Anda di halaman 1dari 35

PRESENTASI KASUS

Kehamilan Ektopik
BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu masalah penting dalam bidang obstetri dan ginekologi adalah masalah
perdarahan. Perdarahan pada kehamilan sendiri berarti perdarahan melalui vagina yang terjadi
pada masa kehamilan, bukan perdarahan dari organ atau sistem lainnya.
Perdarahan pada kehamilan adalah masalah yang cukup serius yang terjadi pada masyarakat
Indonesia yang mengakibatkan mortalitas yang cukup tinggi pada ibu-ibu di Indonesia.
Walaupun angka kematian maternal telah menurun secara drastis dengan adanya pemeriksaan-
pemeriksaan dan perawatan kehamilan dan persalinan di rumah sakit serta adanya fasilitas
transfusi darah, namun kematian ibu akibat perdarahan masih tetap merupakan penyebab utama
dalam kematian maternal.

Pengelompokan perdarahan pada kehamilan tersebut secara praktis dibagi menjadi:


perdarahan pada kehamilan muda, perdarahan sebelum melahirkan (antepartum hemoragik),
dan perdarahan setelah melahirkan (postpartum hemoragik).

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan
berhubung dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat. Keadaan gawat dapat
terjadi apabila kehamilan ektopik terganggu. Kehamilan ektopik merupakan keadaan
emergensi yang menjadi penyebab kematian maternal selama kehamilan trimester pertama,
karena janin pada kehamilan ektopik secara nyata bertanggung jawab terhadap kematian ibu,
maka para dokter menyarankan untuk mengakhiri kehamilan. Hal yang perlu diingat ialah
bahwa pada setiap wanita dalam masa reproduksi dengan gangguan atau keterlambatan haid
yang disertai dengan nyeri perut bagian bawah, perlu difikirkan dugaan adanya kehamilan
ektopik terganggu.

Diikuti dengan terjadinya fertilisasi dan transit daari tuba falopii, blastosit normalnya
tertanam pada I dinding lapisan endometrium pada rongga uterus. Implantasi di tempat lain
disebut sebagai kehamilan ektopik. Hal ini terjadi pada 0,5—1,5 persen dari seluruh kehamilan
trimester pertama di Amerika Serikat. Proporsi yang sedikit ini 3% dari kematian yang terjadi
pada seluruh kehamilan. Namun dengan iagnosis yang lebih dini dengan menggunakan
pemeriksaan urin dan beta-human chorionic gonadotropin dan transvaginal sonography
memungkonnya untuk menurunkan mortalitas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. PERDARAHAN PADA TRIMESTER AWAL

Perdarahan pervaginam pada kehamilan muda adalah perdarahan yang terjadi sebelum
kehamilan 22 minggu.

Kehamilan normal biasanya tidak disertai dengan perdarahan pervaginam, tetapi


terkadang banyak wanita mengalami episode perdarahan pada trimester pertama kehamilan.
Darah yang keluar biasanya segar (merah terang) atau berwarna coklat tua (coklat kehitaman).
Perdarahan yang terjadi biasanya ringan, tetapi menetap selama beberapa hari atau secara tiba-
tiba keluar dalam jumlah besar.

Terdapat klasifikasi perdarahan pada kehamilan muda, yaitu:

1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin mampu hidup luar kandungan.

2. Mola hidatidosa
Mola hidatidosa adalah kehamilan abnormal dimana hampir seluruh vili korialisnya
mengalami perubahan hidrofik.

3. Kehamilan Ektopik Terganggu (KET)


KET adalah suatu kehamilan yang berbahaya bagi wanita yang bersangkutan berhubung
dengan besarnya kemungkinan terjadi keadaan yang gawat.

B. KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU

1. Definisi

Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi tidak
menemmpel pada dinding endometrium kavum uteri.

Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada di luar kavum uteri. Kehamilan
disebut ektopik bila berada di tempat yang luar biasa, seperti di dalam tuba, ovarium atau
rongga perut—atau juga di tempat yang luar biasa walaupun masih dalam Rahim—serviks,
pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter rahim

2. Epidemiologi

Frekuensi dari kehamilan ektopik dan kehamilan intrauteri dalam satu konsepsi yang spontan
terjadi dalam 1 dalam 30.000 atau kurang. Angka kehamilan ektopik per 1000 diagnosis
konsepsi, kehamilan atau kelahiran hidup telah dilaporkan berkisar antara 2,7 hingga 12,9.
Angka kejadian kehamilan ektopik dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Diantara faktor-
faktor yang terlibat adalah meningkatnya pemakaian alat kontrasepsi dalam rahim, penyakit
radang panggul, usia ibu yang lanjut, pembedahan pada tuba, dan pengobatan infertilitas
dengan terapi induksi superovulasi.

Di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta angka kejadian kehamilan ektopik pada tahun 1987 ialah
153 di antara 4.007 persalinan atau 1 di antara 26 persalinan.

3. Etiologi

Riwayat kerusakan tuba baik karena kehamilan ektopik sebelumnya atau karena pembedahan
tuba untuk mengatasi infertilitas atau untuk sterilisasi merupakan resiko tertinggi terjadinya
kehamilan ektopik. Setelah satu kali mengalami kehamilan ektopik kemungkinan kehamilan
ektopik berikutnya adalah 10%. Infertilitas itu sendiri serta pemakaian ART untuk mengatasi
dilaporkan dengan peningkatan substansi resiko kehamilan ektopik. Angka kehamilan ektopik
adalah 4,3% setelah zigot intra fallopian transfer (ZIIF) tetapi hanya 1,8% dengan in vitro
fertilization (IVF). Implantasi “atipikal kehamilan kornu, abdomen, serviks, ovarium, dan
heterotopic lebih sering terjadi setelah prosedur ART. Riwayat infeksi tuba atau penyakit
menular seksual lainnya merupakann faktor resiko umum. Merokok yang mungkin penanda
bagi infeksi-infeksi diatas karena perilaku resiko tinggi. Perlekatan perituba akibat salpingitis,
infeksi paska abortus atau masa nifas, appendicitiss, atau enderometriosis mungkin
meningkatkan resiko kehamilan tuba. Satu kali serangan salpingtitis dapat diikuti oleh
kehamilan ektopik pada hampir 9% wanita.

Etiologi kehamilan ektopik sudah banyak disebutkan karena secara patofisiologi mudah
dimengerti sesuai dengan proses awal kehamilan sejak pembuahan sampai nidasi. Bila nidasi
terjadi diluar kavum uteri atau di luar endometrium, maka terjadilan kehamilan ektopik.
Dengan demikian, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya hambatan dalam nidasi embrio
ke endometrium menjadi penyebab kehamilan ektopik ini. Faktor-faktor yang disebutkan
sebagai berikut:

 Faktor Tuba
- Peradangan atau infeksi pada tuba yang menyebabkan tuba menyempit atau
buntu
- Uterus yang mengalami hypoplasia dan salutan tuba berkelok-kelok
- Endometriosis tuba atau divertikel saluran tuba yang bersifat kongenital
- Tumor di sekitar saluran tuba
 Faktor Abnormalitas dari zigot
Apabila tumbuh terlalu cepat atau tumbuh dengan ukuran besar, maka zigot akan
tersendat dalam perjalanan pada saat melalui tuba, kemudian terhenti dan tumbuh
di saluran tuba.
 Faktor ovarium
Bila ovarium memproduksi ovum dan ditangkap oleh tuba yang kontralateral,
dapat membutuhkan proses khusus atau waktu yang lebih panjang sehingga
kemungkinan terjadinya kehamilan ektopik lebih besar.
 Faktor hormonal
Pil KB yang hanya mengandung progesterone dapat mengakibatkan gerakan tuba
melambat. Apabila terjadi pembuahan dapat menyebabkan terjadinya kehamilan
ektopik
 IUD
Pemasangan IUD di mana proses peradangan yang dapat timbul pada endometrium
dan endosalping dapat menyebabkan terjadinya kehamilan ektopik.
 Infertilitas
 Obat-obatan: diethylstilbestrol
 Umur
 Perokok

4. Klasifikasi

Hampir 95% kehamilan ektopik terimplantasi pada beberapa segmen pada tuba fallopii.
Ampula merupakan tempat yang paling sering (70%) diikuti oleh isthmus (12%) fimbriae
(11%) interstitial (2%), sisa 5% dari kehamilan yang bukan di tuba biasanya pada ovarium,
kavitas peritoneal,serviks, atau bekas luka Caesar. Terkadang kehamilan multifetal berisi satu
konsepsi yang terkonsepsi pada uteri dan lainnya tidak pada uteri bersamaan. Terjadinya
kehamilan heterotopic ini terjadi pada 1:30.000 kehamilan. Namun dengan adanya teknologi
ART, insidensi 9 dalam 10.000 kehamilan. Jarang dilaporkan terjadi kehamilan tuba kembar
pada tuba yang sama atau tuba yang berbeda.

Berdasarkan lokasi terjadinya, kehamilan ektopik dappat dibagi menjadi 5 berikut ini:

1) Kehamilan tuba
2) Kehamilan ektopik lain
3) Kehamilan intraligimenter
4) Kehamilan heterotopic
Kehamilan Pars Interstisialis Tuba

Kehamilan ektopik ini terjadi bila ovum bernidasi pada pars interstitial tuba. Sangat jarang dan
hanya 1% dari semua kehamilan tuba. Ruptur pada keadaan ini terjadi pada kehamilan lebih
tua, dapat mencapai akhir bulan keempat. Perdarahan yang terjadi sangat banyak dan bila tidak
segera dioperasi, akan menyebabkan kematian. Dilakukannya salpingektomi ipsilateral
merupakan salah satu factor risiko terjadinya kehamilan ini.

Kriteria yang membuat kehamilan ini dapat dibedakan yaitu

 Uterus kosong
 Kantong gestasi terliihat terpisah dari endometrium dan >1cm dari ujung lateral kavitas
uteri dan Mantel <5mm mengelilingi kantong
 Garis ekogen diketahui sebagai ‘tanda garis interstitial” dari kantong gestasi sampai
kavitas endometrial

Bila terjadi rupture pada kehamilan interstitial, perdarahannya begitu hebat karena terdapat
pembuluh darahnya sehingga dalam waktu singkat dapat menyebabkan kematian.

Kehamilan Ektopik Ganda

Sangat jarang terjadi. Pada umumnya diagnosis kehamilan dibuat pada waktu operasi
kehamilan ektopik yang terganggu. Pada laparotomy ditemukan selain kehamilan ektopik yaitu
uterus yang membesar sesuai dengan tuannya kehamilan, dan 2 korpora lutea. Pengamatan
lebih lanjut adanya kehamilan intrauterine menjadi lebih jelas. Setelah laparotomy untuk
mengelola kehamilan ektopiknya kehamilan intrauterine dapat berlanjut seperti kehamilan
lainnya.

Kehamilan Ovarial

Kehamilan ovarial primer sangat jarang terjadi. Diagnosis kehamilan tersebut ditegakkan atas
dasar 4 kriteria dari Spielberg

1) Tuba pada sisi kehamilan harus normal


2) Kantong janin harus berlokasi pada ovarium
3) Kantong janin dihubungkan dengan uterus oleh ligamentum ovari proprium
4) Jaringan ovarium yang nyata harus ditemukan dalam dinding kanton janin
Kriteria tersebut sebenarnya sukar dipenuhi maka diagnosis yang pasti diperoleh bila kantong
janin kecil dikelilingi oleh jaringan ovarium dengan trofoblas memasuki alat tersebut. Pada
kehamilan ovarial biasanya terjadi rupture pada kehamilan muda dengan akibat perdarahan
dalam perutu. Hasil konsepsi dapat pula mengalami kematian sebelumnya sehingga tidak
terjadi rupture.

Kehamilan Servikal

Kehamilan servikal sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis servikalis,
maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika kehamilan berlangsung
terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka sebagian. Kehamilan servikal
jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara operatif oleh karena perdarahan.
Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat menyebabkan banyak perdarahan, sehingga
untuk menghentikan perdarahan diperlukan histerektomi totalis

Rubin (1911) mengajukan kriteria kehamilan servikal sebagai berikut

 Kelenjar serviks harus ditemukan di seberang tempat implantasi plasenta


 Tempat implasanti plasenta harus di bawah arteria uterina atau di bawah peritoneum
viserale uterus
 Janin/mudigah tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
 Implantasi plasenta di serviks harus kuat

Kesulitan dalam penilaian kriteria Rubin ialah bahwa harus dilakukan histerektomi atau biopsy
jaringan yang adekuat. Oleh sebab itu, Paalman dan McElin (1959) membuat kriteria klinik
sebagai berikut

 Ostium uteri internum tertutup


 Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
 Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
 Perdarahan uterus setelah fase amenorea tanpa disertai rassa nyeri
 Serviks lunak, membesar, dapat lebih besaar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hourglass uterus
Kehamilan Luka Cesar

Hal ini terjadi bila terdapat implantassi pada myometrium dari bekas luka Caesar. Insidensi
kejadiannya sekitar 1 dari 2000 kehamilan normal dan semakin meningkat dengan semakin
meningkatnya dilakukannya persalinan caesar. Pathogenesis dari CSP dihubungkan dengan
plasenta akreta dan resiko yang seruoa pada perdarahan. CSP biasanya terdapat awalm dan
nyeri dan perdarahan sering. Namun 40% wanita asimtomatik, diagnosis ditemukan saat
pemeriksaan USG rutin

5. Patofisiologi

Pada proses awal kehamilan apabila embrio tidak mencapai endometrium untuk proses nidasi,
maka embrio dapat tumbuh di saluran tuba dan kemudian akan mengalami beberapa proses
seperti pada kehamilan pada umumnya. Karena tuba bukan merukan suatu media yang baik
untuk pertumbuhan embrio atau mudigah, maka pertumbuhan dapat mengalami beberapa
perubahan dalam berikut ini

 Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi


Pada implantasi secara kolumner, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi kurang dan dengan mudah terjadi resorbsi total. Dalam keadaan ini
pederita tidak mengeluh apa-apa hanya haidnya terlambat untuk beberapa hari.
 Abortus ke dalam lumen tuba
Pembukaan pembuluh-pembuluh darah oleh vili korialis pada dinding tuba di
tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari dinding tersebut bersama-sama
dengan robeknya pseudokapsularis. Pelepasan ini dapat terjadi sebagian atau
seluruhnya. Bila pelepasan menyeluruh, mudigah dengan selaputnya dikeluarkan
dalam lumen tuba dan kemudian didorong oleh darah ke arah ostium tuba pars
abdominalis. Abortus ke lumen tuba lebih sering terjadi pada kehamian pars
ampularis, sedangkan penembusan dinding tuba oleh vili korialis kea rah
peritoneum biasanya terjadi pada kehamilan pars ismika. Perdarahan yang
berlangsung terus menyebabkan tuba membesar dan kebiruan (hemosalping),
darah mengalir ke rongga perut melalui ostium tuba. Darah ini akan berkumpul di
kavum Douglasi dan membentuk hematokel retrouterina.
 Ruptur dinding tuba
Ruptur tuba sering terjadi bila ovum berimplantasi pada ismus dan biasanya pada
kehamilan muda. Sebaliknya rupture pada pars interstisialis terjadi pada kehamilan
yang lebih lalnjut. Faktor utama yang menyebabkan rupture ialah penembusan vili
korialis ke dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Rupture dapat
terjadi secara spontan atau karena trauma ringan seperti koitus dan pemeriksaan
vaginal. Dalam hal ini terjadid perdarahan dalam rongga perut, kadang
sedikit/banyak, sampai menimbulkan syok dan kematian. Bila pseudokapsularis
ikut pecah, maka terjadi pula perdarahan dalam lumen tuba. Darah dapat mengalir
ke dalam rongga perut melalui tuba abdominal.
Bila terjadi rupture sekunder dinding tuba yang telah menipis oleh invasi trofoblas,
pecah karena tekanan darah dalam tuba. Jika janin hidup terus terdapat kehamilan
intra ligimenter.
Pada rupture ke rongga perut seluruh janin dapat keluar dari tuba, tetapi bila
robekan tuba kecil, perdarahan terjadi tanpa hasil konsepsi dikeluarkan dari tuba.
Darah tertampung pada rongga perut akan mengalir ke kavum douglasi yang makin
lama makin banyak dan akhirnya dapat memenuhi rongga abdomen.
Bila janin mati dan masih kecil, dapat diresorbsi seluruhnya; bila besar kelak dapat
diubah menjadi litopedion.
Janin yang dikeluarkan dari tuba dengan masih diselubungi kantong amnion dan
dengan plasenta masih utuh, kemungkinan tumbuh terus dalam rongga perut,
sehingga akan terjadi kehamilan abdominal sekunder.

6. Manifestasi Klinis

Gambaran klinik kehamilan ektopik yang belum terganggu tidak khas. Umumnya penderita
mengalami gejala-gejala kehamilan muda, dan mungkin merasa nyeri sedikit di perut bagian
bawah. Pada pemeriksaan vaginal uterus membesar dan lembek walaupun mungkin tidak
sebesar tuanya kehamilan. Pada pemeriksaan usg sangat membantu penegakan diagnosis.

Bila kehamilan ektopik mengalami penyulit atau terjadi rupture pada tempat lokasi nidasi
kehamilan ini akan memberikan gejala dan tanda yang khas yaitu timbulnya sakit perut
mendadak yang kemudian disusul dengan syok atau pingsan. Hal ini merupakan pertanda khas
terjadinya kehamilan ektopik terganggu.
Triase klasik pada KET adalah berikut
 Nyeri
Merupakan keluhan utama kehamilan ektopik terganggu. Biasanya pada abortus tuba
nyeri tidak seberapa hebat dan terus menerus. Darah dalam rongga perut dapat
merangsang diafragma, sehingga menyebabkan nyeri bahu dan bila membentuk
hematokel retrouterina, menyebabkan defekasi nyeri.
 Perdarahan pervaginam
Freukensi perdarahan dikemukakan dari 51—93%. Perdarahan berarti gangguan
pembentukan human chorionic gonadotropin. Jika plasenta mati, desidua dapat
dikeluarkan seluruhnya
 Amenorea

Gejala lain yang dapat muncul yaitu


 Syok hipovolemik
Tanda-tanda syok lebih nyata bila pasien duduk. Selain itu, oligouria dapat menyertaia.
 Pembesaran uterus
Dapat ditemukan pembesaran uterus tetapi umumnya sedikit lebih kecil dibandingkan
dengan uterus pada kehamilan intrauterine yang berusia sama
 Massa di dalam rongga panggul
Dapat teraba massa yang lunak kenyal yang merupakan kumpulan darah di tuba dan
sekitarnya.
 Perubahan darah
Kadar hemoglobin pada darah kemungkinan menurun

Pada pemeriksaan vaginal usaha menggerakkan serviks uteri menimbulkan rasa nyeri, yang
disebut dengan nyeri goyang (+) atau slinger pijn. Kavum douglasi menonjol dan nyeri pada
perabaan oleh karena terisi oleh darah

7. Diagnosis

Diagnosis kehamilan ektopik terganggu pada jenis mendadak tidak banyak mengalami
kesukaran, tetapi pada jenis menahun atau atipik bisa sulit sekali. Untuk mempertajam
diagnosis, maka pada tiap perempuan dalam masa reproduksi dengan keluhan nyeri perut
bagian bawah atau kelainan haid, kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan.
Alat bantu diagnosis yang digunakan adalah kuldosintesis, ultrasonografi dan laparoskopi
disamping anamnesis. Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang terdapat
gejala subjektif kehamilan bahu. Nyeri perut bagian bawah, tenesmus. Perdarahan pervaginam
terjadi setelah nyeri perut

Terdapat algoritma dalam mendiagnosis kehamilan ektopik:


Anamnesis
 Nyeri
 Amenore
 Perdarahan pervaginam
 Dari iritasi pada diafragma dapat terdapat nyeri leher atau bahu terutama pada inspirasi
pada keadaan wanita yang terjadi hemoperitoneum

Pemeriksaan Fisik
 Pada rupture di tuba nyeri pada perut bagian bawah dan nyeri pelvis biasanya berat dan
sering dideskripsikan dengan tahan, tertusuk, atau robek.
 Pada palpasi abdomen didapatkan didapatkan tenderness
 Pada pemeriksaan bimanual pelvis, terutama pergerakan serviks didapatkan nyeri
hebat, bagian fonix posterior dapat didapatkan penonjolan dikarenakan terdapat
perdarahan pada rektouterina
 Iritasi peritoneum dapat menyebabkan pengerasan otot, peningkatan frekuensi
berkemih dan demam, yang semuanya mengarah ke arah yang salah misalnya usus
buntu
 Dapat terjadi pembesaran uterus dikarenakan stimulasi hormone.
 Terdapat perdarahan atau flek dari vagina pada 60—80% kehamilan tuba
 Pada keadaan perdarahan sedang tidak ada perubahan pada tanda vital, atau kenaikan
sedikit tekanan darah atau respon vasovagak dengan bradikardi atau hipotensi. Tekanan
darah akan turun dan nadi naik bila perdarahan terjadi terus menerus dan hipovolemi
terlihat. Gangguan vasomotor dapat terjadi dari vertigo sampai sinkop

Pemeriksaan USG

Pada kehamilan intrauterine dapat dideteksi mulai kehamilan 5 minggu di mana diameternya
sudah mencapai 5-10mm. bila dihubungkan dengan kadar Human Chorionic Gonadotropin,
pada saat itu kadarnya sudah mencapai 6000—6500 mIU/ml. Dari hal ini bisa diartikan bahwa
bila pada kadar hCG yang lebih dari 6500 mIU/ml tidak dijumpai kantong gestasi intrauterine,
maka kemungkinan kehamilan ektopik harus dipikirkan

Gambar USG kehamilan ektopik sangat bervariasi bergantung pada usia kehamilan. Ada
tidaknya gangguan kehamilan (rupture, abortus), serta banyak dan lamanya perdarahan
intraabdomen. Diagnosis pasti kehamilan ektopik secara USG hanya bisa ditegakan bila terilhat
kantong gestasi berisi janin hidup yang letaknya di luar kavum uteri. Namun, gambaran ini
hanya dijumpai pada 5-10% kasus.

Sebagian besar kehamilan ektopik tidak memberikan gambaran yang spesifik yaitu

 Uterus mungkin besarnya normal, atau mengalami sedikit pembesaran yang tidak
sesuai dengan usia kehamilan.
 Endometrium menebal ekogenik sebagai akibat reaksi desidua. Pada kehamilan normal
kantung gestasi muncul pada usia 4,5 dan 5 minggu namun pada kehamilan ektopik,
endometrial trilaminal dapat terlihat
 Terdapat sekumpulan cairan anekoik, yang dapat berarti terdaoat kantong gestasi
intrauteri awal dapat terlihat pada kehamilan ektopik
 Kavum uteri serig berisi cairan eksudat yang diproduksi oleh sel-sel desidua, yang pada
pemeriksaan terlihat sebagai struktur cincin anekoik yang disebut kantong gestasi palsu
 Sering dijumpai massa tumor di daerah adneksa. Gambaran massa yang tidak spesifik
ini mungkin sulit dibedakan dengan gambaran yang disebabkan oleh peradanngan
adneksa, tumor ovarium, ataupun massa endometrioma
 Dapat terlihat adanya hemoperitoneum walaupun bisa dideteksi dengan melakukan
kuldosintesis
 Gambaran perdarah akibat kehamilan ektopik sulit dibedakan dari perdarahan atau
cairan bebas yang terjadi oleh sebab lain, seperti endometriosis pelvik, peradangan
pelvik, asites, pus, kista pecahm dan perdarahan ovulasi

Pemeriksaan laboratorium:
 Darah lengkap
 Tes kehamilan
Tes kehamilan negative tidak menyingkirkan kemungkinan kehamilan ektopik
terganggu
 Serum Progesteron

Kuldosintesis
Kuldosintesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui apakah dalam kavum
douglasi ada darah
1) Penderita dibaringkan dalam posisi litotomi
2) Vulva dan vagina dibersihkan dengan antiseptic
3) Speculum dipapsang dan bibir belakang porsio dijepit dengan cunam serviks; dengan
traksi ke depan sehingga forniks posterior tampak
4) Jarum spinal no.18 ditusukkn ke dalam kavum douglassi dan dengan semprit 10ml
diakukan pengisapan
5) Bila pada pengisapan ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan
diperhatikan
- Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku; darah ini
berasal dari arteria tau vena yang tertusuk
- Darah tua berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku. Atau yang berupa
bekuan kecil-kecil; darah ini menunjukan adanya hematokel retroute

Laparoskopi
Sistem optic dan elektronik dapat dipakai untuk melihat organ-organ di panggul dan
dibandingkan dengan USG, laparoskopi lebih menguntungkan karena mampu melihat
keadaan rongga pelvis secara a vue sehingga ketepatan diagnostic lebih tinggi namun
laparoskopi lebih invasive dibanding USG. Laparoskopi maupun USG akan sangat berguna
bila digunakan oleh tenaga berpengalaman. Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu
diagnostic terakhir untuk kehamilan ektopik

8. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari nyeri perut pada kehamilan ada banyak
 Abortus
 Infeksi
 Pembesaran pada leimioma
 Salpingitis
 Perdarahan, rupture, atau teruparnya massa ovarium
 Perdarahan akibat kista folikel atau korpus luteum
 Appendicitis
 Sistitis
 Batu ginjal
 Gastroenteritis
 Urinary calculus
 Urinary calculus

9. Tatalaksana

Tatalaksana farmakoterapinya yaitu pemberian antimetabolite metotreksat. Obat ini


merupakan asam folic antagonis. Dapat menempel dengan dihydrofolat reduktasme yang
memblok reductase dari dihyrofolat terhadap tetrahidrofolat, yang merupakan bentuk aktif dari
asam folic. Hasilnya, purin dan pirimidin sintesis tertahan, yang membuat sintesis DNA RNA,
dan protein tertahan. Metatreksat mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap cepatnya
proliferasi jaringan seperti trofoblas. Secara keseluruhan, resolusi kehamilan ektopik tuba
mencapai 90 persen dari kegunaannya. Namun dapat merusak sumsum tulang, mukosa
gastrointestinal dan epitel respirasi. Obat ini toksik terhadap hepatosit dan diekskresi di ginjal.
Metatroksat juga merupakan teratogen poten. Maka dari itu terdapat protokol penggunaan

Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampulari tuba yang belum pecah pernah dicoba ditangani
dengan menggunakan kemoterapi dengan kriteria
1) Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah
2) Diameter kantong gestasi ≤4 cm
3) Perdarahan rongga perut ≤100 ml
4) Tanda vital baik dan stabil
Dengan obat metotreksat 1mg/kg I.V. dan factor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M. berselang-seling
setiap hari selama 8 hari.

Penggunaan Metotreksat digunakan pada kehamilan tuba, kehamilan, pada kehamilan


interstisial tidak terlalu berefek, pada kehamilan kuka sesar dapat digunakan, pada kehamilan
servikal di beberapa tempat dipakai sebagai lini pertama

Tabel berikut merupakan kriteria dalam penggunaan metotrexate

Pembedahan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Hal-hal yang harus
diperhatikan adalah:

 Kondisi penderita saat itu


 Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 Lokasi kehamilan ektopik
 Kondisi anatomic organ pelvis
 Kemampuan teknik bedah mikro dokter operator
 Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat

Dari hal tersebut dapat digunakan untuk mempertimbangkan pembedahan konservatif yaitu
salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila keadaan pasien buruh baiknya dilakukan
salpingektomi

Biasanya laparotomy dibutuhkan ketika terdapat perdarahan intraperitoneum yang sangat


banyak. Darah dan gumpalan darah harus dibuang dan tuba yang rusak parah dipotong
(salpingektomi). Akan tetapi proses ini dapat dilakukan dengan laparoskopi.

Pada kehamilan interstitial biasanya dilakukan operasi reseksi kornual atau kornuostomi yang
dilakukan via laparotomy atau laparoskopi
Pada kehamilan luka cesar dapat dilakukan histerektomi untuk pilihan bila menginginkan
sterilisasi. Dapat juga dilakukan vakum kuretase, pengeluaran histerekopik, eksisi ismus secara
abdominal atau vaginal. Dipasangnya kateter balloon dapat digunakan sebagai opsi.

Pada kehamilan servikal histerektomi mungkin dibutuhkan pada keadaan perdarahan tidak
teratasi dapat juga dilakukan kuretase atau vakum kuretase.

Pada kehamilan abdominal harus dioperasi secepat mungkin mengingat bahaya perdarahan dan
ileus. Selain itu seperti telah diterangkan sebelumnya prognosis anak kurang baik sehingga
penundaan operasi untuk kepentingan kurang bermanfaat kecuali pada keadaan-keadaan
tertentu. Tujuan operasi hanya melahirkan anak sedangkan plasenta biasanya ditinggalkan.
Pelepasan plasenta dari dasarnya pada kehamilan abdominal menimbulkan perdarahan hebat
karena plasenta melekat pada dinding yang tidak mampu berkontraksi. Plasenta yang
ditinggalkan lambat laun akan diresorbsi. Mengingat kemungkinan perdarahan yang hebat
persediaan darah harus cukup.

10. Prognosis

Kematian karena kehamilan ektopik terganggu cenderung turun dengan diagnosis dini dan
persediaan darah yang cukup. Pada umumnya kelainan yang menyebabkan kehamilan ektopik
bersifat bilateral. Sebagian perempuan menjadi steril setelah mengalami kehamilan ektopik
lagi pada tuba yang lain. Angka kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan antara 0% sampai
14,6%. Untuk perempuan dengan anak sudah cukup, sebagiknya pada operasi dilakukan
salpingektomi bilateralis. Dengan sendirinya hal ini perlu disetujui oleh suami-isteri sendiri.

Kehamilan ektopik merupakan sebab kematian yang penting sehingga di diagnosis harus cepat
ditegakkan dan persediaan darah untuk tranfusi serta antibiotic harus mencukupi. Prognosis
baik bila kita dapat menemukan kehamilan ektopik secara dini. Keterlambatan diagnosis akan
menyebabkan prognosis buruk akibat resiko perdarahan arterial intraabdomen, yang akan
menyebabkan kematian akibat syok hipovolemik bila tidak segera ditangani.
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
Nama : Ny. L Nama : Tn. N
Umur : 44 th Umur : 44 th
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Kristen Agama : Kristen
Suku : Batak Suku : Batak
Golongan darah : B / Rh (+)

Alamat : Taman puri cendana


No.RM : 169610
Tanggal Masuk : 03 Desember 2019

B. ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamnesis pada pasien tanggal 03 Desember 2019 jam 09.00 WIB

Keluhan Utama :
Perdarahan pervaginam

Keluhan Tambahan :
Lemas

Riwayat penyakit sekarang :


Pasien datang ke RSUD rujukan dari RS luar karena terdapat perdarahan pevaginam setelah
dilakukan kuretase dengan diagnosis rujukan plasenta akreta. Kuretase dilakukan pukul 14.00
sehari sebelum pasien datang ke RSUD. Usia Kehamilan pasien pada saat dilakukan kuretase
13-14minggu. Pada saat tindakan terdapat perdarahan 100cc. tampon rembes 3 kali post
kuretase Perdarahan berwarna merah segar. pasien semakin merasa lemas setelah dilakukan
kuretase dan Hb pasien turun terus setelah dilakukan kuretase. Mules (-), mual (-), nyeri perut
(-)
Riwayat penyakit dahulu :
Penyakit darah tinggi, kencing manis, jantung, paru, ginjal dan alergi disangkal.

Riwayat penyakit keluarga :


Penyakit darah tinggi, kencing manis, jantung, paru, ginjal, kelainan darah dan alergi
disangkal.

Riwayat Operasi :
Pernah melakukan operasi cesar 2 kali

Riwayat menstruasi :
Menarche : 12 tahun
Siklus : Teratur, tiap 1 bulan sekali
Lama : 7 hari

Riwayat KB :
Suntik KB (+) selama 3 tahun

Riwayat Obstetri:
Paritas : G5P3A2
Tahun Tempat Umur Jenis
No Penolong Penyulit BB Keterangan
Partus Partus Kehamilan Persalinan
1. Abortus
2. Abortus
3. 2008 RS aterm cesar Sp.OG Gemelli 3000/3000 Cewek/cewek
4. 2010 RS aterm cesar Sp.OG 4600 Cowok
5 Post
Kuret

Usia Kehamilan sebelum Kuretase : 13-14 minggu

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status generalis
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis
Tekanan darah : 103/54 mmHg
Nadi : 99 x/menit
Suhu : 36,5 o C
Pernafasan : 20 x/menit
TB : 150 cm
BB : 55 kg
Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Sklera ikterik (-/-)
Paru : Suara nafas vesikuler di seluruh lapang paru, suara tambahan (-)
Jantung : BJ I/BJ II reguler murni, suara BJ tambahan (-)
Abdomen : Pembesaran perut (+) simetris, bising usus (+), striae gravidarum (+)
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)

2. Status obstetri
a. Pemeriksaan luar
Payudara : Ukuran Membesar
Everted
ASI tidak keluar
TFU : 2 Jari di atas simfisis pubis

b. Pemeriksaan dalam
v/v : Terlihat darah keluar pervaginam
Porsio : Kuncup
ke arah anterior
Serviks : Nyeri goyang (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan Laboratorium
(2 Desember 2019)
Pemeriksaan Hematologi Sebelum Kuretase di
RS luar
Hemoglobin : 12,9 g/dl Glukosa sewaktu : 74 mg/dL
Leukosit : 7.570/mm
Eritrosit : 3,0 jt/mm3 Masa perdarahan : 2.00

Hematokrit : 38,2 Masa Pembekuan : 12.00


Trombosit : 128 ribu/mm3 (L)
(2 Desember 2019)
Pemeriksaan Hematologi Setelah Kuretase di
RS luar
Hemoglobin : 10,7 g/dl (L)
Leukosit : 13.540/mm (H)
Hematokrit : 31,4 (L)
Trombosit : 116 ribu/mm3 (L)

(2 Desember 2019)
Pemeriksaan Hematologi pada Malam Hari di RS luar

Hemoglobin : 9,7 g/dl (L)


Leukosit : 16.510/mm (H)
Hematokrit : 28,8 (L)
Trombosit : 116 ribu/mm3 (L)

(3 Desember 2019)
Pemeriksaan Hematologi pukul 06.20 di RS luar sebelum di rujuk ke RSUD

Hemoglobin : 8,1 g/dl (L)


Leukosit : 12.260/mm (H)
Hematokrit : 23,8 (L)
Trombosit : 112 ribu/mm3 (L)

(3 Desember 2019)
Pemeriksaan Hematologi pukul 12.33 post laparotomi di RSUD

SGOT : 17 U/L Glukosa sewaktu : 74 mg/dL


SGPT : 15 U/L Golongan Darah : A Rh (+)
Ur : 15 mg/dL HIV reagen :-

Cr : 0,6 mg/dL HbsAg : Non Reaktif


eGFR : 112.0 Tes Kehamilan : (+)
b. USG (03 Desember 2019)

USG:
Terdapat massa yang lebih hypoechoic pada rongga serviks

Kesan: Kehamilan Ektopik pada Serviks


E. DIAGNOSIS PREOPERATIF
G4P2A2 Gravida H12-13minggu dengan Kehamilan Ektopik Servikal

F. RENCANA PENATALAKSANAAN
- Infus RL
- Ceftriaxone (2x1) drip
- Saran untuk dilakukan tindakan operatif
- Ajukan persiapan darah 4
- Saran dilakukan steril
- Observasi

G. DIAGNOSIS PASCAOPERATIF
P2A3 Post Op Laparotomi et causa Kehamian Ektopik Servikal
LAPORAN OPERASI
FOLLOW UP

Ruang Nifas

Hari,
Tanggal Pemeriksaan Temuan Klinis dan Penatalaksanaan

S: nyeri pada jahitan bekas operasi

O: KU: baik Kesadaran : Composmentis

TD : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/menit

04-12-2019 Suhu : 36 ⁰C

Hari ke II A : P3A3 post laparotomy ec kehamilan ektopik servikal

P : - infus RL + 1 amp oksitosin 20 tpm

- As.Tranexamat 3 x 500 mg (iv)

- Ceftriaxone 2 x 1 (drip)

S: tidak ada keluhan

O: KU: baik Kesadaran : Composmentis

TD : 125/82 mmHg Nadi : 89 x/menit RR : 20


x/menit

05-12-2019 Suhu : 36 ⁰C

Hari ke III A : P3A3 Post op laparotomy ec kehamilan ektopik


servikal

P: - RL

- As. Tranexamat 3x500 mg (iv)

- Ceftriaxone 2x1 drip


BAB IV
ANALISA KASUS

1. Apakah diagnosis dan tindakan di RS luar sudah benar?


Pasien datang ke RSUD dengan rujukan diagnosis plasenta akreta. Namun berdasarkan
anamnesis dari pasien sebelum pasien di rujuk pasien tidak dilakukan pemeriksaan selain
dari pemeriksaan lab.

Istilah plasenta akreta digunakan untuk menggambarkan tiap jenis implantasi yang
melekat terlalu erat secara abnormal ke uterus. Hampir setengah dari pasien yang pernah
menjalani persalinan Caesar memiliki fiber miommetrium yang terlihat menempel secara
mikroskopik pada plasenta. Kebanyakan dari pasien dengan plasenta akreta tidak
menunjukan gejala maka dari itu untuk ditegakkannya diagnosis plasenta akreta
dibutuhkan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lain seperti:

1) USG
2) MRI
3) Lab
4) Patologi Anatomi
5) Indeks Plasenta Akreta

Pada pasien ini tidak dilakukan USG dan hanya dilakukan pemeriksaan lab pada RS
sebelumnya sehingga diagnosis plasenta akreta belum bisa ditegakkan.

Karena perdarahan yang signifikan umum terjadi dan ada kemungkinan dilakukan
histerektomi akan diperlukan bila plasenta akreta tegak didiagnosis, wanita dengan
dicurigai plasenta akreta harus dijadwalkan untuk ditangani oleh RS dengan fasilitas bedah
yang lengkap dan memiliki bank darah yang dapat memfasilitasi transfusi jumlah besar
berbagai produk darah. Suplementasi dengan besi oral dianjurkan untuk memaksimalkan
simpanan zat besi dan dayadukung oksigenasi

Pada pasien ini dirujuk ke RSUD karena di RS luar tidak memiliki fasilitas yang cukup
untuk dilakukan yaitu fasilitas bank darah sedangkan pada RSUD memiliki fasilitas ini.
2. Apakah diagnosis di RSUD sudah benar?

Di RSUD diagnosis pasien yang awalnya mempunyai diagnosis rujukan plasenta akreta
berubah menjadi Kehamilan Ektopik Terganggu Servikal

Pada kasus ini ditegakkan dasar diagnosis Kehamilan Ektopik Terganggu Servikal:

 Anamnesis: Pasien datang ke RSUD rujukan dari RS luar karena terdapat perdarahan
pevaginam setelah dilakukan kuretase dengan diagnosis rujukan plasenta akreta.
Kuretase dilakukan pukul 14.00 sehari sebelum pasien datang ke RSUD. Usia
Kehamilan pasien pada saat dilakukan kuretase 13-14minggu. Pada saat tindakan
terdapat perdarahan 100cc. tampon rembes 3 kali post kuretase Perdarahan berwarna
merah segar. pasien semakin merasa lemas setelah dilakukan kuretase dan Hb pasien
turun terus setelah dilakukan kuretase. Mules (-), mual (-), nyeri perut (-)
 Pemeriksaan Luar: TFU: 2 jari di atas simfisis
 Pemeriksaan Dalam:
v/v : terlihat darah keluar dari vagina
 Pemeriksaan Lab
Pada pemeriksaan lab Hb terus turun
02/12/19 : 12,9 g/dl (Sebelum Kuretasi di RS luar)
02/12/19 : 10,7 g/dl (Setelah Kuretase di RS luar
02/12/19 : 9,7 g/dl (Malam hari Setelah Kuretasi di RS luar)
03/12/19 : 8,1 g/dl (Pagi hari sebelum dirujuk ke RSUD)
 USG : Kesan : Kehamilan Ektopik pada serviks
Kehamilan ektopik ialah suatu kehamilan yang pertumbuhan sel telur yang telah dibuahi
tidak menemmpel pada dinding endometrium kavum uteri.

Kelainan tempat kehamilan adalah kehamilan yang berada di luar kavum uteri. Kehamilan
disebut ektopik bila berada di tempat yang luar biasa, seperti di dalam tuba, ovarium atau
rongga perut—atau juga di tempat yang luar biasa walaupun masih dalam Rahim—serviks,
pars interstisialis tuba atau tanduk rudimenter Rahim.

Triase Klasik dari KET sendiri adalah:

1) Amenorea
2) Nyeri Perut
3) Perdarahan Pervagina
Dengan algoritme penegakan berikut

Kehamilan servikal sangat jarang terjadi. Bila ovum berimplantasi dalam kanalis
servikalis, maka akan terjadi perdarahan tanpa nyeri pada kehamilan muda. Jika
kehamilan berlangsung terus, serviks membesar dengan ostium uteri eksternum terbuka
sebagian. Kehamilan servikal jarang melampaui 12 minggu dan biasanya diakhiri secara
operatif oleh karena perdarahan. Pengeluaran hasil konsepsi pervaginam dapat
menyebabkan banyak perdarahan, sehingga untuk menghentikan perdarahan diperlukan
histerektomi totalis
Rubin (1911) mengajukan kriteria kehamilan servikal sebagai berikut

 Kelenjar serviks harus ditemukan di seberanng tempat implantasi plasenta


 Tempat implasanti plasenta harus di bawah arteria uteria atau di bawah peritoneum
viserale uterus
 Janin/mudigah tidak boleh terdapat di daerah korpus uterus
 Implantasi plasenta di serviks harus kuat

Kesulitan dalam penilaian kriteria Rubin ialah bahwa harus dilakukan histerektomi atau
biopsy jaringan yang adekuat. Oleh sebab itu, Paalman dan McElin (1959) membuat
kriteria klinik sebagai berikut

 Ostium uteri internum tertutup


 Ostium uteri eksternum terbuka sebagian
 Seluruh hasil konsepsi terletak dalam endoserviks
 Perdarahan uterus setelah fase amenorea tanpa disertai rasa nyeri
 Serviks lunak, membesar, dapat lebih besaar dari fundus uteri, sehingga terbentuk
hourglass uterus

Pada Kasus ini selain dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan lab KET
Servikal dapat ditegakkan lebih kuat setelah dilakukan USG yaitu terdapat hasil konsepsi
pada serviks.

3. Bagaimana Penatalaksanaan pada Kehamilan Ektopik?

Tatalaksana Kehamilan Ektopik

Tatalaksana medis yaitu pemberian antimetabolite metotreksat. Obat ini merupakan asam
folic antagonis. Daoat menempel dengan dihydrofolat reduktasm yang memblok reductase
dari dihyrofolat terhadap tetrahidrofolat, yang merupakan bentuk aktif dari asam folic.
Hasilnya, purin dan pirimidin sintesis tertahan, yang membuat sintesis DNA RNA, dan
protein tertahan. Metatreksat mempunyai efektivitas yang tinggi terhadap cepatnya
proliferasi jaringan seperti trofoblas. Secara keseluruhan, resolusi ehamilan ektopik tuba
mencapai 90 persen dari kegunaannya. Namun dapat merusak sumsum tulang, mukosa
gastrointestinal dan epitel respirasi. Obat ini toksik terhadap hepatosit dan diekskresi di
ginjal. Metatroksat juga merupakan teratogen poten. Maka dari itu terdapat protokol
penggunaan
Pada kasus kehamilan ektopik di pars ampulari tuba yang belum pecah pernah dicoba
ditangani dengan menggunakan kemoterapi dengan kriteria

5) Kehamilan di pars ampularis tuba belum pecah


6) Diameter kantong gestasi ≤4 cm
7) Perdarahan rongga perut ≤100 ml
8) Tanda vital baik dan stabil

Dengan obat metotreksat 1mg/kg I.V. dan factor sitrovorum 0,1 mg/kg I.M. berselang-
seling setiap hari selama 8 hari.

Penggunaan Metotreksat digunakan pada kehamilan tuba, kehamilan, pada kehamilan


interstisial tidak terlalu berefek, pada kehamilan luka sesar dapat digunakan, pada
kehamilan servikal di beberapa tempat dipakai sebagai lini pertama

Berikut kriteria dalam penggunaan Metotreksat

Pembedahan

Penanganan kehamilan ektopik pada umumnya adalah laparotomi. Hal-hal yang harus
diperhatikan adalah:

 Kondisi penderita saat itu


 Keinginan penderita akan fungsi reproduksinya
 Lokasi kehamilan ektopik
 Kondisi anatomic organ pelvis
 Kemampuan teknik bedah mikro dokter operator
 Kemampuan teknologi fertilisasi in vitro setempat

Dari hal tersebut dapat digunakan untuk mempertimbangkan pembedahan konservatif


yaitu salpingostomi atau reanastomosis tuba. Apabila keadaan pasien buruh baiknya
dilakukan salpingektomi
Biasanya laparotomy dibutuhkan ketika terdapat perdarahan intraperitoneum yang sangat
banyak. Darah dan gumpalan darah harus dibuang dan tuba yang rusak parah dipotong
(salpingektomi). Akan tetapi proses ini dapat dilakukan dengan laparoskopi.

Pada Kasus ini dilakukan laparotomy eksplorasi cito karena kondisi pasien yang semakin
memburuk karena perdarahan yang terus terjadi. Pasien sendiri dikarenakan sudah
memiliki 3 anak merasa cukup dan meminta untuk dilakukan steril agar untuk kedepannya
tidak memiliki resiko kembali dimana pasien sebelumnya sudah pernah keguguran 2 kali.
Pemberian obat metrotreksat pun tidak bisa diberikan karena kondisi pasien yang sudah
buruk.
BAB V
PENUTUP

Kesimpulan

- Penegakkan diagnosis pada pasien ini yang meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan
penunjang sudah sesuai dengan teori.
- Penanganan kasus pasien ini sudah sesuai dengan prosedur

Saran
- Sebaiknya lebih mengenali tanda-tanda risiko tinggi perdarahan pada saat pemeriksaan
kehamilan dan merujuk ke RS sesegera mungkin untuk mendapatkan penanganan yang
lebih baik
DAFTAR PUSTAKA

AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N, editors. Current Diagnosis & Treatment
Obstetrics & Gynecology. USA: The McGraw-Hill Companies; 2017. p. 31. 1-14
Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran
Bandung. Obstetri Patologi. Bandung: Elstar Offset; 2014; hlm 7-17, 21-34.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Gilstrap LC, Wenstrom KD.
Dr. Sofian,Amru Sp.OG (K) Onk, MWALS. 2012. Sinopsis Obstetri Jilid I. Jakarta ;
EGC
Hanretty, Kevin P. Obstetric Illustration. 7th Edition.USA: Churchill Livingstone.
2014
Harlev A, Wiznitzer A. Bleeding During Pregnancy. Londong: Springer. 2012
Konar H. DC Dutta’s Textbook of Obstetrics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical
Publishers. 2015
Obstetrical Hemorrhage. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC,
Gilstrap LC, Wenstrom KD. Williams Obstetrics. 25edition . USA: The McGraw-Hill
Companies; 2018. p. 371-386
Camran N, Jillian Main. Surgical Treatment of Ectopic Pregnancy. USA: Springer
international Publishing Switzerland. 2015
Paterson S, Brown S. Obstetrics Emergencies. In: Edmonds DK, editor. Dewhurst’s
Textbook of Obstetrics & Gynaecology. Edisi 8. USA: Blackwell Publishing; 2014.
p. 149-54
The Third Stage Of Labour. Edinburgh: Chruchill Livingstone; 2014. p. 60-

Anda mungkin juga menyukai