Anda di halaman 1dari 24

MEMBEBASKAN TUBUH PEREMPUAN

DARI PENJARA MEDIA


Iswandi Syahputra
State Islamic University (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Indonesia
Jln. Marsda Adi Sucipto, Yogyakarta 55281, Indonesia
email: ditra73@yahoo.com

Abstrak
Artikel ini mendiskusikan studi tentang tubuh sebagai subjek realitas (khalifah). Kesadaran tubuh
menjadi subjek ini adalah kesadaran menjadi ada, berada dan berbeda. Namun sebagai objek, tubuh
merupakan ruang pertarungan bagi berbagai kepentingan ideologis. Berbagai kepentingan tersebut
saling berlomba mendeterminasi tubuh. Sehingga tubuh yang hadir adalah tubuh palsu sebagai
ruang pamer berbagai kepentingan ideologis. Kepentingan ideologis tersebut masuk melalui praktek
konsumsi tanda pada tubuh. Kebutuhan tubuh terhadap berbagai konsumsi tersebut dirangsang
melalui berbagai kenikmatan yang dijajakan oleh media. Konsumsi tanda bagi tubuh dan tubuh
yang termediasi oleh media sesungguhnya adalah tubuh-tubuh yang dipenjara. Tubuh-tubuh tersebut
diawasi, diatur dan didisiplinkan agar sampai pada satu kondisi body image yang diinginkan. Body
image yang termediasi melalui media lewat berbagai konsumsi tanda dapat dilihat sebagai suatu gejala
kematian manusia sebagai subjek. Gejala kematian ini bagian dari dehumanisasi sebagai dampak
dari industri media global. Melalui rayuan media, proses kematian tubuh tersebut begitu cair, rileks,
menghibur, menyanjung dan menyenangkan. Hingga tanpa terasa bagi siapa saja yang masuk dalam
perangkap hasrat tubuh tersebut akan ketagihan hingga akhirnya mengalam decentering of the subject
Kata Kunci : Tubuh, Konsumsi, Media, Body Image, Komunikasi Profetik.

Abstract
This article discuss on body as reality subject. Awareness of body as subject is awareness of existed, placed and
different. But as object, body is battle field for many ideologic interests. Those ideologic interests are competing to
determine the body. Therefore body emerge as false body, an exhibit for many ideologic interests. Those ideologic
interests could enter through sign consumption practice on body. The needs of body for many consumptions is
stimulated by many pleasures provided by media. Sign consumption for body and body mediated by media are
actually bodies that are imprisoned.Those bodies are watched, arranged, and being disciplined so they can reach
the desirable body image condition. Body image that is mediated by media through many sign consumptions
can be seen as a symptom of the death of human as subject. This symptom is part of dehumanisation as the
result of global media industry. Through media persuasion, the process of the death of the body felt so smooth,
relax, entertaining, flattering, and happy. Anyone who caught into the trap will not realise it and will become
addicted and in the end he/she will experience decentering of the subject.
Keywords : Body, Women, Consumption, Media, Body Image, Prophetic
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Pendahuluan selera dan gaya. Model rambut, alis, bulu mata,


Secara fisik tubuh adalah badan perseorangan hidung, otot hingga kuku dan seluruh bagian
yang terdiri dari sejumlah organ biologis atau tubuh bahkan tatto dan tindik puting susu (nipple
dapat disebut juga sebagai keseluruhan jasad piercing) merupakan pusat gairah, selera dan gaya
manusia. Pada perkembangannya, tubuh fisik yang dapat dipertontonkan. Demikian juga dengan
mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tersebut segala bentuk barang yang digunakan tubuh
mengisyaratkan tubuh mengalami perubahan dan seperti asesoris dan pakaian, merupakan tontonan
perkembangan. Perubahan dan perkembangan bahkan pusat tiruan. Semuanya lebih dari sekedar
tubuh ditentukan oleh pola konsumsi dan berbagai sebuah pertunjukan identitas. Pertunjukkan itu
situasi kontekstual yang turut mempengaruhinya. bukan sekedar gaya untuk kesempurnaan sebuah
Relasi keduanya memberi andil pada tubuh penampilan, tetapi demonstrasi sebuah ideologi
sehingga mengalami berbagai perubahan makna. yang tersembunyi. Bahkan, saat tubuh menjauh
Konsumsi yang dimaksud kemudian tidak dari perawatan dan melepas segala bentuk asesoris,
hanya dipahami sebagai pola makan yang dapat hal itu juga merupakan bentuk perlawanan yang
mempengaruhi pertumbuhan tubuh secara fisik. bersifat ideologis. Tubuh menjadi sarana sekaligus
Konsumsi untuk tubuh menghadirkan makna pusat kisah tentang demonstrasi dan perlawanan
baru yang lebih luas sebagai konsumsi tanda. Agar sebuah ideologi yang sengaja disampaikan,
terlihat bertubuh langsing atau atletis misalnya, disamarkan atau disembunyikan melalui berbagai
tubuh fisik harus disiplin mengkonsumsi program pesan simbolik.
perawatan tubuh seperti senam dan fitnes. Seluruh simbol dalam tubuh merupakan
Atau agar terlihat cantik misalnya, tubuh fisik sesuatu yang disampaikan tetapi sekaligus yang
harus disiplin mengkonsumsi sejumlah program disembunyikan. Karena itu pula maka dikatakan
perawatan tubuh yang dijajakan berbagai salon bahwa tubuh manusia yang awalnya adalah
kecantikan1. Tubuh, dengan demikian tidak lagi tubuh alami (natural body), kemudian beralih dan
dapat dipahami secara sempit sebagai badan dibentuk menjadi tubuh sosial2. Segala sesuatu
perseorangan yang terdiri dari sejumlah organ melambangkan tubuh, dan tubuh merupakan
biologis atau keseluruhan jasad manusia. simbol bagi segala sesuatu. Tubuh terbelah menjadi
Tubuh telah bergeser menjadi arena pagelaran the self (individual body) dan the society (the body
berbagai tanda dan makna. Bahkan, tubuh dapat politics).3 Tubuh sebagai fisik dibangun melalui
menjadi arena ‘peperangan ideologis’ berbagai praktek konsumsi. Tubuh tidak lagi menjadi
kepentingan. Hal tersebut dapat terjadi karena natural setelah mengalami eksploitasi. Menurut
tubuh adalah pusat gairah, selera dan gaya bagi catatan Rogers,4 tubuh mengalami suatu eksploitasi
setiap orang, terutama kaum muda dan perempuan.
Segala hal yang ada di tubuh atau melekat di tubuh 2
IrwanAbdullah, Studi Tubuh, Nalar dan Masyarakat:
Perspektif Antropologi (Yogyakarta: Tici Press, 2006), 138.
perempuan selalu mampu memancing gairah, 3
Mary Douglas, Natural Symbol, Explorations in
Cosmology (London: Routledge 2002).
1 4
Budiawan, Media [Baru], Tubuh, dan Ruang Publik Marry F Rogers, , Barbie Culture (London : Sage
(Yogyakarta: Jalasutra, 2015). Publications, 1999).

158
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

sejak industri menjadi peradaban baru manusia dan Franko 7 menjelaskan bahwa dibanding
pada era renaisans yang melahirkan modernitas. pria, perempuan mengalami kecemasan terhadap
Tubuh tidak sepenuhnya otonom, tetapi di bawah citra tubuhnya. Sementara pemahaman atau
satu kendali dan kontrol yang bersifat individual, pemaknaan citra ideal tubuh tersebut dibentuk
spesifik dan terikat ruang dan waktu.5 melalui media. Pengulangan berbagai pesan atau
Proses eksploitasi tersebut semakin meluas informasi tentang tubuh ideal bagi perempuan
setelah industri sebagai peradaban baru membawa melalui media massa yang paling berpengaruh
serta globalisasi. Dengan berbagai sarana kemajuan, terjadi pada media majalah mode. Menurut studi
globalisasi telah menyempitkan wajah dunia melalui Tigemman8 sebagain besar perempuan mengenal
berbagai teknologi komunikasi. Berbagai teknologi kecantikan, perawatan dan kebugaran tubuh
komunikasi massa seperti televisi dan internet saat mereka membaca majalah mode. Selain itu
bergerak bukan saja sebagai sarana penyebaran sektor layar kaca yang menjajakan hiburan instan
berbagai pesan, tetapi juga sebagai jembatan juga dapat membentuk selera, hasrat, gairah dan
bagi lalu lintas ideologis. Ideologi dipahami kenikmatan tubuh yang termanifestasikan dalam
sebagai rute perlawanan untuk membongkar berbagai identitas agama atau budaya populer.9
makna dominan atas berbagai realitas sosial yang Ketika pesan yang menyebar melalui media
dikuasi oleh budaya mainstream. Suatu budaya bukan saja memuat informasi, tetapi mengandung
yang dibentuk melalui berbagai praktek produksi sebuah ideologi, maka persoalan gairah, selera
wacana melalui media massa. Ideologi bukanlah dan gaya dalam tubuh menjadi lebih kompleks
cermin yang bekerja pasif memantulkan realitas. untuk dipahami. Mulai dari model rambut, tato,
Ideologi adalah sebuah kaca mata yang secara aktif tindik puting susu (nipple piercing) pada tubuh
digunakan untuk melihat, menilai, mengkoreksi, hingga barang bermerk yang dikenakan oleh
mengkritisi bahkan melawan realitas yang dinilai tubuh, tidak lagi secara sederhana dipahami sebagi
sebagai realitas semu dan palsu bentukan media. persoalan etika tubuh. Masalah tubuh bergeser
Saat ini media (baik media massa maupun menjadi sebuah perjuangan tentang estetika,
media sosial) menjadi sektor yang paling identitas bahkan semangat perlawanan atas budaya
berpengaruh dalam membentuk selera, hasrat dan mainstream yang mendominasi ruang sosial. Tato di
gairah tubuh.6 Terpaan berbagai citra tubuh yang Indonesia misalnya, secara sosial telah mengalami
tersaji dalam media bahkan dapat menciptakan pergeseran makna. Pada masa Orde Baru, secara
body image disturbance, yaitu suatu penyakit yang sosial tato merupakan wilayah etik karena identik
dipicu oleh tingkat rasa cemas yang berlebih pada
7
seseorang disebabkan penampilan fisik dan citra Striegel-Moore and R/ Franko, Body Image Issues
among Girl and Women (New York : Guiford Press, 2002),
tubuhnya. Studi yang dilakukan Striegel-Moore 181-191.
8
M Tiggemann, Media Exposure, Body Dissatisfaction and
Disordered Eating: Television and Magazines are not the Same!
(European Eating Disorder Review, 2003), 418.
5
Anthony Synnott, The Body Social: Symbolism, Self and 9
Ariel Heryanto, Identitas dan Kenikmatan; Politik
Society (London & New York: Routledge, 1993). Budaya Layar Indonesia (Jakarta : Kepustakaan Populer
6
Budiawan, Media [Baru], Tubuh, dan Ruang Publik Gramedia, 2015).

159
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

dengan pelaku kriminal. Namun saat ini tato barang atau jasa untuk memenuhi berbagai
dapat dimaknai sebagai seni dekorasi tubuh. Tato kebutuhan hidup. Konsumsi adalah semua
mengalami suatu proses estetisasi, yaitu proses penggunaan barang dan jasa yang dilakukan
peralihan sesuatu yang etis menjadi memiliki manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
nilai estetis. Tubuh tidak lagi wilayah privat yang Barang dan jasa yang digunakan dalam proses
dilindungi oleh berbagai aturan etis. Tato pada produksi tidak termasuk konsumsi, karena barang
tubuh menjelma menjadi hal estetis yang dapat dan jasa itu tidak digunakan untuk memenuhi
dinikmati oleh semua orang. Tato menjadi sebuah kebutuhan hidup manusia. Barang dan jasa
eksperesi seni dekorasi tubuh. Tato menjadi sarana dalam proses produksi ini digunakan untuk
perlawanan dominasi kebudayaan. memproduksi barang lain. 10 Pelaku aktivitas
Di antara pagelaran tanda dan berbagai konsumsi disebut dengan konsumen, sedangkan
relasi kuasa yang bertarung dalam sebuah penyedia nilai guna suatu barang atau jasa disebut
tubuh, persoalan body image hilir dari segala produsen. Awalnya relasi antara konsumen dan
pesan yang hendak disampaikan pemilik tubuh produsen bersifat sejajar, karena aktivitas konsumsi
kepada khalayak. Sedangkan praktek konsumsi menandakan adanya keselarasan produksi. Agar
(dalam pengertian luas sebagai konsumsi tanda) esensi manusia dapat direalisasikan dengan
merupakan hulu yang merangsang pergerakan baik harus ada keselarasan antara produksi dan
tubuh kepada citra yang ingin diraih. Relasi antara konsumsi. Pada sistem sosial feodal, produksi
konsumsi tanda sebagai hulu dan body image sebagai pada dasaranya adalah nilai guna untuk keperluan
hilir tersebut dimediasi oleh berbagai konstrukis konsumsi.
media. Ketika tubuh masuk ke dalam perangkap Namun, secara idiologis, munculnya
berbagai konstruksi makna yang diproduksi oleh kapitalisme pasar telah memecah kesatuan
media, maka sesungguhnya tubuh telah kehilangan produksi dan konsumsi tersebut. Melalui dominasi
kemerdekaannya. Tubuh tidak lagi dimiliki oleh nilai tukar atas nilai guna, maka produsen terpisah
‘aku’ sebagai subjek otonom pemilik tubuh. dari produksinya disaat bersamaan konsumen
Tubuh yang seharusnya merdeka atas kehendak kehilangan akses terhadap sarana produksi
‘aku’ sebagai subjek diambil alih oleh berbagai untuk memenuhi kebutuhannya. Dalam konteks
konstruksi makna yang diproduksi oleh media. inilah, media hadir sebagai mesin yang mencetak
Relasi antara konsumsi tanda melalui media untuk konsumen sebagai budaya massa. Media (televisi/
mendapatkan body image yang diinginkan menjadi iklan) telah melakukan praktek sosial yang
sangat penting untuk diungkap. dikelilingi oleh proses konsumsi. Praktek sosial
media (televisi) tersebut dapat dilihat pada figur
Konsumsi Tanda berikut ini:11

Konsumsi dalam arti yang paling netral tanpa


muatan ideologis dapat dipahami sebagai suatu 10
Michael James, Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga
aktivitas membeli, memiliki, menggunakan, (Jakarta: Ghalia, 2001), 49.
11
Graeme Burton, Media dan Budaya Populer, terj. Laily
mengurangi atau menghabiskan nilai guna suatu Rahmawati (Yogyakarta : Jalasutra, 2000), 65.

160
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

Representasi
Masyarakat konsumsi merupakan tema penting
yang digagas pemikir postmodernisme, Jean
Baudrillard. Baudrillard membangun gagasannya
tentang masyarakat konsumsi setelah menyingkap
Regulasi Identitas tabir relasi kuasa produksi, konsumsi, tanda dan
media. Pandangan Baudrillard tersebut dituangkan
dalam buku The System of Object (1968) dan
Consumer Society : Myths and Structer (1970) (dalam
Poster, 1988).14 Baudrillard menjelaskan perspektif
Konsumsi Produksi
Neo-Marxisme (Freudian dan Sausserean) tentang
masyarakat konsumer. Menurut Baudrillard,
klasifikasi masyarakat konsumer berbeda dengan
Pada interelasi tersebut, konsumsi menjadi klasifikasi masyarakat Freudian dan Sausserean
dapat dipahami sebagai proses menghabiskan atau yang dibentuk berdasarkan tatanan sosial dan
mentransformasi nilai-nilai dalam sebuah objek. klasifikasinya berdasarkan konsumsi. Bagi
Bentuk komoditas kemudian tidak hanya menutupi Baudrillard sistem masyarakat konsumer terdiri
sumber nilai sebenarnya dalam produksi dan kerja dari berbagai kode prilaku dan kelompok yang
manusia, lebih dari itu, menjadi penting dalam ditentukan oleh objek konsumer. Objek-objek
terjalinnya relasi sosial untuk memanifestasikan tersebut adalah produk. Jadi, klasifikasi masyarakat
dirinya melalui komoditas sebagai bentuk budaya konsumer menurut Baudrillard terdiri dari prilaku
dan simbolis. 12 Sementara dalam pandangan konsumen dan produk produsen. Oleh karena
linguistik, konsumsi dapat dipandang sebagai itu, produk tersebut harus dianalisis dengan
menggunakan atau mendekonstruksi tanda- menggunakan kategori linguistik.
tanda yang dikandung di dalam objek-objek oleh
Analisis semiologi Baudrillard menunjukkan
konsumer dalam rangka menandai relasi sosial.
adanya sistem tanda yang dibentuk oleh produsen
Dalam hal ini, objek dapat menentukan status,
dan perbedaan kelas pada populasi tertentu. Analisis
prestise atau simbol tertentu bagi para konsumen.
Baudrillard cukup unik karena menghasilkan
Objek akan membentuk perbedaan sosial dan
hirarki-gradasi relasi simbol dan makna. Pertama,
menaturalisasikannya melalui perbedaan pada
sebuah tanda tidak dapat dipahami jika tidak
tingkat semiotik atau pertandaan. 13 Dengan
terhubung langsung dengan objeknya. Hubungan
demikian, konsumsi menjadi sistem diferensiasi,
langsung antara tanda dengan objek akan muncul
yaitu sistem pembentukan perbedaan-perbedaan
melalui suatu “permainan” perbandingan yang
status, simbol dan prestise sosial. Inilah sistem yang
melahirkan perbedaan antar simbol tersebut.
menandai masyarakat konsumtif.
Mengkonsumsi sabun mandi yang dibeli khsusus
12
Martyn, Lee Budaya Konsumen Terlahir Kembali, terj. melalui salon kecantikan sebagai produk pembersih
Nurhadi (Yogyakarta : Kreasi Wacana, 2006), 27-38.
13
Yasraf Amir Piliang, Dunia yang Dilipat, Tamasya
14
Melampaui Batas-batas Kebudayaan, (Yogyakarta : Jalasutra, Poster, (ed), Jean Baudrillard, Selected Writings.
2004), 180. (Cambridge : Stanford University Press, 1988).

161
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

kulit tidak bermakna bagi konsumen kecuali hanya tersebut dijelaskan oleh Featherstone15 dengan
untuk membersihkan tubuh saat mandi. Sabun menawarkan tiga perspektif utama mengenai
mandi tersebut akan menimbulkan makna baru budaya konsumer yaitu ;
jika dibandingkan dengan sabun merk lain yang Pertama, budaya konsumer dilihat dari ekspansi
dijual bebas di pasar. produksi komoditas kapitalis. Akibatnya, terjadi
Kedua, produk at au objek konsumer peningkatan akumulasi budaya material secara luas
merupakan gejala yang bersifat hirarkis. Artinya, dalam bentuk barang-barang konsumsi dan tempat-
konsumen memilih sabun mandi yang diberi tempat untuk pusat-pusat pembelanjaan. Inilah
secara khusus tersebut bukan karena dorongan yang menyebabkan tumbuhnya konsumtifisme.
ingin memutihkan kulit, melainkan bekerjanya Kedua, perspektif budaya konsumer dilihat dari
fungsi penanda (signifier) yang tidak pernah selesai perspektif sosiologis. Perspektif ini menjelaskan
untuk membujuk konsumer. Maka, diciptakanlah bahwa kepuasan sosial seseorang dapat diperoleh
suatu kondisi produk yang selalu berubah. Pada melalui konsumsi barang-barang yang terstruktur
tahap ini, konsumer memilih menggunakan secara sosial. Intinya, perbedaan sosial ditentukan
sabun bukan lagi didorong oleh keinginan oleh konsumsi barang.
membersihkan tubuh, tapi persoalan produksi
Ketiga, perspektif budaya konsumer dilihat dari
yang terus berubah, ada keterbaruan dalam setiap
perspektif kepuasan psikis seperti kesenangan/
produk yang dijajakan.
kenikmatan emosional dari aktivitas konsumsi,
Keterbaruan produk yang selalu dijajakan hasrat atau khayalan budaya konsumer.
melalui iklan media yang bertubi-tubi melahirkan
Ketiga perspektif yang sesungguhnya juga saling
suatu kemelimpahruahan. Khalayak menjadi lekat
berelasi tersebut membawa kecenderungan baru.
dengan praktek konsumsi dan kelimpahruahan
Produksi yang bertubi-tubi lalu disebarluaskan
objek, jasa, dan barang-barang material. Objek-
secera gencar oleh media cenderung menjanjikan
objek konsumsi tersebut menjadi komoditas yang
jalan pintas menuju kepuasan sosial dan kepuasan
berlimpah. Pada masyarakat konsumsi, khalayak
psikis. Abdullah, 16 menilai kecenderungan
bukan mengkonsumsi objek yang murni memiliki
tersebut dapat dilihat pada tiga hal, pertama, style
nilai guna ataupun nilai tukar, melainkan objek
(gaya) yang dilekatkan pada berbagai produk.
yang memiliki nilai tanda. Akibatnya, produksi
Misalnya, membeli pakaian bermerk bukan karena
objek konsumsi sebagai komoditas
dorongan fungsi dan kegunaannya untuk menutup
yang tidak memiliki tanda akan dilewati. Agar tubuh, tapi ikhtiar meraih kebahagiaan sosial dan
suatu objek dapat dikonsumsi, komoditas tersebut psikis. Veblen17 menyebutnya dengan conspicuous
harus dilepaskan terlebih dahulu dari fungsi
dan makna aslinya. Kemasan, iklan, bintang ikal 15
Featherstone, Mike, Posmodernisme dan Budaya
menjadi lebih penting dari pada nilai guna sebuah Konsumen, terj Misbah Zulfa Elizabeth (Yogyakarta : Pustaka
Pelajar, 2005).
objek. 16
Irwan Abdullah, Studi Tubuh, Nalar dan Masyarakat:
Pergeseran makna konsumsi melalui berbagai Perspektif Antropologi, 57-58.
17
Thorstein, Veblen, The Theory of the Leisure Class (New
interelasi yang menciptakan masyarakat konsumer Brunsrwick and London : Transaction Publishers, 2005).

162
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

consumption, yaitu suatu konsumsi barang yang dicibir sebagai simbol kriminal21 tapi dengan
dibeli dengan tujuan untuk dipertontonkan pertimbangan personal dapat digunakan sebagai
pada orang lain. Conspicuous consumption bekerja representasi simbolik seseorang memahami diri
menegaskan kehadiran sebuah gengsi, status, gaya dan tubuhnya.22 Tato pada tubuh menjadi memiliki
hidup dan selera yang berbeda dari kebanyakan hubungan emosional antara konsep diri dan peran
orang. Dengan konsumsi fesyen seseorang menjadi sosial23.
fashionable membuat identitasnya menonjol dari Kecenderungan ketiga, sensitivitas yang
yang lain. menimpa individu. Pola hiper konsumsi tersebut
Kecenderungan kedua, privatisasi yang terjadi menjadikan individu mudah tersinggung dan
secara meluas. Proses ini menunjukkan etika kehilangan kontrol sosial. Konsumsi sebagai
sosial digeser dan digantikan dengan etika gaya hidup telah mengambil alih ruang sosial
individual. Misalnya, mengenakan jilbab bagi yang seharusnya diwarnai dengan berbagai
seorang muslimah bukan karena perintah agama interaksi. Karena alasan itulah, secara radikal
yang berguna melindungi tubuh dari berbagai Marcuse berpendapat, tidak peduli sejauh mana
kejahatan sebagai pertimbangan sosial, tetapi kebutuhan-kebutuhan terhadap tubuh tersebut
pertimbangan yang bersifat personal-privat. telah menjadi kebutuhan masing-masing individu,
Hingga individu perempuan berada dalam dilema, demi perjuangan kemanusiaan (baik kemanusiaan
ingin menggenakan jilbab dengan pertimbangan yang merasa menemukan kebahagiaan di
sosio-religius, tetapi tetap ingin tampil modis dalamnya, maupun mereka yang menderita
sebagai pertimbangan individual. Jilbab menjadi sebagai korbannya) kebutuhan tersebut harus
trendi sebagai sebuah capaian prestise karena dihancurkan.24
mengkomunikasi hasrat yang bersifat privat.18 Hal Dengan demikian praktek konsumsi tidak lagi
tersebut dijalani melalui proses pemaknaan aktif menjadi sederhana karena memuat berbagai relasi
(active meaning-making) tentang penggunaan jilbab.19 kuasa yang pelik. Kepelikan tersebut menyangkut
Sehingga pilihan menggunakan jilbab modis akan relasi antara kebutuhan, kegunaan, hasrat dan
memberikan dampak psikologis bagi pemakainya.20 kepuasan. Hasrat dan kepuasan yang menstimulasi
Pada kasus berbeda, makna tato pada tubuh juga konsumsi pada satu sisi, dan produksi berbagai
dapat diajukan sebagai contoh kecenderungan barang dan jasa untuk memenuhi hasrat dan
tersebut. Tubuh yang bertato semula secara sosial kepuasan tersebut pada sisi lain, keduanya bertemu

21
Gumgum Gumilar, “Makna Komunikasi Simbolik di
Kalangan Pengguna Tato di Kota Bandung”, MediaTor, 9-1,
18
M, Barnard, Fashion as Communication (Oxon and (2008), 51-62.
22
New York: Routledge, 2008), 11. Sanders, Customizing the Body (Philadelphia: Temple
19
Karen W Washburn, , Jilbab, Kesadaran Identitas University Press, 2008).
23
Post-Kolonial dan Aksi Tiga Perempuan (Jawa), terj Eviandaru J., Feist, & Feist, G. J, Theories of Personality (New
Monika (Yogyakarta: Kanisius, 2005), 110. York: McGraw-Hill, 2012).
20 24
M. Quraish Shihab, Jilbab: Pakaian Wanita Muslimah Herbert, Marcuse, Manusia Satu Dimensi, terj Silvester
(Pandangan Ulama Masa Lalu dan Cendekiawan Kontemporer) G. Sukur dan Yusup Priyasudiarja, (Yogyakarta: Yayasan
(Jakarta: Lentera Hati, 2004), 35. Bentang Budaya, 2000).

163
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

pada sebuah tubuh. Tubuh menjadi seperti ruang yang memanipulasi tubuh perempuan.28 Oleh
yang memamerkan beragai tanda yang sengaja sebab itu, bertubuh gemuk, kurus atau langsing
disembunyikan. Namun demikian, tanda yang dipengaruhi oleh standar dan penilaian sosial
disembunyikan dalam tubuh tersebut tetap saja dan budaya yang melingkupinya. Secara tidak
memancarkan citra tubuh. Tubuh perempuan sadar, tiap individu berusaha memenuhi harapan
yang dirawat agar tetap langsing atau tubuh pria sosial dan budaya tersebut.29 Tubuh tidak lagi
yang dirawat agar tetap padat, secara ekspansi menjadi milik personal yang bersifat individual,
merupakan tanda pemilik tubuh memiliki selera, tetapi merupakan simbol dan citra sosial yang
hasrat dan kepuasan tersendiri terhadap bentuk berada disekitarnya.30 Diskusi selanjutnya akan
fisik tubuhnya. Namun postur tubuh yang terawat menempatkan body image sebagai sebuah studi
tersebut dapat juga secara invansi merupakan tentang tubuh.
tanda yang berkontribusi pada menguatnya rasa Body image merupakan bagian konsep diri
percaya diri individual saat bersosialisasi dengan tentang bentuk fisik. 31 Hal ini menekankan
lingkungan sekitarnya. 25 Sehingga hasrat dan bahwa body image sesungguhnya bukan tentang
gairah untuk membentuk body image tertentu bentuk tubuh, tetapi cara seseorang melihat
demi mencapai kepuasan yang diinginkan muncul dan mengevaluasi bentuk tubuhnya. Ini
melalui praktek konsumsi tanda. merupakan sebuah perspektif tentang konsep diri
seseorang yang digunakan secara aktif menilai
Body Image dan mengevaluasi tubuhnya. Kesadaran untuk
menerima atau mengevaluasi tubuh menjadi aspek
Pada lingkup sosial dan budaya tertentu,
utama dari citra tubuh. Karena itu, Honigman
bertubuh gemuk dinilai secara positif sebagai tanda
dan Castle32 memberi defenisi body image sebagai
kemakmuran. Pandangan ini terutama muncul
gambaran mental seseorang terhadap tubuhnya
pada negara yang penduduknya mengalami
dan berbagai hal yang difikirkannya terkait hal
kesulitan gizi seperti Nigeria.26 Namun pada lingkup
tersebut. Misalnya, tentang penilaian sosial
sosial dan budaya lainnya, bertubuh gemuk atau
terhadap tubuhnya. Tentang dimensi sosial pada
kelebihan berat badan berdasarkan standar BMI
(Body Mass Index) mengalami kerugian sosial seperti
stigmatisasi, marginalisasi bahkan dikriminasi.27
Umumnya yang menjadi korban karena memiliki 28
Naomi Wolf, Mitos Kecantikan: Kala Kecantikan
tubuh gemuk adalah perempuan sebagai akibat Menindas Perempuan, terj Alia Swastika (Yogyakarta: Niagara,
2004).
berlangsungnya dominasi patriaki sebagai budaya 29
Don Kulick, dan Anne Meneley, Fat: The Anthropology
of An Obsession (New York: Penguin Group, 2004).
30
Anthony Synnott , The Body Social: Symbolism, Self and
25
John W Santrock, , Adolescence, Thirteenth Edition Society.
31
(New York: McGraw Hill, 2002). Malcolm Hardy, dan Steve Heyes, Pengantar Psikologi,
26
Neal D Barnard, , Food that Cause You to Lose Weight: terj Soenardji (Jakarta : Erlangga, 1988).
32
The Negative Calorie Effect (New York: HarperCollins, 1992). Roberta Honigman, and David J. Castle, Living with
27
Alexandra, Brewis A. Obesity: Cultural and Biocultural Your Looks (Victoria: University of Western Australia Press,
Perspectives (London: Rutgers University Press, 2001). 2007).

164
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

tubuh, Turner33 menjelaskan bahwa tubuh yang Artinya, pada norma sosial tertentu, seseorang
bergumul dengan realitas sosial tidak lepas dari yang tidak membungkuk saaat bertemu orang yang
aturan tubuh (body role). dihormati dapat disebut sebagai melanggar etika
Selanjutnya menurut Turner, dalam konteks tubuh. Kedua, tubuh abjektif, tubuh yang berkuasa
demikian tubuh menjadi terkait dengan reproduksi, pusat hasrat sehingga menjadi lokus pertarungan
resolusi, representasi dan restraint. Pada reproduksi, simbol, pesan dan wacana. Pada kategori ini
tubuh bukanlah benda fisik berupa organ tubuh adalah kekuasaan atas dirinya. Tubuh
biologis. Tubuh adalah pasar berjalan, tempat berkuasa penuh untuk dilayani, dipuaskan dan
berbagai benda dijajakan melalui suatu sistem digembirakan dalam berbagai praktik konsumsi.
pemaknaan budaya. Pada resolusi, tubuh adalah Hasrat besar tubuh untuk dipuaskan tersebut
arena kepatuhan sosial. Pada konteks ini tubuh dapat memicu konsumsi sebagai praktik ideologis.
adalah prilaku sosial yang mencerminkan nilai Tubuh menjadi pusat peperangan berbagai makna
sosial tertentu. Pada representasi, tubuh adalah dan simbol, lokasi pertempuran berbagai kode
cermin palsu suatu kehidupan yang hiperrealitas. dan pesan. Ketiga, tubuh subjektif, tubuh yang
Berbagai kebutuhan tubuh diciptakan oleh mandiri, otonom kreatif dan aktif. Tubuh yang
sejumlah kekuatan kapitalisme global. Tubuh menyatu dengan ‘keakuan’ atau tubuh yang didaku
diseragamkan melalui selera dan gaya yang sebagai ‘aku’. Tubuh adalah aku, aku adalah subjek
sama. Tubuh kehilangan kontrol atas dirinya dan pelaku sosial kebudayaan yang otonom dan
karena secara halus telah dikendalikan oleh penuh kendali atas tubuhku. Tidak ada yang dapat
suatu kekuatan yang tidak terlihat (invisible hand). mempermainkan tubuhku karean tubuh dan aku
Tubuh seakan memiliki eksistensi, padahal tanpa adalah satu. Dan aku berkuasa penuh terhadap
substansi. Pada restraint, tubuh adalah disiplin tubuhku.
penuh pengekangan yang ketat untuk meraih Tubuh dan citra tentang tubuh (body image)
beragam tujuan, seperti kekuasaan, kepuasan dan menjadi sebuah konsep yang multidimensi,
kenikmatan. sekaligus dinamis dan subyektif. Body image
Pandangan lainnya tentang tubuh dalam melingkupi persepsi, pikiran dan perasaan
perspektif sosial diberikan Kate Creagan.34 Creagan seseorang mengenai tubuhnya. Body image tidak
membagi tubuh ke dalam tiga fokus utama. Pertama, terbatas pada karakteristik estetis orang tersebut,
tubuh objektif, yaitu tubuh yang pasif. Tubuh pasif namun juga memperhitungkan status kesehatan,
dapat dibentuk dari budaya adi luhung seperti pada keahlian, dan seksualitasnya. Dalam konteks
sejumlah tradisi yang membungkukkan tubuh saat tertentu, body image juga dapat berubah seperti
bertemu orang yang dihormati. Kepatuhan tubuh faktor usia, kesehatan atau terpaan media yang
pada lingkup tradisi tersebut merupakan ukuran akan dibahas pada bagian berikutnya. Body
bagi tergelarnya etika yang bersifat normatif. image atau citra tubuh merupakan konstruk luas
yang terdiri dari beberapa komponen, termasuk
33
Bryan Turner, The Body and Society: Explorations in
Social Theory (London : Sage Publications, 2008).
34
Kate Creagan, The Sociology of the Body: Mapping the
Abstraction of Embodiment (London : Sage Publisher, 2006).

165
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

persepsi, sikap, perasaan, dan perilaku pada satu multidimensi, subyektif dan dinamis body image,
tubuh.35 yang pasti adalah cara tubuh dipergunakan dan
Citra tubuh juga menggambarkan bagaimana dievaluasi oleh subyek itu sendiri. Hasil akhirnya
seseorang mempersepsi dan memberikan penilaian tergantung pada faktor personal seperti kepribadian
atas apa yang dipikirkan serta dirasakan terhadap dan kepercayaan diri, faktor interpersonal seperti
bentuk dan ukuran tubuhnya, serta atas bagaimana keluarga, pasangan dan pesan media, faktor
penilaian terhadap dirinya. Misalnya, seseorang biologis seperti ciri genetis, riwayat penyakit, dan
merasa tubuhnya lengkap atau tidak, gemuk atau faktor budaya seperti nilai dan norma sosial.40
kurus, tinggi atau pendek. Hal ini akan berpengaruh Sebagai subyek, setiap individu memiliki
pada bagaimana seseorang menghayati dirinya perspektif ter tentu terhadap body image.
dalam menjalani kehidupannya. Derajat kepuasan Ketidaksesuaian antara body image dan bentuk tubuh
atau penerimaan individu terhadap tubuhnya atau menimbulkan tedidakpuasan. Ketidaksesuaian
bagian-bagian tubuhnya disebut dengan kepuasan tersebut menjadi salah satu hal yang diteliti di
citra tubuh.36 sejumlah negara dengan memilih sampel yang
Faktor-faktor sosial, ekonomi, ekologi, dan berbeda dari kelompok umur dan status sosial.
budaya memang sangat berpengaruh terhadap Ketidakpuasan seseorang individu terhadap
konsep tubuh ideal yang dianut oleh masyarakat.37 bentuk tubuhnya karena berbeda dengan konsep
Setiap kelompok masyarakat memiliki standar nilai tubuh langsing sebagai tubuh ideal. Padahal tubuh
yang berbeda untuk menentukan apa yang disebut langsing sebagai suatu body image merupakan
menarik/tidak menarik, gemuk/kurus, tinggi/ hasil bentukan dari berbagai relasi multidimensi.
pendek, kuat/lemah, cantik/jelek. Konsep tubuh Konsep tubuh ideal adalah tubuh yang semakin
ideal berkaitan juga dengan mitos-mitos kecantikan meluas dan menyebar di sejumlah negara terutama
yang berlaku dalam masyarakat tersebut.38 Apabila di negara-negara yang telah mengadakan kontak
individu tidak memiliki bentuk tubuh yang dengan media dan budaya Barat, misalnya di
diharapkan, ketidakpuasan terhadap tubuhnya Amerika Selatan, Korea Selatan, dan Jepang.41
akan membesar, yang kemudian akan menjadi Media menjadi faktor yang dianggap paling
ketidakpuasan citra tubuh.39 Walau mengandung berpengaruh membentuk konsepsi tubuh ideal
sehingga meningkatkan ketidakpuasan diri pada
35
T Cash, and Pruzinsky, T, Body Image: A Handbook of tubuh. Dalam beberapa kasus, ketidakpuasan
Ttheory, Research, and Clinical Service (New York: Guilford, tersebut bahkan memicu eating disorder.42
2002).
36
J.K, Thompson, Leslie J, Heinberg, Altabe and
Stacey T. Dunn, Exacting Beauty (Washington: American
Psychological Association, 1999) (Washington: American Psychological Association, 1996).
37 40
Savita Bakhshi, “Women’s Body Image and the Role Alexandra Neagu, “Body Image: A Theoretical
of Culture: A Review of the Literature,” Europe’s Journal Framework”, Anthropology, 17-1, (2015), 29–38.
of Psychology, 2-7, (2008), 374-394. 41
Sarah Grogan, Body Image: Understanding Body
38
Naomi Wolf, Mitos Kecantikan: Kala Kecantikan Dissatisfaction in Men, Women, and Children (New York:
Menindas Perempuan Routledge, 2008).
39 42
J.K, Thompson, Body Image, Eating Disorders, and Becker, Anne. E. (2004), “Television, Disordered
Obesity: An Integrative Guide for Assesment and Treatment Eating, and Young Women in Fiji: Negotiating Body

166
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

Sampai di sini masalah yang kemudian muncul tubuhnya. Hal tersebut telah mendorong berbagai
menjadi berlapis. Pertama, sebagai sebuah konsep industri yang berkaitan dengan produk dan jasa
body image dipengaruhi oleh banyak dimensi seperti body image menjadikan perempuan sebagai obyek
yang sebelumnya dijelaskan. Kedua, konsep tubuh pasar potensial. Pesatnya perkembangan industri
ideal juga dipengaruhi oleh banyak dimensi seperti kecantikan perempuan yang disusul dengan
ekologi dan budaya.43 Sehingga perbedaan konsep munculnya budaya konsumerisme di Barat dalam
tubuh ideal tidak hanya terjadi karena faktor iklim media industri telah menyebar menjadi
perbedaan invidu, sosial, budaya tapi juga berubah gejala global. Pergerakan tersebut mengarah pada
dan berbeda pada setiap waktunya. Bahkan pembentukan body image dan konsep tubuh ideal
konsep body image dan tubuh ideal juga berbeda yang baru bagi perempuan.46
pengaruhnya berdasarkan jenis kelamin dan usia. Melalui berbagai industri hiburan yang
Body image umumnya lebih berhubungan dengan termediasi lewat media muncul konsep perempuan
perempuan daripada lelaki. Menurut Mappiare44 yang memiliki tubuh langsing lebih baik dan
hal tersebut karena perempuan cenderung lebih menarik dari pada perempuan yang memiliki tubuh
perhatian pada penampilannya dibanding lelaki. gemuk. Sehingga banyak perempuan memiliki
Tidak hanya itu, sebab secara biologis tubuh presepsi subyektif merasa lebih gemuk daripada
perempuan berbeda dengan tubuh lelaki. tubuh ideal hasil bentukan industri kecantikan dan
Penelitian yang dilakukan Emily Martin 45 media. Cash47 mencatat, kondisi-kondisi tersebut
tentang tubuh perempuan bahwa cara perempuan telah mendorong banyak perempuan akhirnya
merasakan dan memikirkan tubuhnya sangat memilih melakukan makan yang menyimpang
aneh ketika mereka mengalami menstruasi, (eating disorder), seperti anorexia nervosa, dan bulimia
melahirkan anak, membesarkan anak dan agar tubuhnya mencapai taraf ideal. Penyanyi asal
menopause. Secara sosial dan budaya, kurangnya Amerika pada era tahun 1980, Karen Carpenter
dukungan terhadap tubuh perempuan tersebut meninggal karena terjangkit anorexia nervosa.48
telah menempatkan perempuan sukar menjadi Hingga saat ini kebiasaan eating disorder masih
manusia yang produktif sekaligus reproduktif. terus terjadi terutama di Amerika Serikat.49 Body
Kesulitan tersebut secara budaya dipengaruhi
46
oleh paham patriarki. Sehingga perempuan Mike Featherstone, “The Body in Consumer
Culture,” dalam The Body: Social Processes and Cultural
lebih memiliki kompleksitas saat berfikir tentang Theory (London : Sage, 1982), 170-96.
47
Thomas. F, Cash, “The Psychological of Physical
Appearance: Aesthetics, Attributes, and Images,” dalam
Image and Identity During Rapid Social Change”, Culture, Body Images: Development, Deviance and Change (New
Medicine, and Psychiatry 28, (2004), 533-599. York: Guilford Press, 2000), 51-79.
43
P. J Brown,., and M. Konner, “An Anthropological 48
P. Kendall, (1999), “The Female Image Ideal: Yesterday,
of Obesity.”Annuals of the New York Academy of Science, Today, and Tomorrow,” Colorado State University dalam www.
499, (1987) 29-46. ext.colostate.edu/pubs/COLUMNNN/nn991006.html.
44
Andi Mappiare, Psikologi Remaja (Surabaya: Usaha Diakses 12 September 2016.
Nasional, 1982). 49
Media Awareness Network, (2010). Beauty and Body
45
Emily Martin, The Women in The Body: A Cultural Image in the Media, dalam http://www.mediaawareness.ca/
Analysis of Repro-duction (Stony Stratford: Open Uni-versity english/streotyping/women_and_girls/women_beauty.cfm
Press, 1989), 100-101. Diakses 12 September 2016.

167
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

image dan konsep tubuh ideal perempuan perlahan konotasi yang sangat positif, yang menunjukkan
mengarah dari langsing ke kurus. Kondisi ini kesuksesan dan diinginkan secara sosial. Seseorang
pula yang membentuk perempuan menilai yang kurus tampak lebih menarik dan diterima
berlebihan terhadap berat pada tubuhnya.50 Demi lebih banyak dalam masyarakat, mereka dipandang
meraih tubuh yang langsing cenderung kurus, lebih sukses dan bahagia dengan hidup mereka.
perempuan rela mendisiplinkan tubuhnya dalam Hal tersebut dapat terjadi karena media
berbagai program yang sangat ketat. Padahal tubuh mengkonstruksi makna cantik menurut kehendak
kurus yang dimiliki para model jauh berada di yang diinginkan. Artis atau model yang sering
bawah normal jika dihitung menggunakan BMI.51 ditampilkan melalui media selalu yang terlihat
Kekurusan tersebut berpotensi mengalami risiko kurus. Sehingga kurus tampak menjadi standar
kematian dini yang lebih besar daripada mereka media untuk merumuskan makna baru tentang
yang bertubuh normal menurut standar BMI.52 body image. Ada norma tubuh yang termediasi
untuk body image dalam budaya masa ini, dan
Tubuh yang Termediasi itu dikarakteristikkan oleh tubuh yang sangat
kurus.54 Selanjutnya citra kurus menjadi tubuh
Vonderen dan Kinnally53 menemukan bahwa
ideal karena termediasi melalui sejumlah media
terdapat hubungan yang signifikan dan spesifik
arus utama. Padahal media arus utama adalah
antara media dan body image. Hubungan tersebut
sumber yang dicari perempuan untuk mengetahui
secara khusus berlangsung terutama saat proses
informasi mengenai bagaimana mereka berbusana.
internalisasi dari pesan media tentang kurus adalah
Sehingga perempuan sebagai penikmat berat media
tubuh ideal bagi perempuan. Namun Vonderen
arus utama, akan menempatkan tubuh kurus
dan Kinnally menekankan, yang lebih penting
adalah tubuh ideal. Selanjutnya mereka dapat
untuk diingat bahwa semua variabel relasi media
mengembangkan sikap bahwa kurus adalah yang
dan tubuh tersebut berinteraksi dalam konteks
disukai secara sosial, ketidakpuasan pada tubuh
yang jauh lebih besar. Misalnya, terdapat prasangka
yang besar, dan melakukan tindakan pengurangan
berat dalam masyarakat yang diperkuat tidak hanya
berat badan dan operasi kosmetik dalam usahanya
oleh media, tapi juga oleh interaksi sosial dengan
untuk mengikuti standar yang mereka amati.
pasangan dan orang tua. Kurus sering memiliki
Berbeda dengan tubuh perempuan yang kurus
50
Phillip N. Myers, dan Biocca, Frank A, “The digambarkan media sebagai bentuk tubuh ideal,
Elastic Body Image: The Effect of Television Advertising
tubuh ideal lelaki digambarkan sebagai berotot,
and Programming on Body Image Distorsions in Young
Women,” Journal of Communication, 42-3 (1992), 108-133. memiliki dada bidang dan perut yang rata. McCabe
51
Rader Programs dalam www.eating-disorders- dan Ricciardelli 55 media sangat berpengaruh
treatment.com Diakses 15 September 2016.
52 54
Alexandra Brewis, A. (2011), Obesity: Cultural and A., Hendriks, and Burgoon, M, “The Relationship
Biocultural Perspectives between Fashion Magazine Consumption and Body
53
Vonderen, Kristen E. Van and Kinnally, William, Satisfaction in Women: Who is Most at Risk of Influence?“
“Media Effects on Body Image: Examining Media Exposure Paper presented at the meeting of the International
in the Broader Context of Internal and Other Social Communication Association, San Diego, CA (2012).
55
Factors”, American Communication Journal, 2012 Spring, Riccciardelli LA, McCabe MP, “Parent, Peer, and
14- 2 (2012), 41-57. MediaInfluences on Body Image and Strategies to Both

168
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

dalam meneyebarkan citra tubuh ideal lelaki Melimpah ruahnnya berbagi konten media tentang
tersebut. Di kalangan remaja pria, media massa konstruksi tubuh ideal tersebut memiliki kekuatan
dapat membuat mereka melakukan perbandingan mempengaruhi presepsi masyarakat tentang
bentuk tubuh yang mereka miliki dengan bentuk tubuh ideal. Persepsi yang mirip dengannya
tubuh pria lain. Hal ini terjadi karena konten melatarbelakangi pendapat bahwa media harus
media yang selalu menyajikan tubuh ideal pria dipandang sebagi “pendefenisian realitas sosial”.
menurut versi yang mereka inginkan memicu Benar, frase tersebut mengandung dualitas,
tingginya tingkat ketidakpuasan remaja pria akan ambiguitas krusial dari formulasi, pertama ada
bentuk tubuh mereka.56 Sehingga baik perempuan realitas, kenyataan yang nyata dan kedua, ada
maupun laki-laki akan berupaya memperoleh media dan pendefenisian atas realitas (Bennet
bentuk tubuh ideal hasil bentukan media tersebut. dalam Gurevitch, 1982).60 Dualitas dan ambiguitas
Untuk mendapatkannya, mereka menggunakan “pendefenisian realitas sosial” tersebut karena media
berbagai cara.57 Berbagai usaha tersebut misalnya bekerja seakan-akan menyerupai realitas, padahal
olahraga, seperti fitness atau diet dan menjaga belum tentu demikian. Dalam konteks ini, media
pola makan. Kepuasan akan diperoleh bila mereka dapat saja menyerupai, menutupi, menghilangkan
mendapatkan fisik yang ideal meliputi bentuk atau bahkan menjadi (membentuk) realitas
tubuh dan ukuran tubuh (Cash & Pruzinsky, itu sendiri. Seluruh proses tahapan tersebut
dalam Thompson dkk, 1999).58 dipraktikkan melalui suatu simulasi.61
Dibanding lingkungan sosial yang memuat Simulasi bekerja dengan memproduksi model
norma pengaturan tentang tubuh, media massa yang dikemas dalam tanda-tanda. Tanda-tanda
merupakan pihak yang sangat penting dalam tersebut bukanlah melukiskan sebuah realitas
mempengaruhi konsep masayarakat tentang seperti halnya dalam representasi. Tetapi tanda
bentuk tubuh ideal.59 Sebab, media massa tidak yang mengacu pada dirinya sendiri, menyalin
hanya mempengaruhi individu tetapi turut juga dirinya sendiri. Simulasi menggambarkan
mempengaruhi masyarakat. Pesan tentang tubuh sebuah visi tentang dunia yang diinformasikan
ideal yang disampaikan melalui media tersebut melalui imajinasi-imajinasi. Pada era masyarakat
juga dapat diakses oleh masyarakat secara luas. konsumer saat ini, masyarakat telah menjadi
begitu bergantung pada model. Ini bukan lagi
Increase and Decrease Body Size among Adolescent Boys
and Girls” Adolescence Summer 36-142 (2001), :225-40. masalah imitasi, tiruan atau penggandaan, tetapi
56
L.J, Heinberg, “Theories of Body Image Disturbance: tentang dunia nyata, realitas yang telah diganti oleh
Preceptual, Developmental and Sociocultural Factors”
tanda-tanda yang nyata bagi yang nyata. Sehingga
dalam J.K. Thompson [Ed], Body Image, Eating Disorder,
and Obesity : An Integrative Guide for Asessment konstruk budaya dewasa ini mengikuti pola-pola
and Treatment, (Washington : American Psychological simulasi, yakni penciptaan model-model nyata
Association, 1996), 27-47.
57
Elizabeth B Hurlock, Psikologi Perkembangan, terj. tanpa asal-usul realitas yang jelas. Melalui simulasi,
Meitasari Tjandrasa (Jakarta : Erlangga, 2006). berbagai produk media pada akhirnya tidak
58
J. K. Thompson, , Leslie J, Heinberg, Altabe & Stacey
60
T. Dunn. 1999. Exacting Beauty Michael Gurevitch, et. al (Ed), Culture, Society and
59
Phillip N. Myers, dan Biocca, Frank A. The Elastic The Media (New York : Methuen, 1982), 288.
61
Body Image Mark Poster, (ed), Jean Baudrillard, Selected Writings.

169
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

memberikan pilihan apa-apa pada khalayaknya. keteraturan sehingga tampak menjadi sesuatu
Melalui rutinitas media yang melakukan simulasi yang normal. Sehingg tanpa terasa, atau terasa
tersebut muncul realitas yang mendeterminasi normal telah terjadi pergeseran berbagai makna
kesadaran sosial itulah yang disebut dengan hyper- body image. Melalui media misalnya, konstrukis
reality oleh Baudrillard (dalam Poster 1988).62 cantik pada tubuh wanita terus mengalamin
Pada era media, baik media massa yang disebut pergeseran. Penelitian yang dilakukan Nikmah64
media mainstream (media arus utama) terlebih tentang perubahan konsep cantik dalam iklan
media sosial, tubuh mengalami suatu proses media massa menunjukkan bahwa konsep cantik
mediatisasi. Proses mediatisasi tubuh tersebut juga yang dikonsruksi oleh iklan melalui media masa
dapat baca sebagai bentuk pendisiplinan tubuh mengalami perubahan.
melalui sistem pengawasan oleh media. Foucault Pada era tahun 1970-an, wanita cantik adalah
menjelaskan ini seperti panopticon pada bangunan perempuan yang berkulit segar tanpa memandang
penjara, yaitu pengamatan hierarkis, menormalkan warna kulitnya. Pada tahun 1980-an perempuan
penilaian, dan pemeriksaan terhadap setiap cantik adalah mereka yang berwarna kulit kuning
narapidana. Seluruh gerak gerik narapidana langsat. Dan pada tahin 1990-an perempuan cantik
diawasi, sehingga setiap narapidana terbiasa hidup adalah mereka yang memiliki kulit putih. Terjadi
dalam pengawasan (normalisasi), kontrol terhadap pergeseran makna cantik melalui kuasa wacana
pengawasan tersebut dilakukan melalui suatu yang disebarkan melalui media massa. Dalam
pemerikasaan. Pendekatan ini lebih ‘manusiawi’ perspektif ini, kekuasaan sebagai rezim wacana
terhadap narapidana dari pada hukuman terhadap dianggap mampu menggapai, menembus, dan
tubuh mereka yang menimbulkan rasa sakit dan mengontrol individu sampai kepada kenikmatan-
dapat memancing huru-hara. Penjara—dengan kenikmatan yang paling intim. Caranya, melalui
demikian—merupakan hukuman atas kesalahan wacana-wacana yang dirumuskan dalam bentuk
manusia yang dipilih penguasa untuk menghindari penolakan, pelarangan, perangsangan, rayuan, dan
rasa sakit pelaku kejahatan. Foucault menyebutnya intensifikasi.65 Kekuasaan terumus dalam wacana
dengan disiplin. Analisis terhadap disiplin harus sebagai praktik-praktik yang terorganisasi dan
terus menerus dilakukan untuk mengetahui ada mengorganisasi hubungan sosial. Wacana semacam
tidaknya penyimpangan atau keadaan normal.63 ini dianggap sebagai praksis yang mengubah
Pada era media saat ini, berbagai konstruksi konstelasi sosial dan menghasilkan sesuatu.
makna baru tentang tubuh yang dipancarkan Pada kondisi lainnya, di dalam industri media
meluli berbagai iklan atau model seperti pancaran sendiri saling merangsang sesama mereka. Industri
cahaya lampu sorot dari menara panopticon media menikmati rangsangan tersebut sebagai
untuk mengawasi gerak gerik narapidana. Tubuh sebuah kenikmatan yang sering didengungkan
didisiplinkan melalui serangkaian keterarutan-
64
Khoirun Nikmah, “Perubahan Konsep Kecantikan
Menurut Iklan Kosmetik di Majalah Femina Tahun 1977-
62
Mark Poster, (ed), Jean Baudrillard,, 166-184. 1995”, Avatara 4-1,(2016), 167-180.
63 65
Lydia Alix Fill Ingham, Foucault Untuk Pemula Michel Foucault, The History of Sexuality (New York :
(Yogyakarta : Kanisius, 2001). Pantheon Books, 1978).

170
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

sebagai pekerja profesional. Hasrat tersebut terus perempuan yang terjepit oleh gencarnya gempuran
menggebu, saling berlomba memberikan informasi imaji melaui media dan subjek yang terhimpit oleh
dengan cara mencari-cari apa saja yang bisa berbagai pengawasan media untuk mendisiplinkan
dikaitkan dengan masalah yang ingin disampaikan tubuh tersebut dapat kembali otonom sebagai
atau keinginan yang dicapai. Informasi menjadi subjek realitas?
berlebihan dan meluber, sehingga sulit dibedakan
lagi, mana informasi yang dibutuhkan dan tidak Tubuh dan Jalan Profetik
dibutuhkan oleh publik. Informasi telah memakan
Body image yang termediasi melalui media
dirinya sendiri, tanpa proteksi kebebasan telah
melalui berbagai konsumsi t anda dapat
melumat dirinya sendiri. Manusia sebagai subjek
dilihat sebagai suatu gejala kematian manusia
menuju kematian massal karena gagal mengunyah
sebagai subjek. Gejala kematian ini bagian dari
informasi yang disajikan media. Media bukan
dehumanisasi sebagai dampak dari industri media
lagi medium yang bekerja sebagai sarana yang
global. Melalui rayuan media, proses kematian
menjembatani berbagai informasi pada khalayak
tubuh tersebut begitu cair, rileks, menghibur,
setelah melalui suatu mekanisme sirkulasi makna.
menyanjung dan menyenangkan. Hingga tanpa
Dengan penuh reflektif, McLuhan menyebut ini
terasa bagi siapa saja yang masuk dalam perangkap
sebagai The Medium is The Massage.66
hasrat tubuh tersebut akan ketagihan hingga
Berbagai relasi dalam proses tersebut menandai
akhirnya mengalam decentering of the subject. 68
berakhirnya otoritas manusia, terutama perempuan
Manusia sebagai subject adalah pusat eksistenis
sebagai subjek yang otonom dan merdeka mengatur
realitas yang berfikir, memiliki otonomi dan
tubuhnya sendiri. Proses decenterd subject tersebut
kendali atas tubuhnya. Sehingga relasi antar subjek
dalam kebudayaan menyebabkan runtuhnya
adalah relasi yang bersifat interplay antar subjek.
ideologi tentang humanisme. Makna tubuh ideal
Kesadaran menjadi subjek ini adalah kesadaran
dilumat oleh berbagai simulasi model yang dipilih
menjadi “ada dan berada” karena itu subjek bukan
sehingga melahirkan budaya hiper realitas. Tidak
objek yang menjadi “barang atau komoditas”.
ada waktu jeda untuk merefleksikan apa sebenarnya
Manusia sebagai subjek adalah manusia yang
yang sedang terjadi, karena gencarnya media
berfikir (memiliki ilmu pengetahuan), menyeru
melakukan berbagai produksi imaji tentang tubuh
pada kebaikan (humanisasi/emansipasi), mencegah
ideal. Padahal berbagai imaji tentang tubuh ideal
pada kemungkaran (liberasi) dan beriman pada
yang disajikan media tersebut diproduksi dalam
Allah Swt (transendensi). Empat dimensi tersebut
dinamika kekuasaan dan ideologi.67 Berikutnya
merupakan jalan profetik membebaskan tubuh
yang terjadi kemudian justru proses dehumanisasi
terhadap humanisme universal. Bagaimana tubuh
68
Alexander Aur, “Pascastrukturalisme Michel Foucault
danGerbang Menuju Dialog Antar Peradaban” dalam
66
McLuhan, Marshall, The Medium is The Massage Sutrisno, Puji dan Putranto,Hendar [ed] Teori-Teori
(Berkeley : Gingko Press, 2001). Kebudayaan, (Yogyakarta : Kanisius, 2005), 147. Lihat juga
67
M. Sturken, and Lisa Cartwright, Practices of Looking, Phillip Brian Harper, Framing The Margin, The Social Logic
an Introduction to Visual Culture (New York: Oxford University ofPostmodern Culture (New York : Oxford University Press,
Press, 2001). 1994), 3.

171
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

perempuan dari penjara media dan ancaman Perlu ditekankan bahwa jalan profetik
decentering of the subject. (kenabian) yang hendak disematkan bukan lahir
Istilah profetik tersebut mengacu pada dari sejarah Islam. Jalan profetik merupakan
peristiwa Isra’ Mi’raj Muhammad Saw. Peran nilai universal yang terbentang sepanjang sejarah
kenabian Muhammad Saw yang tidak tergoda kemanusiaan.71 Dalam sejarah manusia selalu
oleh perjumpaan dengan Allah SW T saat menghadirkan berbagai kisah para nabi dengan
Isra’ Mi’raj dibuktikan dengan kembalinya misi suci dari Tuhan.72 Tuhan sebagai sumber
Rasulullah ke tengah-tengah komunitas manusia segala kebenaran dan kebaikan yang di bawa oleh
untuk menyerukan kebenaran dan transformasi para Nabi, pada dasarnya berfungsi seperti hati
transenden. Dengan kata lain, pengalaman (qalb) dalam diri manusia sebagai subjek. Hati
religius itu justru menjadi dasar keterlibatannya dalam tubuh manusia menjadi tempat bersemayam
dalam sejarah kemanusiaan. Sunnah Nabi kebenaran dan kebaikan yang berfungsi menjadi
berbeda dengan jalan seorang mistikus yang puas pemandu perjalanan manusia menuju peningkatan
dengan pencapaiannya sendiri. Sunnah Nabi spiritualitas hidupnya.
yang demikian itulah yang disebut sebagai etika Panduan tersebut menjadi sangat penting
profetik. 69 Oleh karena itulah, kata “profetik” karena dalam diri dan tubuh manusia senantiasa
dipakai untuk kategori etis, bukan sebagai kategori diwarnai oleh kepentingan untuk memenuhi
ilmu, apalagi terapan. Dengan demikian profetik hasrat tubuh yang penuh hawa nafsu. Panduan
merupakan kesadaran sosiologis para Nabi dalam tersebut dapat meningkatkan pengendalian
sejarah untuk mengangkat derajat kemanusiaan hawa nafsu menuju ke arah yang bersifat
(memanusiakan manusia), membebaskan manusia transendental. Sehingga empat dimensi profetik
dan membawa manusia beriman kepada Tuhan. yang dikemukakan sebagai jalan pembebasan
Singkatnya, profetik adalah pendekatan yang tubuh dari penjara media dan ancaman decentering
mencoba meniru tanggung jawab sosial para of the subject merupakan substansi yang hendak
Nabi. Dengan menyebut profetik, kita hanya ditawarkan. Empat dimensi profetik tersebut
mendapatkan substansi bukan bentuk. Ilmu merupakan satu kesatuan yang disusun secara
profetik menemukan bentuknya dalam wujud ilmu hirarkis sebagai berikut:
integralistik yang menyatukan wahyu Tuhan dan Dimensi pertama, manusia yang berfikir
akal pikiran manusia.70 adalah manusia yang bebas terlepas dari berbagai
diskriminasi yang membelenggu, keluar dari mitos
69
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi, dan tabu. Agar subjek menjadi “ada dan berada”
Metodologi dan Etika, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006). diperlukan sebuah identitas yang diperolah melalui
Lihat juga Rahardjo, M. Dawam Rahardjo, Ilmu Sejarah
suatu keraguan atau kesangsian metodologis.
Profetik dan Analisis Transformasi Masyarakat, Kata Pengantar
dalam buku Kuntowijoyo, Paradigma Islam : Interpretasi untuk
71
Aksi, (Bandung: Penerbit Mizan, 1993) dan Roger Garaudy, Fazlur Rahman, Kenabian di Dalam Islam, terj
Janji-janji Islam, terj. Rasjidi, (Jakarta: PT. Bulan Bintang Rahmani Astuti (Bandung: Pustaka, 2003), 15.
1982). 72
Musa Asy’arie, Filsafat Islam tentang Kebudayaan
70
Iswandi Syahputra, Komunikasi Profetik, Konsep dan (Yogyakarta: Lembaga Studi Islam, 1999). Lihat juga Kathir,
Pendekatan (Bandung : Simbiosa, 2008). Ibn Al-Imam, Stories of Prophets (Riyadh : Darussalam, 2003).

172
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

Segala sesuatu dapat diterima setelah melewati transendensi.74 Kandungan substansi nilai tersebut
pintu keraguan dan kesangsian. Keraguan atau merujuk pada Al-Qur’an ayat 110 yang terdapat
kesangsian metodologis seperti jalan rahasia dalam surat Ali Imran:
menuju pada substansi kebenaran dan kebaikan.
“Kamu adalah umat terbaik, yang dilahirkan
Prinsipnya, segala sesuatu harus diragukan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf,
eksistensinya dan disangsikan substansinya. Islam dan mencegah dari yang munkar, dan beriman
meneguhkan jalan ini:73 kepada Allah”.

“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang Dimensi kedua, amar ma’ruf dimaknai oleh
kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Kuntowijoyo sebagai humanisme yang secara
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan sederhana dimengerti sebagai paham tentang
hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya” memanusiakan manusia sebagai manusia.
Manusia dalam pengertian hakiki sebagai subjek
Dengan meragukan eksistensi dan dengan melenyapkan segala ketergantungan,
menyangsikan substansi segala hal, maka segala kebendaan, kekerasan dan kebencian. Manusia
sesuatu di balik realitas tubuh sebagai produk yang cenderung berbuat baik, menyukai cinta
media dapat dipahami sebagai produk berbagai kasih dan penuh kedamaian. Manusia yang
relasi halus yang terlibat tetapi tidak terlihat. menyeru pada kebaikan adalah manusia yang
Relasi berbagai kuasa dibalik suatu realitas memanusiakan manusia setelah mengalami
yang mengganggu kedaulatan bahkan kematian dehumanisasi karena masyarakat industrial telah
subjek yang hendak diungkap itu akan mengajak menjadikan manusia sebagai masyarakat abstrak
manusia selalu berfikir bahwa segala sesuatu yang tanpa wajah kemanusiaan. Manusia dilihat secara
hadir tidak muncul secara mendadak. Ada suatu parsial, sehingga hilanglah hakikat kemanusiaan
kuasa yang bekerja memproduksi realitas, kuasa itu sendiri. Dalam masyarakat industrial, hakekat
yang memproduksi berbagai lingkup objek dan dan martabat kemanuisaan diukur dari segi
ritus-ritus kebenaran. Sebagai metode berfikir, produktifitasnya belaka, bukan dari segi solidaritas
cara seperti ini membantu kita memahami, sosial atau kesalehannya.
misalnya, mengapa tubuh ideal perempuan
Dimensi ketiga, nahi munkar dimaknai sebagai
identik dengan kurus dan langsing? Dari mana
liberasi yang secara sederhana dapat diartikan
datangnya konsep cantik? Siapa pihak yang terlibat
sebagai usaha pembebasan. Manusia yang
dalam pembentukan konsep cantik? Bagaimana
mencegah pada kemungkaran adalah manusia yang
pandangan agama terhadap kecantikan?
membebaskan manusia dari kekejaman kemiskinan
Selanjutnya dimensi kedua, ketiga dan keempat struktural, keangkuhan teknologi dan pemerasan.
jalan profetik hendak berpihak pada nilai universal Masyarakat harus dibebaskan dari struktur sosial
kemanusiaan yang emansipatif, liberasi dan yang tidak adil dan tidak memihak rakyat lemah.

74
Kuntowijoyo, Islam sebagai Ilmu: Epistemologi,
73
QS Al-Isra (17): 36 Metodologi dan Etika,

173
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Humanisme yang membebakans menjadi energi yang berhubungan erat dengan sistem keyakinan
tranformasi yang memiliki signifikansi sosial. yang berdimensi transenden, karena itu spritualitas
Dimensi keempat, tu’minuna billah dalam ayat bersifat universal. Hal ini berarti bahwa spiritualitas
tersebut dimaknai sebagai transendensi yang dapat mengandung beragam makna, namun akan
berarti “naik ke atas” “menembus”, “melewati”, berujung pada akhir sesuatu yang suci, sakral,
“melampuai”. Artinya perjalanan di atas atau transenden dan sesuatu yang memiliki kekuatan
di luar diri kemanusiaan dan kehidupan. hebat.76 Agama merupakan sarana yang paling
Transendent al ber tujuan membersihk an baik untuk mengekspresikan spiritualitas tersebut,
diri dengan mengingatkan kembali dimensi karena agama menjanjikan bahkan merupakan
transendental yang telah menjadi bagian dari fitra spiritualitas itu sendiri.
kemanusiaan. Upaya humanisasi dan liberasi harus Namun demikian, spiritualitas tidak hanya
dilakukan sebagai manifestasi keimanan kepada terbatas atau dapat disematkan pada agama saja,
Tuhan, karena memang Tuhan memerintahkan sebab spiritualitas merupakan konsep yang besar
manusia menata kehidupan sosial secara adil. (McKinlay dalam Jewell, 2004).77 Sementara agama
Dimensi keempat ini akan menghantarkan hanya sistem keyakinan yang dipraktikkan secara
manusia sebagai subjek pada tubuh yang memiliki terorganisir. Begitupun, agama menawarkan jalan
spiritualitas. Ini merupakan tantangan baru untuk sampai pada spiritualitas yang dimaksud.
bagi agama di tengah modernitas yang selalu Singkatnya, untuk menjadi orang yang memiliki
bergumul dengan berbagai tanda dan makna spiritualitas, seseorang tidak harus religius terlebih
serta kesenangan dan kenikmatan artifisial dahulu, tetapi religius menawarkan jalan menuju
yang dijanjikan terhadap tubuh. Atau, manusia spiritualitas. Dengan demikian spritualitas dapat
yang justru kehilangan spiritualitasnya karena dipahami sebagai suatu energi abstrak, memiliki
kehidupan mereka hanya mengejar kepuasan, kekuatan dan daya dorong otonom yang mampu
materi, konsumsi dan produksi. Jika benar merubah sesuatu di luar dirinya ke arah yang lebih
demikian, maka memang benar-benar ada sebuah baik, utuh dan mendalam melalui penghayatan
dimensi kehidupan manusia yang hilang yaitu dan pengalaman, dapat saja terkait dengan hal
dimensi spritual.75 ketuhanan atau bukan. Sebagai konsep abstrak,
spritualitas merupakan sesuatu yang ada namun
Padahal secara mandasar, setiap orang memiliki
tidak diketahui dan tidak terhingga.
potensi spritualitas dan cenderung butuh untuk
menyalurkannya. Karena itu spritualitas dalam Untuk mencapai pemahaman spiritualitas
setiap individu adalah karakter yang terkait tubuh, terlebih dahulu hendak dipahami
dengan fikiran, perasaan dan prilaku seseorang. relasi antara tubuh dan agama. Sebab agama
Spiritualitas juga dapat dimengerti sebagai hal merupakan jembatan yang paling mudah ditempuh

76
75
Amin Abdullah, “Humanisme Religius versus Christopher Peterson, and Seligman, Martin,
Humanisme Sekuler Menuju Humanisme Spritual” dalam Character Strengths and Virtues: A Handbook and Classification
Islam dan Humanisme, Aktualisasi Humanisme Islam di (Oxford : Oxford University Press, 2004).
77
Tengah Krisis Humanisme Universal (Yogyakarta : Pustaka Jewell, A [Ed], Ageing, Spirituality and Well-Being (New
Pelajar, 2007), 188. York: Jessica Kingsley Publishers, 2004).

174
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

untuk mencapai sesuatu yang mengandung imanen. Secara fisik-biologis terdapat sejumlah ayat
spritualitas. McGuire (1990) 78 menjelaskan dalam Al-Qur’an yang meletakkan tubuh dalam
gambaran singkat mengenai beberapa hubungan bentuk sebaik-baik bentuk dan rupa yang bagus.
antara agama dan tubuh dimaksudkan untuk
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia
membuat tubuh bermakna dalam dua arti kata. dalam bentuk yang sebaik-baiknya”. QS. At-Tiin
Pertama, tubuh merupakan komponen penting (95) : 4.
dalam pemahaman kita mengenai aspek sosial
agama. Tubuh dipedulikan oleh seseorang “Dia membentuk rupamu dan dibaguskanNya
rupamu itu dan hanya kepada Allah-lah
yang menggunakannya, dan agama berbicara
kembali(mu)”. QS. At-Taghaabun (64) : 3.
pada banyak masalah mengenai manusia yang
berorientasi tubuh ini. Sebagian alasan mengapa Sementara dalam perspektif transenden-
tubuh kita penting bagi kita adalah bahwa kita imanen terdapat sejumlah ayat dalam Al-
dengan tegas mengidentifikasikan diri kita dengan Qur’an yang meletakkan tubuh melampaui atau
tubuh kita. melewati kehidupan fisiknya di dunia dengan
pertanggungjawaban di akhirat.
Kedua, tubuh itu penting sebagai material
kenyataan. Dari tubuh kita adalah bagian dari “Hari ini Kami kunci rapat-rapat mulut mereka
membumikan pengalaman manusia kepada dan Kami berbicara dengan tangan mereka yang
kenyataan. Sebagai materi kenyataan, tubuh disaksikan oleh kaki mereka tentang segala yang
diperbuat”. QS. Yasin (36) : 65.
manusia juga mengalami dengan jelas kondisi
material keberadaan sosial. Tubuh manusia “Hari di mana seluruh musuh Tuhan akan digiring
ke neraka, karena selanjutnya mereka akan
menjadi produk biologis sekaligus produk budaya,
berada di tempat yang di-tentukan bagi mereka,
yang simultan secara fisik dan simbolik, selalu telinga, mata dan kulit pada tubuh mereka akan
ada dalam sebuah konteks sosial dan lingkungan bersaksi atas dosa-dosa yang telah mereka lakukan.
tertentu dimana tubuh adalah perantara aktif Mereka akan memandang anggota tubuh mereka
dan dibentuk oleh setiap momen sosial dan dengan heran, dan berkata, “Bagaimana kamu
bersaksi atas perbuatan-perbuatan kami?” Mereka
sejarahnya. Untuk menyebut keseluruhan kualitas
akan menjawab, “Tuhan yang telah memberikan
tersebut, Schepper-Hughes dan Lock (1987)79 telah kemampuan berbicara kepa-da seluruh makhluk
menyebutnya sebagai “tubuh yang berpikiran” telah membuat kami bisa bicara. Dia yang telah
(mindful body). menciptakan kamu pada awalnya, dan sekarang
Dia membawamu kembali kepada-Nya. Kamu
Sebagai agama, Islam menempatkan tubuh menyembunyi-kan perbuatan-perbuatan jahatmu
dalam perspektif fisik-biologis dan transenden- bukan karena telinga, mata dan kulitmu tidak
akan memberikan kesaksian pada hari ini, tetapi
78
McGuire, M. B, “Religion and the body : karena kamu membayangkan Tuhan tidak akan
Rematerializing the Human Body in the Social Sciences of mengetahui apa yang kamu sembunyikan dari orang
Religion.” Journal for the Scientific Study of Religion, 29 lain”. QS. Fushshilat (41): 19-23.
(1990), 283-296.
79
Schepper-Hughes, Nancy and Margaret Lock, “The Tubuh dalam perspektif fisik-biologis dan
mindful Body: A Prolegomenon to Future Work in Medical
Anthropology”, Medical Anthropology Quarterly 1-1 (1987), transenden-imanen tersebut merupakan satu
6-41.

175
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

kesatuan dari perjalanan sejarah tubuh manusia Dalam konteks tersebut, tubuh manusia
dalam Islam. Hal ini menegaskan bahwa kendati juga berfungsi sebagai khalifah yang kelak akan
kehidupan ini adalah permainan yang penuh senda dimintai pertanggungjawaban. Tubuh yang
gurau (QS. Al An’am (6) : 32, QS. Al Ankabut (29) turut memikul tanggung jawab khalifah karena
: 64, QS. Muhammad (47) : 36, QS. Al Hadid (57) kemampuan tubuh dalam merekam berbagai
: 20), namun Allah Swt tidak main-main dalam aktivitas sehingga melahirkan habit. Di akhirat
menciptakan tubuh manusia (QS. Al-Mukminun kelak, setiap anggota tubuh akan memberikan
(23) : 115). Dalam Islam diyakini bahwa Allah Swt kesaksian tentang apa yang telah diperbuatnya
menciptakan tubuh manusia melalui tiga tahap, selama hidup di dunia. Di sadari atau tidak,
yaitu mulai dari nuthfah (air mani), kemudian tubuh memiliki kemampuan merekam.80 Dengan
menjadi ‘alaqah (segumpal darah), dari ‘alaqah otoritas dan kemampuan tersebut, tubuh dapat
menjadi mudghah (segumpal daging), dari mudghah memberikan kesaksian di kemudian hari. Proses
menjadi tulang-belulang, kemudian tulang itu perekaman tersebut dilakukan melalui fungsi
dibungkus dengan daging, lalu dijadikan makhluk DNA (deoxyribonucleic acid) dan gen. DNA dan
yang lain (Q.S. Al-Mu’minun (23) : 12, 13, 14). gen berfungsi sebagai perekam semua bentuk dan
Setelah bentuk tubuh manusia sempurna di dalam karakter/watak manusia.
rahim (prenatal), Allah Swt meniupkan ruh (Q.S. DNA terdapat di dalam gen, gen ada di dalam
Al-Hijr (15) : 29). Selanjutnya tubuh manusia lahir kromosom, dan kromosom terdapat di dalam
dan berkembang di luar rahim (postnatal). sel. Dalam setiap inti dari sel-sel pembentuk
Perkembangan tubuh jasmani dan ruhani tubuh manusia yang keseluruhannya berjumlah
manusia tersebut meliputi tiga masa, yaitu masa trilyunan. Itulah DNA. DNA memuat tidak hanya
anak-anak (Q.S. Al-Hajj (22): 5 ), masa dewasa rancangan sebuah sel, tetapi juga rancangan utuh
(Q.S. Al-Hajj (22) : 5) dan masa tua : Q.S. Al-Mu’min tubuh makhluk hidup. Singkatnya segala sesuatu,
(40) : 67). Selama dalam perkembangan tersebut, terkodekan dalam DNA hingga bagian-bagiannya
manusia menyembah Allah Swt (Q.S. Al-Baqarah (2) yang terkecil. Setiap informasi yang ada berasal
: 21), mengabdi pada Allah Swt (Q.S. Az-Zariyat (51) dari suatu sumber kecerdasan yang menjadikannya
: 56) atau beribadah pada Allah Awt (Q.S. At-Tauba ada.81 Ini merupakan bukti imliah yang sangat luar
(9) : 31). Berbagai tugas manusia di dunia tersebut biasa dari rahasia dan keluasan ilmu Allah Swt
seperti visi Allah Swt dalam menciptakan manusia. yang tersimpan dalam tubuh manusia. Perspektif
Selain itu Allah Swt juga menjadikan manusia ini akan membawa kita pada defenisi baru
sebagai khalifah (Q.S. Al-Baqarah (2) : 30, Q.S. Sad tentang tubuh biologis manusia. Tubuh sebagai
(38) : 26, Q.S. Al-An’am (6) : 165, Q.S. Faathir (35) : khalifah yang memiliki kemampuan merekam,
39). Dalam pengertian ini manusia adalah subjek berpengetahuan dan secara transenden memiliki
realitas, agen perubahan, aktor kehidupan atau otonomi untuk mempertanggungjawabkannya
sebagai habitus yang memiliki semua modal dan
80
otonom untuk mewujudkan visi besar kehidupan Komaruddin, Hidayat, Psikologi Kematian (Jakarta :
Noura Books, 2015).
manusia di dunia. 81
Edi Warsidi, dan Reissa Y, Apakah DNA? (Bandung
: Puri Delco, 2013).

176
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

langsung pada Allah Swt. Sebagai khalifah, tubuh Abdullah, Irwan. Studi Tubuh, Nalar dan Masyarakat:
adalah subjek bukan objek. Perspektif Antropologi. Yogyakarta: Tici Press,
2006.
Asy’arie, Musa. Filsafat Islam tentang Kebudayaan.
Simpulan Yogyakarta: Lembaga Studi Islam, 1999.
Dibanding pria, kebanyakan perempuan lebih Aur, Alexander. “Pascastrukturalisme Michel
perduli pada tubuhnya. Keperdulian bentuk Foucault dan Gerbang Menuju Dialog
tubuh bagi perempuan tersebut salah satunya Antar Peradaban” dalam Sutrisno, Puji dan
Putranto, Hendar [ed] Teori-Teori Kebudayaan.
dibentuk oleh berbagai konstruksi media. Tubuh Yogyakarta : Kanisius, 2005.
perempuan yang dipenjara adalah tubuh sebagai
Bakhshi, Savita. “Women’s Body Image and the
objek dalam industri media. Sebagai objek, tubuh Role of Culture: A Review of the Literature.
adalah pasar tempat berlangsungnya berbagai Europe’s Journal of Psychology 2-7, 2008.
transaksi komoditas. Transaksi tersebut terwujud Barnard, M. Fashion as Communication. Oxon and
dalam bentuk praktek berbagai konsumsi tanda New York: Routledge, 2008.
bagi tubuh. Karena yang dikonsumsi adalah tanda Barnard, Neal D. Food that Cause You to Lose
bukan barang, tubuh menjadi arena pertarungan Weight: The Negative Calorie Effect. New York:
ideologis bagi berbagai kepentingan. Tubuh HarperCollins, 1992.
hadir menjadi sesuatu yang liyan (others), lepas Becker, Anne. E. “Television, Disordered Eating,
dari manusia sebagai subjek realitas. Komunikasi and Young Women in Fiji: Negotiating Body
profetik sebagai suatu pendekatan keilmuan Image and Identity During Rapid Social
Change,” Culture, Medicine, and Psychiatry
menawarkan empat dimensi sebagai jalan keluar 28-2004.
bagi tubuh yang dipenjara media tersebut.
Brewis, A. Alexandra. Obesity: Cultural and
Manusia sebagai subjek adalah manusia yang Biocultural Perspectives. London: Rutgers
berfikir (ilmu pengetahuan), menyeru pada University Press, 2001.
kebaikan (humanisasi/emansipasi), mencegah Brown, P. J., and M. Konner, “An Anthropological
pada kemungkaran (liberasi) dan beriman pada Perspective of Obesity.” Annuals of the New
Allah Swt (transendensi). Empat dimensi tersebut York Academy of Science, 499, 1987.
merupakan jalan profetik membebaskan tubuh Budiawan. Media [Baru], Tubuh, dan Ruang Publik.
dari penjara media dan ancaman decentering of the Yogyakarta: Jalasutra, 2015.
subject. Burton, Graeme. Media dan Budaya Populer, terj.
Laily Rahmawati. Yogyakarta : Jalasutra, 2000.

Daftar Pustaka Cash, T and Pruzinsky, T. Body Image: A Handbook


of Ttheory, Research, and Clinical Service. New
Abdullah, Amin. “Humanisme Religius versus York: Guilford, 2002.
Humanisme Sekuler Menuju Humanisme
Spritual” dalam Islam dan Humanisme, Cash, Thomas. F, “The Psychological of Physical
Aktualisasi Humanisme Islam di Tengah Krisis Appearance: Aesthetics, Attributes, and
Humanisme Universal. Yogyakarta : Pustaka Images,” dalam Body Images: Development,
Pelajar, 2007. Deviance and Change. New York : Guilford
Press, 2000.

177
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Creagan, Kate. The Sociology of the Body: Mapping Hendriks, A., and Burgoon, M, “The Relationship
the Abstraction of Embodiment. London : Sage between Fashion Magazine Consumption and
Publisher, 2006. Body Satisfaction in Women: Who is Most
at Risk of Influence?“ Paper presented at the
Douglas, Mary. Natural Symbol, Explorations in meeting of the International Communication
Cosmology. London: Routledge 2002. Association, San Diego, CA, 2012.
Featherstone, Mike. “The Body in Consumer Heryanto, Ariel. Identitas dan Kenikmatan; Politik
Culture,” dalam The Body: Social Processes Budaya Layar Indonesia. Jakarta : Kepustakaan
and Cultural Theory. London : Sage, 1982. Populer Gramedia, 2015.
----------------- Posmodernisme dan Budaya Konsumen, terj Hidayat, Komaruddin. Psikologi Kematian. Jakarta
Misbah Zulfa Elizabeth. Yogyakarta : Pustaka : Noura Books, 2015.
Pelajar, 2005.
Honigman, Roberta and David J. Castle. Living
Feist, J., & Feist, G. J. Theories of Personality. New with Your Looks. Victoria: University of Western
York: McGraw-Hill, 2012. Australia Press, 2007.
Foucault, Michel. The History of Sexuality. New York Hurlock, Elizabeth, B. Psikologi Perkembangan, terj.
: Pantheon Books, 1978. Meitasari Tjandrasa. Jakarta : Erlangga, 2006.
Garaudy, Roger. Janji-janji Islam, terj. Rasjidi. Ingham, Lydia Alix Fill. Foucault Untuk Pemula.
Jakarta: PT. Bulan Bintang 1982. Yogyakarta :Kanisius, 2001.
Grogan, Sarah. Body Image: Understanding Body James, Michael. Pembangunan Ekonomi di Dunia
Dissatisfaction in Men, Women, and Children. New Ketiga. Jakarta : Ghalia, 2001.
York: Routledge, 2008.
Jewell, A [Ed]. Ageing, Spirituality and Well-Being.
Gumilar, Gumgum. “Makna Komunikasi Simbolik New York: Jessica Kingsley Publishers, 2004.
di Kalangan Pengguna Tato di Kota Bandung”.
MediaTor, 9-1, 2008. Kathir, Ibn Al-Imam. Stories of Prophets. Riyadh :
Darussalam, 2003.
Gurevitch, Michael et. al (Ed). Culture, Society and
The Media. New York : Methuen, 1982. Kendall, P. “The Female Image Ideal: Yesterday,
Today, and Tomorrow,” Colorado State
Hardy, Malcolm dan Steve Heyes. Pengantar University dalam www.ext.colostate.edu/pubs/
Psikologi, terj Soenardji. Jakarta : Erlangga, COLUMNNN/nn991006.html. Diakses 12
1988)]. September 2016.
Harper, Phillip Brian, Framing The Margin, The Kulick, Don dan Anne Meneley. Fat: The
Social Logic of Postmodern Culture. New York : Anthropology of An Obsession. New York: Penguin
Oxford University Press, 1994. Group, 2004.
Heinberg, L.J. “ Theories of Body Image Kuntowijoyo. Islam sebagai Ilmu: Epistemologi,
Disturbance: Preceptual, Developmental and Metodologi dan Etika. Yogyakarta: Tiara Wacana,
Sociocultural Factors” dalam J.K. Thompson 2006.
[Ed], Body Image, Eating Disorder, and
Obesity : An Integrative Guide for Asessment Lee, Martyn. Budaya Konsumen Terlahir Kembali,
and Treatment. Washington : American terj. Nurhadi. Yogyakarta : K reasi Wacana,
Psychological Association, 1996. 2006.
Hendar [ed]. Teori-Teori Kebudayaan. Yogyakarta : Mappiare, Andi. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha
Kanisius, 2005. Nasional, 1982.

178
Iswandi Syahputra — Membebaskan Tubuh Perempuan Dari Penjara Media

Marcuse, Herbert. Manusia Satu Dimensi, terj Rader Programs dalam www.eating-disorders-treatment.
Silvester G. Sukur dan Yusup Priyasudiarja. com diakses 15 September 2016.
Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 2000.
Rahardjo, M. Dawam Rahardjo. “Ilmu Sejarah
Martin, Emily. The Women in The Body: A Cultural Profetik dan Analisis Transformasi Masyarakat”,
Analysis of Repro-duction. Stony Stratford: Open Kata Pengantar dalam buku Kuntowijoyo,
Uni-versity Press, 1989. Paradigma Islam : Interpretasi untuk Aksi.
Bandung: Penerbit Mizan, 1993.
McCabe MP, Riccciardelli LA. “Parent, Peer,
and Media Influences on Body Image and Rahman, Fazlur. Kenabian di Dalam Islam, terj
Strategies to Both Increase and Decrease Rahmani Astuti, (Bandung: Pustaka, 2003.
Body Size among Adolescent Boys and Girls”.
Adolescence 36-142, 2001. Rogers, Marry F. Barbie Culture. London : Sage
Publications, 1999.
McGuire, M. B. “Religion and the body:
Rematerializing the Human Body in the Social Sanders. Customizing the Body. Philadelphia: Temple
Sciences of Religion”. Journal for the Scientific University Press, 2008.
Study of Religion, 29, 1990. Santrock, John W. Adolescence, Thirteenth Edition,
McLuhan, Marshall. The Medium is The Massage. (New York: McGraw Hill, 2002.
Berkeley : Gingko Press, 2001. Schepper-Hughes, Nancy and Margaret Lock. “The
Media Awareness Network. Beauty and Body Image Mindful Body: A Prolegomenon to Future
in the Media, dalam http://www.mediaawareness.ca/ Work”. Medical Anthropology, 1-1, 1987.
english/streotyping/women_and_girls/women_beauty. Shihab, M. Quraish. Jilbab: Pakaian Wanita
cfm Diakses 12 September 2016. Muslimah (Pandangan Ulama Masa Lalu dan
Myers, Phillip N. dan Biocca, Frank A. “The Cendekiawan Kontemporer. Jakarta: Lentera
Elastic Body Image: The Effect of Television Hati, 2004.
Advertising and Programming on Body Image Striegel-Moore and R. Franko. Body Image Issues
Distorsions in Young Women,” Journal of among Girl and Women. New York : Guiford
Communication, 42-3 1992. Press, 2002.
Neagu, Alexandra. “Body Image: A Theoretical Sturken, M. and Lisa Cartwright. Practices of
Framework”, Anthropology, 17-1, 2015. Looking, an Introduction to Visual Culture. New
Nikmah, Khoirun. “Perubahan Konsep Kecantikan York: Oxford University Press, 2001.
Menurut Iklan Kosmetik di Majalah Femina Syahputra, Iswandi. Komunikasi Profetik, Konsep dan
Tahun 1977-1995”, Avatara 4-1, 2016. Pendekatan. Bandung : Simbiosa, 2008.
Peterson, Christopher and Seligman, Martin. Synnott, Anthony. The Body Social: Symbolism, Self
Character Strengths and Virtues: A Handbook and Society. London & New York: Routledge,
and Classification. Oxford : Oxford University 1993.
Press, 2004.
Thompson, J. K, Leslie J, Heinberg, Altabe and
Piliang, Yasraf Amir. Dunia yang Dilipat, Tamasya Stacey T. Dunn. Exacting Beauty. Washington:
Melampaui Batas-batas Kebudayaan. Yogyakarta American Psychological Association, 1999.
: Jalasutra, 2004.
Thompson, J.K. Body Image, Eating Disorders, and
Poster, Mark (ed). Jean Baudrillard, Selected Writings. Obesity: An Integrative Guide for Assesment and
Cambridge : Stanford University Press, 1988. Treatment. Washington: American Psychological
Association, 1996.

179
Musâwa, Vol. 15 No. 2 Juli 2016

Tiggemann, M. Media Exposure, Body Dissatisfaction Internal and Other Social Factors”. American
and Disordered Eating: Television and Magazines Communication Journal, 14-2, 2012.
are not the Same! European Eating Disorder
Warsidi, Edi dan Reissa Y. Apakah DNA? Bandung:
Review, 2003.
Puri Delco, 2013.
Turner, Bryan. The Body and Society: Explorations
Washburn, Karen W. Jilbab, Kesadaran Identitas
in Social Theory. London : Sage Publications,
Post-Kolonial dan Aksi Tiga Perempuan (Jawa),
2008.
terj Eviandaru Monika. Yogyakarta: Kanisius,
Veblen, Thorstein. The Theory of the Leisure Class. 2005.
New Brunsrwick and London : Transaction
Wolf, Naomi. Mitos Kecantikan: Kala Kecantikan
Publishers, 2005.
Menindas Perempuan, terj Alia Swastika.
Vonderen, Kristen E. Van and Kinnally, William, Yogyakarta: Niagara, 2004.
“Media Effects on Body Image: Examining
Media Exposure in the Broader Context of

180

Anda mungkin juga menyukai