DISUSUN OLEH :
ASEP DERMAWAN PO.71.20.1.15.122
FITRI FEBRI INDRIANI PO.71.20.1.15.130
NURUL ALFATARISYA PO.71.20.1.15.138
SEMESTER VII/TINGKAT 4
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN
TAHUN 2018/2019
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dengan perkembangan ilmu pengetahuan teknologi dan dalam globalisasi
khususnya di bidang kesehatan bahwa banyak hal yang perlu diperhatikan dalam
mencegah berbagai penyakit salah satunya RDS yaitu merupkan Gangguan paru yang
progresif dan tiba-tiba ditandai dengan sesak napas yang berat, hipoksemia dan
infiltrat yang menyebar dikedua belah paru akibat kondisi atau kejadian berbahaya
berupa trauma jaringan paru baik secara langsung maupun tidak langsung.
Sindrom gagal pernafasan merupakan gagal pernafasan mendadak yang timbul
pada penderita tanpa kelainan paru yang mendasari sebelumnya.Sindrom Gawat
Nafas Dewasa (RDS) juga dikenal dengan edema paru nonkardiogenik merupakan
sindroma klinis yang ditandai penurunan progresif kandungan oksigen arteri yang
terjadi setelah penyakit atau cedera serius. Dalam sumber lainRDS merupakan kondisi
kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat, biasanya terjadi
pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada berbagai penyebab
pulmonal atau nonpulmonal. Beberapa factor pretipitasi meliputi tenggelam, emboli
lemak, sepsis, aspirasi, pankretitis, emboli paru, perdarahan dan trauma berbagai
bentuk. Dua kelompok yang tampak menjadi resiko besar untuk sindrom adalah yang
mengalami sindrom sepsis dan yang mengalami aspirasi sejumlah besar cairan gaster
dengan pH rendah.Kebanyakan kasus sepsis yang menyebabkan RDS dan kegagalan
organ multiple karena infeksi oleh basil aerobic gram negative.Kejadian pretipitasi
biasanya terjadi 1 sampai 96 jam sebelum timbul RDS.
RDS pertama kali digambarkan sebagai sindrom klinis pada tahun 1967.Ini
meliputi peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler pulmonal, menyebabkan edema
pulmonal nonkardiak.RDS didefinisikan sebagai difusi akut infiltrasi pulmonal yang
berhubungan dengan masalah besar tentang oksigenasi meskipun diberi suplemen
oksigen dan pulmonary arterial wedge pressure (PAWP) kurang dari 18 mmHg.
RDS sering terjadi dalam kombinasi dengan cidera organ multiple dan
mungkin menjadi bagian dari gagal organ multiple.Prevalensi RDS diperkirakan tidak
kurang dari 150.000 kasus pertahun.Sampai adanya mekanisme laporan pendukung
efektif berdasarkan definisi konsisten, insiden yang benar tentang RDS masih belum
diketahui.Laju mortalitas tergantung pada etiologi dan sangat berfariasi.RDS adalah
penyebab utama laju mortalitas di antara pasien trauma dan sepsis, pada laju kematian
menyeluruh kurang lebih 50% – 70%.Perbedaan sindrom klinis tentang berbagai
etiologi tampak sebagai manifestasi patogenesis umum tanpa menghiraukan factor
penyebab.
B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Agar mahasiswa/i dapat meningkatkan wawasan dan ilmu pengetahuan serta
untuk pegangan dalam memberikan bimbingan dan asuhan keperawatan pada
klien dengan Sindrom Distres Pernafasan serta Untuk memenuhi tugas mata
kuliah keperawatan kritis.
2. Tujuan Khusus
a. Agar mahasiswa/i mampu memahami dan menjelaskan dan tentang RDS
b. Agar mahasiswa memahami konsep dari RDS
c. Agar mahasiswa mampu membuat Asuhan Keperawatan pada penderita RDS
d. Agar mahasiswa mampu mengaplikasikan nya di dalam kehidupan
C. MANFAAT
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
b. ETIOLOGI
RDS terjadi pada bayi prematur atau kurang bulan, karena kurangnya produksi
surfaktan. Produksi surfaktan ini dimulai sejak kehamilan minggu ke-22, makin muda
usia kehamilan, makin besar pula kemungkinan terjadi RDS. Ada 4 faktor penting
penyebab defisiensi surfaktan pada RDS yaitu prematur, asfiksia perinatal, maternal
diabetes, seksio sesaria..Surfaktan biasanya didapatkan pada paru yang matur. Fungsi
surfaktan untuk menjaga agar kantong alveoli tetap berkembang dan berisi udara,
sehingga pada bayi prematur dimana surfaktan masih belum berkembang
menyebabkan daya berkembang paru kurang dan bayi akan mengalami sesak nafas.
Gejala tersebut biasanya muncul segera setelah bayi lahir dan akan bertambah berat.
RDS merupakan penyebab utama kematian bayi prematur.Sindrom ini dapat
terjadi karena ada kelainan di dalam atau diluar paru, sehingga tindakan disesuaikan
dengan penyebab sindrom ini.Kelainan dalam paru yang menunjukan sindrom ini
adalah pneumothoraks/pneumomediastinum, penyakit membran hialin (PMH).
c. PATOFISIOLOGI
Faktor-faktor yang memudahkan terjadinya RDS pada bayi prematur
disebabkan oleh alveoli masih kecil sehingga kesulitan berkembang, pengembangan
kurang sempurna kerana dinding thorax masih lemah, produksi surfaktan kurang
sempurna.Kekurangan surfaktan mengakibatkan kolaps pada alveolus sehingga paru-
paru menjadi kaku. Hal tersebut menyebabkan perubahan fisiologi paru sehingga daya
pengembangan paru (compliance) menurun 25% dari normal, pernafasan menjadi
berat, shunting intrapulmonal meningkat dan terjadi hipoksemia berat, hipoventilasi
yang menyebabkan asidosis respiratorik.
Telah diketahui bahwa surfaktan mengandung 90% fosfolipid dan 10% protein
, lipoprotein ini berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan menjaga agar alveoli
tetap mengembang. Secara makroskopik, paru-paru nampak tidak berisi udara dan
berwarna kemerahan seperti hati.Oleh sebab itu paru-paru memerlukan tekanan
pembukaan yang tinggi untuk mengembang. Secara histologi, adanya atelektasis yang
luas dari rongga udara bahagian distal menyebabkan edema interstisial dan kongesti
dinding alveoli sehingga menyebabkan desquamasi dari epithel sel alveoli type II.
Dilatasi duktus alveoli, tetapi alveoli menjadi tertarik karena adanya defisiensi
surfaktan ini.
Dengan adanya atelektasis yang progresif dengan barotrauma atau volutrauma
dan keracunan oksigen, menyebabkan kerosakan pada endothelial dan epithelial sel
jalan pernafasan bagian distal sehingga menyebabkan eksudasi matriks fibrin yang
berasal dari darah. Membran hyaline yang meliputi alveoli dibentuk dalam satu
setengah jam setelah lahir. Epithelium mulai membaik dan surfaktan mulai dibentuk
pada 36- 72 jam setelah lahir. Proses penyembuhan ini adalah komplek; pada bayi
yang immatur dan mengalami sakit yang berat dan bayi yang dilahirkan dari ibu
dengan chorioamnionitis sering berlanjut menjadi Bronchopulmonal Displasia (BPD).
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Martin, 1999 manifestasi klinis antara lain :
1. Kesulitan dalam memulai respirasi normal
2. Dengkingan (grunting) pada saat ekspirasi, diamati pada saat bayi tidak dalam
keadaan menangis (disebabkan oleh penutupan glotis) merupakan
tanda/indikasi awal penyakit, berkurangnya dengkingan mungkin merupakan
tanda pertama perbaikan.
3. Refraksi sternum dan interkosta
4. Nafas cuping hidung
5. Sianosis pada udara kamar
6. Respiarasi cepat atau kadang lambat jika sakit parah
7. Auskultasi; udara yang masuk berkurang
8. Edema ekstremitas
9. Pada foto rontgen ditemukan retikulogranular, gambaran bulat-bulat kecil
dengan corakan bronkogram udara.
Kelainan-kelainan fisiologis:
1. Daya kembang paru-paru berkurang hingga mencapai seperlima sampai
sepersepuluh nilai normal.
2. Daerah paru-paru yang tidak mengalami perfusi luas mencapai 50-60%
3. Aliran darah kapiler pulmonal kurang
4. Ventilasi alveolus berkurang dan usaha nafas meningkat
5. Volume paru-paru berkurang
E. KOMPLIKASI
Menurut Nelson, 2000 komplikasi yang dapat terjadi adalah :
1. Acidosis, baik respiratorik atau metabolik
2. Displasia bronchopulmonal
3. Apnoe
4. Merupakan penyabab kematian utama BBL dengan angka 30 % dari semua
kematian neonatus oleh RDS atau komplikasinya.
F. PENATALAKSANAAN
Peran Perawat Terhadap RDS
Setiap bayi dengan gangguan pernafasan memerlukan penangan secara umum berupa
:
1. Pemberian oksigen dengan aliran sedang.
2. Bila frekuensi pernafasan kurang dari 30 kali per menit, harus diobservasi
ketat. Bila kurang dari 20 kali per menit setiap saat resusitasi bayi dengan
menggunakan balon sungkup (Alat Balon-Sungkup Alat kantong-sungkup
terdiri atas sebuah kantong yang terhubungkan dengan sebuah sungkup).
3. Bila apnu :
Stimulasi bayi untuk bernafas dengan menggosok-gosok punggung
bayi selama 10 detik.
Bila belum mulai bernafas resusitasi bayi dengan menggunakan balon
dan sungkup.
4. Indikasi penggunaan balon dan sungkup adalah apnu atau megap-megap,
frekuensi jantung kurang dari 100 kali per menit dan sianosis sentral persisten
walaupun diberi aliran oksigen bebas 100%. Periksa kadar glukosa darah bila
kurang dari 45 g/dl, segera terapi sebagai hipoglikemi.
5. Bila didapatkan tanda-tanda lainya misalnya: kesulitan minum, BBLR, tada-
tanda kejang, sepsis dan lain-lain, usahakan menentukan penyebab gangguan
nafas ini sambil meneruskan pemberian oksigennya.
Bila suhu aksiler 34- 36,5 ˚C atau 37,5-39˚C. tangani untuk masalah suhu
abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam. Bila suhu masih belum stabil atau
gangguan nafas belum ada perbaikan, berikan antibiotika untuk terapi
kemungkinan besar seposis. Jika suhu normal, teruskan amati bayi.
Apabila suhu kembali abnormal ulangi tahapan tersebut diatas. Bila tidak ada
tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah 2 jam
Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik dihentikan. Bila bayi
kembali tampak kemerahan tanpa pemberian O2 selama 3 hari, minumbaik dan tak
ada alasan bayi tatap tinggal di Rumah Sakit bayi dapat dipulangkan.
Penatalaksanaan medis:
Pengobatan yang biasa diberikan selama fase akut penyakit RDS adalah:
1. Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder
2. Furosemid untuk memfasilitasi reduksi cairan ginjal dan menurunkan caiaran
paru
3. Fenobarbital
4. Vitamin E menurunkan produksi radikalbebas oksigen
b. DIAGNOSE KEPERAWATAN
1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan imaturitas neurologis (defisiensi
surfaktan dan ketidakstabilan alveolar)
2. Hipotermia berhubungan dengan berada di lingkungan yang dingin
3. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran kapiler-
alveolar
4. Resiko infeksi
c. INTERVENSI
Rencana Keperawatan
A. SIMPULAN
RDS adalah Penyakit akut dan progressive dari kegagalan pernafasan
disebabkanterhambatnya proses difusi oksigen dari alveolar ke kapiler (a-c block)
yang disebabkan olehkarena terdapatnya edema yang terdiri dari cairan koloid protein
baik interseluler maupunintra alveolar. Penyebabnya bisa penyakit apapun, yang
secara langsung ataupun tidak langsung melukai paru-paru seperti: Pneumoni virus,
bakteri, fungal; contusio paru, aspirasicairan lambung, inhalasi asap berlebih, inhalasi
toksin, menghisap O2 konsentrasi tinggidalam waktu lama, Sepsis, Shock, Luka bakar
hebat, Tenggelam,dsb. Gejala biasanyamuncul dalam waktu 24-48 jam setelah
terjadinya penyakit atau cedera.SGPA(sindromgawat pernafasan akut) seringkali
terjadi bersamaan dengan kegagalan organ lainnya, sepertihati atau ginjal.
B. SARAN
Semoga Makalah ni dapat berguna bagi penyusun dan pembaca. Kritik dan saran
sangat diharapkan untuk pengerjaan berikutnya yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Bobak, Lowdermik. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas Edisi 4.Jakarta : EGC
Leifer, Gloria. 2007. Introduction to maternity & pediatric nursing. Saunders Elsevier
: St. Louis Missouri
Prwawirohardjo, Sarwano. 2005. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Mansjoer. (2002). Kapita selekta kedokteran. Edisi III. Jakarta: FKUI.: EGC.
Wong. Donna L. (2004). Pedoman klinis keperawatan pediatrik. Jakarta: EGC.
Kebidanan. PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 2009