Nyeri kepala merupakan gejala umum yang pernah dialami hampir semua orang, setidak-
tidaknya secara episodik selama hidupnya. Nyeri kepala adalah semua nyeri yang berlokasi di
kepala.
1. Struktur yang sensitif nyeri, yaitu kulit kepala, otot, jaringan subkutan, arteria ekstrakranial
periosteum tulang tengkorak, mata, telinga, cavum nasal, gigi, oropharynx, sinus kranial,
sinus vena intrakranial, dan cabang-cabang vena, bagian dura yang terdapat pada dasar otak
dan arteria dalam dura, saraf kranial trigeminus, fasialis, vagus, dan glossofaringeus, serta
2. Struktur-struktur yang tidak sensitif terhadap nyeri, yaitu parenkim otak, sebagian besar
Di bawah ini adalah klasifikasi nyeri kepala berdasarkan Internatonal Headache Society,
yaitu
1. Migraine
1
6. Nyeri kepala karena kelainan metabolik
7. Nyeri kepala atau nyeri wajah karena kelainan wajah atau struktur kranial
8. Nyeri kepala atau wajah karena kelainan saraf (Neil H. Raskin, Harrison’ s, Principles of
Karena luasnya penyebab nyeri kepala, maka kami menitikberatkan pada nyeri kepala
2.2 Migrain
2.2.1 Epidemiologi
% wanita dan 6,5 % pria di Amerika setiap tahunnya. Prevalensi migraine bervariasi menurut umur
dan jenis kelamin. Sebelum umur 12 tahun, migraine umumnya terjadi pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak wanita, tetapi prevalensi meningkat cepat ada anak wanita setelah
pubertas. Setelah umur 12 tahun, wanita lebih sering terkena migraine dibandingkan dengan pria,
Prevalensi terbesar tejadi pada usia 35 dan 45 tahun. Onset biasanya terjadi pada usia 10
hingga 29 tahun, tetapi onset migraine pada masa kanak-kanak tidak umum terjadi. (Deborah S.
a. Teori genetik
Mutasi spesifik yang menyebabkan nyeri kepala telah berhasil didefinisikan. Sebagai contoh
: sindrom MELAS, yang terdiri atas encephalomyopathy mitochondrial, asidosis laktat, dan episode
seperti stroke yang disebabkan oleh mutasi basa Adenin menjadi Guanin pada gen mitokondria yang
mengkode tRNA pada posisi nukleotida 3243. Migraine adalah gambaran klinik yang umum dari
2
sindrom ini, khususnya pada permulaan sindrom ini. (Neil H. Raskin, Harrison’ s, Principles of
hemiparesis selama fase aura pada migraine. Kira-kira 50% dari kasus MFL disebabkan oleh mutasi
gen CACNL1A4 pada kromosom 19, yang mengkode subunit channel calsium tipe P/Q, yang hanya
diekspresikan pada sistem saraf pusat. (Neil H. Raskin, Harrison’ s, Principles of Internal Medicine,
16 th edition)
Pada penelitian genetik, polimorfisme NcoI pada gen yang mengkode reseptor dopamin D2
(DRD2), terlihat berlebihan pada pasien migraine dengan aura dibandingkan pada pasien tanpa
migraine, sehingga diperkirakan pasien migraine dengan aura dipengaruhi oleh alel DRD2. Tetapi,
bagaimanapun juga tidak semua pasien dengan gen DRD2 mengalami migraine dengan aura,
sehingga diperkirakan ada gen atau faktor lain yang terlibat. (Neil H. Raskin, Harrison ’ s, Principles
b. Teori vaskular
Berdasarkan hipotesis vaskular yang diajukan oleh Harold Wolff pada tahun 1938, migraine
itu berhubungan dengan perubahan vaskular kranial, Selama masa prodormal (aura), terjadi
menurut tempat terjadinya vasokontriksi. Dilanjutkan dengan fase nyeri kepala dimana terjadi
Penelitian mengenai aliran darah serebral regional pada pasien migraine klasik saat serangan,
terjadi hipoperfusi kortikal dimulai pada visual korteks, yang menyebar dengan aliran 2-3
Perubahan aliran darah ini dalam menyebabkan gejala migraine masih dipertanyakan. Hal ini
dikarenakan :
a) Penurunan aliran darah yang diamati tidak cukup significant untuk menyebabkan gejala
3
neurologik fokal
b) Peningkatan aliran darah tidak menyebabkan nyeri dan vasodilatasi sendiri tidak dapat
Lebih jauh lagi, pada migrain tanpa aura, tidak terjadi perubahan aliran darah. Oleh karena itu
masih dipertanyakan. Tetapi, bagaimanapun juga, memang benar terjadi perubahan aliran darah
edition).
Pada migraine, terjadi pengaktifan neuron dorsal raphe pada batang otak dan locus coeruleus
(teori ”brain stem generator”). Terdapat proyeksi dari dorsal raphe ke arteri serebral, yang mungkin
mempengaruhi aliran darah. Selain itu terdapat pula proyeksi dorsal raphe ke badan geniculatum
lateral, kolikulus superior, retina, dan visual korteks. Hal ini mungkin dapat menjelaskan aura pada
sistem trigeminovaskular diatur oleh noradrenergik dan neuron serotonergik di dalam batang otak.
Oleh karena itu, terjadinya migrain berhubungan dengan ketidakseimbangan antara aktivitas neuron
terjadinya pengaktivan nukleus kaudalis trigeminal pada medula (pusat pengolah nyeri untuk bagian
wajah dan kepala) yang menyebabkan pelepasan vasoaktif neuropeptide yang meliputi substansi P
dan calcitonin gene related peptide (CGRP) dari nervus trigeminal terminal saraf. Neurotransmitter
peptida ini menginduksi inflamasi steril yang mengaktifkan nociceptive afferent trigeminal pada
pembuluh darah yang menyebabkan diproduksinya nyeri. Selain itu, transmisi nyeri juga berjalan ke
sentral menuju otak dan mengaktifkan nucleus-nukleus di otak yang menyebabkan terjadinya
4
beberapa gejala seperti mual , muntah (Neil H. Raskin, Harrison’ s, Principles of Internal Medicine,
16 th edition)
Hipotesis bahwa serotonin merupakan mediator penting pada patogenesis migrain massih
berlaku sampai saat ini, karena agonis reseptor serotonin masih merupakan obat utama migrain akut.
Hipotesis ini berdasarkan fakta pada eksperimen di laboratorium dan fakta pada manusia bahwa
kosentrasi serotonin dan metabolitnya pada urin meningkat pada kebanyakan kasus selama serangan
neurotransmitter yang mungkin berhubungan dengan perubahan sensitivitas pada reseptor serotonin
Menurut International Headache Society, migraine adalah nyeri kepala sedang hingga
berat, berdenyut, unilateral, tetapi kadang dapat bilateral. Onset nyeri biasanya bertahap, mencapai
hingga 72 jam. Gejala pencernaan bervariasi menyertai migraine. Selama gejala, 90 % penderita
Pada migrain ini, tidak terjadi gangguan neurologik fokal yang mendahului nyeri kepala,
tetapi memiliki ciri khas yaitu timbulnya nyeri kepala yang berdenyut secara mendadak.
Biasanya terjadi gangguan neurologik fokal negatif maupun positif sebelum timbul nyeri
kepala. Aura ini biasanya terjadi selama 5-20 menit dan paling lama selama 60 menit. Nyeri kepala
biasanya terjadi setelah akhir aura selesai. Kadang-kadang, aura muncul pada saat mulai terjadi
nyeri kepala atau selama nyeri kepala berlangsung. Aura ini biasanya berkaitan dengan area visual
dan lapang penglihatan. Aura visual sangat kompleks dan bervariasi, dan dapat positif (scintilllation,
photopsia, atau spektrum fortifikasi) dan negatif (skotoma, hemianopsia). Gejala aura motorik dan
sensorik meliputi kesemutan pada wajah dan lengan, dysphasia atau aphasia, kelemahan, dan
hemiparesis.
Dokter yang mengobati pasien migraine harus memperhatikan akibat migraine tersebut pada
hidup pasien, keluarganya, dan pekerjaan pasien. Oleh karena itu, dokter sebaiknya menentukan
Sebaiknya dengan cara menghindari agen pentebab migraine dan jika migraine telah terjadi,
maka dapat dilakukan pendekatan nonfarmakologik, seperti beristirahat atau tidur, sebaiknya di
ruangan yang gelap, lingkungan yang tenang. Catatan mengenai frekuensi, tingkat keparahan, dan
durasi serangan nyeri kepaka dapat membantu mengidentifikasikan penyebab migraine. Dibawah ini
2 Makanan : alkohol, kafein, coklat, pisang, produk kalengan, monosodium glutamat (pada
3 Lingkungan : suara keras, ketinggian, perubahan cuaca, asap rokok, cahaya yang terlalu terang
menopause, aktivitas fisik yang berlebihan, stress (Deborah S. King and Katherine
Kombinasi aspirin, asetaminophen, dan kafein telah disetujui penggunaannya oleh FDA
(Food Drug Administration) sebagai obat pilihan pertama untuk pengobatan serangan migraine
ringan dan sedang. NSAID mencegah inflamasi pada sistem trigeminovaskular melalui inhibisi
sintesis prostaglandin. Pada umumnya, NSAID dengan waktu kerja yang panjang lebih dianjurkan.
NSAID harus digunakan hati-hati pada pasien dengan ulkus peptikum, penyakit ginjal atau
analgesik dan meringankan gejala mual dan muntah akibat migraine. (Deborah S. King and
7
Katherine
sedang dan berat. Ergotamin adalad alkaloid ergot asam amino, sedangkan dihydroergotamin
alkaloid ergot asam amino.Obat ini adalah agonis nonselektif reseptor 5-HT1 yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah intrakranial, dan mencegah inflamasi neurogenik pada sistem
trigeminovaskular. Dengan dosis klinik umumnya, efek antimigrain mungkin dihasilkan dari
Ergotamin tartrat tersedia dalam bentuk oral, sublingual, dan rektal. Preparat rektal dan oral
mengandung kafein untuk meningkatkan absorbsi. Mual dan muntah merupakan efek samping
yang paling umum pada pemberian derivat ergotamine.Bagaimanapun juga, ergotamin, 12 kali
klinik umumnya, level darah puncak terjadi dalam dua jam dan terdapat dalam rentang rendah (1-3)
nanogram/ml. Ergotamin tartrat paling efektif jika diberikan pada saat terjadi serangan. 2 mg dosis
oral atau sublingual diberikan ketika terjadi nyeri diikuti dengan 2 mg setiap jam. Jika diperlukan,
hingga nyeri itu reda, tetapi tidak melebihi 6 mg sehari. Beristirahat di ruangan yang gelap
meningkatkan aksi dari obat ini. Jika menginginkan efek terjadi lebih cepat atau jika pasien
mengalami mual atau muntah dengan sakit kepala yang berat, dosis obat 0,5 mg intramuskular
diberikan pada saat serangan. Rute lain pemberian ergotamin adalah 2 mg rektal supositoria atau
aerosol inhaler 0,36 mg. Dengan dosis yang adekuat, hilangnya serangan pada 70-80 % pasien dapat
terjadi. Terapi ergotamin dapat lebih efektif ketika digunakan bersama kafein, karena meningkatkan
absorbsi ergotamine. Kombinasi yang mengandung 1 atau 2 mg ergotamin dan 50 atau 100 mg
kafein telah tersedia.. Keuntungan dan kombinasi obat, bagaimanapun, dapat menurun karena
8
insomnia yang diakibatkan kafein. Oleh karena itu, penggunaannya tergantung pada keadaan pasien.
ergotamine telah diberikan. Pada situasi ini, analgesik kuat seperti kodein atau pentazosine dapat
digunakan. Sedasi dengan barbiturat dapat membantu dan mampu menginduksi tidur dengan 100-
200 mg pentobarbital telah menghentikan banyak serangan. Flurazepam (15-30 mg) dapat juga
digunakan untuk tujuan itu. Mual dan muntah yang berlanjut dapat diobati dengan obat antiemetik.
Phenothiazine seperti prochlorperazine (5-10 mg) atau thiethylperazine (6,5 mg) diberikan baik
Efek samping dari ergotamin terjadi pada lebih dari 30 % pasien yang diobati, dan
meliputi ketulian, parestesia ekstremitas, kram otot dan kaku, kelelahan, dan distress prekordial.
Efek samping cenderung lebih sering dan berat pada pemberian dosis tinggi. Overdosis yang
memanjang dapat menyebabkan ergotism, meningkatnya gangren pada ibu jari dan jari. Ergotamin
tartrat sebaiknya tidak digunakan pada pasien dengan hipertensi berat atau dengan penyakit vaskular
perifer, jantung, otak atau gangguan ginjal atau fungsi hati, atau sepsis. Sebaiknya dihindari pada
ibu hamil, tetapi karena mempunyai sedikit efek oksitosik , maka obat ini dapat diberikan dengan
Manifestasinya adalah terjadinya kembali sakit kepala setelah efek ergotamin menurun setelah
beberapa jam waktu pemberian. Hal ini dapat diatasi dengan periode putus obat. Pada masa itu,
nyeri kepala diobati dengan kodein (30-45 peroral) atau pentazosin (30-45 intramuskular), diberikan
Dihidroergotamin mesylate juga efektif dalam mengobati serangan migrain akut. Efek
farmakologiknya sama dengan ergotamine tartrat, walaupun efek vasokontriksinya kurang dan efek
reflek blocking adrenergik besar. Obat ini buruk diabsorbsi dari saluran pencernaan, oleh karena itu,
diberikan perenteral. Dosis awalnya diberikan secepat mungkin setelah adanya tanda serangan,
sebesar 1 mg intramuskular. Dosis yang sama dapat diberikan setiap jam, jika diperlukan, hingga
9
nyeri kepala menghilang, tetapi tidak melebihi 3 mg sehari. Pemberian dosis 0,3 mg intramuskular
dapat digunakan jika menginginkan efek yang cepat, tetapi dosis sebaiknya tidak melebihi 2 mg.
Overdosis akut dari ergotamin menyebabkan hipertensi atau hipotensi, koma, dan kejang. Pada
(3) Antiemetik
Terapi antiemetik tambahan berguna untuk mengatasi mual dan muntah yang sering
prochlorperazine biasanya diberikan 15-30 menit sebelum pemberian obat migraine abortif.
Preparat supositoria juga dapat diberikan jika terjadi mual dan muntah yang berat. Metoklopramide
juga berguna untuk meningkatkan absorbsi dari saluran pencernaan selama serangan. (Deborah S.
Agonis reseptor serotonin efektif dalam terapi migraine. Kelas pertama dari golongan ini
adalah sumatripan, dan generasi kedua adalah zolmitripan, naratripan, rizatripan, , almotripan,
frovatripan, dan eletriptan adalah agonis selektif dari reseptor 5- HT1B dan 5-HT1D. Mekanisme
kerjanya adalah menghambat pelepasan neuropeptida vasoaktif dari nervus trigeminal perivaskular
melalui stimulasi reseptor presinaptik 5- HT1D, mengganggu transmisi signal dalam nukleus
trigeminal batang otak melalui reseptor 5-HT1D, dan vasokontriksi pembuluh darah intrakranial
Sumatripan adalah obat untuk terapi antimigraine yang secara luas sedang dipelajari.
Sumatripan subkutan mempunyai OOA yang cepat (10 menit) dibandingkan dengan preparat oral
(30 menit). Kira-kira 30 hingga 40 % pasien yang berrespon terhadap sumatripan mengalami nyeri
kepala rekuren dalam 24 jam. Hal ini dikarenakan waktu paruh obat yang pendek.
Generasi kedua tripan, mempunyai farmakokinetik dan farmakodinamik yang lebih baik jika
10
dibandingkan dengan sumatripan oral. Golongan ini mempunyai bioavailabilitas oral yang lebih
tinggi dan waktu paruh yang panjang jika dibandingkan dengan sumatripan. Frovatripan mempunyai
Efek samping dari triptan meliputi paresthesia, lemah, pusing, kulit kemerahan, sensasi
Terapi pencegahan
Terapi untuk mencegah serangan migraine dilakukan pada pasien yang sering mendapat
serangan.
NSAID efektif menurunkan frekuensi, tingkat keparahan, dan durasi dari serangan migraine.
NSAID biasanya digunakan untuk mencegah nyeri yang biasa terjadi dengan pola tertentu seperti
nyeri selama menstuasi.. NSAID sebaiknya diberikan 1-2 hari sebelum onset terjadinya nyeri.
Mekanisme NSAID dalam mencegah nyeri terkait dengan penghambatan sintesis prostaglandin.
Edition)
adrenergik tidak begitu jelas, di duga dapat menaikkan ambang batas migraine dengan cara
memodulasi neurotransmisi adrenergik datau serotonergik pada jalur kortikal atau subkortikal
mencegah dilatasi arteri ekstrakranial, memblok pengambilan serotonin oleh platelet. Propanolol
secara adekuat diabsorbsi setelah pemberian oral. Kosentrasi plasma puncak terjadi setelah 1-2 jam
pemberian.
Dosis efektif propanolol dalam mencegah serangan migraine bervariasi antara 80-240 mg
sehari dengan rata-rata 160 mg. Terapi dimulai dengan 20 mg, dua kali sehari dan dosis dapat
11
ditingkatkan, jika diperlukan. Efek samping yang umum dari propanolol meliputi mual, kram
abdominal, diare, hipotensi postural, dan ngantuk. Dosis sebaiknya dipertahankan pada level dimana
denyut jantung kurang dari 60 setiap menitnya. Propanolol sebaiknya tidak digunakan pada pasien
dengan asma, penyakit paru obstruktif kronik, penyakit gagal jantung kongestif, gangguan konduksi
(3) Methysergide
Methysergide adalah ergot alkaloid semisintetik yang berperan sebagai antagonis reseptor 5-
HT2 poten yang mampu menstabilkan neurotransmitter serotonergik pada sistem trigeminovaskular
dan menghambat inflamasi karena neurogenik serotonin. Methysergide diabsorbsi baik setelah
pemberian oral, kadar plasma puncak terjadi setelah 1-2 jam. Level plasma bervariasi antara 20-40
ng/ml selama pemeliharaan terapi dengan dosis yang umum. Methysergide menurunkan frekuensi
serangan pada kira-kira 60 % pasien yang diobati, Dosis methysergide sebaiknya ditingkatkan
perlahan dengan test 0,5 mg diawal untuk menghilangkan kecurigaan idiosinkrasi. Jika cocok, dosis
ditingkatkan 1 mg sehari, menjadi 1 mg, tiga kali sehari lalu menjadi 2 mg, 3 kali sehari. Biasanya
efektif dalam 1 atau 2 minggu. Jika tidak terlihat keuntungan yang didapat, itu artinya kecil
selama 6 bulan. Penghentian obat sebaiknya dilakukan bertahap dalam 2-3 minggu untuk mencegah
punggung, , nyeri abdominal ; fibrosis pleuropulmonal menyebabkan nyeri dada atau dyspnea atau
fibrosis valvular jantung menyebabkan murmur jantung, kardiomegali, dan dyspnea. Setelah interval
bebas obat selama 1-2 bulan, obat dapat diberikan lagi selama 6 bulan.
kejang otot pada 45 % pasien yang diobati. Hal ini biasanya terlihat pada onset terapi dan menurun
atau menghilang seiring dengan berlanjutnya terapi atau menurunnya dosis. Kira-kira 10 % pasien
tidak dapat melanjutkan pengobatan karena efek samping. Supervisi yang ketat terhadap semua
pasien itu diwajibkan. Methysergide sebaiknya tidak diberikan pada pasien dengan ulkus peptik
12
aktif, hipertensi berat, iskemik jantung, penyakit vaskular perifer, trombophlebitis, penyakit renal
atau kehamilan.
(4) Amitriptilin
Amitriptilin merupakan obat profilaksis yang efektif pada migraine berdasarkan efek antidepresinya.
Amitriptilin menghambat ambilan kembali serotonin da norepinefrin neuron masuk ke terminal saraf
prasinaptik
2.3.1 Epidemiologi
Tension-type headache merupakan jenis nyeri kepala yang paling sering, dengan prevalensi
63% pada pria dan 86% pada wanita selama waktu estimasi 1 tahun. Onset awal tension-type
13
headache terjadi pada masa dini kehidupan (40% pada usia <20 tahun), dan puncaknya pada usia 20
dan 50 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita dewasa, dengan rasio wanita dan pria 4:3. Prevalensi
tension-type headache kronis(180 headache harian per tahun) diperkirakan 2%-3%. Walaupun 60%
penderita diperkirakan mengalami gangguan fungsional, tetapi hanya 16% penderita yang
memeriksakan dirinya.
2.3.2 Patofisiologi
Walaupun tension-type headache merupakan jenis nyeri kepala yang paling sering, tapi juga
merupakan jenis nyeri kepala yang paling akhir diteliti, dan terdapat pemahaman yang terbatas
tenang kunci konsep patofisiologinya. Rasa nyeri pada episode tension-type headache diperkirakan
berasal dari jaringan miofasial, walaupun mekanisme pusat juga terlibat. Aktivasi dari struktur
persepsi nyeri supraspinal diikuti oleh self-limiting headache sebagai respon modulasi sentral
terhadap stimulus perifer yang datang. Tension-type headache kronis dapat berkembang dari
tension-type headache episodik pada individu yang memiliki predisposisi yang disebabkan
Gejala awal dan aura tidak terdapat pada tension-type headache. Nyeri yang terjadi biasanya
intensitas ringan sampai sedang dan biasanya digambarkan sebagai rasa tumpul, sesak atau tekanan
nonpulsatil. Yang paling sering adalah nyeri bilateral, akan tetapi lokasinya dapat bervariasi
(biasanya frontal dan temporal, terkadang occipital dan parietal juga). Secara klasik rasa nyeri yang
terjadi digambarkan dengan pola “hatband”. Gejala-gejala lain yang berhubungan, secara umum
tidak ada tapi fotofobia dan fonofobia ringan pernah dilaporkan. Disabilitas yang diakibatkan
tension-type headache sangat sedikit jika dibandingkan dengan migrain, dan aktifitas fisik rutin
tidak memperberat rasa nyeri. Palpasi pada otot pericranial atau sevikal dapat menunjukkan bagian
lunak atau nodul yang terlokalisasi pada beberapa pasien. Tension-type headache diklasifikasikan
sebagai episodik (teratur atau tidak) atau kronis berdasarkan frekuensi dan lama serangan.
2.3.4 Penatalaksanaan
14
Sebagian besar penderita tension-type headache mengobati dirinya sendiri dengan
pengobatan over-the-counter dan tidak memeriksakan diri ke dokter. Saat pengobatan farmakologi
dan non farmakologi berkembang, analgesik yang simpel dan NSAID adalah terapi akut yang
utama.
Terapi psikofisiologik dan terapi fisik talah dipakai dalam penanganan tension- type
headache. Terapi psikofisiologik dapat terdiri dari penenangan diri dan konseling, penanganan stres,
latihan relaksasi, dan biofeedback. Latihan relaksasi dan latihan biofeedback (sendiri maupun
kombinasi) dapat menghasilkan penurunan aktivitas nyeri sebanyak 50%. Fakta terapi-terapi fisik
yang mendukang, seperti heat atau cold packs, ultrasound, stimulus saraf elektrik, peregangan,
lahraga, pijatan, akupuntur, manipulasi, instruksi ergonomik, dan injeksi triger point atau blok saraf
oksipital, adalah tidak konsisten. Akan tetapi, pasien dapat beruntung dari terapi yang dipilih (cth
2. Terapi farmakologi
Analgesik simpel (sendiri atau kombinasi dengan kafein) dan NSAID efektif untuk terapi
akut ringan sampai sedang. Asetaminofen, aspirin, ibuprofen, naproxen, ketoprofen, indometasin,
dan ketorolak telah menunjukkan efikasi pada kontrol plasebo dan studi perbandingan. Kegagalan
obat-obatan over-the-counter memerlukan terapi obat yang diresepkan. NSAID dosis tinggi dan
kombinasi aspirin atau asetaminofen dengan butalbital atau kodein merupakan pilihan yang efektif.
Penggunaan kombinasi butalbital dan kodein harus dihindarkan karena kemungkinan dapat terjadi
potensial tinggi dalam penggunaan yang berlebihan dan ketergangtungan. Seperti pada migrain,
medikasi akut harus diberikan untuk tension-type headache episodik tidak lebih dari 2 hari per
minggu untuk mencegah berkembangnya tension-type headache kronis. Tidak terdapat bukti yang
mensupport efikasi dari muscle relaxant (cth. Cyclobenzaprin, baclofen, dan methocarbamal) pada
penanganan tension-type headache episodik. Terapi preventif harus dipertimbangkan jika frekuensi
nyeri (lebih dari 2 minggu), durasi (lebih dari 3-4 jam), atau tingkat beratnya nyeri terjadi akibat
15
medikasi yang berlebihan dan disabilitas substansial. Prinsip terapi preventif pada untuk tension-
type headache sama dengan prinsip terapi pada migrain. TCA sering diresepkan sebagai profilaksis,
tetapi obat lain juga dapat digunakan setelah dipertimbangkannya kondisi medis komorbid dan sisi
efek sampingnya. Suntikan toxin botulinum ke dalam otot-otot pericranial telah menunjukkan
efikasi sebagai profilaksis tension-type headache kronis pada dua penelitian kontrol plasebo.
Cluster headache merupakan kelainan nyeri kepala yang paling berat, dengan ciri khas
serangan yang berat, nyeri kepala unilateral yang terjadi selama berminggu-minggu atau berbulan-
bulan (cluster periods) yang dipisahkan oleh periode remisi selama berbulan-bulan atau bertahun-
2005). Disebut juga Reader`s syndrom, histamin cephalgia, dan sphenopalatine neuralgia. Cluster
headache adalah nyeri kepala yang khas dan sindrom vaskular yang dapat disembuhkan. Yang
paling sering adalah tipe episodik dengan karakteristik satu sampai tiga kali serangan singkat nyeri
peri orbital per hari dalam 4-8 minggu, kemudian diikuti interval bebas nyeri rata-rata 1 tahun (Neil
H. Raskin, Harrison`s Principles of Internal Medicine, 2005). Tipe kronik, yang dimulai beberapa
tahun setelah pola episodik muncul, dengan karakteristik tidak adanya periode remisi. Masing-
2.4.1 Epidemiologi
Cluster headache dapat terjadi secara episodik atau kronik. Cluster headache termasuk jarang
terjadi diantara kelainan nyeri kepala primer lainnya, dengan prevalensi sekitar 0,4% pada pria dan
0,08% pada wanita. Tidak seperti migrain, penderita pria 4-7 kali lebih sering dbandingkan wanita.
Onset dapat terjadi pada semua umur tapi paling sering terjadi pada akhir 20 tahunan. Bukti terakhir
2.4.2 Patofisiologi
Etiologi dan mekanisme patofisologi cluster headache tidak sepenuhnya dipahami. Sama
seperti migrain, nyeri kepala serangan cluster diperkirakan melibatkan aktivasi saraf
16
trigeminovaskular yang melepaskan neuropeptida vasoaktif dan mengakibatkan inflamasi
neurogenik steril. Adanya ciri khas lokasi nyeri kepala adalah implikasi sinus kavernosa sebagai
tempat proses inflamasi. Triger serangan cluster headache menyebabkan sistem trigeminovaskular
mengeluarkan mediator-mediator yang mengakibatkan rasa nyeri. Walau demikian mekanisme yang
mengaktivasi sistem trigeminovaskuler masih belum dipahami. Periodisitas dan regularitas serangan
bisa merupakan implikasi disfungsi hipotalamik dan menyebabkan perubahan ritme sirkadian pada
patogenesis cluster headache. Selama masa serangan cluster headache menunjukkan perubahan-
pertumbuhan, -endorfin, dan melatonin. Studi neuroimaging menunjukkan bahwa selama serangan
cluster headache akut terdapat aktivasi area grisea hipotalamus ipsilateral. Area tersebut mungkin
merupakan ”driver” serangan cluster. Karena sistem serotonergik yang memodulasi aktivitas pada
hipotalamus dan saraf trigeminovaskular, 5-HT mungkin berperan pada patofisiologi cluster
headache. Hubungan cluster headache dengan hipoksia altitude tinggi, REM sleep, dan terapi
vasodilator, juga terapi inhalasi oksigen untuk abrtif serangan cluster, diperkirakan bahwa
sebagian besar pasien, diikuti interval bebas nyeri yang panjang. Periode remisi kira-kira 2 tahun
tetapi rentang waktu yang pernah dilaporkan antara 2 bulan sampai 20 tahun. Sekitar 10% pasien
memiliki gejala-gejala kronis tanpa periode remisi. Serangan cluster headache terjadi pada malam
hari pada lebih dari 50% pasien. Serangan terjadi secara mendadak , dan mencapai puncak dengan
sangat cepat yang berlangsung selama 15-180 menit. Aura tidak terdapat pada cluster headache.
Nyeri yang terjadi sangat menyakitkan dan menusuk akan tetapi tidak berdenyut dan sering terjadi
unilateral pada orbita, supraorbital, dan temporal. Nyeri kepala ini berhubungan sistem otonom
konsisten dengan paresis sistem simpati dan parasimpatik yang overdrive. Pola ini diketahui dari sisi
nyeri dan termasuk injeksi konjungtiva, lakrimasi, dan hidung tersumbat atau rinorhea. Selama
17
periode sakit, serangan yang terjadi bisa sekali sehari sampai delapan kali sehari. Jika pasien
migrain berusaha mencari tempat yang sunyi dan gelap, pasien cluster headache umumnya bergerak
kesana kemari saat serangan terjadi dan dapat membenturkan kepala mereka ke benda-benda untuk
menghilangkan rasa sakit. Pasien pria biasanya memiliki riwayat perokok berat dan peminum
alkohol. Kriteria diagnostik untuk cluster headache terdapat pada sistem klasifikasi IHS.
2.4.4 Penatalaksanaan
Sama seperti pengobatan migrain, terapi cluster headache juga terbagi menjadi terapi abortif
dan terapi profilaksis. Terpai abortif untuk mengatasi serangan akut. Terapi profilaksis ditujukan
untuk memperpendek masa serangan cluster episodik, juga untuk mengurangi frekuensi dan
beratnya serangan baik pada cluster headache episodik maupun kronis. Terapi profilaktik dimulai
sejak dini pada periode cluster dan diberikan setiap hari sampai pasien bebas headache paling
lambat 2 minggu. Kemudian pengobatan diturunkan perlahan-lahan dan dapat dimulai lagi pada
periode serangan selanjutnya. Pasien cluster headache kronik membutuhkan pengobatan profilaksis
Oksigen
Standar terapi cluster headache akut adalah inhalasi oksigen 100% dengan masker fasial 7-
10L/menit untuk 10-15 menit. Pemberian ulang mungkin dibutuhkan karena adanya rekurensi
karena pada beberapa pasien oksigen lebih untuk menghambat daripada menghentikan. Tidak ada
Derivat ergotamin
terjadi dalam waktu 10 menit pada pemberian intravena. Pemberian intramuskular efektif dalam 30
menit. Pemberian dihidroergotamin iv berulang-ulang selama 3-7 hari dapat memcah siklus
frekuensi serangan cluster headache dengan efek samping minimal. Ergotamin tartrat juga efektif
menurunkan serangan cluster headache jika diberikan secara sublingual dan rektal, tapi
18
farmakokinetik preparat ini biasanya membatasi kemampuan klinisnya.
Triptan
Sumatriptan subkutan dan intranasal dipertimbangkan aman dan efektif untuk cluster
headache akut. Sumatriptan telah digunakan selama setahun tanpa adanya laporan takifilaksis dan
toksisitas. Pemberian secara oral digunakan terbatas karena onset of action yang lama, akan tetapi
zolmitriptan oral efektif pada pasien cluster headache episodik dangan 69% pasien yang mengalami
Verapamil
Verapamil sebagai calcium channel blocker digunakan untuk pencegahan cluster headache,
efektif pada sekitar 70% pasien. Efek dari verapamil terlihat setelah penggunaan satu minggu. Dosii
efektif biasanya antara 240-360 mg/hari untuk serangan episodik, tapi dosis yang lebih tinggi
Lithium
Lithium karbonat efektif untuk serangan cluster headache episodik dan kronik, dimana efek
terapi terlihat pada minggu pertama terapi. Respon positif terlihat sampai 78% pasien cluster
headache dan sampai 63% pasien cluster headache kronis. Dosis yang biasa digunakan 600-900
mg/hari yang diberikan dalam dosis terbagi. Takifilaksis pada terapi lithium telah dilaporkan
kadang-kadang pada terapi yang diperpanjang. Kadar lithium plasma optimum untuk mencegah
cluster headache belum diketahui, akan tetapi efikasi telah dilaporkan relatif pada konsentrasi serum
Efek samping awal ringan dan termasuk tremor, lethargy, nausea, diare, dan abdominal
discomfort.
Ergotamin
Ergotamin memiliki efektifitas yang sama seperti terapi abortif jika digunakan sebagai
profilaksis. Dosis tidur 2mg biasanya efektif untuk mencegah serangan nyeri nokturnal. Dosis
19
ergotamin harian 1-2 mg atau kombinasi dengan verapamil atau lithium efektif sebagai profilaksis
nyeri kepala pada pasien yang sulit disembuhkan oleh obat- obatan yang lain dengan resiko ergotism
Methysergide
Pada pasien yang tidak respon terhadap terapi lain, methysergide 4 – 8 mg/hari dalam dosis
terbagi biasanya efektif dalam memperpendek cluster headache. Respon terhadap terapi biasanya
terjadi dalam satu minggu setelah pemberian obat pertama. Rata-rata respon pada pasien cluster
headache episodik mendekati 70%, tapi pasien cluster headache kronik kurang memberi respon.
Corticosteroid
Corticosteroid digunakan pada cluster headache kronik yang sulit disembuhkan dengan
verapamil, lithium, ergotamine, dan methysergide atau kombinasi dari semuanya. Terapi dimulai
dengan prednisone 40 – 60 mg per hari dan diturunkan kira-kira selama tiga minggu. Kesembuhan
dapat dilihat dalam 1 sampai 2 hari dari terapi awal. Untuk menghindari komplikasi penggunaan
steroid, tidak digunakan untuk pengobatan jangka panjang. Nyeri kepala dapat kembali ketika terapi
Obat-Obatan Lain
Terapi lain yang telah digunkan dalam menangani cluster headache akut termasuk lidocain
dibutuhkan untuk pasiencluster headache kronik yang resistance terhadap semua terapi medis.
20
LI 1 MM Jaras Nyeri
Jaras spesifik Nyeri
Traktus spinotalamikus Lateralis
o Axon dari neuron orde pertama (ganglion spinalis) memasuki ujung cornu posterius
substantia grissea medulla spinalis dan segera bercabang menjadi serabut yang naik dan yang
turun
o Sesudah memasuki satu atau dua segmen medulla spinalis membentuk tractus posterolateral
(lissaueri) , serabut ini segera bersinapsis dengan neuron orde kedua yang terletak pada
kelompok sel substantia gelatinosa cornu posterius
o Axon dari neuron orde kedua berjalan menyilang garis tengah pada comissura anterior
substantia grissea dam substantia alba kemudian naik keatas pada sisi kontra lateral sebagai
anterius. Sewaktu berjalan keatas, serabut saraf baru terus bertambah sesuai dengan
banyaknya segmen medulla spinalis, demikian rupa sehingga pada bagian atas cervical
terdapat
Serabut sraf yang datang dari sacral terletak posterolateral
Serabut saraf yang datang dari cervical terletak anteromedial (serebut saraf yang
menghantarkan rasa sakit terletak didepan yang menghantarkan sensasi suhu)
o Pada Medulla oblongata tractus tersebut terletak pada dataran lateral antara nucleus olivarius
inferius dengan nucleus tractus spinalis N.Trigeminus. disini ia bergabung dengan
Tractus spinothalamicus anterius
Tractus spinotectalis
Yang kemudian gabungan dari ketiganya disebut lemniscus spinalis
o Pada pons kemudian naik keatas dibagian belakang pons
o Pada mesencephalon kemudian lemniscus medialis berjalan pada tegmentum , lateralis dari
lemniscus medialis
o Pada diencephalon serabut saraf dari tractus spinothalamicus lateralis akan bersinapsis
dengan neuron orde ketiga yaitu nucleus posterolateral dari keolompok ventral thalamus
(bagian dari nucleus lateralis thalamus), dimana disini akan terjadi penilaian kasar sensasi
sakit dan suhu dan reaksi emosi mulai timbul.
o Axon dari neuron orde ketiga jalan memasuki crus posterior capsula interna dan corona
radiata untuk berakhir pada gyrus postcentralis (brodmann 3 2 1) . dari sini informasi rasa
sakit dan suhu akan diteruskan ke area motorik dan area asosiasi di cortex lobus parietalis.
o Cortex cerevri gyrus psotcentralis berfungsi untuk menafsirkan suhu dan sakit sehingga akan
muncul kesadaran terkait sensasi tersbut.
o Pembagian secara fisiologis
Sewaktu memasuki medulla spinalis , sinyal rasa nyeri melewati dua jalur ke otak yaitu:
Traktus neospinotalamikus
Traktus neospinotalamikus berfungsi untuk menyalurkan nyeri secara cepat.
Terutama terdiri atas serabut A-Delta yang terutama dilalui oleh rasa nyeri
mekanik dan nyeri suhu akut. Serabut perifer jalur ini berakhir pada lamina I
kornu dorsalis. Dan dari sini akan merangsang neuron orde dua dari tractus
neospinotalamicus. Neuron ini akan mengirimkan sinyal ke serabut panjang
yang terletak di dekat sisi lain medulla spinalis dalam komisura anterior dan
selanjutnya berbelok naik ke otak dalam kolumna anterolateralis.
21
Hanya sebagian kecil saja serabut neopinotalamikus berakhir di daerah
retikularis batang otak, sisaya melewati batang otak dan langsung berakir di
kompleks ventrobasal thalami.
Nyeri cepat dapat dilokalisasi dengan mudah di dalam tubuh
Neurotransmiter A delta umumnya adalah glutamat
Traktus paleospinotalamikus
Jalur ini befungsi untuk menjalarkan nyeri lambat-kronik , sebagian
serabutnya adalah tipe C, sebagian kecil A-delta. Dalam jaras ini, serabut-
serabut perifer berakhri pada lamina II dan II kornu dorsalis yang secara
bersama-sama disebut substansi gelatinosa, serabut C terletak lebih lateral dari
A-delta. Setelah itu akan berlanjut ke lamina V dan neuron-neuronnya
merangsang akson-akson panjang (yang juga menjadi penghantar nyeri cepat)
yang mula-mula melewati komisura anterior ke sisi berlawanan dari medulla
spinalis, kemudian naik ke otak melalui jaras anterolateral
Neotransmiter nya adalah glutamat dan Substansi P, substansi P bersifat lebih
lambat dari Glutamat yang memungkinkan glutamat untuk sampai terlebih
dahulu. Yang menjelaskan suatu fenomena rasa sakit “ganda”
Jaras paleospinotalamikus berakhir kebanyakan di
o Mucleus retikularis medula, pons dan mesensefalon
o Area tektal mesensefalon sampai kolukulus usperior dan inferior
o Daerah periakuaduktus substansia grisea yang mengelilingi aquaductus
sylvii
Kemampuan lokalisasi rasa nyeri pada jalur lambat sangatlah buruk dan
kebanyakan hanya dapat dilokalisasi di bagian tubuh yang luas
Formasio retikularis berfungsi untuk menimbulkan persepsio nyeri yang
disadari
Reseptor nyeri
Reseptor nyeri merupakan ujung saraf bebas, terdapat tiga jenis stimulasi yang dapat merangsanganya
yaitu rangsang mekanis, suhu dan kimiawi. Pada umumnya rasa nyeri cepat diakibatkan mekanik dan suhu,
sedangkan rasa lambat diakibatkan stimulan kimia
Reseptor nyeri memiliki sedikit sekali kemampuan untuk beradaptasi , dan bahkan pada beberapa
keadaan dapat terjadi peningkatan intesitas rasa nyeri yang disebut hiperalgesia . intensitas rasa nyeri juga
berhubungan erat dengan derajat kerusakan jaringan. Ada beberapa stimulus terkait kerusakan jaringan
(bukan secara langsung, dapat timbul sebagai adanya kerusakan jaringan) yang dapat menyebabkan nyeri
Bradikinin dari jaringan rusak yang menyebabkan pelepasan enzim proteolitik dan menyerang
langsung ujung saraf dengan membuat saraf lebih permeabel terhadap ion-ion 22
Asam laktat yang terakumulasi sebagai akibat dari iskemia
Apapun bentuknya, pada nantinya hal tersebut akan menyebabkan perubahan permeabilitas neuron
sehingga dapat terjadi suatu potensial aksi dengan perpindahan ion-ion yang timbul.
Fisiologi nyeri melalui proses-proses berikut :
1. Proses Transduksi (Transduction)
Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf. Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia (substansi
nyeri). Transduksi rasa sakit dimulai ketika ujung saraf bebas (nociceptors) dari serat C dan serat A delta neuron
aferen primer menanggapi rangsangan berbahaya. Nosiseptors terkena rangsangan berbahaya ketika kerusakan
jaringan dan inflamasi terjadi sebagai akibat dari, misalnya, trauma, pembedahan, peradangan, infeksi dan
iskemia.
Nociceptors didistribusikan pada ;
1. Struktur Somatik (kulit, otot, jaringan ikat, tulang, sendi);
2. Struktur Viseral (organ viseral seperti hati, saluran gastro-intestinal).
3. Serat C dan serat A-delta yang terkait dengan kualitas yang berbeda rasa sakit.
Ada tiga kategori rangsangan berbahaya:
1. Mekanik (tekanan, pembengkakan, abses, irisan, pertumbuhan tumor);
2. Thermal (membakar, panas);
3. Kimia (neurotransmitter rangsang, racun, iskemia, infeksi).
Penyebab stimulasi mungkin internal, seperti tekanan yang diberikan oleh tumor atau eksternal, misalnya,
terbakar. Stimulasi ini menyebabkan pelepasan mediator kimia berbahaya dari sel-sel yang rusak, termasuk:
prostaglandin, bradikinin, serotonin, substansi P, kalium, histamin. Mediator kimia ini mengaktifkan nosiseptor
terhadap rangsangan berbahaya. Dengan maksud memperbaiki rasa nyeri, pertukaran ion natrium dan kalium
(depolarisasi dan repolarisasi) terjadi pada membran sel. Hal ini menghasilkan suatu potensial aksi dan generasi
dari sebuah impuls nyeri.
2. Proses Transmisi ( Trasmision)
Proses tranmisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf sensoris menyusul proses transduksi.
Impuls ini akan disalurkan oleh serabut saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke
medulla spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke thalamus oleh traktus
sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris
di korteks serebri melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan sebagai persepsi
nyeri.
3. Proses Modulasi (Modulation)
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh
tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak.
Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan noradrenalin memiliki efek yang
dapat menekan impuls nyeri pada kornu posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan
sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem analgesik
endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan persepsi nyeri menjadi sangat subyektif
pada setiap orang. . Suatu jaras tertentu telah diternukan di sistem saran pusat yang secara selektif menghambat
transmisi nyeri di medulla spinalis. Jaras ini diaktifkan oleh stress atau obat analgetika seperti morfin
(Dewanto).
4. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat individu menjadi sadar akan nyeri,
maka akan terjadi reaksi yang kompleks.
a. Korteks somatosensori: Ini adalah terlibat dengan persepsi dan interpretasi dari sensasi. Ini
mengidentifikasi intensitas, jenis dan lokasi sensasi rasa sakit dan sensasi yang berkaitan
dengan pengalaman masa lalu, memori dan aktivitas kognitif. Ini mengidentifikasi sifat
stimulus sebelum memicu respons, misalnya, di mana rasa sakit itu, seberapa kuat itu dan
bagaimana rasanya.
23
b. Sistem limbik: Hal ini bertanggung jawab untuk respon emosi dan perilaku terhadap rasa
sakit misalnya, perhatian, suasana hati, dan motivasi, dan juga dengan pengolahan rasa
sakit,dan pengalaman masa lalu rasa sakit.
Reseptor Nyeri :
Aferen primer mencakup serat A-alfa dan A-beta yang besar dan bermielen serta membawa impuls yang besar
dan tidak bermielin ( tidak diperlihatkan ) serta membawa impuls yang memperantarai sentuhan, tekanan, dan
propriosepsi dan serat A-delta yang kecil bermielin dan serat C yang tidak bermielin, yang membawa impuls
nyeri. Aferen-aferen primer ini menyatu di sel-sel kornu dorsalis medulla spinalis, masuk ke zona lissauer, serat
pascaganglion simpatis adalah serat eferen dan terdiri dari serat-serat C tidak bermielin.
Sensitasi Nosiseptor Di Daerah Cedera Jaringan
Pengaktifan langsung dengan tekanan intensif yang menyebabkan kerusakan sel. Kerusakan sel
menyebabkan dibebaskannya kalium ( K) intra sel dan sintesis prostaglandin (PgG) dan bradikinin (BK.
Prostaglandin meningkatkan sensitivitas reseptor nyeri bradikinin, yaitu zat kimia penghsil nyeri yang paling
kuat.
Jalur-Jalur Nyeri :
A. Serat nyeri A-delta halus dan C, yang masing-masing membawa nyeri akut tajam dan kronik-
lambat, bersinaps di substansia gelatinosa tanduk dorsal, memotong medullaspinalis, dan naik ke otak di
cabang neospinotalamikus atau cabang paleospinotalamikus traktus spinotalamikus, yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer a-delta, bersinaps di nucleus vebtroposterolateralis (VPN) thalamus dan
melanjutkan diri secara langsung ke korteks somatosensorik girus postsentralis, tempat nyeri
dipersepsikan sebagai sensasi tajam dan berbatas tegas. Cabang paleospinotalamikus, yang terutama
diaktifkan oleh aferen perifer C, adalah suatu jalur difus yang mengirim kolateral-kolateral ke formatio
retikularis batang otak dan struktur lain, yang merupakan asal dari serat-serat lain, berjalan ke thalamus.
Serat- serat ini memengaruhi hipotalamus dan system limbic serta korteks serebrum.
B. Serat nyeri C aferen bersinaps terutama di substansia gelatinosa ( lamina I dan II) kornu dorsalis,
sedangkan serat nyeri A delta terutama bersinaps di lamina I dan V.
Nyeri diawali sebagai pesan yang diterima oleh saraf-saraf perifer. Zat kimia (substansi P, bradikinin,
prostaglandin) dilepaskan, kemudian menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari
daerah yang terluka ke otak. Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai impuls elektrokimia di
sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).
Pesan kemudian dihantarkan ke thalamus, pusat sensoris di otak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri,
dan sentuhan pertama kali dipersepsikan. Pesan lalu dihantarkan ke cortex, di mana intensitas dan lokasi nyeri
dipersepsikan.
Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang ini :
1. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale:
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari senyuman sampai menangis
karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua,
pasien yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan,
sedang, berat dan sangat berat.
24
3. Numerical Rating Scale (NRS)
Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat
nyeri yang dirasakan dengan menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada
nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.
Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus
10 cm, dimana awal garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat. Pasien
diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri yang dirasakan. Penggunaan skala
VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya.
Penggunaan VAS telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas, VAS juga
secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya realtif mudah, hanya dengan
menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan
kajian pustaka atas tiga skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4 cm dianggap sebagai tingkat
nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri
sedang menuju berat sehingga pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat
(rescue
analgetic).
LI 3 MM Nyeri Somatoform
LO 3.1 Definisi
Gangguan somatoform adalah suatu kelompok gangguan yang memiliki gejala fisik (sebagai contohnya, nyeri,
mual, dan pusing) di mana tidak dapat ditemukan penjelasan medis yang adekuat. Gejala dan keluhan somatik
adalah cukup serius untuk menyebabkan penderitaan emosional yang bermakna pada pasien atau gangguan
pada kemampuan pasien untuk berfungsi di dalam peranan sosial atau pekerjaan. Suatu diagnosis gangguan
somatoform mencerminkan penilaian klinisi bahwa faktor psikologis adalah suatu penyumbang besar untuk
onset, keparahan, dan durasi gejala. Gangguan somatoform adalah tidak disebabkan oleh pura-pura yang
disadari atau gangguan buatan.
LO 3.2 Etiologi
Terdapat faktor psikososial berupa konflik psikologis di bawah sadar yang. mempunyai tujuan tertentu. Pada
beberapa kasus ditemukan faktor genetik dalam transmisi gangguan ini. Selain itu, dihubungkan pula dengan
adanya penurunan metabolism (hipometabolisme) suatu zat tertentu di lobus frontalis dan hemisfer non
dominan .
Secara garis besar, faktor-faktor penyebab dikelompokkan sebagai berikut.
a. Faktor-faktor Biologis
Faktor ini berhubungan dengan kemungkinan pengaruh genetis (biasanya pada
gangguan somatisasi).
b. Faktor Lingkungan Sosial
Sosialisasi terhadap wanita pada peran yang lebih bergantung, seperti “peran
sakit” yang dapat diekspresikan dalam bentuk gangguan somatoform.
c. Faktor Perilaku
Pada faktor perilaku ini, penyebab ganda yang terlibat adalah:
−Terbebas dari tanggung jawab yang biasa atau lari atau menghindar dari
situasi yang tidak nyaman atau menyebabkan kecemasan (keuntungan
sekunder).
−Adanya perhatian untuk menampilkan “peran sakit”
25
−Perilaku kompulsif yang diasosiasikan dengan hipokondriasis atau
gangguan dismorfik tubuh dapat secara sebagian membebaskan kecemasan yang diasosiasikan dengan
keterpakuan pada kekhawatiran akan kesehatan atau kerusakan fisik yang dipersepsikan.
d. Faktor Emosi dan Kognitif
Pada faktor penyebab yang berhubungan dengan emosi dan kognitif, penyebab
ganda yang terlibat adalah sebagai berikut:
−Salah interpretasi dari perubahan tubuh atau simtom fisik sebagai tanda
dari adanya penyakit serius (hipokondriasis).
−Dalam teori Freudian tradisional, energi psikis yang terpotong dari impuls-
impuls yang tidak dapat diterima dikonversikan ke dalam simtom fisik
(gangguan konversi).
−Menyalahkan kinerja buruk dari kesehatan yang menurun mungkin
merupakan suatu strategis elf-handicaping (hipokondriasis).
LO 3.3 Klasifikasi
Ada 5 gangguan somatoform yang spesifik yaitu :
1. Gangguan konversi
Merupakan bentuk perubahan yang mengakibatkan adanya perubahan fungsi fisik yang tidak dapat dilacak
secara medis. Gangguan ini muncul dalam konflik atau pengalaman traumatik yang memberikan keyakinan
akan adanya penyebab psikologis.
2. Hipokondriasis
Terpaku pada keyakinan bahwa dirinya menderita penyakit yang serius. Ketakukan akan adanya penyakit terus
ada meskipun secara medis telah diyakinkan. Sensasi atau rasa nyeri fisik biasanya sering diasosiasikan dengan
gejala penyakit kronis tertentu.
3. Gangguan somatisasi
Keluhan fisik yang muncul berulang mengenai simptom fisik yang tidak ada dasar organis yang jelas.
Gangguan ini menyebabkan seseorang untuk melakukan kunjungan medis berkali-kali atau menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi.
4. Gangguan dismorfik tubuh
Terpaku pada kerusakan fisik yang dibayangkan atau berlebih-lebihan. Menganggap orang tidak
memperhatikannya karena kerusakan tubuh yang dimilikinya (dipersepsikannya). Gangguan ini akan membawa
seseorang pada perilaku komplusif seperti berulang-ulang berdandan, dll.
5. Gangguan nyeri
Gejala utamanya adalah adanya nyeri pada satu atau lebih tempat yang tidak sepenuhnya disebabkan oleh
kondisi medis atau neurologis nonpsikiatris, disertai oleh penderitaan emosional dan gangguan fungsional dan
gangguan memiliki hubungan sebab yang masuk akal dengan factor psikologis.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan, dengan gejala individual yang terjadi pada sembarang waktu selama
perjalanan gangguan:
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan sekurangnya empat tempat atau fungsi yang
berlainan (misalnya kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum, selama menstruasi,
selama hubungan seksual, atau selama miksi)
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya dua gejala gastrointestinal selain nyeri (misalnya mual,
kembung, muntah selain dari selama kehamilan, diare, atau intoleransi terhadap beberapa jenis makanan)
26
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya satu gejala seksual atau reproduktif selain dari nyeri (misalnya
indiferensi seksual, disfungsi erektil atau ejakulasi, menstruasi tidak teratur, perdarahan menstruasi
berlebihan, muntah sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya satu gejala atau defisit yang mengarahkan pada
kondisi neurologis yang tidak terbatas pada nyeri (gejala konversi seperti gangguan koordinasi atau
keseimbangan, paralisis atau kelemahan setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia,
retensi urin, halusinasi, hilangnya sensasi atau nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang; gejala
disosiatif seperti amnesia; atau hilangnya kesadaran selain pingsan).
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh
sebuah kondisi medis umum yang dikenal atau efek langsung dan suatu zat (misalnya efek cedera,
medikasi, obat, atau alkohol)
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan yang
ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan dan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau
temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti gangguan buatan atau pura-pura).
B. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala atau defisit karena awal atau eksaserbasi gejala
atau defisit adalah didahului oleh konflik atau stresor lain.
C. Gejala atau defisit tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-
pura).
D. Gejala atau defisit tidak dapat, setelah penelitian yang diperlukan, dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis
umum, atau oleh efek langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang diterima secara kultural.
E. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial,
pekerjaan, atau fungsi penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
F. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual, tidak terjadi semata-mata selama perjalanan
gangguan somatisasi, dan tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain.
Sebutkan tipe gejala atau defisit:
Dengan gejata atau defisit motorik
Dengan gejala atau defisit sensorik
Dengan kejang atau konvulsi
Dengan gambaran campuran
B. Perokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis yang tepat dan penentraman.
C. Keyakinan dalam kriteria A tidak memiliki intensitas waham (seperti gangguan delusional, tipe somatik) dan
tidakterbatas pada kekhawatiran tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh). 27
D. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara kilnis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lain.
F. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif,
gangguan panik, gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan somatoform lain.
Sebutkan jika: Dengan tilikan buruk: jika untuk sebagian besar waktu selama episode berakhir, orang tidak menyadari
bahwa kekhawatirannya tentang menderita penyakit serius adalah berlebihan atau tidak beralasan.
B. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan,
atau fungsi penting lainnya.
C. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya, ketidakpuasan dengan bentuk
dan ukuran tubuh pada anorexia nervosa).
B. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lain.
C. Faktor psikologis dianggap memiliki peranan penting dalam onset, kemarahan, eksaserbasi atau bertahannnya
nyeri.
D. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-
pura).
E. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood, kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak
memenuhi kriteria dispareunia.
Tuliskan seperti berikut: Gangguan nyeri berhubungan dengan faktor psikologis: faktor psikologis dianggap memiliki
peranan besar dalam onset, keparahan, eksaserbasi, dan bertahannya nyeri.
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Gangguan nyeri berhubungan baik dengan faktor psikologls maupun kondisi medis umum
Sebutkan jika:
Akut: durasi kurang dari 6 bulan
Kronis: durasi 6 bulan atau lebih
Catatan: yang berikut ini tidak dianggap merupakan gangguan mental dan dimasukkan untuk mempermudah diagnosis
banding.
2. Jika terdapat kondisi medis umum yang berhubungan, keluhan fisik atau gangguan sosial atau pekerjaan
yang ditimbulkannya adalah melebihi apa yang diperkirakan menurut riwayat penyakit, pemeriksaan
fisik, atau temuan laboratonium.
C. Gejala menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau
fungsi penting lainnya.
E. Gangguan tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain (misalnya gangguan somatoform,
disfungsi seksual, gangguan mood, gangguan kecemasan, gangguan tidur, atau gangguan psikotik).
F. Gejala tidak ditimbulkan dengan sengaja atau dibuat-buat (seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura)
LO 3.5 Tatalaksana
Bagan pengobatan keseluruhan
Gangguan Tujuan pengobatan Strategi dan teknik Strategi dan teknik
somatoform psikoterapi dan farmakologikal dan fisik
psikososial
1. mencegah adopsi
dari rasa sakit,
invalidasi (tidak
membenrakan
pemikiran/meyakinkan
nahwa gejala hanya
ada dlam pikiran tidak
untuk kehidupan nyata
2. meminimalisir biaya 1. pengobatan yang
dan komplikasi dengan konsisiten, ditangani
menghindari tes-tes oleh dokter yang sama
diagnosis, treatment, 2. buat jadwal regular
dan obat-obatan yang ddengan interval waktu
tidak perlu kedatangan yang
3. melakukan kontrol memadai
farmakologis terhadap 3. memfokuskan terapi 1. diberikan hanya bila
sindrom comorbid secara gradual dari indikasinya jelas
(memperparah gejala ke personal dan 2. hindari obat-obatan yang
kondisi) ke masalah sosial bersifat addiksi
Gangguan 1,2,3 1,2,3 1,2
somatisasi - anti anxietas dan
antidepressan
Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2
somatisasi tak - obat anti anxietas dan anti
terperinci depresan (jika perlu)
hipokondriasi 1,2,3 1,2,3 2
Therapi kognitiv- Usahakan untuk
behaviour mengurangi gejala
hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80
mg/ hari)
dibandingkan dengan obat
29
lain
Gangguan 1,2,3 1,2,3 1 dan 2
nyeri menetap Jika nyeri nya akut (< Nyeri kronik : Akut : acetaminophen dan
6 bulan), tambahkan pertimbangkan terapi NSAIDS (tidak dicampur)
obt simptomatik untuk fisik dan pekerjaan, atau sebagai yambahan pda
gejala yang timbul serta terapi kognitif- opioid
Jika nyeri bersifat behavioural Kronik : Trisiklik anti
kronik (>6 bulan ), depresan, acetaminophen
fokus pada dan NSAID
pertahankan fungsi Pertimbangkan
dan motilitas tubuh akupunnktur
daripada fokus pada
penyembuhan nyeri
Gangguan 1,2,3 Akut : yakinkan, sugesti 1 dan 2
konversi pasien untuk Pertimbangkan
mengurangi gejala narcoanalisis (sedative
Pertimbangkan hipnotic)
narcoanalisis (sedativ
hipnotis), hipnoterapi,
behavioural terapi
Kronik : 1,2, dan 3
Eksplorasi lebih lanjut
mengenai konflik yang
bersifat unterpersonal
pada pasien
Gangguan 1,2,3 1,2,3 2
dismorfik Khususnya Terapi kognitif- Usahakan untuk
tubuh menghindari behavioural mengurangi gejala
pembedahan hipokondriacal dengan
SSRI (Fluoxetine 60-80
mg/ hari)
dibandingkan dengan obat
lain
(Sumber dari DSM IV)
Terapi kognitif-behavioural, untuk mengurangi pemikiran atau sifat pesimis pada pasien. Teknik behavioral, terapis
bekerja secara lebih langsung dengan si penderita gangguan somatoform, membantu orang tersebut belajar dalam
menangani stress atau kecemasan dengan cara yang lebih adaptif. Terapi kognitif, terapis menantang keyakinan klien yang
terdistorsi mengenai penampilan fisiknya dengan cara meyemangati mereka untuk mengevaluasi keyakinan mereka
dengan bukti yang jelas.
Gangguan somatisasi ditatalaksana dengan ikatan terapeutik, perjanjian teratur, dan intervensi krisis.
Penatalaksanaan untuk gangguan konversi adalah sugesti dan persuasi dengan berbagai teknik. Strategi penatalaksanaan
pada hipokondriasis meliputi pencatatan gejala, tinjauan psikososial, dan psikoterapi.
Gangguan dismorfik tubuh diterapi dengan ikatan terapeutik, penatalaksanaan stres, psikoterapi, dan pemberian
antidepresan.
Terapi pada gangguan nyeri mencakup ikatan terapeutik, menentukan kembali tujuan terapi, dan pemberian antidepresan.
LO 3.6 Pencegahan
Pertama, mulai berolah raga dengan baik dan teratur serta menjaga pola makan dengan asupan gizi yang
seimbang. Hal ini berguna untuk menjaga metabolism tubuh. Sehingga menjadi prima.
Kedua, Apabila gangguan serangan cemas akan rasa sakit menyerang, katakan pada diri anda stop, lalu lakukan
relaksi dengan cara mengatur aliran nafas anda.
Ketiga, Lakukan lah medical check up 1 tahun 1 kali, secara rutin. Dengan harapan dapat mengetahui kondisi
fisikyang sebenarnya (membuat anda tenang), dan melakukan langkah pencegahan jika ditemukan penyakit
dalam diri.
Self talk “Tubuh saya sehat, dan saya baik-baik saja”. (katakan pada diri anda, setiap hari saat anda bercermin
30
setiap saat, dan katakan juga “indahnya hari ini, saya bersyukur karena tuhan masih mengijinkan saya
menikmati setiap karuniaNya”
LO 3.7 Prognosis
Prognosis pada gangguan somatoform sangat bervariasi, tergantung umur pasien dan sifat gangguannya (kronik
atau episodik). Umumnya, gangguan somatoform prognosisnya baik, dapatditangani secara sempurna. Sangat
sedikit sekali yang mengalami eksarsebasi, dapat bervariasidari mild-severe dan kronis. Pengobatan yang lebih
awal dan menjadikan prognosis menjadilebih baik. Secara independen tidak meningkatkan risiko kematian.
Kematian lebih disebabkankarena upaya bunuh diri. (Kaplan, 1999)
Asas serta niat awal ketika merintis sebuah keluarga dalam bentuk pernikahan yang syah baik dalam agama
maupun sah di dalam aturan negara dalam rangka pembentukan sebuah keluarga sakinah ialah rumah tangga
yang dibina atas landasan taqwa, berpandukan Al-Quran dan Sunnah dan bukannya atas dasar cinta semata-
mata.
2. Membentuk Rumah Tangga Untuk Menciptakan Kasih Sayang (Mawaddah Warahmah).
Ini adalah merupakan cara membina keluarga bahagia dan sakinah selanjutnya. Tanpa adanya 'al-mawaddah'
serta 'al-Rahmah', maka sebuah masyarakat tidak akan dapat hidup dengan tenang dan aman terutamanya dalam
31
lingkup kecil sebuah keluarga. Dua hal ini merupakan pilar penting yang diperlukan karena sifat kasih sayang
yang wujud dalam sebuah rumah tangga dapat melahirkan sebuah masyarakat yang bahagia, saling
menghormati, saling mempercayai dan saling tolong-menolong dalam kebaikan. Tanpa kasih sayang, sebuah
perkawinan akan hancur, kebahagiaan hanya akan menjadi impian semua saja. Dan ini adalah termasuk ciri
kriteria keluarga bahagia sakinah mawaddah.
3. Bersyukur Telah Dikaruniai Pasangan Hidup.
Mensyukuri nikmat Allah adalah merupakan kewajiban bagi tiap hamba-hambaNya. Karena tidak sedikit
manusia yang sampai akhir hayatnya tidak mempunyai pasangan hidup. Mensyukuri ini juga artinya kita siap
dengan kelebihan dan kekurangan pasangan hidup kita. Apapun itu. Karena pada umumnya ketika berkenalan
dulu kita hanya mengenal akan kebaikan-kebaikan dari pasangan kita. Setelah kita mengarungi bahtera rumah
tangga lambat laun kita juga akan mengetahui kekurangan pada istri atau suami kita. Tetapi italh rumah tangga,
saling melengkapi satu sama lain dan menutupi kekurangan satu sama lain.
Ini dilakukan sebelum masa pernikahan dimulai. Agar terciptanya keluarga yang sakinah, maka dalam
menentukan kriteria suami maupun istri haruslah tepat. Diantara kriteria tersebut misalnya beragama islam dan
shaleh maupun shalehah, berasal dari keturunan dan keluarga yang kita percayai yang baik-baik, mempunyai
akhlak mulia, sopan santun dan bertutur kata yang baik. Ini juga yang harus dilakukan dalam rangka untuk
sebagai cara menciptakan keluarga sakinah mawaddah warahmah pertama kalinya.
5. Menjalankan Kewajiban dan Hak Sebagai Suami Dan Istri Dengan Baik.
Dala Islam telah banyak diajarkan bagaimana hak seorang istri, kewajiban seorang istri. Apa saja yang menjadi
bagian dari sebuah kewajiban seorang suami, apa hak-hak suami dalam rumah tangga. Bila kesemuanya bisa
dijalankan dengan baik maka hal ini bisa menjadi jalan untuk menciptakan keluarga harmonis dalam sebuah
lingkungan masyarakat
32