Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

Gagal jantung merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang


progresif dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di negara maju
maupun di negara berkembang termasuk Indonesia. Prevalensi gagal jantung terus
meningkat bersamaan dengan bertambah-nya usia. Gagal jantung dapat terjadi pada
semua usia tergantung pada penyebabnya. Gagal jantung didefinisikan sebagai
suatu kondisi patologis, dimana jantung sebagai pompa tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi untuk
metabolisme jaringan tubuh, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung masih
cukup tinggi.1
Dari 4,8 juta penduduk Amerika, sekitar 400.000 penduduk yang
terdiagnosa terkena penyakit gagal jantung kongestif per tahunnya. Sekitar 1,5- 2%
orang dewasa di Amerika Serikat menderita CHF (Congestif Heart Failure), terjadi
700.000 perawatan di rumah sakit per tahun. Di Inggris, sekitar 100.000 pasien
dirawat di rumah sakit setiap tahun karena gagal jantung, dan hal ini merupakan 5%
dari total perawatan medis yang ada dan menghabiskan lebih dari 1% dana
perawatan kesehatan di negara tersebut.2
Di Indonesia, sekitar 3-20 per 1000 orang pada populasi mengalami gagal
jantung, dan prevalensinya meningkat seiring pertambahan usia yaitu 100 per 1000
orang pada usia di atas 65 tahun. Gagal jantung merupakan penyakit tertinggi
pertama berdasarkan kunjungan pasien rawat inap di bangsal perawatan penyakit
jantung pada tahun 2012.2
Prevalensi gagal jantung berdasarkan yang terdiagnosis dokter atau gejala
sebesar 0,3%, dimana prevalensi gagal jantung berdasarkan terdiagnosis dokter
tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), Jawa Tengah
(0,18%) sedangkan prevalensi gagal jantung di Sulawesi Utara (0,14%).3
Risiko terjadinya gagal jantung semakin meningkat sepanjang waktu.
Menurut data WHO 2013, 17,3 juta orang meninggal akibat gangguan
kardiovaskular, mewakili 30% dari semua kematian global. Dari kematian ini,
diperkirakan 7,3 juta disebabkan oleh penyakit jantung. Angka insidensi gagal
jantung prevalensinya semakin meningkat.4
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Jantung


Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip piramid
dan terletak di dalam perikardium di mediastinum. Basis kordis dihubungkan
dengan pembuluh- pembuluh darah besar, meskipun demikian tetap terletak bebas
di dalam perikardium. Batas kanan jantung dibentuk oleh atrium kanan, batas kiri
oleh auricula kiri dan di bawah oleh ventrikel kiri. Batas bawah terutama dibentuk
oleh ventrikel kanan tetapi juga oleh atrium kanan dan apex oleh ventrikel kiri.5
Jantung dibagi menjadi 4 ruang yaitu atrium kanan, atrium kiri, ventrikel
kanan dan ventrikel kiri. Jantung mendapatkan darah dari arteri coronaria kanan dan
kiri, yang berasal dari aorta asendens tepat diatas valva aorta. Arteri coronaria dan
cabang-cabang utamanya terdapat dipermukaan jantung, terletak di dalam jaringan
ikat subepicardial.6

Gambar 1. Anatomi Jantung Manusia

2
2.2 Anatomi Paru
Paru-paru terletak di kedua sisi jantung dalam rongga dada dan
dilindungi secara melingkar oleh rongga yang dibentuk oleh rangka iga. Pada
anak-anak, paru berwarna merah muda tetapi dengan bertambahnya usia paru
menjadi gelap dan berbintik-bintik.6
Pulmo kanan sedikit lebih besar dari pulmo kiri. Pulmo kanan dibagi
oleh fissura obliqua dan fissura horizontalis pulmonal kanan menjadi tiga lobus
yaitu lobus superior, lobus medius, dan lobus inferior. Pulmo kiri dibagi oleh
fissura obliqua dengan cara yang sama menjadi dua lobus, lobur superior dan
lobus inferior. Pada pulmo kiri tidak ada fissura horizontalis.6
Bronkus, jaringan ikat paru, dan pleura viseralis menerima darah dari
arteri bronkialis yang merupakan cabang aorta desendens. Vena bronkialis
(yang berhubungan dengan vena pulmonalis) mengalirkan darahnya ke vena
azygos dan vena hemiazygos.5,6

Gambar 2. Pandangan Anterior Jantung di Rongga Toraks

2.3 Definisi Congestive Heart Failure (CHF)

Gagal jantung adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami


kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel – sel
tubuh akan nutrien dan oksigen secara adekuat. Hal ini mengakibatkan
peregangan ruang jantung (dilatasi) guna menampung darah lebih banyak
untuk dipompakan ke seluruh tubuh atau mengakibatkan otot jantung kaku
dan menebal. Dinding otot jantung yang melemah tidak mampu memompa
dengan kuat.7

3
Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung
memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan
jaringan terhadap oksigen dan nutrien. Gagal jantung kongestif adalah
keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung
tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume
diastolik secara abnormal. Penamaan gagal jantung kongestif yang sering
digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan sisi kanan.8

2.4 Epidemiologi
Di Indonesia, data mengenai penyakit jantung, termasuk gagal
jantung memang belum banyak diketahui. Departemen Kesehatan
melaporkan bahwa jumlah kasus gagal jantung di rumah sakit di Indonesia
mencapai 13.396 kasus yang dirawat di rumah sakit dan 16.431 pasien
yang dirawat jalan. Gagal jantung telah menjadi masalah kesehatan di
seluruh dunia.9

2.5 Klasifikasi
Gagal jantung (heart failure) adalah kumpulan sindroma klinis
yang kompleks yang diakibatkan oleh gangguan struktur ataupun fungsi
dan menyebabkan gangguan pengisian ventrikel atau pemompaan
jantung.10
2.5.1 Berdasarkan tingkat keparahannya
1. Gagal jantung akut (acute heart failure)
Gagal jantung akut (acute heart failure) adalah serangan cepat
dari gejala-gejala atau tanda-tanda akibat fungsi jantung yang
abnormal. Gagal jantung akut dapat berupa acute de novo (serangan
baru dari gagal jantung akut tanpa ada kelainan jantung sebelumnya)
atau dekompensasi akut dari gagal jantung kronik. Disfungsi yang
terjadi pada gagal jantung dapat berupa disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik.10
2. Gagal jantung kronis (chronic heart failure)
Gagal jantung kronis (chronic heart failure) juga didefinisikan
sebagai sindroma klinik yang komplek disertai keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatik baik dalam keadaan istirahat maupun
beraktifitas.10

4
2.5.2 Berdasarkan lokasi terjadinya
1. Gagal jantung kiri
Gagal jantung kiri adalah suatu keadaan dimana ventrikel kiri
jantung tidak dapat memompa darah dengan baik ke seluruh tubuh
menyebabkan tubuh kekurangan darah yang mengandung oksigen.
Ventrikel kiri secara mekanis mengalami kelebihan beban/melemah,
mengalami dispnea dan ortopnea akibat dari kongesti paru.10
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu dispnea, batuk, mudah
lelah, Kegelisahan dan kecemasan.
2. Gagal jantung kanan
Gagal jantung kanan adalah suatu keaadan yang terjadi Jika
abnormalitas yang mendasari mengenai ventrikel kanan. Hal ini
terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi
semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena. 10
Manifestasi klinis dari gagal jantung kanan yang tampak
meliputi :
a) Kongestif jaringan perifer dan viseral.
b) Edema ekstrimitas bawah (edema dependen), biasanya edema
pitting, penambahan berat badan.
c) Hepatomegali
d) Anorexia dan mual.
e) Nokturia.
Tabel 1. Klasifikasi Gagal Jantung11

5
2.6 Etiologi Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh:

1. Kelainan otot jantung


Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung,
disebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup ateriosklerosis
koroner, hipertensi arterial, dan penyakit degeneratif atau inflamasi.
2. Aterosklerosis koroner
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran
darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat
penumpukan asam laktat). Infark miokardium (kematian sel jantung)
biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Peradangan dan
penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan gagal
jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut
jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
3. Hipertensi sistemik atau pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
4. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara
langsung merusak serabut jantung menyebabkan kontraktilitas
menurun.
5. Penyakit jantung lain
Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang
sebenarnya, yang secara langsung mempengaruhi jantung.
Mekanisme biasanya terlibat mencakup gangguan aliran darah yang
masuk jantung (stenosis katup semiluner), ketidakmampuan jantung
untuk mengisi darah (tamponade, perikardium, perikarditif
konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload.
6. Faktor sistemik
Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan
anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik. Asidosis respiratorik atau metabolik dan
abnormalitas elektronik dapat menurunkan kontraktilitas jantung.

6
2.7 Patofisiologi

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem
tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai
dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu
keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon hemodinamik
yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling pressure) dari jantung
atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi
yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan
pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan air dan garam
oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function)
dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan
ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa
terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot
jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena
beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam
tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.
Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang
selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang
efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi
dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui hukum Starling.
Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian afterload, peninggian preload dan
hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah beban jantung sehingga terjadi gagal
jantung yang tidak terkompensasi.
Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan
retensi cairan meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak
efisien secara mekanis (hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada
penyakit koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada gagal
jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik dari trombus mural,

7
dan disritmia ventrikel refrakter.

Disamping itu keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF
akan menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik miokard
dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi kelistrikan jantung. Beberapa
data menyebutkan bradiaritmia dan penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan
presentase kematian jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi
ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa terjadi akibat
penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan aktivitas listrik, ataupun keadaan
seperti emboli sistemik (emboli pulmo, jantung) dan keadaan yang telah disebutkan
diatas.
Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan
kontraktilitas jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan CO= HR X SV
dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X volume sekuncup.
Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem saraf simpatis akan
mempercepat frekuensi jantung untuk mempertahankan curah jantung, bila mekanisme
kompensasi untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume
sekuncup jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan kekakuan
serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah jantung normal masih dapat
dipertahankan.
Volume sekuncup, jumlah darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung
pada tiga faktor yaitu:
1. Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang mengisi
jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan oleh
panjangnya regangan serabut jantung.
2. Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi pada
tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
3. Afterload: mengacu pada besarnya ventrikel yang harus di hasilkan untuk
memompa darah melawan perbedaan tekanan yang di timbulkan oleh
tekanan arteriole.

8
Gambar 3. Patofisiologi Gagal Jantung

Kelainan fungsi otot jantung disebabkan oleh aterosklerosis koroner, hipertensi

arterial dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi. Aterosklerosis koroner

mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot jantung.

Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark Miokardium

biasanya mendahului terjadinya gagal jantung. Hipertensi sistemik/ pulmonal

(peningkatan afterload) meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya

mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung. Efek tersebut (hipertrofi miokard) dapat

dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan meningkatkan kontraktilitas

jantung. Tetapi untuk alasan tidak jelas, hipertrofi otot jantung tadi tidak dapat

berfungsi secara normal, dan akhirnya terjadi gagal jantung.

Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif berhubungan dengan gagal

jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung, menyebabkan

kontraktilitas menurun.

9
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal

ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventrikel kiri murni

sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan/ sinkron, maka

kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan perfusi jaringan.

Gagal jantung dapat dimulai dari sisi kiri atau kanan jantung. Sebagai contoh,

hipertensi sitemik yang kronis akan menyebabkan ventrikel kiri mengalami hipertrofi

dan melemah. Hipertensi paru yang berlangsung lama akan menyebabkan ventrikel

kanan mengalami hipertofi dan melemah. Letak suatu infark miokardium akan

menentukan sisi jantung yang pertama kali terkena setelah terjadi serangan jantung.

Karena ventrikel kiri yang melemah akan menyebabkan darah kembali ke

atrium, lalu ke sirkulasi paru, ventrikel kanan dan atrium kanan, maka jelaslah bahwa

gagal jantung kiri akhirnya akan menyebabkan gagal jantung kanan. Pada kenyataanya,

penyebab utama gagal jantung kanan adalah gagal jantung kiri. Karena tidak dipompa

secara optimum keluar dari sisi kanan jantung, maka darah mulai terkumpul di sistem

vena perifer. Hasil akhirnya adalah semakin berkurangnya volume darah dalam sirkulasi

dan menurunnya tekanan darah serta perburukan siklus gagal jantung.

Gagal jantung adalah diagnosis klinis namun supaya diagnosis lebih tepat

digunakan pemeriksaan penunjang.9 Gagal jantung terkadang susah dikenali secara

klinis serta tidak spesifik serta hanya sedikit tanda- tanda klinis pada tahap awal

penyakit. Selain EKG dan Ekokardiografi yang merupakan pemeriksaan non-invasif

yang digunakan untuk diagnosis suatu gagal jantung, kita juga perlu mengetahui

bagaimana cara mendiagnosis gagal jantung melalui gambaran rontgen dada.1

Penyakit kardiovaskuler menyebabkan perubahan-perubahan yang beragam dan

kompleks dalam gambaran foto rontgen dada, salah satunya adalah gagal jantung.

Kardiomegali pada rontgen torak merupakan tanda penting gagal jantung.9

10
2.8 Gejala dan Tanda

Kondisi ini ditandai dengan gangguan hemodinamik berupa


penurunan curah jantung dan peningkatan tekanan pengisian ventrikel.
Keluhan napas pendek, sesak napas terkait dengan aktivitas, mudah lelah
serta kaki membengkak merupakan gejala yang sering dikeluhkan pada
anak-anak. Pada bayi dan anak, gagal jantung dapat disebabkan oleh
penyakit jantung kongenital maupun didapat dengan overload volume atau
tekanan atau dari insufisiensi miokard.12

Tabel 2. Gejala dan Tanda Gagal Jantung

11
BAB III
RADIOPATOLOGIS

3.3.1 X-Ray CHF

Gambaran radiologi gagal jantung:

 Kardiomegali

 Penonjolan vaskular pada lobus atas

 Efusi pleura: terlihat sebagai penumpukan sudut costophrenicus,

apabila efusi makin meluas akan tampak gambaran opak yang

homogen dibagian basal paru.

 Edema pulmonar interstitial: pada awalnya merupakan penonjolan

pembuluh darah pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah

pada lobus bawah. Seiring meningkatnya tekanan vena, terjadi

edema interstitial, dan cairan kemudian berkumpul didaerah

interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley B).

 Edema pulmonar alveolus: dengan semakin meningkatnya tekanan

vena, cairan memasuki rongga alveolus. Tampak gambaran berkabut

pada regio perihilar. Bercak/kabut yang terdapat dibagian 2/3 medial

paru memberikan gambaran Bat’s wing.

Dua fitur utama dari radiografi dada berguna dalam evaluasi pasien

dengan gagal jantung kongestif:

1) Ukuran dan bentuk siluet jantung

2) Edema di dasar paru-paru.2

12
Gambar 4. Kardiomegali all chamber.

Dengan perkembangan dari gagal jantung kongestif, atrium kiri

mengalami peningkatan tekanan yang paling pertama. Hal ini

menyebabkan peningkatan tekanan hidrostatik, tekanan kapiler paru serta

pembentukan edema interstitial terutama pada daerah basal paru. Hal ini

menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler yang mengalir ke basal paru,

menyebabkan pirau aliran darah ke pembuluh-pembuluh darah pada lobus

atas paru-sehingga menyebabkan adanya peralihan pada vena-vena pada

lobus atas. Pengalihan pada lobus atas dapat didiagnosis dengan radiografi

posisi erect (tegak), pembesaran pembuluh-pembuluh darah pada lobus

atas sama dengan atau melebihi pembuluh-pembuluh darah pada lobus

bawah yang berjarak sama dari hilum.

Seiring dengan meningkatnya tekanan hidrostatik, terjadilah tanda-

tanda edema interstitial yang diikuti tanda-tanda edema alveolar:

a) Pengaburan dari tepi pembuluh darah

b) Perihilar kabur

13
Gambar 5. Cardiomegali dengan perihilar yang terlihat kabur.

c) Peribronchial cuffing

Gambaran seperti donat kecil. Terjadi akibat akumulasi cairan

interstitial di sekeliling bronkus yang menyebabkan menebalnya

dinding bronkus.

Gambar 6. Peribronchial cuffing tampak seperti gambaran donat


kecil pada bronkus.

d) Garis Kerley A

Berupa gambaran garis yang agak panjang (2-6 cm) yang tampak

seperti garis bercabang dengan arah diagonal dari hilus menuju ke

arah perifer. Munculnya garis ini disebabkan oleh distensi saluran

yang beranastomosis antara pembuluh limfe paru perifer dan sentral.

Garis ini jarang dibanding garis Kerley B, dan tidak akan tampak

tanpa disertai adanya garis Kerley B atau garis Kerley C.

14
Gambar 7. Garis kerley A, Garis Kerley B, dan Kerley C.29

e) Garis Kerley B

Berupa gambaran garis pendek yang berparalel pada daerah paru

perifer. Garis ini dapat terlihat ketika cairan mengisi dan mendistensi

septum interlobular. Panjangnya kurang dari 1 cm dan paralel antara

satu dengan lainnya pada sudut kanan bawah dari pleura. Garis ini

bisa tampak pada semua daerah paru, tapi lebih sering pada paru

bagian basal di sudut costofrenicus pada foto toraks PA.

f) Garis Kerley C

Garis ini jarang terlihat dibanding garis yang lain. Bentuk garis ini

pendek dan tipis dengan gambaran reticular yang merepresentasikan

garis Kerley B en face. Munculnya garis ini disebabkan oleh

menebalnya anastomosis pembuluh limfe atau superimpose dari

beberapa garis Kerley B.

g) Efusi pleura

Efusi pleura adalah kondisi yang ditandai oleh penumpukan cairan

diantara dua lapisan pleura. Pleura merupakan membran yang

memisahkan paru-paru dengan dinding dada bagian dalam. Efusi

laminar yang berkumpul di bawah pleura viseral, yakni pada jaringan

ikat longgar antara paru dan pleura.

15
Gambar 8. Efusi pleura tampak pada foto torak PA29

h) Bat’s Wings

Saat tekanan hidrostatik mencapai 25 mmHg, cairan melewati alveoli

dan menyebabkan edema paru. Hal ini dapat terlihat sebagai densitas

alveolar multiple dari setengah bagian bawah paru. Kemungkinan lain,

dapat juga terlihat densitas ruang udara bilateral yang difus dan

kurang tegas/jelas atau densitas perihilar.

Radiografi dada memperlihatkan kardiomegali, pengalihan vena-

vena lobus atas (tanda panah), garis septum (garis Kerley B) terlihat baik

di zona bawah kanan (tanda panah terbuka), dan penebalan/cairan di fisura

horizontal (mata panah). Cairan di fisura horizontal kanan kadang-kadang

disebut “Phantom tumour”, itu bisa menghilang pada pemeriksaan

radiologi berikutnya, bila keadaan pasien membaik.

Gambar 9. Congestive Heart Failure.

16
Penyebab lain yang menyebabkan terjadinya gagal jantung juga

memiliki gambaran radiologis yang berbeda antara satu dengan lainnya,

seperti pada kelainan jantung didapat dan pada kelainan jantung bawaan.

Tabel 3. Abnormalitas Foto Toraks yang umum ditemukan pada Gagal


Jantung

3.3.2 USG CHF

Daripada kemajuan teknologinya, perkembangan USG paru

terutama didasarkan pada temuan signifikan artefak sonografi. Terutama

beberapa artefak garis vertikal ekogenik, yang dikenal sebagai garis B,

adalah tanda adanya cairan pada interstisial paru yang sederhana dan non

invasif yang mudah dievaluasi di bedside. Garis B terbentuk dari interaksi

antar muka secara akustik udara-cairan (air-fluid) yang kecil dan

berjumlah multipel, karena fakta bahwa udara dan air adalah 2 unsur

dengan nilai impedansi akustik yang berlawanan. Fenomena ini terkait

17
dengan kontras antara struktur yang terisi udara (air-filled) dan yang kaya

cairan (water-rich), yang menghasilkan banyak gema dari sinar ultrasonic

yang divisualisasikan pada layar sebagai artefak vertikal linier, garis B.

Gambar 10. USG paru menunjukkan garis B multiple pada kasus edema
paru kardiogenik. Jika pola seperti ini ditemukan pada banyak
lokasi di anterior dan lateral dada, hal ini merupakan
diagnosis sindrom interstitial.

Pada paru normal yang teraerasi, hanya ada sedikit garis B yang

terdeteksi secara sonografi. Ketika kadar air meningkat dan kadar udara

berkurang karena proses penyakit, sekat interlobular yang menebal dan

cairan dalam ruang alveolar menyebabkan timbulnya garis B difus dan

multipel (Gambar 37). Setiap kondisi paru dimana udara alveolar

berkurang secara parsial dan cairan interstisial atau selularitas meningkat,

menyebabkan terbentuknya garis B pada USG paru. Garis B menggaris

bawahi apa yang disebut sebagai sindrom interstisial.

Teknik dasar untuk mendiagnosis sindrom interstisial terdiri dari

pemeriksaan dada anterior dan lateral dengan scan 4 interkostal pada tiap

18
sisi, sesuai dengan area atas dan bawah secara anterior, dan area atas dan

basal secara lateral. Scan yang positif ditandai minimal 3 garis B,

sedangkan pemeriksaan yang positif didefinisikan oleh setidaknya 2 area

positif per sisi.

Gambar 11. Pola sonografi tipikal dari sindrom difus alveolar-


interstitial (kiri) dan radiografi dada (kanan) pada kasus
edema paru kardiogenik akut. Pada gambaran sonografi
kedua sisi, adanya artefak beberapa ekor komet yang
saling berdekatan (minimal 3 per scan dan pada semua
area dada) dapat dengan mudah di bedakan. Gambar-
gambar tersebut menunjukkan pola sonografi B+ sesuai
dengan temuan radiologi dari edema paru.

19
Deteksi sederhana garis B tidak memungkinkan diferensiasi penyakit

yang melibatkan interstisial paru, namun tanda-tanda USG organ lainnya dapat

digunakan untuk mengkonfirmasi kongesti paru pada gagal jantung

terkompensasi.Untuk memudahkan sonografi jantung yang terfokus, dapat

dilakukan dengan menggunakan probe yang sama yang digunakan pada

pemeriksaan paru, mencari penurunan fungsi ventrikel kiri secara keseluruhan,

yang akan terdeteksi sekitar 50% pada kasus gagal jantung akut terkompensasi.

Mengenai USG paru, tanda lain selain garis B mungkin dievaluasi untuk

membedakan pola sindrom interstisial yang serupa dari penyebab kardiogenik

dan non kardiogenik. Termasuk evaluasi sliding pleura dan iregularitas,

distribusi garis B, dan konsolidasi subpleura. Beberapa studi meunujukkan

reliabilitas dari tanda-tanda ini dalam membedakan edema paru kardiogenik dari

ARDS dan fibrosis paru.

Diagnosis primer cairan pada interstisial paru dalam keadaan gawat

darurat sangat penting untuk diagnosis banding gagal napas kardiogenik dan non

kardiogenik. Beberapa studi menunjukkan kegunaan garis B sebagai tes

diagnostik primer pada pasien gagal napas akut.

3.3.3 CT-Scan CHF

CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin

dan manajemen gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna

dalam menggambarkan kelainan bawaan dan katup; Namun,

ekokardiografi dan magnetic resonance imaging (MRI) dapat memberikan

informasi yang sama tanpa mengekspos pasien untuk radiasi pengion.

Tingkat kepercayaan di CT scan moderat, dan tingkat temuan positif palsu

dan negatif palsu di modalitas rendah.

20
Gambar 12. CT-Scan CHF

 Penebalan septal dikarenakan edema

 Subtle ground glass opacity in the dependent part of the lungs (HU

difference of 100-150 between the dependent and non-dependent

part of the lung).

 Bilateral pleural fluid.

Pada high resolution computed tomography (HRCT), tanda edema

hidrostatik biasanya ditampakan dengan kombinasi penebalan septa

dan ground-glass opacities. Insidensi dan predominansi dari tanda

tersebut biasanya bervariasi.

3.3.4 Magnetic Resonance Imaging/MRI CHF

Karena dukungan yang cukup lengkap dari echocardiography, MRI

jarang digunakan dalam pemeriksaan pasien dengan gagal jantung

kongestif. Kegunaan utamanya melibatkan deliniasi kelainan jantung

bawaan dan penyakit penilaian katup jantung; itu juga digunakan pada

pasien dengan kondisi lain. Tingkat kepercayaan di MRI tinggi, dan

tingkat temuan positif palsu dan negatif palsu yang rendah.

21
Gambar 13. MRI CHF

Ket. (Gambar A,B): Batas prognosis. (A) Short-axis delayed-

enhancement yang memperlihatkan bekas luka transmural di dinding anterior

dan anteroseptal pada LAD. Karena bekas luka yang meluas di daerah vaskular,

prosedur revaskularisasi seperti bypass arteri coronaria tidak akan berhasil. (B)

Three-chamber delayed-enhancement memperlihatkan bekas luka transmural

yang luas di daerah basal dan dinding mid-lateral yang mengindikasikan

kemungkinan kecil berhasilnya terapi resinkronisasi jantung.

22
BAB IV

KESIMPULAN

Gagal jantung kongestif adalah kegagalan ventrikel kiri dan kanan dari jantung

yang mengakibatkan ketidak mampuan untuk memberikan cardiac output yang cukup

untuk jaringan, menyebabkan terjadinya kongesti pulmonal dan sistemik. Penamaan

gagal jantung kongestif yang sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan

sisi kanan.

Etiologi gagal jantung pada usia lanjut adalah penyakit jantung iskemik sebagai

etiologi terbanyak, penyakit jantung hipertensif, kardiomiopati, penyakit jantung

valvular, penyakit jantung rhematik, penyakit jantung pulmonik dan penyakit jantung

kongenital. Pada usia dewasa didapatkan bahwa penyakit jantung iskemik juga menjadi

etiologi terbanyak kemudian disusul penyakit jantung valvular, kardiomiopati, penyakit

jantung rhematik, penyakit jantung kongenital, penyakit jantung hipertensif dan yang

terakhir penyakit jantung pulmonic.

Salah satu penegakan diagnosis adanya gagal jantung adalah pemeriksaan foto

rontgen torak, USG, CT-Scan, serta MRI yang dapat menggambarkan ukuran dan bentuk

jantung serta kondisi kedua paru. Pada pemeriksaan foto rontgen thoraks didapatkan

gambaran CTR >50%, efusi pleura, garis kerley A B dan C, bat’s wings, serta

peribronchial cuffing.

Pada ct-scan, tanda edema hidrostatik biasanya ditampakan dengan kombinasi

penebalan septa dan ground-glass opacities. MRI jarang digunakan dalam pemeriksaan

23
pasien dengan gagal jantung kongestif. Kegunaan utamanya melibatkan deliniasi kelainan

jantung bawaan dan penyakit penilaian katup jantung. Pada USG dikenal sebagai B-Line,

adalah tanda adanya cairan pada interstisial paru yang sederhana.

Prognosis CHF sendiri dubia at bonam dengan penatalaksaan yang tepat dan teratur

dan Penderita dianjurkan untuk membatasi aktivitas sesuai beratnya keluhan seperti: diet

rendah garam, mengurangi berat badan, mengurangi lemak, mengurangi stress psikis,

menghindari rokok, dan olahraga teratur.

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Tambuwun Cf, Panda Al, Rampengan Sh. Gambaran Pasien Gagal Jantung
Dengan Penyakit Hipertensi Yang Menjalani Rawat Inap Di Rsup Prof. Dr.
Rd Kandou Manado Periode September–November 2016. E- Clinic.
2016;4(2).

2. Hasan R, Siagian D, Harahap S, Dalimunthe N, Isnanta R, Safri Z.


Diagnostik Penunjang Rontgen Thoraks Dalam Menegakkan Gagal Jantung.

3. Masengi Kg, Ongkowijaya J, Wantania F. Hubungan Hiperurisemia Dengan


Kardiomegali Pada Pasien Gagal Jantung Kongestif. E-Clinic. 2016;4(1).

4. Damanik Aa, Imawati S. Hubungan Kejadian Efusi Pleura Pada Pasien Gagal
Jantung Kongestif Berdasarkan Foto Thoraks Di Rsup Dr Kariadi Tahun
2015. Jurnal Kedokteran Diponegoro. 2016;5(4):393-402.

5. Guyton AC, Hall JE dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.Edisi 11. Jakarta:
EGC. 2008.

6. S. Snell, Richard. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Jakarta :


EGC. 2006

7. Purbianto P, Agustanti D. Analisis Faktor Risiko Gagal Jantung Di Rsud Dr.


H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung. Jurnal Ilmiah Keperawatan Sai Betik.
2017 Sep 27;11(2):194-203.

8. Kumalasari EY, Leksana E. Angka kematian pasien gagal jantung kongestif


di HCU dan ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang (Doctoral dissertation,
Diponegoro University).

9. Djaya Kh, Nasution Sa, Antono D. Gambaran Lama Rawat Dan Profil Pasien
Gagal Jantung Di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Indonesian Journal Of
Chest. 2015 Oct;2(4):141-50.

10. Djausal An. Gagal Jantung Kongestif. Medical Profession Journal Of


Lampung [Medula]. 2016 May 21;5(1).

11. Indonesia Pd. Pedoman Tata Laksana Gagal Jantung. National


Cardiovascular Center Harapan Kita Hospital. 2015.

12. Khoiriah F, Anggraini Di. Congestive Heart Failure Nyha Iv Et Causa


Penyakit Jantung Rematik Dengan Hipertensi Grade Ii Dan Gizi Kurang.
Jurnal Majority. 2017 Jul 1;6(3):102-8.

25

Anda mungkin juga menyukai