Anda di halaman 1dari 9

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada pembahasan kasus ini penulis akan membahas kesinambungan antara teori

dengan laporan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sensori persepsi

halusinasi dengan pemberian terapi music di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat

yang telah dilakukan sejak tanggal 4 – 15 Februari 2020 di Ruang Garuda dan

Perkutut. Dimana pembahasan ini sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yang

dimulai pada tahap pengkajian, merumuskan diagnosis keperawatan, menyusun

rencana keperawatan, melakukan implementasi keperawatan, evaluasi keperawatan

serta dokumentasi keperawatan.

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap pertama dari asuhan keperawatan pada pasien untuk

mengumpulkan data baik subjektif maupun objektif yang diperoleh melalui

wawancara, pemeriksaan fisik dan observasi studi kasus (Carpenito, 2010). Pada

tahap ini penulis menggunakan pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data

dari pasien, keluarga dan catatan perawatan, baik berupa data subjektif maupun

dataobjektif yang selanjutnya dianalisa sampai ditegakannya diagnosa atau

masalah keperawatan. Pada saat pengumpulan data, penulis tidak banyak

mendapatkan masalah karena ditunjang oleh alat pengkajian yang memadai

ketika melakukan pemeriksaan fisik terhadap pasien, dilandasi oleh konsep teori

yang cukup dipahami oleh pengkaji pada saat melakukan pengkajian, juga

didukung oleh Tn. W dan keluarga cukup kooperatif yang ditunjang juga dengan

[68]
terbina trsut yang baik antara penulis dengan Tn. W beserta keluarganya dan

keluarga menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh penulis tanpa terlihat

adanya perasaan ragu mulai dari data identitasnya hingga data psikologisnya,

serta bersedia untuk dilakukan pemeriksaan fisik secara sistematis.

Menurut Muttaqin dan Sari (2014), pengkajian pada pasien dengan

Congestive Heart Failure (CHF) meliputi riwayat kesehatan, data dasar

pengkajian pasien, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan diagnostik. Penulis

menggunakan pangkajian Muttaqin dan Sari (2014) dan sesuai format pengkajian

institusi karena teorinya bisa diterapkan dan sesuai dengan kasus serta berbeda

jauh dengan format yang ada di Ruang Melati 3 RSUD dr. Soekardjo Kota

Tasikmalaya.

2. Diagnosa Keperwatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon individu,

keluarga atau komunitas terhadap proses kehidupan, masalah kesehatan aktual,

risiko, atau potensial (Carpenito, 2010). Diagnosa keperawatan adalah langkah

lanjutan dari pengkajian berdasarkan dari data subjektif dan objektif yang

kemudian menjadi diagnosa keperawatan.

Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dari proses keperawatan

yang mana didukung oleh penyebab serta tanda-tanda dan gejalanya. Diagnosa

keperawatan yang muncul pada klien dengan CHF menurut Doenges (2010),

Nanda (2018), Muttaqin dan Sari (2014), Aspiani (2015), Nurarif (2016) yaitu:

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan irama jantung

b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera biologis

[69]
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebih.

e. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai oksigen.

f. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

g. Risiko kerusakan integritas kulit

Sedangkan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada kasus Tn. W dengan

songestive heart failure (CHF) yaitu:

a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahn irama jantung.

Penurunan curah jantung adalah ketidakadekuatan volume darah yang

dipompa oleh jantung untuk memenuhi kabutuhan metabolic tubuh (Nanda,

2018). Batasan karakteristik untuk menunjang dari diagnosa tersebut adalah

perubahan irama jantung: bradikardia / takikardia, perubahan EKG, palpitasi

jantung, perubahan preload: edema, keletihan, murmur jantung, distensi vena

jugularis, peningkatan berat badan, perubahan afterload: penurunan nadi

preifer, kulit lembab, dyspnea, perubahan kontraktilitas: bunyi napas

tambahan, batuk, penurunan indeks jantung, ada bunyi S3 dan ortopnea.

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. W ditemukan data: Pasien

mengatakan nyeri dada sebelah kiri, adanya edema ekstremitas bawah, ada

bunyi jantung S3 (gallops), terdapat keletihan, kulit lembab, adanya batuk

sesekali. Berdasarkan kesesuaian tersebut, maka diagnosa penurunan curah

jantung diangkat pada Tn. W. diagnosa ini penulis jadikan sebagai prioritas

pertama karena merupakan keluhan utama dan keluhan yang paling

dirasakan Tn. W.

[70]
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis. Nyeri akut adalah

pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan berkaitan dengan

kerusakan jaringan actual atau potensial, atau yang digambarkan sebagai

kerusakan (Internatioanl Association for the Study of Pain), awitan yang

tiba-tiaba atau lambat dengan intensitas ringan hingga berat, dengan

berakhirnya dapat diantisipasi atau diprediksi dan dengan durasi kurang dari

3 bulan (Nanda, 2018). Batasan karakteristik yang menunjang untuk

penegakkan diagnosa ini adalah melaporkan tentang adanya nyeri, ekspresi

wajah nyeri, keluhan tentang intensitas menggunakan standar skala nyeri,

keluhan tentang karakteristik nyeri dengan menggunakan standar instrument

nyeri (Nanda, 2018). Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. W ditemukan

data: klien melaporkan adanya nyeri dada sebelah kiri, bertambah apabila

batuk dan berkurang apabila istirahat, nyeri seperi ditusuk-tusuk,

nyerimerambat ke punggung dan bahu sebelah kiri dengan skala 4 (0 – 10).

Berdasarkan kesesuaian tersebut, maka diagnosa nyeri akut diangkat pada

kasus Tn. W.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan. Intoleransi aktivitas

adalah ketidakcukupan energi psikologis atau fisiologis untuk

mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari – hari yang

harus atau yang ingin dilakukan (Nanda, 2018). Batasan karakteristik yang

menunjang untuk penegakkan diagnosa tersebut adalah adanya perubahan

elektrokardiograf (EKG), ketidaknyamanan setelah beraktivitas, keletihan,

kelemahan umum (Nanda, 2018). Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. W

[71]
data yang ditemukan adalah: adanya perubahan elektrokardiograf yaitu ST

depresi, adanya kelemahan umum, adanya keletihan dan ketidaknyamanan

setelah beraktivitas. Berdasarkan kesesuaian tersebut maka diagnosa

intoleran aktivitas diangkat pada kasus Tn. W.

d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebih.

Kelebihan volume cairan adalah peningkatan asupan dan atau retensi cairan

(Nanda, 2018). Batasan karakteristik yang menunjang untuk penegakkan

diagnosa ini adalah adanya edema, asupan melebihi haluaran, ada bunyi

jantung S3 (gallops) dan gelisah. Berdasarkan pengkajian pada Tn. W data

yang ditemukan yaitu: adanya bunyi jantung S3 (gallop), adanya edema

ekstremitas bawah, asupan melebihi haluaran dan klien tampak gelisah.

Berdasarkan kesesuaian tersebut maka diagnosa kelebihan volume cairan

diangkat dalam kasus Tn. W.

e. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi. Defisien

pengetahuan adalah ketiadaan atau defisiens informasi kognitif yang

berkaitan dengan topic tertentu (Nanda, 2018). Batasan karaktertistik yang

menunjang untuk penegakkan diagnosa tersebut adalah kurangnya

pengetahuan, perilaku tidak tepat, ketidakakuratan mengikuti perintah.

Berdasarkan hasil pengkajian pada Tn. W yaitu: adanya perilaku tidak tepat

seperti merokok, kurangnya pengethuan ditandai dengan klien merasa

gelisah dan melaporkan ketidaktahuan tentang penyakitnya serta adanya

ketidakauratan mengikuti perintah. Berdasarkan kesesuaian dan tersebut

[72]
makan diagnosa defisien pengetahuan diangkat menjadi diagnosa pada kasus

Tn. W.

Diagnosa keperawatan yang tidak ditemukan pada Tn. W dengan CHF yaitu:

a. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penuruan suplai oksigen.

Ketidakefektifan pola nafas adalah inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak

memberi ventilasi adekuat (Nanda, 2018). Batasan karakteristik masalah

keperawatan ini adalah pola napas abnormal, perubahan ekskursi dada,

bradipnea, penurunan tekanan ekspirasi, dispena, pernapasan cuping hidung,

ortopnea, pernapasan bibir dan takipnea (Nanda, 2018). Diagnosa

keperawatan ini tidak diangkat oleh penulis karena pada saat pengkajian

tidak ditemukan adanya data yang menunjang penegakkan diagnose tersebut

pada Tn. W.

b. Risiko infeksi kerusakan integritas kulit. Risiko kerusakan intgritas kulit

adalah rentan mengalami kerusakan epidermis dan atau dermis, yang dapat

mengganggu kesehata (Nanda, 2018). Faktor risiko masalah keperawatan

tersebuy yaitu adanya agen cedera kimiawi, ekskresi, kelembapan,

hipertermia atau hipotermia, tekananan pada tonjolan tulang, gangguan

volume cairan serta nutrisi tidak adekuat (Nanda, 2018). Diagnosa

keperawatan ini tidak diangkat oleh penulis karena pada saat pengkajian

tidak ditemukan data yang cukup untuk menunjang penegakkan diagnosa

tersebut pada Tn. W.

[73]
3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan adalah tahap ketiga dari proses keperawatan dimana tujuan

hasil ditentukan dan dipilih. Rencana keperawatan adalah bukti tertulis dari tahap

kedua dan tiga proses perawatan yang mengidentifikasi masalah atau kebutuhan

pasien, tujuan hasil perawatan dan intervensi untuk mencapai hasil yang

diharapkan dan mengenai masalah, kebutuhan pasien. Intervensi disesuaikan

dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada sehingga rencana tindakan dapat

dilaksanakan dengan spesifik (jelas/khusus), measurable (dapat diukur),

acceptance, rasional dan timing (ada kriteria waktu) (Capernito, 2010).

Dalam hal ini penulis membuat perencanaan tindakan keperawatan yang

sesuai dengan diagnosa keperawatan yang telah diangkat dan mengacu pada

tujuan yang telah ditetapkan serta disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan

pasien pada saat ini. Perencanaan keperawatan disusun berdasarkan teori dan

konsep asuhan keperawatan pada gangguan sistem kardiovaskuler: congestive

heart failure (CHF) dan melibatkan team kesehatan lain serta keluarga.

4. Implementasi Keperawatan

Pada tahap ini penulis melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan

perencanaan yang telah disusun, dengan melaksanakan tindakan untuk memupuk

kemandirian pasien. Hal yang mendukung dalam pelaksanaan tindakan

diantaranya: pasien dan keluarga berharap dapat segera sembuh, sehingga

mereka mau bekerjasama dan menerima tindakan medis maupun tindakan

keperawatan. Penulis dapat melakukan implementasi baik dependen, independen

dan interdependen.

[74]
5. Evaluasi

Tahap evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses keperawatan yang

berguna untuk menilai kemajuan dan kemunduran kesehatan klien setelah

dilakukannya asuhan keperawatan. Evaluasi keperawatan dilakukan secara

langsung setelah penulis melakukan tindakan keperawatan dan penulis

menggunakan sistem SOAP (subjektif, objektif, analisis dan planning). Berikut

adalah pembahasan evaluasi dengan melihat evaluasi hasil dari masing-masing

diagnosa selama 3 hari keperawatan pada Tn. W.

a. Penurunan curah jantung berhubungan denga perubahan irama jantung.

Evaluasi terakhir dilakukan tanggal 19 Nopember 2018. Masalah ini tercapai

karena kriteria tujuan telah tercapai ditandai dengan klien melaporkan nyeri

dada berkurang, TTV dalam batas normal hal ini dibuktikan dengan klien

boleh pulang.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri bioligis. Evaluasi terakhir

dilakukan tanggal 19 Nopember 2018. Masalah ini tercapai karena kriteria

tujuan telah tercapai ditandai dengan klien melaporkan nyeri dada berkurang

dengan skala 1 (0 – 10), klien tampak rileks dan mampu mengontrol nyeri.

Hal ini dibuktikan dengan klien boleh pulang.

c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan. Evaluasi terakhir pada

dilakkan pada tanggal 19 Nopember 2018. Masalah ini tercapai karena

kriteria tujuan telah tercapai ditandai dengan klien mampu melakukan ADLs

secara mandiri. Hal ini dibuktikan dengan klien boleh pulang.

[75]
d. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan asupan cairan berlebih.

Evaluasi terakhir tanggal 19 Nopember 2018. Maslah ini tercapai karena

kriteria tujuan telah tercapai ditandai dengan adanya peningkatan haluaran

urine dari 1000 cc menjadi 1500 cc. Hal ini dibuktikan dengan klien boleh

pulang.

e. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi. Evaluasi

terakhit tanggal 17 Nopember 2018. Masalah ini tercapai katerna kriteria

tujuan tercapai ditandai dengan klien mampu menjelaskan kembali proses

terjadnya penyakit dan mampu menyebutkan penyebab terjadinya penyakit.

6. Dokumentasi keperawatan

Pada tahap dokumentasi asuhan keperawatan, penulis menemukan beberapa

kesulitan baik pada saat penyusunan laporan kasus dikarenakan buku sumber

mengenai Congestive Heart Failure (CHF) terbaru kurang memadai, baik

penulis sendiri maupun di perpustakaan serta waktu yang diberikan untuk

penyusunan laporan kasus ini dirasakan sangat singkat sehingga penulis merasa

kurang optimal dalam penyusunannya. Proses dokumentasi dilaksanakan sesuai

format yang diberikan oleh Universitas Muhammadiyah Tasikmalaya dan

disesuaikan dengan format dokumentasi keperawatan yang ada di Ruang Melati

3 RSUD dr. soekardjo Kota Tasikmalaya.

[76]

Anda mungkin juga menyukai