ABSTRAK
LU’LU ARIPAH BADARIYYAH. Rancangan Sistem Pengisian Embung
Leuwikopo dengan Air Hujan. Dibimbing oleh BUDI INDRA SETIAWAN.
ABSTRACT
Skripsi
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
PRAKATA
Puji dan syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga skripsi yang berjudul “Rancangan Sistem Pengisian Embung Leuwikopo
dengan Air Hujan” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini dilakukan sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik
Sipil dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih diucapkan kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Budi Indra Setiawan, M.Agr selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penelitian dan penyusunan skripsi.
2. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA dan Bapak Muhammad Fauzan, S.T, M.T
selaku penguji yang telah memberikan saran terhadap penulisan skripsi.
3. Bapak Kusmita dan Ibu Latipah sebagai orang tua serta keluarga besar yang
selalu memberikan doa dan dukungan penuh untuk kelancaran penelitian.
4. Tika Rizky Pertiwi, Marissa Dwi Ayusari, dan Firdausi Farhana selaku rekan
satu tim bimbingan yang telah menjadi teman berdiskusi, bertukar pikiran, dan
berbagi cerita semasa penelitian.
5. Wiranda Intan Suri, Kartika Pramesthi, Novi Listiana selaku sahabat terbaik
selama tiga tahun menjalani masa kuliah.
6. Dinda Puteri Pertiwi, Dewi Novitasari, Maharani Dyah Alfiana, Palupi
Nusandari, Maulida Sofiyani, serta Putri Ismi Gayatri selaku teman terbaik
yang selalu memberikan dukungan dan keceriaan selama menjalani masa
perkuliahan hingga melewati proses penelitian.
7. Seluruh teman-teman SIL 50 selaku rekan kuliah dan berorganisasi.
Juga diucapkan terima kasih kepada seluruh pihak terkait yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Teknik Sumberdaya Air.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR LAMPIRAN xi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Rumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE PENELITIAN 3
Waktu dan Tempat 3
Alat dan Bahan 3
Prosedur Penelitian 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 9
Kondisi Umum Embung Leuwikopo 9
Potensi Hujan Sebagai Sumber Air Embung Leuwikopo 10
Intensitas Hujan dan Debit Puncak Limpasan 14
Perancangan Saluran Penyaluran Air Limpasan Menuju Embung 16
SIMPULAN DAN SARAN 20
Simpulan 20
Saran 21
DAFTAR PUSTAKA 21
LAMPIRAN 23
RIWAYAT HIDUP 63
xi
DAFTAR TABEL
1 Nilai koefisien aliran limpasan, C 7
2 Curah hujan maksimum harian Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga 10
3 Hasil perhitungan parameter statistik analisis frekuensi curah hujan 11
4 Syarat penentuan jenis distribusi yang digunakan 11
5 Curah hujan rencana (R24) 11
6 Selisih hujan dan evaporasi setiap tahun 12
7 Jumlah hujan andalan yang tersedia setiap bulan 12
8 Intensitas curah hujan 14
9 Debit puncak limpasan 15
10 Volume air limpasan 15
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi embung Leuwikopo 3
2 Bagan alir penelitian 4
3 Kondisi eksisting embung Leuwikopo 9
4 Hubungan kelebihan hujan dan volume embung 13
5 Saluran inlet 16
6 Kondisi eksisting saluran 17
7 (A) kondisi lubang pemasukan samping (inlet) air limpasan ke saluran,
(B) kondisi inlet dalam saluran. 19
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji chi-kuadrat 25
2 Curah hujan harian tahun 2007 – tahun 2016 27
3 Nilai evaporasi tahun 2007 – tahun 2016 33
4 Laju curah hujan dan evaporasi tahun 2007 – tahun 2016 39
5 Hasil uji sampel tanah 45
6 Nilai koefisien limpasan untuk daerah tangkapan air (DTA) 47
7 Pembagian daerah tangkapan air (DTA) 49
8 Pola aliran air di wilayah penelitian 49
9 Perhitungan dimensi saluran drainase 51
10 Perhitungan evaluasi dimensi gorong-gorong 53
11 Denah saluran drainase (eksisting) 55
12 Denah saluran drainase rancangan 57
13 Penampang 3D potongan saluran dan gorong-gorong 59
14 Potongan melintang inlet samping jalan 61
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini terbatas pada rancangan pengisian embung
melalui air hujan dan air limpasan permukaan, yang meliputi:
1. Analisis ketersediaan air hujan.
2. Analisis hubungan hujan dan volume embung Leuwikopo.
3. Perancangan saluran limpasan air hujan.
3
METODE PENELITIAN
Skala 1:50
Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data primer berupa
kondisi topografi kawasan sekitar embung Leuwikopo. Data sekunder berupa data
iklim kawasan Dramaga yang diperoleh dari stasiun Klimatologi Klas I Darmaga,
Bogor dengan periode 10 tahun (2007-2016). Pengukuran topografi kawasan
embung Leuwikopo dengan menggunakan alat autolevel, target rod, pita ukur,
patok, kompas. Program Surfer 8 digunakan dalam pengolahan data pengukuran
untuk mendapatkan pola aliran. Alat lain yang dibutuhkan yakni komputer atau
laptop yang telah dilengkapi dengan beberapa perangkat lunak, diantaranya
Microsoft Word dan Microsoft Excel untuk pengolahan data dan penyusunan
laporan hasil penelitian, Google Earth untuk peta dan AutoCAD untuk pembuatan
rancangan saluran air limpasan menuju embung.
Prosedur Penelitian
Mulai
Studi literatur
Pengambilan data
Data
Data Data topografi Data
Iklim Embung dan tata Tanah
guna lahan
Perhitungan Perhitungan
Perhitungan
intensitas Curah koefisien
luasan (A)
hujan (I) limpasan (C)
Potensi
pengisian dari
air hujan
Perhitungan debit pengisian dari air
limpasan permukaan
Selesai
Gambar 2 Bagan alir penelitian
Analisis Hidrologi
Analisis hidrologi yang dilakukan meliputi analisis curah hujan dan
evaporasi. Proses analisis curah hujan memerlukan ketersedian data curah hujan
5
yang secara kualitas dan kuantitas cukup memadai. Data curah hujan yang
digunakan adalah data periode 10 tahun yang diperoleh dari stasiun cuaca BMKG
Darmaga, Bogor.
Intensitas curah hujan dihitung dengan persamaan Mononobe seperti
persamaan (1) (Triatmodjo 2008). Perhitungan dengan persamaan Mononobe
mempertimbangkan besarnya nilai dari curah hujan rancangan setempat serta
lamanya curah hujan.
R
I (t) (1)
Keterangan :
I : intensitas curah hujan (mm/hari)
R24 : curah hujan rancangan setempat (mm)
t : lama curah hujan (jam)
Nilai R24 diperoleh dari data curah hujan minimal 10 tahun yang diperoleh
dengan menggunakan analisis frekuensi. Analisis frekuensi dilakukan dengan
menggunakan statistika untuk memprediksi suatu besaran hujan atau debit dengan
periode ulang tertentu melalui penerapan distribusi probabilitas. Analisis frekuensi
tersebut dapat dilakukan dengan distribusi normal, distribusi log normal, distribusi
log Pearson tipe III, serta distribusi Gumbel. Metode distribusi normal dapat
dihitung dengan Persamaan (2). Distribusi log normal adalah hasil transformasi
dari distribusi normal. Metode distribusi log normal seperti pada Persamaan (3)
(Triatmodjo 2008).
T
̅ Tr S (2)
̅ Tr (3)
T
T
̅ Tr S (4)
x̅ ∑ni i (5)
Keterangan :
x̅ : rerata
xi : variabel acak
n : jumlah data
Penyebaran data dapat diukur dengan deviasi standar. Deviasi standar (s)
dapat dihitung dengan Persamaan (6). Selain deviasi standar dapat dihitung juga
nilai koefisien variasi (Cv), dengan persamaan (7) (Triatmodjo 2008).
s √ ∑ni ( i - x̅ ) (6)
n-
s
Cv (7)
x
n ∑ni ( i - x̅ )
Cs (n- )(n- ) s
(8)
∑ni ( i - x̅ )
Ck (n- )(n- )(n- ) s
(9)
Curah hujan andalan merupakan curah hujan yang diandalkan tersedia setiap
beberapa tahun sekali sesuai dengan periode ulang yang diambil. Perhitungan
curah hujan andalan adalah melalui curah hujan bulanan yang diurutkan mulai
yang terkecil hingga terbesar. Nilai untuk hujan andalan 80% didapatkan dari
persamaan (10), dengan n merupakan jumlah data (Dwiratna et. al. 2013).
n
R (10)
Rn
En (11)
w lv
Keterangan:
En : kedalaman penguapan (cm/hari)
Rn : radiasi netto yang diterima permukaan bumi (kal/cm2/hari)
w
: rapat massa air (gr/cm3)
lv : panas laten untuk evaporasi (kal/gr)
. CIA (12)
Keterangan:
Q : debit puncak yang ditimbulkan oleh hujan dengan intensitas, durasi dan
frekuensi tertentu (m3/detik)
I : intensitas hujan (mm/jam)
A : luas daerah tangkapan (km2)
C : koefisien aliran yang tergantung pada jenis permukaan lahan
Nilai koefisien aliran permukaan (C) untuk metode rasional didapatkan dari
data tekstur tanah serta tutupan lahan di sekitar daerah resapan. Nilai untuk
koefisien limpasan (C) seperti dalam Tabel 1 (Hassing 1995). Luas daerah
tangkapan (A) diperoleh dari hasil pengukuran topografi di Leuwikopo.
Waktu konsentrasi (tc) adalah waktu yang dibutuhkan air untuk mengalir
dari titik terjauh menuju ke titik tinjauan. Waktu konsentrasi bergantung pada
8
karakteristik daerah tangkapan, tata guna lahan, jarak atau panjang lintasan air
dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (Laoh et al. 2013). Waktu konsentrasi
dapat dihitung dengan persamaan Kirpich, seperti pada persamaan (13)
(Triatmodjo 2008).
. L .
tc . (13)
S
Keterangan :
tc : waktu konsentrasi (jam)
L : panjang lintasan air dari titik terjauh sampai titik yang ditinjau (km)
S : kemiringan lahan antara elevasi maksimum dan minimum
Keterangan:
Q : debit saluran (m3/detik)
n : koefisien Manning
A : luas penampang saluran (m2)
R : jari-jari hidrolik (m)
S : kemiringan lahan atau saluran
untuk menyalurkan air hujan yang jatuh di permukaan jalan ke saluran air
limpasan. Perencanaan bentuk atau dimensi saluran inlet tergantung kondisi
lapang. Perencanaan dimensi inlet samping dilakukan dengan metode kontinuitas.
Nilai dimensi inlet diperoleh melalui penurunan luas. Batas kecepatan aliran yang
berada di jalan dapat ditentukan melalui persamaan (15).
m
zd . Vag . (15)
s
Keterangan:
Zd : lebar genangan pada jalan (< 2 m)
Vag : kecepatan rata-rata di jalan (m/detik)
Curah hujan maksimum harian terbesar yang pernah terjadi adalah 169.1
mm yang terjadi pada tahun 2014. Curah hujan maksimum harian terkecil terjadi
pada tahun 2013 yaitu sebesar 97.4 mm. Nilai curah hujan maksimum harian
digunakan untuk penentuan nilai curah hujan rencana (R24) yang diperoleh dari
analisis frekuensi. Analisis frekuensi data hidrologi curah hujan rencana
digunakan untuk meramalkan besarnya hujan dengan periode ulang tertentu
(Soemarto 1999). Berdasarkan curah hujan rencana dapat dihitung intensitas yang
digunakan untuk mencari debit banjir rencana.
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi
parameter nilai rata-rata (X), standar deviasi (S), koefisien variasi (Cv), koefisien
kemencengan (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck).Perhitungan parameter tersebut
didasarkan pada data catatan tinggi hujan harian rata-rata maksimum 20 tahun
terakhir (Soemarto 1999). Nilai parameter dalam perhitungan analisis frekuensi
seperti ditunjukkan pada Tabel 3.
11
Nilai R24 digunakan dalam perhitungan intensitas curah hujan. Periode ulang
lebih lama akan menghasilkan nilai hujan rencana yang lebih besar. Nilai hujan
12
rencana untuk distribusi Log Pearson III dengan periode ulang 50 tahun mencapai
196.91 mm, sedangkan untuk periode ulang 2 tahun curah hujan rencana lebih
kecil hanya mencapai 122.62 mm.
Hujan yang jatuh dipermukaan dapat dimaanfaatkan sebagai cadangan air,
seperti ditampung dalam embung. Jumlah hujan yang dapat ditampung dihitung
dari tingginya curah hujan harian yang terjadi dengan dikurangi evaporasi.
Evaporasi diperoleh dari beberapa parameter seperti suhu, kelembaban udara, dan
radiasi matahari. Berdasarkan hasil perhitungan, rata-rata evaporasi harian setiap
tahun sebesar 5 mm dan evaporasi maksimum harian dapat mencapai 8 mm.
Grafik evaporasi harian lebih rapat dibanding grafik hujan yang berfluktuatif. Hal
ini terjadi akibat nilai evaporasi harian yang hampir sama setiap harinya yaitu
berkisar 2 – 8 mm/hari, sedangkan untuk hujan bervariasi nilainya. Terdapat hari
dengan curah hujan yang tinggi dan hari tidak terdapat hujan, sehingga grafik
hujan berfluktuatif. Grafik hujan dan evaporasi terlampir dalam Lampiran 2 dan 3.
Selisih hujan dan evaporasi setiap tahun seperti dalam Tabel 6.
Selisih dari hujan (R) dan evaporasi (E) merupakan nilai dari besarnya
kelebihan hujan. Berdasarkan Tabel 6, dapat diketahui bahwa rata-rata selisih dari
hujan dan evaporasi tersebut adalah 1833.00 mm atau setara dengan 1.83 m dan
menunjukkan terjadi surplus.
Curah hujan andalan (R80) dapat dijadikan sebagai nilai dari hujan yang
tersedia yang terlampaui 80%, sehingga terdapat 20% kegagalan untuk tidak
terlampaui. Curah hujan andalan adalah hujan yang diperkirakan selalu ada atau
tersedia dengan keandalan tertentu pada waktu yang lama (Dwiratna et. al. 2013).
Berdasarkan pada nilai curah hujan andalan setiap bulan dapat diketahui jumlah
hujan yang akan dapat tersedia setiap bulan seperti terlihat dalam Tabel 7.
Tabel 7 menunjukkan nilai dari hujan andalan setiap bulan yang akan
mengisi tampungan embung. Berdasarkan Tabel 7 terlihat bahwa terdapat nilai
13
selisih dari hujan dan evaporasi yang bernilai negatif yang terjadi pada bulan Juni
hingga September. Hal ini disebabkan oleh besarnya hujan bulanan yang jauh
lebih rendah dari nilai evaporasi bulanan. Nilai evaporasi harian hasil perhitungan
berkisar dari 2.21 mm/hari hingga 8 mm/hari. Jika evaporasi sebesar 8 mm/hari
maka besarnya evaporasi kumulatif tertinggi dalam satu bulan adalah 240 mm.
Hujan bulanan yang kurang dari 240 menyebabkan kelebihan hujan bernilai
negatif dan tidak terjadi kelebihan hujan.
Berdasarkan kumulatif dari kelebihan hujan setiap bulan dapat ditunjukkan
bahwa hujan akan mengisi embung sepanjang tahun. Hal ini disebabkan oleh
besarnya kumulatif kelebihan hujan pada bulan Desember yang bernilai positif
yaitu sebesar 567.67 mm atau 0.57 m. Besarnya kumulatif kelebihan hujan yang
ditampung pada bulan Juni dengan jumlah lebih besar dibanding dengan
pengurangan kehilangan air yang terjadi di bulan Juni hingga September
menyebabkan pada akhir tahun masih terdapat air hujan yang tertampung dalam
embung.
Besarnya kelebihan hujan harian jika dikali dengan luasan embung akan
didapatkan besarnya volume dari total hujan. Hubungan antara hujan dan volume
diproyeksikan dalam grafik seperti terlihat dalam Gambar 4.
1200.00
y = 598.18x+2E-12
1000.00 R² = 1
800.00
volume (m3)
600.00
400.00
200.00
0.00
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00
kelebihan hujan (m)
ƩR-E volume Linear (ƩR-E volume)
Gambar 4 Hubungan kelebihan hujan dan volume embung
Kelebihan air hujan yang diperoleh membentuk amplitudo yang terdiri dari
puncak dan lembah yang menunjukkan grafik laju hujan. Garis kelebihan hujan
pada grafik laju hujan dapat digunakan untuk mengetahui rentang musim kemarau
dan musim hujan. Ketika musim kemarau grafik kelebihan hujan bernilai negatif
akibat hujan yang terjadi lebih rendah dari evaporasi. Grafik tersebut seperti
terlihat dalam Lampiran 4. Berdasarkan hal tersebut diperoleh rata-rata rentang
musim kemarau terjadi pada bulan Juli hingga Agustus. Namun, rentang musim
kemarau terpanjang yang pernah terjadi selama kurun waktu 10 tahun terakhir
(tahun 2007-2016) adalah sepanjang 106 hari dengan awal musim kemarau pada
hari ke-172 yang terjadi pada tahun 2015 selama bulan juni hingga Oktober.
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa musim hujan pada tahun 2015
merupakan musim hujan terpendek yang terjadi selama 10 tahun terakhir. Jumlah
hujan sepanjang tahun 2015 yaitu sebesar 3013.90 mm.
keseluruhan air hujan yang jatuh pada suatu daerah. Nilai C yang rendah
menunjukkan banyaknya air yang tertahan di daerah tangkapan, sedangkan nilai C
yang tinggi menunjukkan bahwa banyak hujan yang menjadi aliran pemukaan.
Koefisien limpasan dipengaruhi oleh kondisi tanah, tutupan lahan serta
topografi. Tekstur tanah didapatkan dari pengujian 4 contoh tanah yang berasal
dari 4 zona mewakili daerah tangkapan air (DTA). Hasil penentuan tekstur tanah
terlihat dalam Lampiran 5 yang menunjukkan tanah bertekstur liat berdebu (silty
clay). Daerah tangkapan air (DTA) penelitian dibagi menjadi 4 DTA. Setiap DTA
memiliki rangkaian saluran drainase yang menyalurkan air limpasan menuju ke
embung. Pembagian DTA tersebut terlampir dalam Lampiran 7. Hasil perhitungan
koefisien limpasan seperti terlihat dalam Lampiran 6. Hasil perhitungan debit
puncak limpasan disajikan dalam Tabel 9.
Besarnya nilai puncak limpasan untuk setiap daerah tangkapan air (DTA)
berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh perbedaan luasan serta koefisien limpasan
masing-masing DTA. Debit puncak limpasan tertinggi yaitu 0.274 m3/det yang
terjadi di DTA 2. Hal ini disebabkan oleh panjang lintasan saluran di DTA 2 lebih
pendek dibandingkan dengan DTA lain, sehingga waktu konsentrasi yang
dihasilkan semakin cepat. Waktu konsentrasi yang semakin cepat akan
berpengaruh pada intensitas hujan yang semakin besar. Debit puncak limpasan
berbanding lurus dengan besarnya intensitas hujan, sehingga intensitas hujan yang
besar akan menghasilkan debit puncak yang besar pula. Total debit puncak
limpasan untuk seluruh DTA adalah 0.836 m3/det.
Volume yang dihasilkan dari besarnya debit puncak limpasan tersebut
berbeda-beda untuk masing-masing DTA. Menurut Mulyana dkk. (2013), metode
rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan yang terjadi mempunyai
intensitas seragam dan merata di seluruh DAS selama paling sedikit sama dengan
waktu konsentrasi. Berdasarkan hal tersebut nilai debit yang diperoleh untuk
setiap DTA dapat dikalikan dengan waktu konsentrasi dalam satuan jam untuk
diperoleh besarnya volume limpasan. Volume tersebut seperti terlihat dalam Tabel
10.
Volume air limpasan dari setiap DTA menghasilkan jumlah yang berbeda
akibat nilai debit yang berbeda. Volume air limpasan terbesar yaitu mencapai
16
112.890 m3 dan volume air limpasan terendah 45.754 m3. Berdasarkan Tabel 10,
dapat diperoleh volume total air limpasan yang dihasilkan yaitu mencapai 301.180
m3. Air limpasan dari DTA 1 dan DTA 4 akan masuk melalui saluran inlet 1 yang
berada di embung. Air limpasan dari DTA 2 dan 3 secara berturut-turut akan
masuk menuju embung melalui inlet 2 dan inlet 3.
Potensi hujan dan air limpasan permukaan sebagai sumber pengisian air
embung dapat diketahui melalui besarnya volume tampungan yang dihasilkan dari
hujan dan limpasan permukaan. Volume hujan yang dapat pengisi embung sebesar
339.57 m3, sedangkan volume limpasan permukaan sebesar 301.18 m3.
Berdasarkan hal tersebut, hujan dan limpasan permukaan dapat memberikan
potensi untuk pengisian embung sebesar 35.7 %.
(A) (B)
Gambar 7 (A) Kondisi lubang pemasukan samping (inlet) air limpasan ke saluran,
(B) kondisi inlet dalam saluran.
hingga menuju embung. Kedalaman check box dapat dibuat dengan dimensi
sebesar 2 kali kedalaman aliran air di saluran.
Kondisi saluran yang banyak ditumbuhi vegetasi juga menyebabkan
terhambatnya aliran yang masuk ke saluran. Retakan dalam saluran menjadi
media tumbuh vegetasi. Hal ini terjadi akibat permukaan saluran yang berupa
beton telah terkikis sehingga menyebabkan terdapat pori atau celah di saluran
yang dapat terisi oleh tanah. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
menangani hal tersebut adalah dengan menambahkan campuran semen sebagai
bahan penutup pori-pori pada permukaan saluran.
Pengerukan atau pembersihan sedimen yang ada di dalam saluran perlu
untuk dilakukan terlebih dahulu sebelum dimulai proses plesteran retakan pada
permukaan saluran. Sedimen yang tertimbun di dasar saluran dapat menjadi media
pertumbuhan vegetasi, sehingga proses pembersihan sedimen dalam saluran juga
penting untuk dilakukan. Jika pori di permukaan saluran dapat tertutupi serta
sedimen telah dibersihkan maka akan mencegah pertumbuhan vegetasi di saluran.
Pemeliharaan terhadap saluran secara rutin perlu untuk dilakukan. Hal ini
berguna agar menjaga kondisi saluran dapat bekerja sesuai fungsinya. Menurut
DPU (2015), kegiatan pemeliharaan rutin dapat bersifat perawatan dan bersifat
perbaikan ringan. Perawatan saluran berupa membersihkan saluran dari tanaman
liar dan semak-semak dan pembuangan endapan lumpur atau sedimen.
Pemeliharaan yang bersifat perbaikan ringan berupa menutup lubang-lubang
bocoran kecil di saluran serta perbaikan kecil, seperti plesteran retak atau
beberapa batu muka yang terlepas pada saluran.
SIMPULAN
1. Telah diketahui potensi hujan untuk sumber air embung adalah 1833.00 mm
atau 1.83 m. Kelebihan air hujan rata-rata setiap tahun yang dapat ditampung
embung adalah 1096.09 m3 dengan luas permukaan embung sebesar 790.50 m2
dan asumsi ketinggian optimum embung 3 m. Volume tampungan hujan
terlampaui yang akan selalu tersedia adalah 339.57 m3. Nilai curah hujan
sebesar 122.623 mm setelah dilakukan konversi satuan menjadi 14.19 L/det/Ha
untuk periode ulang 2 tahun. Total debit puncak limpasan adalah 0.836 m3/det
dengan luas total daerah tangkapan air yaitu 2.33 ha. Volume total air limpasan
yang dihasilkan mencapai 301.180 m3. Hujan dan limpasan berpotensi sebagai
sumber air pengisian embung yaitu 35.7 %.
2. Telah dihasilkan sistem rancangan pengisian embung Leuwikopo dari air
limpasan dengan cara memanfaatkan saluran drainase yang ada dengan
memodifikasi dimensi saluran serta dengan menambah panjang saluran. Air
yang mengalir di saluran drainase dari DTA akan masuk melalui inlet embung,
yang terdiri dari 3 inlet. Saluran drainase 1 memiliki lebar 43 cm, saluran
drainase 2, 3, dan 4 memiliki lebar 50 cm. Kedalaman saluran drainase 1, 2, 3,
dan 4 secara berturut-turut yaitu 45 cm, 60 cm, 60 cm, dan 70 cm. Setelah
21
SARAN
Perlu dilakukan analisis lebih lanjut terhadap material saluran drainase yang
menjadi penyalur air limpasan menuju embung. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui material penyusun saluran drainase yang tepat. Selain itu, hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi sedimen serta mencegah tumbuhnya vegetasi di
dalam saluran yang menghambat laju aliran di saluran drainase. Salah satu yang
dapat dipertimbangkan adalah dengan menggunakan bahan ferrosemen.
DAFTAR PUSTAKA
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 1986. Kriteria Perencanaan Irigasi bagian
Bangunan (KP-04). Bandung (ID): CV. Galang Persada.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2006. Pedoman Perencanaan Sistem
Drainase Jalan. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.
[DPU] Departemen Pekerjaan Umum. 2015. Pedoman Penyelenggaraan
Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Peraturan Menteri PUPR No.
12/PRT/M/2015. Jakarta (ID): Departemen Pekerjaan Umum.
Dwiratna N., Nawawi G., Asdak C. 2013. Analisis curah hujan dan aplikasinya
dalam penetapan jadwal dan pola tanam pertanian lahan kering di
Kabupaten Bandung. Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. 15(1):
29-34.
Fitriyah F., Halim F., Jasin M. 2014. Penanganan masalah erosi dan sedimentasi
di kawasan Kelurahan Perkamil. Jurnal Sipil Statik. 2(4). 173-181.
Gupta G. N., 1995. Rain-water management for tree planting in the Indian desert.
Journal of Arid Environment. 31: 219–235.
Gustari I., Hadi T., Hadi S., Renggono F. 2012. Akurasi prediksi curah hujan
harian operasional di Jabodetabek: perbandingan dengan model WRF.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika. 13(2): 119-130.
Hassing JM. 1995. Hydrology, in : Highway and Traffic Engineering Developing
Countries. London (UK): E & FN Spon.
Irianto G. S., Duchesne F., Forest, Perez P., Cudennec, Prasetyo T., Karama.
1999. Rain-runoff harvesting for controlling erosion and sustaining upland
agriculture development. Proceeding International Soil Conservation
Organization, Purdue University, Lavayette (US). USA.
22
LAMPIRAN
25
Jumlah data : 10
jumlah kelas :5
parameter :2
derajat kebebasan (DK) :2
derajat kepercayaan : 5%
Nilai f2cr : 5.991
SD : 0.091
Xr : 2.093
Sn : 0.950
Yn : 0.495
(Of-Ef)2/Ef
Kelas Interval Of Ef Of-Ef
(f2 hitung)
1 >2.189 3 2 1 0.5
2 2.110 - 2.189 1 2 -1 0.5
3 2.054- 2.110 2 2 0 0
4 2.002 - 2.054 2 2 0 0
5 < 2.002 2 2 0 0
∑ 10 10 0 1
27
180 4500
160 y = 6E-11x5 + 3E-07x4 - 0.0001x3 - 0.0163x2 + 16.431x - 126.26 4000
140 R² = 0.997 3500
120 3000
ƩCH (mm)
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
316
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2007
180 4500
160 y = -1E-08x5 + 1E-05x4 - 0.0043x3 + 0.5748x2 - 13.05x + 223.62 4000
R² = 0.9981
140 3500
120 3000
ƩCH (mm)
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
166
331
106
121
136
151
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2008
180 4500
160 4000
140 y = -1E-09x5 + 2E-06x4 - 0.0009x3 + 0.15x2 + 2.4356x + 103.45 3500
R² = 0.9927
120 3000
ƩCH (mm)
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
61
16
31
46
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2009
29
180 4500.00
160 y = -2E-09x5 + 5E-07x4 + 0.0003x3 - 0.1252x2 + 21.613x - 179.68 4000.00
140 R² = 0.9963 3500.00
120 3000.00
CH (mm)
100 2500.00
80 2000.00
ƩCH (mm)
60 1500.00
40 1000.00
20 500.00
0 0.00
46
16
31
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2010
180 4500
160 4000
140 3500
y = 2E-09x5 - 6E-07x4 - 0.0002x3 + 0.0913x2 - 2.9221x + 156.93
120 3000
ƩCH (mm)
R² = 0.9934
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
331
346
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2011
180 4500
160 4000
y = -5E-11x6 + 4E-08x5 - 1E-05x4 + 0.0018x3 - 0.1154x2 + 15.458x - 65.008
140 3500
R² = 0.9964
120 3000
ƩCH (mm)
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
331
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2012
31
ƩCH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
136
301
106
121
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2013
180 4500
160 y = -3E-11x6 + 4E-08x5 - 2E-05x4 + 0.0033x3 - 0.3797x2 + 33.212x - 112.99 4000
140 R² = 0.9934 3500
ƩCH (mm)
CH (mm)
120 3000
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
76
16
31
46
61
91
1
106
136
166
121
151
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2014
180 4500
160 y= -9E-10x5 + 2E-06x4 - 0.0009x3+ 0.118x2 + 3.9515x + 35.356 4000
140 R² = 0.9895 3500
ƩCH (mm)
120 3000
CH (mm)
100 2500
80 2000
60 1500
40 1000
20 500
0 0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2015
180 4500
160 4000
140 y = -5E-09x5 + 5E-06x4 - 0.0015x3 + 0.1876x2 + 7.596x + 96.316 3500
ƩCH (mm)
CH (mm)
271
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
286
301
316
331
346
361
Julian Day
CH ƩCH Poly. (ƩCH)
Hujan Harian 2016
33
8 2000
7 y = -5E-13x6 - 1E-10x5 + 3E-07x4 - 1E-04x3 + 0.0076x2 + 5.1248x + 7.3095 1800
R² = 1 1600
6
1400
5
ƩE (mm)
1200
E (mm)
4 1000
3 800
600
2
400
1 200
0 0
16
31
46
61
76
91
1
166
106
121
136
151
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2007
8.0 2000.0
7.0 y = -3E-12x6 + 3E-09x5 - 8E-07x4 + 0.0001x3 - 0.0079x2 + 5.451x + 1800.0
1.3284 1600.0
6.0 R² = 0.9999
1400.0
5.0
ƩE (mm)
1200.0
E (mm)
4.0 1000.0
3.0 800.0
600.0
2.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2008
8.0 2000.0
7.0 y = 3E-13x6 - 1E-09x5 + 7E-07x4 - 0.0002x3 + 0.0219x2 + 3.9798x + 1800.0
9.7624 1600.0
6.0 R² = 1 1400.0
5.0
ƩE (mm)
1200.0
E (mm)
4.0 1000.0
3.0 800.0
600.0
2.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
316
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2009
35
ƩE (mm)
1200.0
E (mm)
4.0 1000.0
3.0 800.0
600.0
2.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2010
8.0 2000.0
7.0 y = 9E-12x6 - 1E-08x5 + 5E-06x4 - 0.001x3 + 0.0908x2 + 2.1359x + 16.868 1800.0
R² = 0.9999 1600.0
6.0
1400.0
5.0
ƩE (mm)
1200.0
E (mm)
4.0 1000.0
3.0 800.0
600.0
2.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2011
8.0 2000.0
y = 2E-12x6 - 3E-09x5 + 2E-06x4 - 0.0004x3 + 0.0391x2 + 3.7614x + 4.0961 1800.0
7.0
R² = 1
1600.0
6.0
1400.0
5.0
ƩE (mm)
1200.0
E (mm)
4.0 1000.0
3.0 800.0
600.0
2.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
76
16
31
46
61
91
1
331
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2012
37
ƩE (mm)
E (mm)
5.0 1200.0
4.0 1000.0
3.0 800.0
2.0 600.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
121
106
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2013
8.0 2000.0
7.0 y= -1E-12x6 - 8E-11x5 + 6E-07x4 -0.0003x3 + 0.0355x2 + 3.1873x + 14.839 1800.0
6.0 R² = 0.9999 1600.0
1400.0
ƩE (mm)
E (mm)
5.0 1200.0
4.0 1000.0
3.0 800.0
2.0 600.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
241
316
106
121
136
151
166
181
196
211
226
256
271
286
301
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2014
8.0 2000.0
7.0 y= 2E-12x6 - 3E-09x5 + 2E-06x4 - 0.0005x3 + 0.0529x2 + 2.889x + 8.7857 1800.0
6.0 R² = 1 1600.0
1400.0
ƩE (mm)
E (mm)
5.0 1200.0
4.0 1000.0
3.0 800.0
2.0 600.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
241
316
106
121
136
151
166
181
196
211
226
256
271
286
301
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2015
8.0 2000.0
7.0 y = 2E-12x6 - 3E-09x5 + 1E-06x4 - 0.0003x3 + 0.0254x2 + 4.6037x + 16.032 1800.0
6.0 R² = 0.9999
1600.0
1400.0
ƩE (mm)
E (mm)
5.0 1200.0
4.0 1000.0
3.0 800.0
2.0 600.0
400.0
1.0 200.0
0.0 0.0
16
31
46
61
76
91
1
166
226
106
121
136
151
181
196
211
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Julian day
E ƩE Poly. (ƩE)
Evaporasi 2016
39
Lampiran 4 Laju curah hujan dan evaporasi tahun 2007 – tahun 2016
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
16
31
46
61
76
91
1
136
106
121
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0
Julian day
-10.0 Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2007
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0 Julian day
-10.0 Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2008
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
31
16
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0
Julian day
-10.0 Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Lampiran 4 Laju curah hujan dan evaporasi tahun 2007 – tahun 2016 (lanjutan)
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
16
31
46
61
76
91
1
151
316
106
121
136
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
331
346
361
-5.0
Julian day
-10.0
Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2010
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
46
16
31
61
76
91
1
286
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
301
316
331
346
361
-5.0
Julian day
-10.0 Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2011
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
31
16
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
Lampiran 4 Laju curah hujan dan evaporasi tahun 2007 – tahun 2016 (lanjutan)
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
16
31
46
61
76
91
1
151
361
106
121
136
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
-5.0
Julian day
-10.0
Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2013
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
16
31
46
61
76
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0
-10.0 Julian day
Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2014
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
91
16
31
46
61
76
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0
-10.0 Julian day
Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2015
30.0
25.0
20.0
15.0
mm
10.0
5.0
0.0
76
16
31
46
61
91
1
106
121
136
151
166
181
196
211
226
241
256
271
286
301
316
331
346
361
-5.0
-10.0 Julian day
Poly. (R) Poly. (E) Poly. (R-E)
Laju hujan dan evaporasi 2016
45
DTA 3
DTA 2
DTA 1
DTA 4
A. Data awal
saluran i n A (km2) h (m) b (m)
1 0.007 0.012 0.005 0.400 0.430
2 0.037 0.012 0.009 0.600 0.500
3 0.035 0.012 0.004 0.600 0.500
4 0.016 0.012 0.005 0.700 0.500
C. Debit puncak
Tr tc I Q
saluran tr c Q (l/det)
(tahun) (jam) (mm/jam) (m3/det)
1 2 122.623 0.187 129.893 0.400 0.068 67.882
2 2 122.623 0.059 279.831 0.382 0.274 273.954
3 2 122.623 0.096 203.163 0.996 0.244 244.180
4 2 122.623 0.125 169.638 1.056 0.250 249.968
D. Evaluasi saluran
Qtampungan Qtampungan Qpuncak Qpuncak
saluran Keterangan
(m3/det) (l/det) (m3/det) (l/det)
1 0.313 313.436 0.068 67.882 Mencukupi
2 1.505 1505.204 0.274 273.954 Mencukupi
3 1.472 1472.035 0.244 244.180 Mencukupi
4 1.193 1193.363 0.250 249.968 Mencukupi
RIWAYAT HIDUP