Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

NI WAYAN EKA SURYA DIRGAYANI, S.KEP

C2219027

PROGRAM PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

BINA USADA BALI

2019/2020
TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN

Serangan otak merupakan istilah kontemporer untuk stroke atau cedera

serebrovaskuler yang mengacu kepada gangguan suplai darah otak secara mendadak

sebagai akibat dari oklusi pembuluh darah parsial atau total, atau akibat pecahnya

pembuluh darah otak (Chang, 2010). Stroke merupakan gangguan mendadak pada

sirkulasi serebral di satu pembuluh darah atau lebih yang mensuplai otak.Stroke

menginterupsi atau mengurangi suplai oksigen dan umumnya menyebabkan

kerusakan serius atau nekrosis di jaringan otak (Williams, 2008).Stroke

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu stroke hemoragik (primary hemorrhagic strokes)

dan stroke non hemoragik (ischemic strokes) .

Menurut Price, (2006) stroke non hemoragik (SNH) merupakan gangguan

sirkulasi cerebri yang dapat timbul sekunder dari proses patologis pada pembuluh

misalnya trombus, embolus atau penyakit vaskuler dasar seperti artero sklerosis dan

arteritis yang mengganggu aliran darah cerebral sehingga suplai nutrisi dan oksigen

ke otak menurun yang menyebabkan terjadinya infark. Sedangkan menurut Padila,

(2012) Stroke Non Haemoragik adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi

aliran darah otak terjadi akibat pembentukan trombus di arteri cerebrum atau embolis

yang mengalir ke otak dan tempat lain di tubuh.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Sususnan saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang dan urat-

urat saraf atau saraf cabang yang tumbuh dari oatak dan sumsum tulang belakang,

yang disebut urat saraf perifer (saraf tepi).Otak dan sumsum tulang belakang

diselimuti meningia yang melindungi struktur saraf yang halus itu membawa
pembuluh darah kesitu dan dengan sekresi sejenis cairan, yaitu cairan cerebrosipinal

memperkecil benturan atau goncangan.

Fungsi serebrum-korteks serebri mengandung pusat-pusat lebih tinggi yang

berfungsi untuk mengontol mental, tingkah laku, pikiran, kesadaran, moral kemauan,

kecerdasan, kemampuan berbicara, bahasa dan beberapa perasaan khusus batang otak

terdiri dari otak tengah (diensefalon). Pons varoli dan medulla oblongata

mengandung banyak reflex yang penting untuk penglihatan dan pendengaran,

mengandung pusat-pusat yang mengendalikan keseimbangan dan gerakan mata

medulla oblongata mengandung pusat-pusat vital yang berfungsi mengendaliakn

pernapasan dan sistenm kardiovaskuer. Fungsi pembulah darah adalah untuk

mengatur sikap dan aktivitas sikap badan yang berperan penting dalm koordinasi otot

dan menjaga keseimbangan saraf-saraf kepala.

1. Nervus olfaktorius (sensorik) sebagai alat pencium

2. Nervus optikus (sensorik) saraf penglihatan

3. Nervus okula-motorius (motorik) penggerakan bola mata

4. Nervus troklearis (motorik) mata (memutar mata dan menggerakan bola

mata)

5. Nervus trigeminus (motorik-sensorik)

6. Nervus aktalmikus (motorik-sensorik) kulit kepala dan kolopak mata

7. Nervus maksilaris (sensorik) rahang atas paltum


8. Nervus mandibularis (motorik) otot lidah dan selaput lendir

9. Nervus abdusan (motorik) mata penggoyang sisi mata

10. Nervus fosialis (motorik dan sensorik) (otot lidah penggerak lidah dan

selaput lendir)

11. Nervus auditorius (sensorik) telinga rangsangan pendengaran

12. Nervus vagus (sensorik dan motorik) kurang tonsil dan lidah rangasangan

cita rasa

13. Nervus vagus (sensorik dan motorik) farig, laring, paru-paru dan esophagus

14. Nervus asesorius (motorik) leher, otot leher

15. Nervus hipoglosus (motorik) lidah cita rasa dan otot lidah.

C. ETIOLOGI

1. Trombosis (bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher)

Stroke terjadi saat trombus menutup pembuluh darah, menghentikan aliran

darah ke jaringan otak yang disediakan oleh pembuluh dan menyebabkan

kongesti dan radang. Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang

mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat

menimbulkan oedema dan kongesti di sekitarnya. Trombosis biasanya terjadi

pada orang tua yang sedang tidur atau bangun tidur.Hal ini dapat terjadi karena

penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat

menyebabkan iskemia serebral.Tanda dan gejala neurologis seringkali

memburuk pada 48 jam setelah trombosis.

2. Embolisme cerebral

Emboli serebral (bekuan darah atau material lain yang dibawa ke otak dari

bagian tubuh yang lain) merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh

bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus

di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral.Emboli tersebut

berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik


3. Iskemia

Suplai darah ke jaringan tubuh berkurang karena penyempitan atau

penyumbatan pembuluh darah.

D. KLASIFIKASI

Klasifikasi Stroke Non Haemoragik menurut Padila, (2012) adalah :

1. Transient Ischemic Attack (TIA)

TIA adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak

sepintas dan menghilang lagi tanpa sisa dengan cepat dalam waktu tidak lebih

dari 24 jam.

2. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)

RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak

berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3

minggu

3. Stroke in Evolution (Progressing Stroke)

Stroke in evolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan

peredaran darah otak yang berlangsung progresif dan mencapai maksimal dalam

beberapa jam sampe bbrpa hari

4. Stroke in Resolution

Stroke in resolution adalah deficit neurologik fokal akut karena gangguan

peredaran darah otak yang memperlihatkan perbaikan dan mencapai maksimal

dalam beberapa jam sampai bebrapa hari.

5. Completed Stroke (infark serebri)

Completed stroke adalah defisit neurologi fokal akut karena oklusi atau

gangguan peredaran darah otak yang secara cepat menjadi stabil tanpa

memburuk lagi.

Sedangkan secara patogenitas menurut Tarwoto dkk, (2007) Stroke iskemik (Stroke

Non Hemoragik) dapat dibagi menjadi :


1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena trombosis di

arteri karotis interna secara langsung masuk ke arteri serebri media. Permulaan

gejala sering terjadi pada waktu tidur,atau sedang istrirahat kemudian berkembang

dengan cepat,lambat laun atau secara bertahap sampai mencapai gejala maksimal

dalam beberapa jam, kadang-kadang dalam beberapa hari (2-3 hari), kesadaran

biasanya tidak terganggu dan ada kecendrungan untuk membaik dalam beberapa

hari,minggu atau bulan.

2. Stroke embolik, yaitu stroke iskemik yang disebabkan oleh karena emboli yang

pada umunya berasal dari jantung. Permulaan gejala terlihat sangat mendadak

berkembang sangat cepat, kesadaran biasanya tidak terganggu, kemungkinan juga

disertai emboli pada organ dan ada kecenderungan untuk membaik dalam beberapa

hari, minggu atau bulan.

E. TANDA GEJALA

Gejala yang paling sering dijumpai pada penderita umumnya dikelompokan atas 4

macam :

a) Dystensia (gangguan fungsi motorik) berupa :

1) Kelumpuhan ( hemiplegi atau paraplegi )

2) Paralisis ( kehilangan total dari gangguan kekuatan motoriknya )

3) Paresis ( kehilangan sebagian kekuatan otot motoriknya )

b) Disnestasia ( gangguan fungsi sensorik ) berupa :

1) Hipoarasthesia dan Arasthesia.

2) Gangguan penciuman, penglihatan dan gangguan rasa pada lidah.

c) Dyspasia ( gangguan berbicara )

d) Dymentia ( gangguan mental ) dengan manifestasi :

1) Gangguan neurologis.

2) Gangguan psikologis.

3) Keadaan kebingungan dan reaksi depresif.


E. PATOFISIOLOGI

Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di

otak.Luasnya infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya

pembuluh daralidan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh

pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat

atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular)

atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan pant dan jantung).

Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat

berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis,

tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi (Muttaqin,

2008).Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli

dalam aliran darah.Trombus mengakihatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh

pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti di sekitar area.Area

edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark itu sendiri.

Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa

hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.Oleh karena

trombosis biasanya tidak fatal jika tidak terjadi perdarahan masif.(Muttaqin,

2008).Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan hipertensi

pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan lebih sering

menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit serebro vaskulai karena

perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intrakranial

dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk serebri atau lewat

foramen magnum (Muttaqin, 2008).Kematian dapat disebabkan oleh kompresi

batang otak, hernisfer otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi

perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga

kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons (Muttaqin, 2008).Jika

sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang


disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan

ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena

gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung (Muttaqin, 2008).

Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak

akan mengakihatkan peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan tekanan perfusi

otak serta gangguan drainase otak. Elernen-elemen vasoaktif darah yang keluar dan

kaskade iskemik akibat menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang

terkena darah dan sekitarnya tertekan lagi (Muttaqin, 2008).Jumlah darah yang keluar

menentukan prognosis. Jika volume darah lebih dari 60 cc maka risiko kematian

sebesar 93% pada perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika

terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan

kemungkinan kematian sebesar 75%, namun volume darah 5 cc dan terdapat di pons

sudah berakibat fatal (Misbach, 1999 dalam Muttaqin, 2008).


F. PATHWAY

Penyakit yang mendasari stroke ( alkohol , hiperkolestrol,


merokok , tress, depresi, kegemukan )

Pembentukan thrombus
Arterosklerosis Kepekatan darah
meningkat
Obstruksi thrombus di otak

Risiko
Penurunan darah ke otak
ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak.
Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan Kelemahan pada


motorik di lobus frontalis nervus V,VII,IX,X
hemispharase hemiplagia

Penurunan kemampuan otot mengunyah menelan

Hambatan Mobilitas
mobilitas menurun
fisik

Gangguan Ketidakmampuan bicara


Tirah baring menelan

Kerusakan Kerusakan artikular tidak


Defisit
Integritas dapat bicara (disatria)
perawatan Ketidakseimbangan
Kulit
diri :Mandi
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Muttaqin, (2008), pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan ialah

sebagai berikut :
1. Angiografi serebral: Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik

seperti perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber

perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.

2. Lumbal pungsi: Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan

lumbal menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada

intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi.

Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif,

sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal

(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.

3. CT scan.: Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi

henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya secara

pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang pemadatan

terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.

4. MRI: MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang magnetik

untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil

pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat

dari hemoragik.

5. USG Doppler: Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah

sistem karotis).

6. EEG: Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak

dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan

otak.

Pemeriksaan Laboratorium:

1. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan

yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih

normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.


2. Pemeriksaan darah rutin.

3. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula

darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-angsur

turun kembali.

4. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendi

H. PENATALAKSANAAN

a) Bantuan kepatenan jalan nafas, ventilasi dengan bantuan oksigen.

b) Pembatasan aktivitas/ tirah baring.

c) Penatalaksanaan cairan dan nutrisi.

d) Obat-obatan seperti anti Hipertensi, Kortikosteroid, analgesik.

e) EKG dan pemantauan jantung.

f) Pantau Tekanan Intra Kranial ( TIK ).

g) Rehabilitasi neurologik.

I. Prognosis / Komplikasi

Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi

komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:

a. Berhubungan dengan immobilisasi è infeksi pernafasan, nyeri pada daerah

tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.

b. Berhubungan dengan paralisis è nyeri pada daerah punggung,

dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh

c. Berhubungan dengan kerusakan otak è epilepsi dan sakit kepala.

d. HidrocephalusIndividu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang

mengontrol respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.


ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Menurut Muttaqin, (2008) anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan

utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit

keluarga, dan pengkajian psikososial.

a. Identitas Klien

Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,

pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS,

nomor register, dan diagnosis medis.

b. Keluhan utama

Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongau kesehatan adalah

kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat

berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.

c. Riwayat penyakit sekarang

Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak, pada

saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual,

muntah bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh

badan atau gangguan fungsi otak yang lain.

d. Riwayat penyakit dahulu

Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,

penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang lama,

penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat adiktif,

dan kegemukan.Pengkajian pemakaian obat-obat yang sering digunakan klien,

seperti pemakaian obat antihipertensi, antilipidemia, penghambat beta, dan

lainnya.Adanya riwayat merokok, penggunaan alkohol dan penggunaan obat


kontrasepsi oral.Pengkajian riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari

riwayat penyakit sekarang dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih

jauh dan untuk memberikan tindakan selanjutnya.

e. Riwayat penyakit keluarga

Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes melitus,

atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f. Pengkajian psikososiospiritual

Pengkajian psikologis klien stroke meliputi bebera pa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk rnemperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif, dan perilaku klien.Pengkajian mekanisme koping yang

digunakan klien juga penting untuk menilai respons emosi klien terhadap

penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan

masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-harinya,

baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.

g. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan-keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian

anamnesis.Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan secara per sistem (B1-B6)

dengan fokus pemeriksaan fisik pada pemeriksaan B3 (Brain) yang terarah dan

dihubungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1) B1 (Breathing)

Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak

napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan frekuensi pernapasan.

Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan

peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering
didapatkan pada klien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.Pada

klien dengan tingkat kesadaran compos mends, pengkajian inspeksi

pernapasannya tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus

seimbang kanan dan kiri.Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.

2) B2 (Blood)

Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok

hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke.Tekanan darah biasanya

terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif (tekanan darah >200

mmHg).

3) B3 (Brain)

Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi

lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak

adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau aksesori).Lesi otak yang

rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.Pengkajian B3 (Brain) merupakan

pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem

lainnya.

4) B4 (Bladder)

Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara

karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan

ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung kemih karena kerusakan

kontrol motorik dan postural. Kadang kontrol sfingter urine eksternal hilang

atau berkurang.Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan

teknik steril.Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas.
5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun,

mual muntah pada fase akut.Mual sampai muntah disebabkan oleh peningkatan

produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan

nutrisi.Pola defekasi biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik

usus.Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan

neurologis luas.

6) B6 (Bone)

Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol

volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas menyilang,

gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan

kerusakan pada neuron motor atas pada sisi yang berlawanan dari otak.

Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu

sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan

salah satu sisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan

02 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan

buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada daerah

yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobilitas fisik.Adanya

kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensori atau

paralise/ hemiplegi, serta mudah lelah menyebabkan masalah pada pola

aktivitas dan istirahat.

7) Pengkajian Tingkat Kesadaran

Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan

parameter yang paling penting yang membutuhkan pengkajian.Tingkat

keterjagaan klien dan respons terhadap lingkungan adalah indikator paling

sensitif untuk disfungsi sistem persarafan.Beberapa sistem digunakan untuk


membuat peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan keterjagaan.Pada

keadaan lanjut tingkat kesadaran klien stroke biasanya berkisar pada tingkat

letargi, stupor, dan semikomatosa.Jika klien sudah mengalami koma maka

penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan

evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan.

8) Pengkajian Fungsi Serebral

Pengkajian ini meliputi status mental, fungsi intelektual, kemampuan

bahasa, lobus frontal, dan hemisfer.

9) Status Mental

Observasi penampilan, tingkah laku, nilai gaya bicara, ekspresi wajah, dan

aktivitas motorik klien. Pada klien stroke tahap lanjut biasanya status mental

klien mengalami perubahan.

10) Fungsi Intelektual

Didapatkan penurunan dalam ingatan dan memori, baik jangka pendek

maupun jangka panjang.Penurunan kemampuan berhitung dan kalkulasi.Pada

beberapa kasus klien mengalami brain damage yaitu kesulitan untuk mengenal

persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

11) Kemampuan Bahasa

Penurunan kemampuan bahasa tergantung daerah lesi yang memengaruhi

fungsi dari serebral.Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian

posterior dari girus temporalis superior (area Wernicke) didapatkan disfasia

reseptif, yaitu klien tidak dapat memahami bahasa lisan atau bahasa

tertulis.Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area

Broca) didapatkan disfagia ekspresif, yaitu klien dapat mengerti, tetapi tidak

dapat menjawab dengan tepat dan bicaranya tidak lancar.Disartria (kesulitan


berbicara), ditunjukkan dengan bicara yang sulit dimengerti yang disebabkan

oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan

bicara.Apraksia (ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang dipelajari

sebelumnya), seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan berusaha untuk

menyisir rambutnya.

h. Pengkajian Saraf Kranial

Menurut Muttaqin, (2008) Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan saraf kranial

I-X11.

1) Saraf I: Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi

penciuman.

2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer di

antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-spasial

(mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering

terlihat pada Mien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat

memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan untuk

mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.

3) Saraf III, IV, dan VI. Jika akibat stroke mengakibatkan paralisis, pada

4) Satu sisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan

konjugat unilateral di sisi yang sakit.

5) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf

trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah,

penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi

otot pterigoideus internus dan eksternus.

6) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, dan

otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

7) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli persepsi.
8) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka

mulut.

9) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

10) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta

indra pengecapan normal.

i. Pengkajian Sistem Motorik

Stroke adalah penyakit saraf motorik atas (UMN) dan mengakibatkan

kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena UMN

bersilangan, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat

menunjukkan kerusakan pada UMN di sisi ng berlawanan dari otak.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul, yaitu :

1. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

asupan diet kurang.

3. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.

4. Defisit perawatan diri: mandi berhubungan dengan kelemahan

5. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan pada tonjolan tulang.

C. INTERVENSI

Diagnosa
No Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)
Keperawatan

Risiko Setelah dilakukan tindakan Intervensi (NIC)

ketidakefektifanperfu keperawatan selama 3x24 jam Monitor Tekanan Intrakranial


1
si jaringan otak. diharapkan gangguan perfusi 1. Bantu menyisipkan

jaringan dapat tercapai secara perangkat pemantauan TIK


optimal 2. Monitor status neurologis

NOC : Perfusi Jaringan: 3. Monitor intake dan output

Serebral 4. Monitor suhu dan jumlah

Kriteria hasil : WBC

a. Tekanan intracranial 5. Periksa pasien terkait ada

dipertahankan pada 1(deviasi tidaknya gejala kaku kuduk

berat dari kisaran normal) 6. Berikan antibiotik

ditingkatkan ke 5 (tidak ada 7. Letakkan kepala dan leher

deviasi dari kisaran normal) pasien dalam posisi netral,

b. Tekanan darah sistolik dan hindari fleksi pinggang yang

diastolic dipertahankan pada berlebihan.

1(deviasi berat dari kisaran

normal) ditingkatkan ke 5

(tidak ada deviasi dari

kisaran normal)

c. Sakit kepala dipertahankan

pada 1 (berat) ditingkatkan

ke 5 (tidak ada)

d. Reflex saraf terganggu

dipertahankan pada 1 (berat)

ditingkatkan ke 5 (tidak ada)

e. Kelesuan dipertahankan pada

1 (berat) ditingkatkan ke 5

(tidak ada)
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan NIC

nutrisi kurang dari keperawatan 3x24 jam Manajemen Nutirisi

kebutuhan tubuh diharapkan nutrisi pasien 1. Tentukan status gizi pasien

berhubungan dengan terpenuhi dan kemampuan untuk

asupan diet kurang. NOC: Status nutrisi memenuhi kebutuhan gizi.

2. Identifikasi alergi atau


Kriteria Hasil:
intoleransi makanan yang
a. Asupan gizi
dimiliki pasien.
dipertahankan pada 1
3. Tentukan apa yang menjadi
(sangat menyimpang
preferensi makanan bagi
dari rentang normal)
pasien.
ditingkatkan ke 5
4. Instrusikan pasien
(tidak menyimpang dari
mengenai kebutuhan
rentang normal)
nutrisi.
b. Asupan makanan
5. Tentukan jumlah kalori dan
dipertahankan pada 1
jenis nutrisi yang
(sangat menyimpang
dibutuhkan untuk
dari rentang normal)
memenuhi persyaratan gizi.
ditingkatkan ke 5
6. Atur diet yang diperlukan.
(tidak menyimpang dari
7. Ciptakan lingkungan yang
rentang normal)
optimal pada saat
c. Asupan cairan
mengkonsumsi makan.
dipertahankan pada 1
8. Beri obat-obatan sebelum
(sangat menyimpang
makan.
dari rentang normal)
9. Monitor kalori dan asupan
ditingkatkan ke 5
makanan.
(tidak menyimpang dari
rentang normal) 10. Tawarkan makanan ringan

d. Energi dipertahankan yang padat gizi.

pada 1 (sangat

menyimpang dari

rentang normal)

ditingkatkan ke 5

(tidak menyimpang dari

rentang normal)

e. Rasio berat badan/tinggi

badan dipertahankan

pada 1 (sangat

menyimpang dari

rentang normal)

ditingkatkan ke 5

(tidak menyimpang dari

rentang normal)

f. Hidrasi dipertahankan

pada 1 (sangat

menyimpang dari

rentang normal)

ditingkatkan ke 5

(tidak menyimpang dari

rentang normal)
3 Hambatan mobilitas Tujuan (NOC): Intevensi (NIC) :

fisik berhubungan Setelah dilakukan tindakan Peningkatan Mekanika

dengan penurunan keperawatan 3x24 jam Tubuh

kekuatan otot. diharapkan tidak terjadi 1. Kaji komitmen pasien

hambatan mobilitas fisik. untuk belajar dan

NOC : Posisi Tubuh: menggunakan postur tubuh

Berinisiatif Sendiri yang benar.

Kriteria hasil : 2. Kolaborasi dengan

a. Bergerak dari posisi fisioterapis, sesuai indikasi.

berbaring ke posisi 3. Kaji pemahaman pasien

berdiri dipertahankan mengenai mekanika tubuh

pada 1 (sangat dan latihan.

terganggu) ditingkatkan 4. Edukasi pasien tentang

ke 5 (tidak terganggu). pentingnya postur yang

b. Bergerak dari posisi benar.

duduk ke posisi 5. Monitor perbaikan postur.

berbaring dipertahankan

pada 1 (sangat

terganggu) ditingkatkan

ke 5 (tidak terganggu).

c. Bergerak dari posisi

duduk ke posisi berdiri

dipertahankan pada 1

(sangat terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).
d. Bergerak dari posisi

berdiri ke posisi duduk

dipertahankan pada 1

(sangat terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

Defisit4 perawatan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC)


4
diri: mandi Setelah dilakukan tindakan Memandikan

berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Bantu memandikan pasien

dengan diharapkan pasien mampu dengan menggunakan alat

kelemahan merawat diri secara mandiri. dengan cara yang tepat

NOC : Perawatan Diri: dan sesuai keinginan

Mandi pasien.

Kriteria Hasil : 2. Cuci rambut sesuai

a. Masuk dan keluar dari kebutuhan pasien.

kamar mandi 3. Mandi dengan suhu air

dipertahankan pada 3 yang nyaman.

(cukup terganggu) 4. Cukur pasien sesuai

ditingkatkan ke 5 (tidak indikasi.

terganggu). 5. Berikan lubrikan atau

b. Mengambil alat mandi krim pada area kulit yang

dipertahankan pada 3 kering.

(cukup terganggu) 6. Berikan bedak kering pada

ditingkatkan ke 5 (tidak lipatan kulit yang dalam.

terganggu). 7. Monitor kondisi kulit saat


c. Mandi dengan bersiram mandi.

dipertahankan pada 3 8. Monitor fungsi kemapuan

(cukup terganggu) saat mandi.

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

d. Mencuci wajah

dipertahankan pada 3

(cukup terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

e. Mengeringkan badan

dipertahankan pada 3

(cukup terganggu)

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

Kerusakan Tujuan (NOC): Intervensi (NIC)


5
integritas kulit Setelah dilakukan tindakan Pengecekan Kulit

berhubungan keperawatan 3x24 jam 1. Periksa kulit dan selaput

dengan tekanan diharapkan tidak terjadi lendir terkait dengan

pada tonjolan tulang kerusakan integritas kulit. adanya kemerahan,

NOC :Integritas Jaringan: edema, atau drainase.

Kulit dan Membran 2. Amati warna, bengkak,

Mukosa. pulsasi, tekstur, edema,

Kriteria Hasil : pada ekstremitas.

a. Suhu kulit dipertahankan 3. Gunakan alat pengkajian

pada 2 (banyak untuk


terganggu) ditingkatkan mengidentifikasikan

ke 5 (tidak terganggu). pasien yang berisiko

b. Sensasi dipertahankan mengalami kerusakan

pada 2 (banyak kuli (misalnya, Skala

terganggu) ditingkatkan Braden).

ke 5 (tidak terganggu). 4. Monitor warna dan suhu

c. Elastisitas dipertahankan kulit.

pada 2 (banyak 5. Monitor kulit untuk

terganggu) ditingkatkan adanya ruam dan lecet.

ke 5 (tidak terganggu). 6. Monitor sumber tekanan

d. Hidrasi dipertahankan dan gesekan.

pada 2 (banyak 7. Periksa pakaian yang

terganggu) ditingkatkan terlalu ketat.

ke 5 (tidak terganggu). 8. Ajarkan anggota keluarga

e. Integritas kulit mengenai tanda-tanda

dipertahankan pada 2 kerusakan kulit dengan

(banyak terganggu) tepat.

ditingkatkan ke 5 (tidak

terganggu).

D. EVALUASI

1. Tidak terjadi risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

2. Tidak terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

3. Tidak terjadi hambatan mobilitas fisik.

4. Pasien mampu merawat diri secara mandiri.

5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit


DAFTAR PUSTAKA

Bulecheck, Butcher, dkk. (2016). Nursing Interventions Classification (NIC).Jakarta :


ECG
Bulecheck, Butcher, dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC).Jakarta :
ECG

Chang, Ester .2010 .Patofisiologi : Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Herman T.H dan Komitsuru.2015.Nanda Internasional: Diagnosis Keperawatan


Definisi & Klarifikasi 2018-2020 Edisi 10.Jakarta :ECG
Muttaqin, Arif. 2008 .Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Padila. 2012. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Nuha Medika.
Price, SA dan Wilson, 2006.Patofisiologi: Konsep klinis proses- proses
penyakit ed. 6 vol.1. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith.(2008). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 7. Penerbit Buku


Kedokteran (EGC). Jakarta

William, Lippicont .2008 .Nursing: Memahami Berbagai Macam Penyakit . Jakarta:


Indeks.

Anda mungkin juga menyukai