Disusun Oleh :
Laksmi Nurul Suci
4006190109
PROFESI NERS
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN DHARMA HUSADA
BANDUNG
2020
A. Definisi
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari 2500 gram tanpa
memandang usia gestasi. BBLR dapat terjadi pada bayi kurang bulan (< 37 minggu) atau pada
bayi cukup bulan (intrauterine growth restriction) (Pudjiadi, dkk., 2010).
Berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) adalah bayi baru lahir dengan berat badan dibawah
normal (kurang dari 1500 gram). Bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram tanpa
memandang masa kehamilan.
B. Klasifikasi
Ada beberapa cara dalam mengelompokkan BBLR (Proverawati dan Ismawati, 2010) :
a. Menurut harapan hidupnya
1. Bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan berat lahir 1500-2500 gram.
2. Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR) dengan berat lahir 1000-1500 gram.
3. Bayi berat lahir ekstrim rendah (BBLER) dengan berat lahir kurang dari 1000 gram.
b. Menurut masa gestasinya
1. Prematuritas murni yaitu masa gestasinya kurang dari 37 minggu dan berat badannya
sesuai dengan berat badan untuk masa gestasi atau biasa disebut neonatus kurang bulan
sesuai untuk masa kehamilan (NKB-SMK).
2. Dismaturitas yaitu bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan seharusnya
untuk masa gestasi itu. Bayi mengalami retardasi pertumbuhan intrauterin dan
merupakan bayi kecil untuk masa kehamilannya (KMK).
C. Etiologi
Bayi dengan berat badan lahir sangat rendah (BBLSR) disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
:
1. Penyakit ibu
a. Penyakit
Angka kejadian tertinggi pada bayi BBLSR adalah umur ibu dibawah kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, multigravida dengan jarak kehamilan terlalu dekat.
c. Keadaan sosial
Keadaan ini sangat berperan sekali terhadap timbulnya BBLSR. Hal ini disebabkan oleh
gizi yang kurang baik dan antenatal care yang kurang.
2. Faktor Janin
Hidramnion, gameli, kelainan kromosom dan Syphilis termasuk juga infeksi kronis.
3. Faktor lingkungan
Penyebab BBLSR
Faktor Predisposisi
D. Patofisiologi
Pernafasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan
dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkankan asfiksia ringan yang bersifat
sementara pada bayi (asfiksia transien), proses ini dianggap sangat perlu untuk merangsang
kemoreseptor pusat pernafasan agar lerjadi “Primary gasping” yang kemudian akan berlanjut
dengan pernafasan. Bila terdapat gangguan pertukaran gas/pengangkutan O2 selama kehamilan
persalinan akan terjadi asfiksia yang lebih berat. Keadaan ini akan mempengaruhi fungsi sel
tubuh dan bila tidak teratasi akan menyebabkan kematian. Kerusakan dan gangguan fungsi ini
dapat reversibel/tidak tergantung kepada berat dan lamanya asfiksia.
Asfiksia yang terjadi dimulai dengan suatu periode apnu (Primary apnea) disertai dengan
penurunan frekuensi jantung selanjutnya bayi akan memperlihatkan usaha bernafas (gasping)
yang kemudian diikuti oleh pernafasan teratur. Pada penderita asfiksia berat, usaha bernafas ini
tidak tampak dan bayi selanjutnya berada dalam periode apnu kedua (Secondary apnea). Pada
tingkat ini ditemukan bradikardi dan penurunan tekanan darah. Disamping adanya perubahan
klinis, akan terjadi pula gangguan metabolisme dan pemeriksaan keseimbangan asam basa pada
tubuh bayi.
Pada tingkat pertama dan pertukaran gas mungkin hanya menimbulkan asidosis
respiratorik, bila gangguan berlanjut dalam tubuh bayi akan terjadi metabolisme anaerobik yang
berupa glikolisis glikogen tubuh ,sehingga glikogen tubuh terutama pada jantung dan hati akan
berkurang.asam organik terjadi akibat metabolisme ini akan menyebabkan tumbuhnya asidosis
metabolik. Pada tingkat selanjutnya akan terjadi perubahan kardiovaskuler yang disebabkan
oleh beberapa keadaan diantaranya hilangnya sumber glikogen dalam jantung akan
mempengaruhi fungsi jantung terjadinya asidosis metabolik akan mengakibatkan menurunnya
sel jaringan termasuk otot jantung sehinga menimbulkan kelemahan jantung dan pengisian
udara alveolus yang kurang adekuat akan menyebabkan akan tingginya resistensinya pembuluh
darah paru sehingga sirkulasi darah ke paru dan kesistem tubuh lain akan mengalami gangguan.
Asidosis dan gangguan kardiovaskuler yang terjadi dalam tubuh berakibat buruk terhadap
sel otak. Kerusakan sel otak yang terjadi menimbulkan kematian atau gejala sisa pada
kehidupan bayi selanjutnya
E. Manifestasi Klinik
F. Permasalahan
BBLR memerlukan perawatan khusus karena mempunyai permasalahan yang banyak sekali
pada sistem tubuhnya disebabkan kondisi tubuh yang belum stabil (Surasmi, dkk., 2002).
G. Komplikasi
1. Hipotermi
Tanda terjadinya hipotermi adalah : Suhu tubuh bayi kurang dari 36,50C, kurang aktif dan
tangis lemah, malas minum, bayi teraba dingin, kulit mengeras kemerahan, frekuensi
jantung < 100x/menit, nafas pelan dan dalam
2. Hipoglikemi
Hipoglikemi ditandai dengan : kadar glukosa darah < 45mg/dl, kejang, tremor, kurang
aktif, riwayat ibu dengan diabetes, keringat dingin, hipotermia, sianosis, apneu intermitten
3. Ikterus/hiperbilirubin
Hiperbilirubin pada BBLSR terjadi karena belum maturnya fungsi hepar pada bayi
premature, bila tidak segera diatasi dapat menyebabkan kern ikterus yang akan
menimbulkan gejala sisa yang permanen. Hiperbilirubin di tandai dengan :
a. Selera, puncak hidung, sekitar mulut, dada, perut dan ekstermitas berwama kuning.
b. Konjungtiva berwama kuning pucat
c. Kejang
d. Kemampuan menghisap menurun
e. Letargi
f. Kadar bilirubin pada bayi premature lebih dari l0 mg/dl
Konsekuensi dari anatomi dan fisiologi yang belum matang menyebabkan bayi BBLR
cenderung mengalami masalah yang bervariasi. Hal ini harus diantisipasi dan dikelola pada
masa neonatal. Penatalaksanaan yang dilakukan bertujuan untuk mengurangi stress fisik
maupun psikologis. Adapun penatalaksanaan BBLR meliputi (Wong, 2008; Pillitteri, 2003) :
a. Dukungan respirasi
Tujuan primer dalam asuhan bayi resiko tinggi adalah mencapai dan mempertahankan
respirasi. Banyak bayi memerlukan oksigen suplemen dan bantuan ventilasi. Bayi dengan
atau tanpa penanganan suportif ini diposisikan untuk memaksimalkan oksigenasi karena
pada BBLR beresiko mengalami defisiensi surfaktan dan periadik apneu. Dalam kondisi
seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang pernafasan, diposisikan miring
untuk mencegah aspirasi, posisikan tertelungkup jika mungkin karena posisi ini
menghasilkan oksigenasi yang lebih baik, terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan
dan penyakit bayi. Pemberian oksigen 100% dapat memberikan efek edema paru dan
retinopathy of prematurity.
b. Termoregulasi
Kebutuhan yang paling krusial pada BBLR setelah tercapainya respirasi adalah pemberian
kehangatan eksternal. Pencegahan kehilangan panas pada bayi distress sangat dibutuhkan
karena produksi panas merupakan proses kompleks yang melibatkan sistem kardiovaskular,
neurologis, dan metabolik. Bayi harus dirawat dalam suhu lingkungan yang netral yaitu suhu
yang diperlukan untuk konsumsi oksigen dan pengeluaran kalori minimal. Menurut Thomas
(1994) suhu aksilar optimal bagi bayi dalam kisaran 36,5°C – 37,5°C, sedangkan menurut
Sauer dan Visser (1984) suhu netral bagi bayi adalah 36,7°C – 37,3°C.
Menghangatkan dan mempertahankan suhu tubuh bayi dapat dilakukan melalui beberapa
cara, yaitu (Kosim Sholeh, 2005) :
1) Kangaroo Mother Care atau kontak kulit dengan kulit antara bayi dengan ibunya. Jika
ibu tidak ada dapat dilakukan oleh orang lain sebagai penggantinya.
2) Pemancar pemanas
3) Ruangan yang hangat
4) Inkubator
f. Penghematan energi
Salah satu tujuan utama perawatan bayi resiko tinggi adalah menghemat energi, Oleh
karena itu BBLR ditangani seminimal mungkin. Bayi yang dirawat di dalam inkubator
tidak membutuhkan pakaian , tetapi hanya membutuhkan popok atau alas. Dengan
demikian kegiatan melepas dan memakaikan pakaian tidak perlu dilakukan. Selain itu,
observasi dapat dilakukan tanpa harus membuka pakaian.
Bayi yang tidak menggunakan energi tambahan untuk aktivitas bernafas, minum, dan
pengaturan suhu tubuh, energi tersebut dapat digunakan untuk pertumbuhan dan
perkembangan. Mengurangi tingkat kebisingan lingkungan dan cahaya yang tidak terlalu
terang meningkatkan kenyamanan dan ketenangan sehingga bayi dapat beristirahat lebih
banyak.
Posisi telungkup merupakan posisi terbaik bagi bayi preterm dan menghasilkan oksigenasi
yang lebih baik, lebih menoleransi makanan, pola tidur-istirahatnya lebih teratur. Bayi
memperlihatkan aktivitas fisik dan penggunaan energi lebih sedikit bila diposisikan
telungkup.
PMK akan memberikan rasa nyaman pada bayi sehingga waktu tidur bayi akan lebih lama
dan mengurangi stress pada bayi sehingga mengurangi penggunaan energi oleh bayi.
g. Stimulasi Sensori
Bayi baru lahir memiliki kebutuhan stimulasi sensori yang khusus. Mainan gantung yang
dapat bergerak dan mainan- mainan yang diletakkan dalam unit perawatan dapat
memberikan stimulasi visual. Suara radio dengan volume rendah, suara kaset, atau mainan
yang bersuara dapat memberikan stimulasi pendengaran. Rangsangan suara yang paling
baik adalah suara dari orang tua atau keluarga, suara dokter, perawat yang berbicara atau
bernyanyi. Memandikan, menggendong, atau membelai memberikan rangsang sentuhan.
Rangsangan suara dan sentuhan juga dapat diberikan selama PMK karena selama
pelaksanaan PMK ibu dianjurkan untuk mengusap dengan lembut punggung bayi dan
mengajak bayi berbicara atau dengan memperdengarkan suara musik untuk memberikan
stimulasi sensori motorik, pendengaran, dan mencegah periodik apnea.
h. Dukungan dan Keterlibatan Keluarga
Kelahiran bayi preterm merupakan kejadian yang tidak diharapkan dan membuat stress
bila keluarga tidak siap secara emosi. Orang tua biasanya memiliki kecemasan terhadap
kondisi bayinya, apalagi perawatan bayi di unit perawatan khusus mengharuskan bayi
dirawat terpisah dari ibunya. Selain cemas, orang tua mungkin juga merasa bersalah
terhadap kondisi bayinya, takut, depresi, dan bahkan marah. Perasaan tersebut wajar, tetapi
memerlukan dukungan dari perawat. Perawat dapat membantu keluarga dengan bayi
BBLR dalam menghadapi krisis emosional, antara lain dengan memberi kesempatan pada
orang tua untuk melihat, menyentuh, dan terlibat dalam perawatan bayi. Hal ini dapat
dilakukan melalui metode kanguru karena melalui kontak kulit antara bayi dengan ibu akan
membuat ibu merasa lebih nyaman dan percaya diri dalam merawat bayinya. Dukungan
lain yang dapat diberikan perawat adalah dengan menginformasikan kepada orang tua
mengenai kondisi bayi secara rutin untuk meyakinkan orang tua bahwa bayinya
memperoleh perawatan yang terbaik dan orang tua selalu mendapat informasi yang tepat
mengenai kondisi bayinya.
KONSEP
ASUHAN KEPERAWATAN
A. FOKUS PENGKAJIAN
1. Keadaan umum
Pada neonatus dengan BBLR, keadaannya lemah dan hanya merintih. Keadaan akan
membaik bila menunjukkan gerakan yang aktif dan menangis keras. Kesadaran
neonatus dapat dilihat dari responnya terhadap rangsangan. Adanya BB yang stabil,
panjang badan sesuai dengan usianya tidak ada pembesaran lingkar kepala dapat
menunjukkan kondisi neonatus yang baik.
2. Tanda-tanda Vital
Neonatus post asfiksia berat kondisi akan baik apabila penanganan asfiksia benar, tepat
dan cepat. Untuk bayi preterm beresiko terjadinya hipothermi bila suhu tubuh < 36 C
dan beresiko terjadi hipertermi bila suhu tubuh > 37 C. Sedangkan suhu normal tubuh
antara 36,5C – 37,5C, nadi normal antara 120-140 kali per menit respirasi normal
antara 40-60 kali permenit, sering pada bayi post asfiksia berat pernafasan belum
teratur (Potter Patricia A, 1996 : 87).
3. Kulit
Warna kulit tubuh merah, sedangkan ekstrimitas berwarna biru, pada bayi preterm
terdapat lanugo dan verniks.
4. Kepala
Kemungkinan ditemukan caput succedaneum atau cephal haematom, ubun-ubun besar
cekung atau cembung kemungkinan adanya peningkatan tekanan intrakranial.
5. Mata
Warna conjunctiva anemis atau tidak anemis, tidak ada bleeding conjunctiva, warna
sklera tidak kuning, pupil menunjukkan refleks terhadap cahaya.
6. Hidung
Terdapat pernafasan cuping hidung dan terdapat penumpukan lendir.
7. Mulut
Bibir berwarna pucat ataupun merah, ada lendir atau tidak.
8. Telinga
Perhatikan kebersihannya dan adanya kelainan
9. Leher
Perhatikan kebersihannya karena leher nenoatus pendek
10. Thorax
Bentuk simetris, terdapat tarikan intercostal, perhatikan suara wheezing dan ronchi,
frekwensi bunyi jantung lebih dari 100 kali per menit.
11. Abdomen
Bentuk silindris, hepar bayi terletak 1 – 2 cm dibawah arcus costaae pada garis
papila mamae, lien tidak teraba, perut buncit berarti adanya asites atau tumor, perut
cekung adanya hernia diafragma, bising usus timbul 1 sampai 2 jam setelah masa
kelahiran bayi, sering terdapat retensi karena GI Tract belum sempurna.
12. Umbilikus
Tali pusat layu, perhatikan ada pendarahan atau tidak, adanya tanda – tanda infeksi
pada tali pusat.
13. Genitalia
Pada neonatus aterm testis harus turun, lihat adakah kelainan letak muara uretra pada
neonatus laki – laki, neonatus perempuan lihat labia mayor dan labia minor, adanya
sekresi mucus keputihan, kadang perdarahan.
14. Anus
Perhatiakan adanya darah dalam tinja, frekuensi buang air besar serta warna dari faeses.
15. Ekstremitas
Warna biru, gerakan lemah, akral dingin, perhatikan adanya patah tulang atau adanya
kelumpuhan syaraf atau keadaan jari-jari tangan serta jumlahnya.
16. Refleks
Pada neonatus preterm post asfiksia berat reflek moro dan sucking lemah. Reflek moro
dapat memberi keterangan mengenai keadaan susunan syaraf pusat atau adanya patah
tulang (Iskandar Wahidiyat, 1991 : 155 dan Potter Patricia A, 1996 : 109-356).
1. Pola nafas tidak Pola nafas yang efektif Berikan posisi kepala sedikit
efektif b/d tidak ekstensi
adekuatnya Berikan oksigen dengan metode
ekspansi paru yang sesuai
Kriteria :
Observasi irama, kedalaman dan
Kebutuhan oksigen frekuensi pernafasan
menurun
Nafas spontan,
adekuat
Tidak sesak.
Tidak ada retraksi
Resiko tinggi Suhu bayi stabil Rawat bayi dengan suhu lingkungan
hipotermi atau sesuai
hipertermi b/d Suhu 36,5 0C -37,2 Hindarkan bayi kontak langsung
0
imaturitas fungsi C dengan benda sebagai sumber
5. termoregulasi atau Akral hangat dingin/panas
perubahan suhu Ukur suhu bayi setiap 3 jam atau
lingkungan kalau perlu
Ganti popok bila basah
6. Resiko tinggi Perfusi jaringan baik Ukur tekanan darah kalau perlu
terjadi gangguan Observasi warna dan suhu kulit
perfusi jaringan Tekanan darah Observasi pengisian kembali kapiler
b/d imaturitas normal Observasi adanya edema perifer
fungsi Pengisian kembali Kolaborasi dalam pemeriksaan
kardiovaskuler kapiler <2 detik laboratorium
Akral hangat dan Kolaborasi dalam pemberian obat-
tidak sianosis obatan
Produksi urin 1-2
cc/kgbb/jam
Kesadaran
composmentis
8. Resiko tinggi Bayi tidak terinfeksi Hindari bayi dari orang-orang yang
infeksi b/d terinfeksi kalau perlu rawat dalam
imaturitas fungsi Kriteria : inkubator
imunologik Cuci tangan sebelum dan sesudah
Suhu 36,5 0C -37,2
0 kontak dengan bayi
C
Lakukan tehnik aseptik dan
Darah rutin normal
antiseptik bila melakukan prosedur
invasive
9. Resiko tinggi Integritas kulit baik Lakukan perawatan tali pusat
gangguan Observasi tanda-tanda vital
integritas kulit b/d Kolaborasi pemeriksaan darah rutin
imaturitas struktur Kolaborasi pemberian antibiotika
Kriteria :
kulit Kaji kulit bayi dari tanda-tanda
Tidak ada rash kemerahan, iritasi, rash, lesi dan
Tidak ada iritasi lecet pada daerah yang tertekan
Tidak plebitis Gunakan plester non alergi dan
seminimal mungkin
Ubah posisi bayi dan pemasangan
elektrode atau sensor
Carpenito, L.J. 2008. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. EGC. Jakarta
Pantiawati, I. 2010. Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Yogyakarta: Nuha Medika
Prawirohardjo, 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka
Pudjiadi Antonius, H., Hegar Badriul, dkk. (2010). Pedoman Pelayanan Medis Ikatan
Dokter Anak Indonesia.Jakarta: IDAI
Sitohang ,Nur Asnah.2006. AsuhanKeperawatanPadaBeratBadanLahirRendah. USU
Repository
Surasmi A., Handayani S., Kusuma H.2005. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Jakarta: EGC