom untuk memastikan bahwa senyawa
kurkumin yang dicari terdapat dalam vial. Vial 1,2, dan 3
memiliki Rf 0,4 yang mendekati RF ekstrak dalam etil asetat 0,5
dan ektrak kunyit 0,54. Senyawa kurkumin yang terdapat dalm
vial adalah berwarna kuning sehingga dapat dilakukan
pemurnian.
19
Firanita, T., Denova, T., 2018, Fraksinasi Secara Cair-cair, Yogyakarta.
Tersesida di www.academia.edu diakses pada tanggal 19
November 2019.
Gunawan, D., dan S. Mulyani, 2004,Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid
I, Penebar Swadaya, Jakarta.
Hostettmann, 2006, Separation and Quantification Flavonid, in Flavonoid
“Chemistry, Biochemistry and Aplication”.,CRC Press,
Hostettmann. K., 1995, Cara Kromatografi Preparatif , Penerbit ITB,
Bandung.
K.Hostettmann, M Hostettman, M.D, Marston A., 1995, Cara kromatografi
preparatif Penggunaan pada Isolasi Senyawa Alam, ITB, Bandung.
Markham, K.R, 1988,Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Alih Bahasa
Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB, Bandung
Sastrohamidjojo, H., 2002, Kromatografi, Liberty, Yogyakarta.
Stahl, E., 1985,Analisis Obat Secara kromatografi dan Mikroskopi,
diterjemahkan oleh Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro,
Institut TeknologiBandung, Bandung.
Widyaningrum, H., 2011, Kitab Tanaman Obat Nusantara, Medpress,
Yogyakarta.
X. Lampiran
20