- Setiap tindakan yang hendak kita lakukan,sebaiknya
dipikirkan terlebih dahulu apa akibatnya kelak.
- Kita tidak boleh buta hanya karena harta, karena harta
kita hanyalah sebuah titipan dari Tuhan.
- Hendaklah kita melakukan kebaikan kepada semua
orang ,dan jangan sekali-kali kita membuat orang lain susah.
TERSURAT:
Pada cerita ini berkaitan HUKUM KARMA oleh karena itu
perbuatan Men Negara yang memperkosa Ni Luh Sukreni, anaknya kandungnya. Selain itu, akibat perbuatannya itu harta bendanya hangus terbakar. Tokoh lain yang mendapat hukum karma adalah I Gusti Made Tusan. Karena ketidaktahuannya, ia membunuh I Gustam, anak kandungnya, hasil kejahatannya memperkosa Ni Luh Sukreni. Jadi, siasat busuk Men Negara mendapat hukum karma dengan diperkosanya Ni Luh Sukreni (anaknya sendiri) oleh Mantri Polisi I Gusti Made Tusan. Kemudian, perbuatan jahat I Gusti Made Tusan yang memperkosa Ni Luh Sukreni, mendapat hukum karma dengan terbunuhnya I Gusti Made Tusan, oleh parang I Gustam, anaknya, yang tidak diketahuinya. Demikian juga halnya dengan I Gustam. Ia mati di tangan ayah kandungnya (Tusan) karena merampok. KEPENGARANGAN Anak Agung Pandji Tisna lahir di Singaraja, 11 februari 1908. Meninggal pada tanggal 2 Juni 1978, di Lovina Beach. Beliau menempuh pendidikan di HIS Singaraja, Mulo Batavia, belajar bahasa Inggris di Surabaya. Pada tahun 1925 ia menjadi pedagang kopra. 1935 membuka sekolah rendah berbahasa Belanda De Sisya Pura School, menjadi guru bahasa Inggris di sekolah Pertiwi Putra, mengarang lagu dan menjadi pemain biola pada sebuah orkes komedi Stambul, tetapi berhenti karena menginsafi bahaya pada moral dari profesi tersebut. Pindah ke kebun kelapa milik ayahnya di tepi pantai yang sekarang disebut Lovina Beach. Sewaktu ingin ke Wina, di Singapura penyakit matanya kambuh sehingga menyebabkan matanya buta. 1973 menjadi pemimpin redaksi Majalah Jatayu ang disebut perkumpulan Bali Dharma Laksana. 1944 sebagai anak tertua menggantikan ayahnya, A.A. Putu Djlantik, yang meninggal dunia, menjadi raja Buleleng. 1945 dipilih menjadi ketua raja-raja seluruh Bali 1946 beralih agama menajdi Kristen 1947 berhenti sebagai raja Buleleng, digantikan oleh adiknya, A.A. ng. K. Djlantik, S.H., di tahun ini pula beliau mendirikan SMP Bhaktiyasa, perpustakaan umum, dan bioskop 1950 menjadi anggota DPR-RIS Jakarta dan tahun itu menjadi anggota DPR_RI (Kesatuan) 1954 memuat film Sukreni atas usahanya sendiri 1963 mendirikan gereja di Bukit Seraya
Karya-karya yang Pernah Ditulisnya:
Ni Rawit Centi Penjual Orang (Balai Pustaka, 1935)
Sukreni Gadis Bali (Balai Pustaka, 1936) Dewi Karuna (1939) I Made Widiadi (1955) Ia digolongkan sebagai sastrawan angkatan pujangga baru sejak ia menulis beberapa puisi yang salah satu di antaranya adalah “Ni Putri” pada majalah Pujangga Baru.