Anda di halaman 1dari 15

NKRI DALAM PERSFEKTIF POLITIK

ISLAM

Makalah

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh:

Nama: MUHAMMAD CHUSNUL UMAMI


NIM:181910401005
Prodi: Tenik Kimia
Kelompok 12
Kelas 2 Ruang

UNIVERSITAS JEMBER

JEMBER 2018
BAB I

A.PENDAHULUAN
Masyarakat madani secara harfiah berarti masyarakat kota yang sudah tersentuh
oleh peradaban maju atau disebut juga civil society (masyarakat sipil). Pada zaman
Yunani terdapat negara-negara kota seperti Athena dan Sparta disebut Sivitas Dei,
suatu kota Ilahi dengan peradaban yang tinggi. Masyarakat beradab lawan dari pada
masyarakat komunitas yang masih liar. Adapun masyarakat madani berasal dari
bahasa Arab zaman Rasulullah saw. yang artinya juga sama dengan masyarakat kota
yang sudah disentuh oleh peradaban baru (maju), lawan dari masyarakat madani
adalah masyarakat atau komunitas yang masih mengembara yang disebut badawah
atau pengembara (badui).

Masyarakat madani, konsep ini merupakan penerjemahan istilah dari konsep


civil society yang pertama kali digulirkan oleh Dato Seri Anwar Ibrahim dalam
ceramahnya pada simposium Nasional dalam rangka forum ilmiah pada acara festival
istiqlal, 26 September 1995 di Jakarta. Konsep yang diajukan oleh Anwar Ibrahim ini
hendak menunjukkan bahwa masyarakat yang ideal adalah kelompok masyarakat
yang memiliki peradaban maju. Lebih jelas Anwar Ibrahim menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan masyarakat madani adalah sistem sosial yang subur yang diasaskan
kepada prinsip moral yang menjamin keseimbangan antara kebebasan perorangan
dengan kestabilan masyarakat.

Menurut Quraish Shibab, masyarakat Muslim awal disebut umat terbaik karena
sifat-sifat yang menghiasi diri mereka, yaitu tidak bosan-bosan menyeru kepada hal-
hal yang dianggap baik oleh masyarakat selama sejalan dengan nilai-nilai Allah (al-
ma‟ruf) dan mencegah kemunkaran. Selanjutnya Shihab menjelaskan, kaum Muslim
awal menjadi “khairu ummah” karena mereka menjalankan amar ma‟ruf sejalan
dengan tuntunan Allah dan rasul-Nya. (Quraish Shihab, 2000, vol.2: 185).

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana Konsep Masyarakat Madani?

2. Bagaimana Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani?

3. Bagaimana Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat?


BAB II

MASYARAKAT MADANI DAN KESEJAHTERAAN UMAT


2.1 Konsep Masyarakat Madani

Konsep “masyarakat madani” merupakan penerjemahan atau


pengislaman konsep “civil society”. Orang yang pertama kali mengungkapkan
istilah ini adalah Anwar Ibrahim dan dikembangkan di Indonesia oleh
Nurcholish Madjid. Pemaknaan civil society sebagai masyarakat madani
merujuk pada konsep dan bentuk masyarakat Madinah yang dibangun Nabi
Muhammad. Masyarakat Madinah dianggap sebagai legitimasi historis ketidak
bersalahan pembentukan civil society dalam masyarakat muslim modern.

Makna Civil Society “Masyarakat sipil” adalah terjemahan dari civil


society. Konsep civil society lahir dan berkembang dari sejarah pergumulan
masyarakat. Cicero adalah orang Barat yang pertama kali menggunakan kata
“societies civilis” dalam filsafat politiknya. Konsep civil society pertama kali
dipahami sebagai negara (state). Secara historis, istilah civil society berakar
dari pemikir Montesque, JJ. Rousseau, John Locke, dan Hubbes. Ketiga orang
ini mulai menata suatu bangunan masyarakat sipil yang mampu mencairkan
otoritarian kekuasaan monarchi-absolut dan ortodoksi gereja (Larry Diamond,
2003: 278).

Antara Masyarakat Madani dan Civil Society sebagaimana yang telah


dikemukakan di atas, masyarakat madani adalah istilah yang dilahirkan untuk
menerjemahkan konsep di luar menjadi “Islami”. Menilik dari subtansi civil
society lalu membandingkannya dengan tatanan masyarakat Madinah yang
dijadikan pembenaran atas pembentukan civil society di masyarakat Muslim
modern akan ditemukan persamaan sekaligus perbedaan di antara keduanya.

Perbedaan lain antara civil society dan masyarakat madani adalah civil
society merupakan buah modernitas, sedangkan modernitas adalah buah dari
gerakan Renaisans; gerakan masyarakat sekuler yang meminggirkan Tuhan.
Sehingga civil society mempunyai moral-transendental yang rapuh karena
meninggalkan Tuhan. Sedangkan masyarakat madani lahir dari dalam buaian
dan asuhan petunjuk Tuhan. Dari alasan ini Maarif mendefinisikan masyarakat
madani sebagai sebuah masyarakat yang terbuka, egalitar, dan toleran atas
landasan nilai-nilai etik-moral transendental yang bersumber dari wahyu Allah
(A. Syafii Maarif, 2004: 84).

Masyarakat madani merupakan konsep yang berwayuh wajah: memiliki


banyak arti atau sering diartikan dengan makna yang beda-beda. Bila merujuk
kepada Bahasa Inggris, ia berasal dari kata civil society atau masyarakat sipil,
sebuah kontraposisi dari masyarakat militer. Menurut Blakeley dan Suggate
(1997), masyarakat madani sering digunakan untuk menjelaskan “the sphere of
voluntary activity which takes place outside of government and the market.”
Merujuk pada Bahmueller (1997).1
2.1.1 Pengertian Masyarakat Madani

Masyarakat madani adalah masyarakat yang beradab, menjunjung tinggi nilai-


nilai kemanusiaan, yang maju dalam penguasaan ilmu pengetahuan, dan
teknologi.

Allah SWT memberikan gambaran dari masyarakat madani dengan firman-


Nya dalam Q.S. Saba‟ ayat 15:

Sesungguhnya bagi kaum Saba’ ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat


kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri.
(kepada mereka dikatakan): “Makanlah olehmu dari rezki yang
(dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu)
adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha
Pengampun”.

2.1.2 Masyarakat Madani Dalam Sejarah

Ada dua masyarakat madani dalam sejarah yang terdokumentasi sebagai


masyarakat madani, yaitu:

1) Masyarakat Saba‟, yaitu masyarakat di masa Nabi Sulaiman. Dimana


keadaan masyarakatnya saat itu sesuai al-Quran, mendiami suatu negeri
yang baik, subur, dan nyaman. Negeri yang indah itu merupakan wujud
kasih sayang Allah SWT kepada masayarakat saba‟. Karena itu Allah
memerintahkan masyarakat saba‟ untuk bersyukur kepada Allah yang
telah menyediakan kebutuhan hidup mereka

2) Masyarakat Madinah setelah terjadi traktat, perjanjjian Madinah antara


Rasullullah SAW beserta umat Islam dengan penduduk Madinah yang
beragama Yahudi dan beragama Watsani dari kaum Aus dan Khazraj.
Perjanjian Madinah berisi kesepakatan ketiga unsur masyarakat untuk
saling menolong, menciptakan kedamaian dalam kehidupan sosial,
menjadikan Al-Qur‟an sebagai konstitusi, menjadikan Rasullullah SAW
sebagai pemimpin dengan ketaatan penuh terhadap keputusan-
keputusannya, dan memberikan kebebasan bagi penduduknya untuk
memeluk agama serta beribadah sesuai dengan ajaran agama yang
dianutnya.

2.1.3 Karakteristik Masyarakat Madani

Ada beberapa karakteristik masyarakat madani, diantaranya:

1. Terintegrasinya individu-individu dan kelompok-kelompok ekslusif


kedalam masyarakat melalui kontrak sosial dan aliansi sosial.

2. Menyebarnya kekuasaan sehingga kepentingan-kepentingan yang


mendominasi dalam masyarakat dapat dikurangi oleh kekuatan-kekuatan
alternatif
3. Dilengkapinya program-program pembangunan yang didominasi oleh
negara dengan program-program pembangunan yang berbasis masyarakat.

4. Terjembataninya kepentingan-kepentingan individu dan negara karena


keanggotaan organisasi-organisasi volunter mampu memberikan masukan-
masukan terhadap keputusan-keputusan pemerintah.
5. Tumbuh kembangnya kreatifitas yang pada mulanya terhambat oleh rejim-
rejim totaliter.

6. Meluasnya kesetiaan (loyalty) dan kepercayaan (trust) sehingga individu-


individu mengakui keterkaitannya dengan orang lain dan tidak
mementingkan diri sendiri.

7. Adanya pembebasan masyarakat melalui kegiatan lembaga-lembaga sosial


dengan berbagai ragam perspektif.

8. Bertuhan, artinya bahwa masyarakat tersebut adalah masyarakat yang


beragama, yang mengakui adanya Tuhan dan menempatkan hukum Tuhan
sebagai landasan yang mengatur kehidupan sosial.

9. Damai, artinya masing-masing elemen masyarakat, baik secara individu


maupun secara kelompok menghormati pihak lain secara adil.

10. Tolong menolong tanpa mencampuri urusan internal individu lain yang
dapat mengurangi kebebasannya.
Konsep Masyarakat Madani semula dimunculkan sebagai jawaban atas
usulan untuk meletakkan peran agama ke dalam suatu masyarakat Multikultural.
Multikultural merupakan produk dari proses demokratisasi di negeri ini yang
sedang berlangsung terus menerus yang kemudian memunculkan ide pluralistik
dan implikasinya kesetaraan hak individual. Perlu kita pahami, perbincangan
seputar Masyarakat Madani sudah ada sejak tahun 1990-an, akan tetapi sampai
saat ini, masyarakat Madani lebih diterjemahkan sebagai masyarakat sipil oleh
beberapa pakar Sosiologi. Untuk lebih jelasnya, kita perlu menganalisa secara
historis kemunculan masyarakat Madani dan kemunculan istilah masyarakat
Sipil, agar lebih akurat membahas tentang peran agama dalam membangun
masyarakat bangsa.

Masyarakat Sipil adalah terjemahan dari istilah Inggris Civil Society yang
mengambil dari bahasa Latin civilas societas. Secara historis karya Adam
Ferguson merupakan salah satu titik asal penggunaan ungkapan masyarakat
sipil. masyarakat sipil merupakan tujuan utama dalam membongkar masyarakat
Marxis. Masyarakat sipil menampilkan dirinya sebagai daerah kepentingan diri
individual dan pemenuhan maksud-maksud pribadi secara bebas, dan
merupakan bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik (dalam
konteks tatanan sosial) atau berbeda dari negara. Masyarakat sipil, memiliki dua
bidang yang berlainan yaitu bidang politik (juga moral) dan bidang sosial
ekonomi yang secara moral netral dan instumental (lih. Gellner:1996).

Seperti Durkheim, pusat perhatian Ferguson adalah pembagian kerja dalam


masyarakat, dia melihat bahwa konsekuensi sosio-politis dari pembagian kerja
jauh lebih penting dibanding konsekuensi ekonominya. Ferguson melupakan
kemakmuran sebagai landasan berpartisipasi. Dia juga tidak mempertimbangkan
peranan agama ketika menguraikan saling mempengaruhi antara dua partisipan
tersebut (masyarakat komersial dan masyarakat perang), padahal dia memasukan
kebajikan di dalam konsep masyarakatnya. Masyarakat sipil dalam pengertian
yang lebih sempit ialah bagian dari masyarakat yang menentang struktur politik
dalam konteks tatanan sosial di mana pemisahan seperti ini telah terjadi dan
mungkin.

Selanjutnya sebagai pembanding, Ferguson mengambil masyarakat feodal,


dimana perbandingan di antara keduanya adalah, pada masyarakat feodal strata
politik dan ekonomi jelas terlihat bahkan dijamin secara hukum dan ritual, tidak
ada pemisahan hanya ada satu tatanan sosial, politik dan ekonomi yang saling
memperkuat satu sama lain. Posisi seperti ini tidak mungkin lagi terjadi pada
masyarakat komersial. Kekhawatiran Ferguson selanjutnya adalah apabila
masyarakat perang digantikan dengan masyarakat komersial, maka negara
menjadi lemah dari serangan musuh. Secara tidak disadari Ferguson
menggemakan ahli teori peradaban, yaitu Ibnu Khaldun yang mengemukakan
spesialisme mengatomisasi mereka dan menghalangi kesatupaduan yang
merupakan syarat bagi efektifnya politik dan militer. Di dalam masyarakat Ibnu
Khaldun militer masih memiliki peran dan berfungsi sebagai penjaga keamanan
negara, maka tidak pernah ada dan tidak mungkin ada bagi dunianya,
masyarakat sipil.
Pada kenyataannya, apabila kita konsekuen dengan menggunakan
masyarakat Madani sebagai padanan dari Masyarakat Sipil, maka secara historis
kita lebih mudah secara langsung me-refer kepada “masyarakat”nya Ibnu
Khaldun. Deskripsi masyarakatnya justru banyak mengandung muatan-muatan
moral-spiritual dan mengunakan agama sebagai landasan analisisnya. Pada
kenyataannya masyarakat sipil tidak sama dengan masyarakat Madani.
Masyarakat Madani merujuk kepada sebuah masyarakat dan negara yang diatur
oleh hukum agama, sedangkan masyarakat sipil merujuk kepada komponen di
luar negara. Syed Farid Alatas seorang sosiolog sepakat dengan Syed M. Al
Naquib Al Attas (berbeda dengan para sosiolog umumnya), menyatakan bahwa
faham masyarakat Madani tidak sama dengan faham masyarakat Sipil. Istilah
Madani, Madinah (kota) dan din (diterjemahkan sebagai agama) semuanya
didasarkan dari akar kata dyn. Kenyataan bahwa nama kota Yathrib berubah
menjadi Medinah bermakna di sanalah din berlaku (lih. Alatas, 2001:7). Secara
historispun masyarakat Sipil dan masyarakat Madani tidak memiliki hubungan
sama sekali. Masyarakat Madani bermula dari perjuangan Nabi Muhammad
SAW menghadapi kondisi jahiliyyah masyarakat Arab Quraisy di Mekkah.
Beliau memperjuangkan kedaulatan, agar ummatnya leluasa menjalankan
syari‟at agama di bawah suatu perlindungan hukum.

Masyarakat madani sejatinya bukanlah konsep yang ekslusif dan


dipandang sebagai dokumen usang. Ia merupakan konsep yang senantiasa hidup
dan dapat berkembang dalam setiap ruang dan waktu. Mengingat landasan dan
motivasi utama dalam masyarakat madani adalah Alquran.

Meski Alquran tidak menyebutkan secara langsung bentuk masyarakat


yang ideal namun tetap memberikan arahan atau petunjuk mengenai prinsip-
prinsip dasar dan pilar-pilar yang terkandung dalam sebuah masyarakat yang
baik. Secara faktual, sebagai cerminan masyarakat yang ideal kita dapat
meneladani perjuangan rasulullah mendirikan dan menumbuhkembangkan
konsep masyarakat madani di Madinah.

Prinsip terciptanya masyarakat madani bermula sejak hijrahnya Nabi


Muhammad Saw. beserta para pengikutnya dari Makah ke Yatsrib. Hal tersebut
terlihat dari tujuan hijrah sebagai sebuah refleksi gerakan penyelamatan akidah
dan sebuah sikap optimisme dalam mewujudkan cita-cita membentuk yang
madaniyyah (beradab).

Selang dua tahun pascahijrah atau tepatnya 624 M, setelah Rasulullah


mempelajari karakteristik dan struktur masyarakat di Madinah yang cukup
plural, beliau kemudian melakukan beberapa perubahan sosial. Salah satu di
antaranya adalah mengikat perjanjian solidaritas untuk membangun dan
mempertahankan sistem sosial yang baru. Sebuah ikatan perjanjian antara
berbagai suku, ras, dan etnis seperti Bani Qainuqa, Bani Auf, Bani al-Najjar dan
lainnya yang beragam saat itu, juga termasuk Yahudi dan Nasrani.

Dalam pandangan kami, setidaknya ada tiga karakteristik dasar dalam


masyarakat madani. Pertama, diakuinya semangat pluralisme. Artinya, pluralitas
telah menjadi sebuah keniscayaan yang tidak dapat dielakkan sehingga mau
tidak mau, pluralitas telah menjadi suatu kaidah yang abadi dalam pandangan
Alquran. Pluralitas juga pada dasarnya merupakan ketentuan Allah SWT
(sunnatullah), sebagaimana tertuang dalam Alquran surat Al-Hujurat (49) ayat
13.
Kedua, adalah tingginya sikap toleransi (tasamuh). Baik terhadap saudara
sesama Muslim maupun terhadap saudara non-Muslim. Secara sederhana
toleransi dapat diartikan sebagai sikap suka mendengar dan menghargai
pendapat dan pendirian orang lain.

Ketiga, adalah tegaknya prinsip demokrasi atau dalam dunia Islam lebih
dikenal dengan istilah musyawarah. Terlepas dari perdebatan mengenai
perbedaan konsep demokrasi dengan musyawarah, saya memandang dalam arti
membatasi hanya pada wilayah terminologi saja, tidak lebih. Mengingat di
dalam Alquran juga terdapat nilai-nilai demokrasi (surat As-Syura:38, surat Al-
Mujadilah:11).2

2 2
Eva lestari, "Masyarakat Madani: Definisi Dan Konsep”, Diakses dari:
http://evaaaaaaaaaablog.blogspot.com/2012/03/masyarakat-madani-definisi-dan-konsep.html, pada tanggal 5
september 2018 pukul 21.00
2.2 Peran Umat Islam Dalam Mewujudkan Masyarakat Madani

Dalam sejarah Islam, realisasi keunggulan normatif atau potensial umat


Islam terjadi pada masa Abbassiyah. Pada masa itu umat Islam menunjukkan
kemajuan di bidang kehidupan seperti ilmu pengetahuan dan teknologi,
militer, ekonomi, politik dan kemajuan bidang-bidang lainnya. Umat Islam
menjadi kelompok umat terdepan dan terunggul. Nama-nama ilmuwan besar
dunia lahir pada masa itu, seperti Ibnu Sina, Ubnu Rusyd, Imam al-Ghazali, al-
Farabi, dan yang lain.

2.2.1 Kualitas SDM Umat Islam

Dalam Q.S. Ali Imran ayat 110


َْ ‫ت أ ُ َّمةْ َخي‬
ْ‫ْر ُك ْنت ُ ْم‬ ْ ِ َّ‫وفََ ِب ْالم تَأ ْ ُم ُرونَْ ِللن‬
ْْ ‫اس أ ُ ْخ ِر َج‬ ِْ ‫ن َوت َ ْن َه ْونَْ ع ُْر‬ِْ ‫ْال ُم ْن َك ِْر َع‬
َْ‫اّلل َوتُؤْ ِمنُون‬ َِّْ ِ‫ل آ َمنَْ َولَ ْْو َ ب‬ ِْ ‫ْال ُمؤْ ِمنُونَْ ِم ْن ُه ُْم َ لَ ُه ْْم َخي ًْرا ََلَ َكان ْال ِكتَا‬
ُْ ‫ب أ َ ْه‬
‫ْالفَا ِسقُونَْ َوأ َ ْكث َ ُر ُه ُْم‬
Artinya:

Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. sekiranya ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di
antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
Dari ayat tersebut sudah jelas bahwa Allah menyatakan bahwa umat Islam
adalah umat yang terbaik dari semua kelompok manusia yang Allah ciptakan. Di
antara aspek kebaikan umat Islam itu adalah keunggulan kualitas
SDMnyadibanding umat non Islam. Keunggulan kualitas umat Islam yang
dimaksud dalam Al-Qur‟an itu sifatnya normatif, potensial, bukan riil.

2.2.2 Posisi Umat Islam

SDM umat Islam saat ini belum mampu menunjukkan kualitas yang
unggul. Karena itu dalam percaturan global, baik dalam bidang politik,
ekonomi, militer, dan ilmu pengetahuan dan teknologi, belum mampu
menunjukkan perannya yang signifikan. Di Indonesia, jumlah umat Islam
lebih dari 85%, tetapi karena kualitas SDM nya masih rendah, juga belum
mampu memberikan peran yang proporsional. Hukum positif yang berlaku di
negeri ini bukan hukum Islam. Sistem sosial politik dan ekonomi juga belum
dijiwai oleh nilai-nilai Islam, bahkan tokoh-tokoh Islam belum mencerminkan
akhlak Islam.3

3 3
Adi Suryadi Cullai, "Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori Dan Relevansinya dengan cita cita Reformasi”,
Diakses dari: Buku Perpustakaan Universitas Jember pada tanggal 5 september 2018 pukul 11.00.
2.3 Sistem Ekonomi Islam dan Kesejahteraan Umat

Menurut ajaran Islam, semua kegiatan manusia termasuk kegiatan sosial dan
ekonomi haruslah berlandaskan tauhid (keesaan Allah). Setiap ikatan atau
hubungan antara seseorang dengan orang lain dan penghasilannya yang tidak
sesuai dengan ajaran tauhid adalah ikatan atau hubungan yang tidak Islami.
Dengan demikian realitas dari adanya hak milik mutlak tidak dapat diterima dalam
Islam, sebab hal ini berarti mengingkari tauhid. Manurut ajaran Islam hak milik
mutlak hanya ada pada Allah saja. Hal ini berarti hak milik yang ada pada
manusia hanyalah hak milik nisbi atau relatif. Islam mengakui setiap individu
sebagai pemilik apa yang diperolehnya melalui bekerja dalam pengertian yang
seluas-luasnya, dan manusia berhak untuk mempertukarkan haknya itu dalam
batas-batas yang telah ditentukan secara khusus dalam hukum Islam. Pernyataan-
pernyataan dan batas-batas hak milik dalam Islam sesuai dengan kodrat manusia
itu sendiri, yaitu dengan sistem keadilan dan sesuai dengan hak-hak semua pihak
yang terlibat di dalamnya.

Di dalam ajaran Islam terdapat dua prinsip utama, yakni pertama, tidak
seorangpun atau sekelompok orangpun yang berhak mengeksploitasi orang lain;
dan kedua, tidak ada sekelompok orangpun boleh memisahkan diri dari orang lain
dengan tujuan untuk membatasi kegiatan sosial ekonomi di kalangan mereka saja.
Islam memandang umat manusia sebagai satu keluarga, maka setiap manusia
adalah sama derajatnya di mata Allah dan di depan hukum yang diwahyukannya.
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama terhadap seluruh anggota
masyarakat di muka hukum tidaklah ada artinya kalau tidak disertai dengan
keadilan ekonomi yang memungkinkan setiap orang memperoleh hak atas
sumbangan terhadap masyarakat.

Allah melarang hak orang lain, sebagaimana dijelaskan dalam Q.S. al-Syu‟ara
ayat 183:
ْ‫سوا َو َل‬ َْ َّ‫ل أَ ْش َيا َء ُه ْْم الن‬
ُ ‫اس تَ ْب َخ‬ ْ ِ ‫ُم ْف ِسدِينَْ ْاْل َ ْر‬
َْ ‫ض ِفي تَ ْعث َ ْوا َو‬
Artinya:
Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu
merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan;

Dalam komitmen Islam yang khas dan mendalam terhadap persaudaraan,


keadilan ekonomi dan sosial, maka ketidakadilan dalam pendapatan dan kekayaan
bertentangan dengan Islam. Akan tetapi, konsep Islam dalam distribusi
pendapatan dan kekayaan serta konsepsinya tentang keadilan sosial tidaklah
menuntut bahwa semua orang harus mendapat upah yang sama tanpa memandang
kontribusinya kepada masyarakat. Islam mentoleransi ketidaksamaan pendapatan
sampai tingkat tertentu, akrena setiap orang tidaklah sama sifat, kemampuan, dan
pelayanannya dalam masyarakat.

Dalam Q.S. An-Nahl ayat 71 disebutkan:


ُ‫ّللا‬
َّْ ‫ل َو‬ َْ ‫ض‬ َ ‫ق فِي بَ ْع َضْ َعلَىْ بَ ْع‬
َّ َ‫ض ُك ْْم ف‬ ِ َ ‫ضلُوا َالَّذِينَْ فَ َما‬
ِْ ‫الر ْز‬ ِ ُ‫ِب َرادِي ف‬
‫ت َما َعلَىْ ِر ْزقِ ِه ْْم‬ ْْ ‫س َواءْ فِي ِْه فَ ُه ْْم أ ْي َمانُ ُه ْْم َملَ َك‬
َ َ ‫ّللاِ أفَبِنِ ْع َم ِْة‬
َّْ َْ‫يَ ْج َحدُون‬
Artinya:

Dan Allah melebihkan sebahagian kamu dari sebagian yang lain dalam hal rezki,
tetapi orang-orang yang dilebihkan (rezkinya itu) tidak mau memberikan rezki
mereka kepada budak-budak yang mereka miliki, agar mereka sama (merasakan)
rezki itu. Maka Mengapa mereka mengingkari nikmat Allah.
Dalam ukuran tauhid, seseorang boleh menikmati penghasilannya sesuai
dengan kebutuhannya. Kelebihan penghasilan atau kekayaannya. Kelebihan
penghasilan atau kekayaannya harus dibelanjakan sebagai sedekah karena Alah.

Banyak ayat-ayat Allah yang mendorong manusia untuk mengamalkan


sedekah, antara lain Q.S. An-nisa ayat 114:
‫اس أَيُّ َها يَا‬
ُْ َّ‫الَّذِي َربَّ ُك ُْم اتَّقُوا الن‬ ْ‫ن َخلَقَ ُك ْم‬
ْْ ‫اح َدةْ نَ ْفسْ ِم‬
ِ ‫ث زَ ْو َج َها ِم ْن َها َو َخلَقَْ َو‬ َّْ َ‫ِم ْن ُه َما َوب‬
ًْ ‫يرا ِر َج‬
‫ال‬ َ ِ‫َواتَّقُوا َ َون‬
ً ِ‫سا ًْء َكث‬ َّ ُ
ََّْ ‫سا َءلونَْ الذِي‬
‫ّللا‬ َ َ ‫ام بِ ِْه ت‬ َ
َْ ‫ن َ َو ْاْل ْر َح‬ ََّْ َْ‫علَ ْيكُ ْْم َكان‬
َّْ ‫ّللا ِإ‬ َ
‫َرقِيبًا‬

Artinya:

Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-


bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma’ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. dan barangsiapa yang
berbuat demikian Karena mencari keredhaan Allah, Maka kelak kami memberi
kepadanya pahala yang besar.

2.3.1 Definisi ekonomi Islam

Definisi ekonomi Islam menurut beberapa ekonom Islam :

Muhammad Abdul Mannan


“Ekonomi Islam merupakan ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari
masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.” M.M
Metwally
“Ekonomi Islam adalah ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang
beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti Al-Qur‟an, Hadits,
Nabi, Ijma, dan Qiyas.”
Hasanuzzaman
“Ilmu ekonomi Islam adalah pengetahuan dan aplikasi dari anjuran dan aturan
syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh sumber daya
material sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka
menjalankan perintah Allah dan masyarakat.”

Jadi, sistem ekonomi Islam merupakan suatu sitem ekonomi yang didalamnya
mempelajari perilaku ekonomi manusia yang diatur berdasarkan aturan agama
Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun Iman dan
rukun Islam.
Bekerja merupakan suatu kewajiban karena Allah swt memerintahkannya,
sebagaimana firman-Nya dalam surat At Taubah ayat 105: “Dan katakanlah,
bekerjalah kamu, karena Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang yang beriman
akan melihat pekerjaan itu”. Karena kerja membawa pada keampunan,
sebagaimana sabada Rasulullah Muhammad saw: “Barang siapa diwaktu sorenya
kelelahan karena kerja tangannya, maka di waktu sore itu ia mendapat
ampunan”.(HR.Thabrani dan Baihaqi)

Sistem ekonomi Islam muncul saat hancurnya komunisme, sistem ekonomi


sosialis, dan saat sistem ekonomi kapitalisme tidak mampu mengangkat harkat
hidup orang banyak terutama di negara berkembang. Ekonomi Syariah/Islam dan
Sistem Ekonomi Islam merupakan perwujudan dari paradigma Islam.
Pengembangan ekonomi Islam dan Sistem Ekonomi Islam bukan untuk menyaingi
sistem ekonomi kapitalis atau sistem ekonomi sosialis, tetapi lebih ditujukan untuk
mencari suatu sistem ekonomi yang mempunyai kelebihan-kelebihan untuk
menutupi kekurangan-kekurangan dari sistem ekonomi yang telah ada. Islam
diturunkan ke muka bumi ini dimaksudkan untuk mengatur hidup manusia guna
mewujudkan ketentraman hidup dan kebahagiaan umat di dunia dan di akhirat
sebagai nilai ekonomi tertinggi. Umat di sini tidak semata-mata umat Muslim
tetapi, seluruh umat yang ada di muka bumi. Ketentraman hidup tidak hanya
sekedar dapat memenuhi kebutuhan hidup secara melimpah ruah di dunia, tetapi
juga dapat memenuhi ketentraman jiwa sebagai bekal di akhirat nanti. Jadi harus
ada keseimbangan dalam pemenuhan kebutuhan hidup di dunia dengan kebutuhan
untuk akhirat.4

4
Profeser. Dr. T. Jacob, MEMBOGKAR MITOS MASYARAKAT MADANI, Diakse dari Perpustakaan Universitas Jember
Pada Tanggal 5 September 2018 Pukul 11.00
BAB IV

KESIMPULAN

Adapun kesimpulan yang dapat diambil, di antaranya :

Dalam mewujudkan masyarakat madani dan kesejahteraan umat haruslah


berpacu pada Al-Qur‟an dan As-Sunnah yang diamanatka Rasulullah kepada
umat manusi akhir zaman.
Kualitas dan potensi sumber daya manusia umat Islam perlu ditingkatkan
karena pada dasarnya umat Islam itu mampu dan bisa untuk mewujudkan
masyarakat madani.
Masyarakat harus bisa menggunakan sistem ekonomi Islam dalam kehidupan
sehari-hari karena sistem ekonomi Islam ini bertujuan untuk menyeimbangkan
dunia dan akhirat.
Tegaknya sistem ekonomi Islam merupakan salah satu jalan untuk bisa
menjadi masyarakat yang madani dan terciptanya kesejahteraan umat.
Zakat merupakan suatu kewajiban di dalam agama Islam, setiap barang atau
harta yang dimiliki atau ditemukan harus dikeluarkan zakatnya karena terdapat
hak orang lain pada harta kita.
Manajemen zakat haruslah dikelola dengan baik agar para pemberi zakat
(muzakki) dan penerima zakat (mustahik) dapat saling berinteraksi dengan
baik.
Wakaf adalah salah satu bentuk dari lembaga ekonomi Islam. Ia merupakan
lembaga Islam yang satu sisi berfungsi sebagai ibadah kepada Allah,
sedangkan di sisi lain wakaf juga berfungsi sosial.
Wakaf sebagai fungsi ibadah merupakan suatu bentuk amalan yang pahalanya
akan terus menerus mengalir selama harta wakaf itu dimanfaatkan.
Dalam fungsi sosialnya, wakaf merupakan aset amat bernilai dalam
pembangunan umat.
DAFTAR PUSTAKA

1. Eva lestari, "Masyarakat Madani: Definisi Dan Konsep”, Diakses dari:


http://evaaaaaaaaaablog.blogspot.com/2012/03/masyarakat-madani-definisi-dan-konsep.html, pada
tanggal 5 september 2018 pukul 21.00

2. Adi Suryadi Cullai, "Masyarakat Madani: Pemikiran, Teori Dan Relevansinya dengan cita cita
Reformasi”, Diakses dari: Buku Perpustakaan Universitas Jember pada tanggal 5 september 2018
pukul 11.00.

3. Profeser. Dr. T. Jacob, MEMBOGKAR MITOS MASYARAKAT MADANI, Diakse dari Perpustakaan
Universitas Jember Pada Tanggal 5 September 2018 Pukul 11.00

4. https://id.wikipedia.org/wiki/Masyarakat_madani

Anda mungkin juga menyukai