Anda di halaman 1dari 17

KEPERAWATAN KRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA


“ Respiratory Distress Syndrome (RDS)”

DISUSUN OLEH :
ASEP DERMAWAN PO.71.20.1.15.122
FITRI FEBRI INDRIANI PO.71.20.1.15.130
NURUL ALFATARISYA PO.71.20.1.15.138

SEMESTER VII/TINGKAT 4
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya RDS yaitu merupkan Gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya
berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.Sindrom Gawat
Nafas Dewasa (RDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan
sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang
terjadi setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lainRDS merupakan kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli
lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai
bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang
mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster
dengan pH rendah.Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan RDS dan kegagalan
organ multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram negative.Kejadian pretipitasi
biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul RDS.
RDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak.RDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen
oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
RDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan
mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple.Prevalensi RDS diperkirakan tidak
kurang dari 150.000 kasus pertahun.Sampai adanya mekanisme laporan pendukung
efektif berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang RDS masih belum
diketahui.Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi.RDS adalah
penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian
menyeluruh kurang lebih 50% – 70%.Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai
etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor
penyebab.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta
untuk pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan pada
klien dengan Sindrom Distres Pernafasan serta Untuk memenuhi tugas mata
kuliah keperawatan kritis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan dan tentang RDS
b. Agar mahasiswa memahami konsep dari RDS
c. Agar mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada penderita RDS
d. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan nya di dalam kehidupan

C. MANFAAT
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP DASAR PENYAKIT


a. DEFINISI
Respiratory Distress Syndrome atau RDS adalah suatu keadaan dimana bayi
mengalami kegawatan pernafasan yang diakibatkan kurang atau tidak adanya
surfaktan dalam paru-paru (Nelson, 2000).
Respiratory Distress Syndrome atau RDS Adalah gangguan pernafasan yang
sering terjadi pada bayi premature dengan tanda-tanda takipnue (>60 x/mnt), retraksi
dada, sianosis pada udara kamar, yang menetap atau memburuk pada 48-96 jam
kehidupan dengan x-ray thorak yang spesifik.Tanda-tanda klinik sesuai dengan
besarnya bayi, berat penyakit, adanya infeksi dan ada tidaknya shunting darah melalui
PDA (Stark 1986).
Menurut Petty dan Asbaugh (1971), definisi dan kriteria RDS bila didapatkan
sesak nafas berat (dyspnea ), frekuensi nafas meningkat (tachypnea ), sianosis yang
menetap dengan terapi oksigen, penurunan daya pengembangan paru,adanya
gambaran infiltrat alveolar yang merata pada foto thorak dan adanya atelektasis,
kongesti vascular, perdarahan, edema paru, dan adanya hyaline membran pada saat
otopsi.
Sindrom gawat napas (RDS) (juga dikenal sebagai idiopathic respiratory
distress syndrome) adalah sekumpulan temuan klinis, radiologis, dan histologis yang
terjadi terutama akibat ketidakmaturan paru dengan unit pernapasan yang kecil dan
sulit mengembang dan tidak menyisakan udara diantara usaha napas.Istilah-istilah
Hyaline Membrane Disease (HMD) sering kali digunakan saling bertukar dengan
RDS (Bobak, 2005).
Respiratory Distress Syndrome adalah penyakit yang disebabkan oleh
ketidakmaturan dari sel tipe II dan ketidakmampuan sel tersebut untuk menghasilkan
surfaktan yang memadai. (Dot Stables, 2005)

b. ETIOLOGI
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksio sesaria..Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini.Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).

c. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna.Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein
, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati.Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).

D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :
1. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
2. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam
keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan
tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan mungkin merupakan
tanda pertama perbaikan.
3. Refraksi sternum dan interkosta
4. Nafas cuping hidung
5. Sianosis pada udara kamar
6. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8. Edema ekstremitas
9. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil
dengan corakan bronkogram udara.
Kelainan-kelainan fisiologis:
1. Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal.
2. Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-60%
3. Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4. Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5. Volume paru-paru berkurang

Perubahan-perubahan ini menyebabkan hipoksemia, seringkali hiperkarbia dan jika


mengalami hipoksemia berat menimbulakan asidosis.

E. KOMPLIKASI
Menurut Nelson, 2000 komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Acidosis, baik respiratorik atau metabolik
2. Displasia bronchopulmonal
3. Apnoe
4. Merupakan penyabab kematian utama BBL dengan angka 30 % dari semua
kematian neonatus oleh RDS atau komplikasinya.

F. PENATALAKSANAAN
Peran Perawat Terhadap RDS
Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara umum berupa
:
1. Pemberian oksigen dengan aliran sedang.
2. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus diobservasi
ketat. Bila kurang dari 20 kali per menit setiap saat resusitasi bayi dengan
menggunakan balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat kantong-sungkup
terdiri atas sebuah kantong yang terhubungkan dengan sebuah sungkup).
3. Bila apnu :
 Stimulasi bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung
bayi selama 10 detik.
 Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan balon
dan sungkup.
4. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap,
frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit dan sianosis sentral persisten
walaupun diberi aliran oksigen bebas 100%. Periksa kadar glukosa darah bila
kurang dari 45 g/dl, segera terapi sebagai hipoglikemi.
5. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-
tanda kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan
nafas ini sambil meneruskan pemberian oksigennya.

Setelah menajemen umum, segera dilakukan menajemen lanjut sesuai dengan


kemungkinan penyebab dan jenis atau derajat gangguan nafas. Menajemen spesifik
atau menajemen lanjut :

1. Gangguan nafas ringan


Beberapa bayi cukup bulan yang mengalami gangguan napas ringan pada waktu
lahir tanpa gejala-gejala lain disebut “Transient Tacypnea of the Newborn”
(TTN).Terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya kondisi tersebut akan
membaik dan sembuh sendiri tanpa pengobatan. Meskipun demikian, pada
beberapa kasus.Gangguan napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi
sistemik.
2. Gangguan nafas sedang
Lakukan pemberian O2 2-3 liter/ menit dengan kateter nasal, bila masih sesak
dapat diberikan o2 4-5 liter/menit dengan sungkup.Bayi jangan diberi minum.
3. Jika ada tanda berikut, berikan antibiotika (ampisilin dan gentamisin) untuk
terapi kemungkinan besar sepsis.
 Suhu aksiler <> 39˚C
 Air ketuban bercampur mekonium
 Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau ketuban
pecah dini (> 18 jam).

Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau
gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi.
Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada
tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam

Apabila bayi tidak menunjukan perbaikan atau tanda-tanda perburukan setelah


2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis. Bila bayi mulai menunjukan tanda-
tanda perbaikan kurangai terapi o2secara bertahap .Pasang pipa lambung, berikan
ASI peras setiap 2 jam. Jika tidak dapat menyusu, berikan ASI peras dengan
memakai salah satu cara pemberian minum

Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak
ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.

4. Gangguan nafas berat


Amati pernafasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya. Bila dalam pengamatan
ganguan nafas memburuk atau timbul gejala sepsis lainnya.Terapi untuk
kemungkinan kesar sepsis dan tangani gangguan nafas sedang dan dan segera dirujuk
di rumah sakit rujukan.Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak berikan
ASI peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minuman.
Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan gangguan napas.Hentikan
pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60 kali/menit.

Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen

Perawatan suportif awal bayi terutama penanganan hipoksia, hipotermia, sangat


mengurangi tingkat keparahan RDS :

1. Bayi ditempatkan didalam inkubator dengan suhu didalamnya


dipertahankan 35-36 C.
2. Kalori dan cairan diberikan glukosa 10 % dengan kecepatan 65-75
ml/kg/24 jam
3. Oksigen yang hangat dan dilembabkan dengan kadar yang cukup
4. Bayi dengan RDS yang berat dan apnoe memerlukan bantuan ventilasi
mekanis (pH arteri <7,20; pCO2 60 mmHg atau lebih; pO2 darah arteri
50 mmHg atau kurang pada kadar O2 70-100 %)
5. Pemasukan surfaktan eksogen kedalam endotrakea bayi dan ventilasi
mekanis untuk pengobatan (rescue terapi) dapat memperbaiki
ketahanan hidup dan mengurangi incidens kebocoran udara paru
(Survanta adalah surfaktan eksogen yang dpersiapkan dari paru sapi
yang dicincang halus dengan ekstra lipid ditambahkan fosfatidilkolin,
asam palmitat dan trigliserida; sedangkan eksosurf adalah surfaktan
sintesis yang mengandung dipalmitiodilfosfatidilkolin, heksadekanol
dan tiloksapol)

Tindakan –tindakan pencegaha umum


Usaha pokok penanganan penyakit ini harus selalu dipusatkan pada usaha
pencegahan.Sejumlah besar penelitian menunjukkan tingginya insiden kelainan tanpa alasan
setelah persalinan sesar yang tidak disertai dokumentasi memadai maturitas pulmonal
berdasarkan tes cairan amnion. Memperpanjang umur kehamilan dengan tirah baring dan atau
obat-obat yang menghambat persalinan prematur (misal agen tokolitik) dan induksi surfaktan
pulmonal dengan cara pemberian steroid melalui ibu, memainkan peran penting untuk
mengurangi insiden penyakit ini.
Sedangkan menurut Martin, 1999 perawatan pendukung bayi dengan RDS adalah :
1. Tenaga
 Perawat terlatih (rasio 1:1 atau 1:2) dan alat pemantau
 Dokter terlatih tersedia
2. Pengawasan suhu dengan teliti untuk mempertahankan bayi pada suhu netral
3. Monitoring tanda vital :
 Pengukuran pH, Pa CO 2, Pa O 2 dan HCO 3 tiap 4 jam
 Pertahnkan Pa O2 sebesar 50-80 mmHg, kontinu optimal
 Pantau tekanan darah
 Usahakan memeprrtahankan Ph
 Batasi pemberian Na HCO3 sebesar 8 meq/kg/hari
4. Terapi surfaktan (membutuhkan pipa endotrakeal)
5. Glukosa IV sebesar 60 ml/kg pada hari pertama, 80-100 ml/kg pada hari kedua
dengan penentuan berat badan bagi bayi-bayi kecil untuk menghitung jika H2O
dibutuhkan lebih banyak.
6. Pemberian O2 diawasi, dihangatkan dan dilembabkan mengguanakan kap (hood)
7. Terus menerus memantau pernafasan, frekuensi denyut jantung dan suhu
8. Pengukuran kadar gula darah dan hematokrit sering dilakukan (Na, K, Cl tiap 12-24
jam)
9. Lakukan tranfusi jika hematokrit sentral awal < 40 atau jika hematokrit < 40 selama
fase akut penyakit.
10. Catat semua hasil pengamatan dalam satu formulir
11. Lakukan kultur darah dan mengurangi prosedur rutin sepereti pengisapan,
pemegangan dan auskultasi.
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
a. PENGKAJIAN
1. Identitas : lengkap, termasuk orang tua bayi
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluahan utama, terutama sistem pernafasan : cyanosis, grunting , RR,
cuping hidung
b. Riwayat kesehatan : terutama umur kehamilan dan proses persalinan
3. Pemeriksaan Fisik :
a. Keadaan umum : kesadaran, vital sign
b. Pemeriksaan persistem : terutama pada sistem yang terlibat langsung
 Sistem pernafasan : kesulitan dalam respirasi normal. Refraksi
strenum dan interkosta, nafas cuping hidung, cyanosis pada udara
kamar, grunting, respirasi cepat atau lambat
 Sistem kardiovaskulaer : takikardia, nadi lemah/cepat, akral
dingin/hangat, cyanosis perifer
 Sistem gastrointestinal : muntah, kembung, peristaltik
menurun/meningkat
 Sistem perkemihan : keluaran urine, warna

b. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar
4. Resiko infeksi
c. INTERVENSI
Rencana Keperawatan

No Diagnose Tujuan Intervensi


Keperawatan
1 Kerusakan Setelah dilakukan Monitor Respirasi (3350) :
pertukaran gas asuhan keperawatan
1. Monitor rata-rata irama, kedalaman
b.d perubahan selama 5x 24 jam, dan usaha untuk bernafas.
mem-bran pertukaran gas pasien
2. Catat gerakan dada, lihat kesimetrisan,
kapiler-alveoli menjadi efektif, dengan penggunaan otot bantu dan retraksi
kriteria : dinding dada.
Batasan 3. Monitor suara nafas, saturasi oksigen,
karakteristik Status Respirasi : sianosis
: Ventilasi (0403) : 4. Monitor kelemahan otot diafragma
- Takikardia - Pasien menunjukkan
5. Catat onset, karakteristik dan durasi
- Hiperkapnea peningkatan ventilasai batuk
- Iritabilitas dan oksigenasi adequat
6. Catat hasil foto rontgen
- Dispnea berdasarkan nilai AGD
- Sianosis sesuai parameter Terapi Oksigen (3320) :
- Hipoksemia normel pasien 1. Kelola humidifikasi oksigen sesuai
- Hiperkarbia - Menunjukkan fungsi peralatan
- Abnormal paru yang normal dan
2. Siapkan peralatan oksigenasi
frek, irama, bebas dari tanda-tanda
3. Kelola O2 sesuai indikasi
kedalaman distres pernafasan 4. Monitor terapi O2 dan observasi tanda
nafas keracunan O2
- Nafas cuping
hidung Manajemen Jalan Nafas (3140) :
1. Bersihkan saluran nafas dan pastikan
airway paten
2. Monitor perilaku dan status mental
pasien, kelemahan , agitasi dan konfusi
3. Posisikan klien dgn elevasi tempat
tidur
4. Bila klien mengalami unilateral
penyakit paru, berikan posisi semi
fowlers dengan posisi lateral 10-15
derajat / sesuai tole-ransi
5. Monitor efek sedasi dan analgetik
pada pola nafas klien

Manajemen Asam Basa (1910) :


1. Kelola pemeriksaan laboratorium
2. Monitor nilai AGD dan saturasi
oksigen dalam batas normal
2 Pola nafas Setelah dilakukan Manajemen Jalan Nafas (3140) :
tidak efektif tindakan keperawatan
1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
b.d imaturitas selama …..x 24 jam leher ektensi jika memungkinkan.
(defisiensi diharapkan pola nafas
2. Posisikan klien untuk memaksimalkan
surfaktan dan efektif denga kriteria ventilasi dan mengurangi dispnea
ketidak- hasil : 3. Auskultasi suara nafas
stabilan 4. Monitor respirasi dan status oksigen
alveolar). Status Respirasi :
Ventilasi (0403) : Monitor Respirasi (3350) :
Batasan - Pernapasan pasien
1. Monitoring kecepatan, irama,
karakteristik 30-60X/menit. kedalaman dan upaya nafas.
: - Pengembangan dada
2. Monitor pergerakan, kesimetrisan
- Bernafas simetris. dada, retraksi dada dan alat bantu
mengguna-kan- Irama pernapasan pernafasan
otot pernafasan teratur 3. Monitor adanya cuping hidung
tambahan - Tidak ada retraksi
4. Monitor pola nafas : bradipnea,
- Dispnea dada saat bernapas takipnea, hiperventilasi, respirasi
- Nafas
- Inspirasi dalam kusmaul, apnea
pendek tidak ditemukan 5. Monitor adanya lelemahan otot
- Pernafasan
- Saat bernapas tidak diafragma
rata-rata < 25 memakai otot napas
6. Auskultasi suara nafas, catat area
atau > 60 kali tambahan penurunan dan ketidak adanya ventilasi
permenit - Bernapas mudah dan bunyi nafas
- Tidak ada suara
napas tambahan
3 Hipotermia b.d Setelah dilakukan Pengobatan Hipotermi (3800) :
berada di tindakan keperawatan
1. Pindahkan bayi dari lingkungan yang
lingkungan selama …..x 24 jam dingin ke dalam lingkungan / tempat
yang dingin hipotermia tidak terjadi yang hangat (didalam inkubator atau
dengan kriteria : lampu sorot)
Batasan 2. Segera ganti pakaian bayi yang dingin
karakteristik Termoregulasi dan basah dengan pakaian yang hangat
: Neonatus (0801) : dan kering, berikan selimut.
- Penurunan
- Suhu axila 36-37˚ C3. Monitor gejala dari hopotermia :
suhu tu-buh di
- RR : 30-60 X/menit fatigue, lemah, apatis, perubahan warna
bawah ren-
- Warna kulit merah kulit
tang normal muda 4. Monitor status pernafasan
- Pucat - Tidak ada distress
5. Monitor intake dan output
- Menggigil respirasi
- Kulit
- Tidak menggigil
dingin - Bayi tidak gelisah
- Dasar kuku
- Bayi tidak letargi
sianosis
- Ppengisian
kapiler lambat
BAB III
PENUTUP

A. SIMPULAN
RDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein
baik interseluler maupunintra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang
secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus,
bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi
toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar
hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam waktu 24-48 jam setelah
terjadinya penyakit atau cedera.SGPA(sindromgawat pernafasan akut) seringkali
terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, sepertihati atau ginjal.

B. SARAN
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran
sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
 Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta : EGC
 Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier
: St. Louis Missouri
 Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
 Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
 Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
 Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009

Anda mungkin juga menyukai