Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN DENGAN APENDICITIS

OLEH :

NI WAYAN EKA SURYA DIRGAYANI, S.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN


BINA USADA BALI

2019/2020

KONSEP DASAR PENYAKIT


APENDICITIS
A. DEFINISI

Apendisitis adalah peradangan akibat infeksi pada usus buntu atau umbai cacing

(apendiks). Infeksi ini bisa mengakibatkan peradangan akut sehingga memerlukan

tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya.

Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermiformis dan merupakan penyebab

abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki -

laki maupun perempuan tetapi lebih sering menyerang laki - laki berusia antara 10

sampai 30 tahun (Wim de Jong et al, 2010).

Jadi Apenditis adalah peradangan atau inflamasi pada apendiks yang dapat terjadi

tanpa sebab yang jelas dan merupakan penyebab paling umum untuk dilakukannnya

bedah abdomen.

B. KLASIFIKASI

Klasifikasi apendisitis menurut Nurarif.H.A dan Hardi Kusuma (2013) terbagi

menjadi 3 yakni :

a. Apendisitis akut radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda

setempat, disertai maupun tidak disertai maupun tidak disertai rangsangan

peritoneum local.

b. Apendisitis rekrens yaitu jika ada riwayat nyeri berulang diperut kanan bawah

yang mendorong dilakukannya apendictomy. Kelainan ini terjadi bila serangan

apendisitis alut pertama kali sembuh spontan. Namun apendistis tidak pernah

kembali kebentuk aslinya karena terjadi fibrosis dan jaringan parut.

c. Apendisitis kronis memiliki semua gejala riwayat nyeri perut kanan bawah lebih
dari dua minggu, radang kronik apendiks secara makroskopik dan mikroskopik

( fibrosis menyeluruh di dinding apendiks, sumbatan parsial atau lumen apendiks,

adanya jaringan parut dan ulkus lama dimukosa dan infiltasi sel inflamasi kronik, dan

keluhan menghilang setelah apendictomy.

C. ANATOMI FISIOLOGI

Fisiologi Apendiks Vermiformis

Apendiks ( umbai cacing ) merupakan perluasan sekum yang rata -rata panjangnya

ada 10 cm. Ujung apendiks dapat terletak di berbagai lokasi terutama belakang sekum.

Arteri apendialis mengalirkan darah ke apendiks dan merupakan cabang dari ateri

elikolika Schwartz dalam Gruendemann ( 2006 ).

Secara fisiologis, apendiks menghasilkan lendir 1 - 2 ml per hari. Lendir normalnya

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalirkan ke sekum. Hambatan aliran

lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendiks

Imnunoglobulin sekreatoar yang dihasilkan oleh GALT (Gut Associated Lympoid Tissue

) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin

itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi sistem imun tubuh , karena jumlah jaringan limfa kecil

sekali jika dibandingkan dengan jumlanya di saluran cerna dan diseluruh tubuh

( Sjamsuhidayat, 2004 ).

D. ETIOLOGI

Menurut Nuzulul ( 2009 ) Apendisitis belum ada penyebab yang pasti

atau spesifik tetapi ada faktor presdisposisi yaitu :

1. Faktor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi

ini terjadi di :

a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.

b. Adanya fekolit dalam lumen apendiks.

c. Adanya benda asing seperti biji – bijan.

d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.

2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E.coli &

Streptococcus.

3. Laki – laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15 – 30

tahun ( remaja dewasa ). Ini disebabkan oleh karena peningkatan

jaringan limfoid pada masa tersebut.

4. Tergantung pada bentuk apendiks :

a. Apendiks yang terlalu panjang.


b. Masa apendiks yang pendek.

c. Penonjolan jaringan limfoid pada lumen apendiks.

d. Kelainan katup di pangkal apendiks.

E. TANDA DAN GEJALA

Menurut Wijaya.A.N dan Yessie ( 2013 ) tanda dan gejala

apendisitis adalah :

5. Nyeri pindah ke kanan bawah ( yang akan menetap dan di perberat

bila berjalan atau batuk ) dan menunjukan tanda rangsangan

peritoneum lokal di titik Mc.Burney : nyeri tekan,nyeri lepas, defans

muskuler.

6. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung.

7. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadran kiri bawah ditekan
(

Rovsing sign ).

8. Nyeri kanan bawah bila tekanan disebelah kiri dilepas ( Blumberg ).

9. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam,

berjalan, batuk, mengedan.

10. Napsu makan menurun.

11. Demam yang tidak terlalu tinggi.

12. Biasanya terdapat konstipasi, tapi kadang - kadang terjadi diare.

Gejala - gejala permulaan pada apendisitis yaitu nyeri atau perasaan tidak

enak sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia, nausea dan muntah, gejala

ini umumnya berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam

nyeri bergeser ke kuadran kanan bawah dan mungkin terdapat nyeri tekan
sekitar Mc.Burney, kemudian dapat timbul spasme otot dan nyeri lepas.

Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit meningkat bila rupture

apendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis untuk

sementara.

F. PATOFISIOLOGI

Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid , fekolit , benda asing , struktur karena fikosis akibat

peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus

diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin

banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan tekanan intralumen, tekanan yang meningkat tersebut

akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema. Diaforesis bakteri dan

ulserasi mukosa pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang di tandai nyeri

epigastrum.

Sekresi mucus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat hal tersebut akan

menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus

dinding apendiks. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri di abdomen kanan bawah, keadaan ini

disebut dengan apendisitis sakuratif akut. Aliran arteri terganggu akan terjadi infrak

dinding apendiks yang di ikuti dengan gangrene stadium ini disebut dengan

apediksitis gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh ini pecah akan terjadi

apendisitis perforasi. Semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang

disebut infiltrate appendikularis, peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses

atau menghilang.
Anak - anak karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding apendiks lebih tipis, keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi, sedangkan pada

orangtua perforasi mudah terjadi karena telah terjadi kelainan pada

pembuluh darah ( Mansjoer, 2013 ).

G. PATHWAY

Defisien
pengetahuan

Hambatan
mobilitas
fisik
Risiko infeksi area
pembedahan
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Inspeksi
a. Hemoroid eksterna mudah terlihat terutama bila sudah mengandung

thrombus.
b. Hemoroid interna yang prolap dapat terlihat sebagai benjolan yang

tertutup mukosa.
c. Untuk membuat prolap dengan menyuruh pasien mengejan.
2. Rectal touch
a. Hemoroid interna biasanya tidak teraba dan tidak nyeri, dapat teraba bila

sudah ada fibrosis.


b. Rectal touch diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma

recti.
c. Anoscopi

Pemeriksaan anoscopi diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang

belum prolap. Anoscopi dimasukkan dan dilakukan sebagai struktur

vaskuler yang menonjol ke dalam lubang.

I. PENATALAKSANAAN
Terapi yang diberikan disesuaikan dengan klasifikasi hemoroid yaitu untuk

derajat I dapat dicoba dengan menghilangkan faktor-faktor penyebab, misalnya saat

konstipasi dengan menghindari mengejan berlebihan saat BAB. Memberi nasehat


untuk diit tinggi serat, banyak makan sayur, buah dan minum air putih paling sedikit

2.000 cc/hari dan olahraga ringan secara teratur, serta kurangi makan makanan yang

merangsang dan daging, menjaga hygiene daerah anorektal dengan baik, jika ada

infeksi beri antibiotika peroral. Bila terdapat nyeri yang terus-menerus dapat

diberikan suppositoria, untuk melancarkan defekasi, dapat diberikan cairan parafin

atau larutan magnesium sulfat 10%. Bila dengan pengobatan di atas tidak ada

perbaikan, diberikan terapi skleroting (sodium moruat) 5% atau fenol. Penyuntikan

dilakukan antara mukosa dan varices, dengan harapan timbul fibrosis dan hemoroid

mengecil. Kontraindikasi pengobatan ini adalah hemoroid eksterna, radang dan

adanya fibrosis hebat di sekitar hemoroid interna.


Pada hemoroid derajat II dapat dicoba dengan terapi sklerosing secara bertahap.

Apabila terapi sklerosing tidak berhasil dapat dilakukan tindakan operasi. Pada

derajat III dapat dicoba dengan rendaman duduk. Cara lain yang dapat dilakukan

adalah operasi, bila ada peradangan diobati dahulu. Teknik operasi pada hemoroid

antara lain :
1. Prosedur ligasi pita-karet.
Prosedur ligasi pita-karet dengan cara melihat hemoroid melalui anoscop

dan bagian proksimal diatas garis mukokutan di pegang dengan alat. Kemudian

pita karet kecil diselipkan diatas hemoroid yang dapat mengakibatkan bagian

distal jaringan pada pita karet menjadi nekrotik setelah beberapa hari dan lepas.

Tindakan ini memuaskan pada beberapa pasien, namun pasien yang lain

merasakan tindakan ini menyebabkan nyeri dan menyebabkan hemoroid

sekunder dan infeksi perianal.


2. Hemoroidektomi kriosirurgi
Metode ini dengan cara mengangkat hemoroid dengan jalan membekukan

jaringan hemoroid selama beberapa waktu tertentu sampai waktu tertentu.

Tindakan ini sangat kecil sekali menimbulkan nyeri. Prosedur ini tidak terpakai

luas karena menyebakan keluarnya rabas yang berbau sangat menyengat dan

luka yang ditimbulkan lama sembuh.


3. Laser Nd: YAG
Metode ini telah digunakan saat ini dalam mengeksisi hemoroid, terutama

hemoroid eksternal. Tindakan ini cepat menimbulkan nyeri. Hemoragi dan

abses jarang menjadi komplikasi pada periode pasca operatif.


4. Hemoroidektomi
Hemoroidektomi atau eksisi bedah, dapat dilakukan untuk mengangkat

semua jaringan sisa yang terlibat dalam proses ini. Setelah prosedur operatif

selesai, selang kecil dimasukkan melaui sfingter untuk memungkinkan

keluarnya flatus dan darah. Untuk Terapi setelah operasi dapat dilakukan

dengan cara suppositoria yang mengandung anestesi, antibiotika, analgetik dan

astrigent. Tiga hari post operasi diberikan diit rendah sisa untuk menahan BAB.

Jika sebelum tiga hari ingin BAB, tampon dibuka dan berikan rendaman PK

hangat (37oC) dengan perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit. Setelah BAB,

lalu dipasang lagi tampon baru. Jika setelah tiga hari post operasi pasien belum

BAB diberi laxantia. Berikan rendaman duduk dengan larutan PK hangat

(37oC), perbandingan 1:4000 selama 15-20 menit sampai dengan 1-2 minggu

post operasi. Pada penatalaksanaan hemoroid tingkat IV dapat dilakukan

dengan istirahat baring dan juga operasi. Bila ada peradangan diobati dahulu.
KONSEP DASAR

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Pengkajian yang dilakukan pada pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan

kesehatan adalah kebiasaan olahraga pada pasien, kemudian diit rendah

serat, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan klien tentang minum

kurang dari 2.000 cc/hari. Hal lain yang perlu dikaji adalah mengenai

riwayat kesehatan klien tentang penyakit sirorcis hepatis.


2. Pengkajian mengenai pola nutrisi metabolik pada klien adalah mengenai

berat badan klien apakah mengalami obesitas atau tidak. Selain itu juga perlu

dikaji apakah klien mengalami anemia atau tidak. Pengkajian mengenai diit

rendah serat (kurang makan sayur dan buah) juga penting untuk dikaji.

Kebiasaan minum air putih kurang dari 2.000 cc/hari.


3. Pengkajian pola eliminasi pada klien adalah mengenai kondisi klien apakah

sering mengalami konstipasi atau tidak. Keluhan mengenai nyeri waktu

defekasi, duduk, dan saat berjalan. Keluhan lain mengenai keluar darah segar

dari anus. Tanyakan pula mengenai jumlah dan warna darah yang keluar.

Kebiasaan mengejan hebat waktu defekasi, konsistensi feces, ada

darah/nanah. Prolap varices pada anus gatal atau tidak.


4. Pengkajian pola aktivitas dan latihan pada klien mengenai kurangnya

aktivitas dan kurangnya olahraga pada klien. Pekerjaan dengan kondisi

banyak duduk atau berdiri, selain itu juga perlu dikaji mengenai kebiasaan

mengangkat barang-barang berat.


5. Pengkajian pola persepsi kognitif yang perlu dikaji adalah keluhan nyeri atau

gatal pada anus.


6. Pengkajian pola tidur dan istirahat adalah apakah klien mengalami gangguan

pola tidur karena nyeri atau tidak.


7. Pengkajian pola reproduksi seksual yang perlu dikaji adalah riwayat

persalinan dan kehamilan.


8. Pola mekanisme koping dan toleransi terhadap serat. Koping yang

digunakan dan alternatif pemecahan masalah.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis.
2. Risiko infeksi area pembedahan.
3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri.
4. Defisien pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi.
(Nanda, 2018)

C. INTERVENSI KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Nyeri akut Setelah diberikan asuhan NIC : Manajemen nyeri:

berhubungan keperawatan selama 3x24 1. Lakukan pengkajian nyeri

dengan agen jam diharapkan nyeri komprehensif yang meliputi

cedera biologis. berkurang atau hilang. lokasi, karakteristik,

NOC : Kontrol nyeri onset/durasi, frekuensi,

Kriteria hasil : kualitas, intensitas atau

1. Mengenali kapan nyeri beratnya nyeri dan factor

terjadi dipertahankan pencetus


2. Gunakan strategi
pada 2 (jarang
komunikasi terapeutik untuk
menunjukkan)
mengetahui pengalaman
ditingkatkan ke 5 (secara
nyeri dan sampaikan
konsisten menunjukkan)
2. Menggambarkan factor penerimaan pasien terhadap

penyebab dipertahankan nyeri


3. Kendalikan factor
pada 2 (jarang
lingkungan yang dapat
menunjukkan)
mempengaruhi respon
ditingkatkan ke 5 (secara
pasien terhadap
konsisten menunjukkan)
3. Menggunakan tindakan ketidaknyamanan
4. Kurangi atau eliminasi
pencegahan
factor-faktor yang dapat
dipertahankan pada 2
mencetuskan atau
(jarang menunjukkan)
meningkatkan nyeri
ditingkatkan ke 5 (secara 5. Ajarkan prinsip-prinsip

konsisten menunjukkan) manajemen nyeri


4. Menggunakan analgesik 6. Dorong pasien untuk

yang direkomendasikan memonitor nyeri dan

dipertahankan pada 2 menangani nyerinya dengan

(jarang menunjukkan) tepat


7. Dukung istirahat
ditingkatkan ke 5 (secara 8. Ajarkan penggunaan

konsisten menunjukkan) teknik non farmakologi


5. Menggunakan sumber 9. Ajarkan metode

daya yang tersedia farmakologi untuk

dipertahankan pada 2 menurunkan nyeri


10. Pastikan pemberian
(jarang menunjukkan)
analgetik sebelum dilakukan
ditingkatkan ke 5 (secara
prosedur yang menimbulkan
konsisten menunjukkan)
6. Melaporkan nyeri yang nyeri.

terkontrol dipertahankan

pada 2 (jarang

menunjukkan)

ditingkatkan ke 5 (secara

konsisten menunjukkan)

2 Risiko infeksi area Setelah diberikan asuhan NIC : Infection Control

pembedahan keperawatan selama 3x24 (Kontrol Infeksi)

jam diharapkan tidak 1. Bersihkan lingkungan

terjadi infeksi pada


pembedahan. setelah dipakai pasien lain
2. Pertahankan teknik isolasi
NOC : Keparahan infeksi 3. Batasi pengunjung bila

Kriteria hasil : perlu


4. Intruksikan pada
1. Kemerahan
pengunjung untuk mencuci
dipertahankan pada 2
tangan saat berkunjung
(cukup berat)
dan setelah berkunjung
ditingkatkan ke 5 (tidak
meninggalkan pasien
ada) 5. Gunakan sabun anti
2. Cairan (luka) yang
mikrobia untuk cuci
berbau busuk
tangan
dipertahankan pada 2 6. Cuci tangan setiap

(cukup berat) sebelum dan sesudah

ditingkatkan ke 5 (tidak tindakan keperawatan


7. Gunakan baju, sarung
ada)
3. Drainase purulen tangan sebagai alat

dipertahankan pada 2 pelindung


8. Pertahankan lingkungan
(cukup berat)
aseptic selama
ditingkatkan ke 5 (tidak
pemasangan alat
ada) 9. Ganti letak IV perifer dan
4. Demam
line central dan dressing
dipertahankan pada 2
sesuai dengan petunjuk
(cukup berat)
umum
ditingkatkan ke 5 (tidak 10. Gunakan kateter

ada) intermiten untuk


5. Nyeri
menurunkan infeksi
dipertahankan pada 2
kandung kencing
(cukup berat) 11. Tingkatkan intake nutrisi
12. Berikan terapi antibiotic
ditingkatkan ke 5 (tidak
bila perlu
ada)
6. Peningkatan jumlah NIC : Infection Protection

sel darah putih (Proteksi terhadap infeksi)

dipertahankan pada 2 1. Monitor tanda dan gejala

(cukup berat) infeksi sistemik dan lokal


2. Monitor hitung granulosit,
ditingkatkan ke 5 (tidak
WBC
ada) 3. Batasi pengunjung
4. Pertahankan teknik aspesis

pada pasien yang berisiko


5. Berikan perawatan kulit

pada area epidema


6. Inspeksi kulit dan

membran mukosa terhadap

kemerahan, panas,

drainase
7. Inspeksi kondisi luka /

insisi bedah
8. Instruksikan pasien untuk

minum antibiotic sesuai

resep
9. Ajarkan pasien dan

keluarga tanda dan gejala

infeksi
10. Ajarkan cara menghindari

infeksi

3 Hambatan mobilitas Setelah diberikan asuhan Intevensi (NIC) :

fisik berhubungan keperawatan selama 3x24 Peningkatan Mekanika Tubuh

dengan nyeri. jam diharapkan tidak 1. Kaji komitmen pasien

terjadi hambatan mobilitas untuk belajar dan

fisik. menggunakan postur

NOC : Posisi Tubuh: tubuh yang benar.


Berinisiatif Sendiri 2. Kolaborasi dengan

Kriteria hasil : fisioterapis, sesuai

a. Bergerak dari posisi indikasi.


3. Kaji pemahaman pasien
berbaring ke posisi
mengenai mekanika tubuh
berdiri dipertahankan
dan latihan.
pada 1 (sangat 4. Edukasi pasien tentang

terganggu) ditingkatkan pentingnya postur yang

ke 5 (tidak terganggu). benar.


5. Monitor perbaikan postur.
b. Bergerak dari posisi

duduk ke posisi

berbaring dipertahankan

pada 1 (sangat

terganggu) ditingkatkan

ke 5 (tidak terganggu).

c. Bergerak dari posisi

duduk ke posisi berdiri

dipertahankan pada 1

(sangat terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

d. Bergerak dari posisi

berdiri ke posisi duduk

dipertahankan pada 1

(sangat terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).
4 Defisiensi Setelah diberikan asuhan NIC:Pengajaran:

pengetahuan keperawatan selama 3x24 Prosedur/Perawatan

berhubungan dengan jam diharapkan pasien 1. Informasikan pada pasien

kurang informasi. paham akan penyakitnya. atau orang terdekat

NOC : Pengetahuan : mengena kapan dan dimana

Proses Penyakit tindakan dilakukan.


2. Informasikan pasien agar
Kriteria hasil :
pasien pun ikut terlibat
1. Karakter spesifik
dalam proses
penyakit dipertahankan
penyembuhannya.
pada 2 (pengetahuan 3. Dukung informasi yang

terbatas) ditingkatkan ke diberikan petugas

5 (pengetahuan sangat kesehatana lain.

banyak). NIC : Pengajaran :


2. Faktor risiko
Perioperatif
dipertahankan pada 2
1. Diskusikan kemungkinan
(pengetahuan terbatas)
nyeri yg akan terjadi.
ditingkatkan ke 5 2. Instrusikan pasien

(pengetahuan sangat bagaimana mobilisasi

banyak). paska operasi.


3. Tanda dan gejala 3. Instrusikan pasien

penyakit dipertahankan mengenai teknik

pada 2 (pengetahuan mobilisasi, batuk dan nafas

terbatas) ditingkatkan ke dalam.


4. Kaji harapan pasien terkait
5 (pengetahuan sangat
pembedahannya.
banyak). 5. Gunakan metode
4. Proses perjalanan
pendidikan kesehatan yang
penyakit dipertahankan
pada 2 (pengetahuan sesuai dengan kemapuan

terbatas) ditingkatkan ke pasien.

5 (pengetahuan sangat

banyak).
5. Tanda dan gejala

komplikasi penyakit

dipertahankan pada 2

(pengetahuan terbatas)

ditingkatkan ke 5

(pengetahuan sangat

banyak).
6. Manfaat manajemen

penyakit dipertahankan

pada 2 (pengetahuan

terbatas) ditingkatkan ke

5 (pengetahuan sangat

banyak).
7. Sumberi informasi yang

terpercaya dipertahankan

pada 2 (pengetahuan

terbatas) ditingkatkan ke

5 (pengetahuan sangat

banyak).

(NIC NOC, 2016)

D. IMPLEMENTASI
Implementasi yang dilaksanakan disesuaikan dengan rencana keperawatan yang

telah ditetapkan.

E. EVALUASI
Dx 1 : Nyeri pasien berkurang
Dx 2 : tidak terjadi resiko infeksi di area pembedahan
Dx 3 : tidak terjadi hambatan mobilitas fisik
Dx 4 : Pasien dapat mengetahui dan memahami tentang prosedur perawatan.

DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Butcher, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC).Jakarta :


ECG
Bulecheck, Butcher, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC).Jakarta :
EGC
Herman T.H dan Komitsuru.2018.Nanda Internasional: Diagnosis Keperawatan
Definisi & Klarifikasi 2018-2020 Edisi 10.Jakarta :ECG
Price. S.A. dan Wilson. L M. 2016. Konsep Klinis Dasar Penyakit. Jakarta :EGC

Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Jakarta : EGC

Syamsuhidayat, R. 2010. Buku ajar ilmu bedah, Editor: R. Syamsuhidajat, W. D.


Jong, Edisi revisi. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai