Anda di halaman 1dari 37

KEPERAWATAN SENSORI PERSEPSI

SGD (Small Group Discussion)

“Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Refraksi”

Fasilitator :
Iqlima Dwi Kurnia S.Kep.,Ns.M.Kep

Disusun oleh :

Bunga Novia Hardiana (131511133057)


Elly Ardianti (131511133058)
May Linda Fitriani (131511133059)
Niswatus Sa’ngadah (131511133060)
Oktiana Duwi Firani (131511133061)
Ririn Arianta (131511133062)
Alip Nur Apriliyani (131511133063)
Auzan Muttaqin (131511123030)

PROGAM STUDI PENDIDIKAN NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena limpahan rahmat dan
hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Refraksi” dengan baik dan tepat waktu. Adapun pembuatan
makalah ini dilakukan sebagai pemenuhan nilai tugas dari mata kuliah Keperawatan Sensori
dan Persepsi. Selain itu, pembuatan makalah ini juga bertujuan untuk memberikan manfaat
yang berguna bagi ilmu pengetahuan khususnya ilmu keperawatan.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya atas semua bantuan yang


telah diberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini
sehingga semua dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Secara khusus rasa terimakasih
tersebut penulis sampaikan kepada :

1. Iqlima Dwi Kurnia, S.Kep.Ns.M.Kep selaku dosen mata kuliah Asuhan Keperawatan
dengan Gangguan Refraksi serta dosen pembimbing yang telah memberikan masukan dan
dorongan dalam penyusunan makalah ini.
2. Rekan-rekan di jurusan S-1 Pendidikan Ners, Universitas Airlangga, yang juga telah
banyak membantu penulis.

Penulis juga mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun terhadap
kekurangan dalam makalah agar selanjutnya penulis dapat memberikan karya yang lebih baik
dan sempurna. Semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat bagi pengetahuan
pembaca.

Surabaya, September 2016

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................... Error! Bookmark not defined.

DAFTAR ISI ................................................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................................... 1

1.3 Tujuan ........................................................................... Error! Bookmark not defined.

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Indera Penglihatan ....................................................................................... 3

2.2 Media Refraksi .............................................................................................................. 5

2.3 Proses Penglihatan .......................................................................................................... 5

2.4 Kelainan Refraksi............................................................................................................. 6

2.5 Pencegahan Kelainan Refraksi ..................................................................................... 15

2.5 WOC Kelainan Refraksi ....................................................................................................... 16

2.6 Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan .................................................................................... 17

2.7 Askep Klien dengan Gangguan Refraksi ....................................................................... 19

2.8 Askep Klien dengan Gangguan Hipermetropi ............................................................... 23

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 33

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Mata merupakan salah satu indera yang berfungsi untuk penglihatan. Secara
struktural, bola mata dibagi menjadi 2 bagian yaitu anterior dan posterior. Bagian atnterior
terdiri dari kornea, iris, lensa, bilik mata depan dan bilik mata belakang. Sedangkan bagian
posterior terdiri dari vitreous humor, koroid, retina, makula dan fovea. Bagian-bagian
tersebut mempunyai fungsi yang penting. Akan tetapi jika mata tidak dirawat atau dijaga
dengan baik maka akan timbul kerusakan-kerusakan pada mata. Salah satu kelainan pada
mata yaitu kelainan refraksi.

Menurut Ilyas (2006, p2) kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas
tidak dibentuk pada retina. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optic
pada mata sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Padamata normal kornea dan lensa
membelokkan sinar pada titik fokus yang tepat pada sentral retina.Pada kelainan refraksi,
sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, akan tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan
mungkin tidak terletak pada satu titik yang tajam. Kelainan refraksi dikenal dalam bentuk
miopia, hipermetropia, dan astigmatisme.

WHO menyatakan penemuannya tentang kelainan refraksi yang tidak terkoreksi yang
merupakan masalah penyebab 153 juta orang buta ataupun terjadinya gangguan penglihatan
(Holden, 2007). Di Indonesia prevalensi kelainan refraksi menempati urutan pertama pada
penyakit mata. Kasus kelainan refraksi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Jumlah
pasien yang menderita kelainan refraksi di Indonesia hampir 25% dari populasi atau sekitar
55 juta jiwa (Handayani, Supradnya, Dewayani, 2012).

Oleh karena itu, perawat harus dapat mengetahui konsep-konsep yang perlu dipahami
terkait gangguan refraksi sehingga dapat melakukan intervensi dengan baik dalam menangani
masalah-masalah klien mengenai gangguan tersebut.

1.2 RumusanMasalah

2. Bagaimana konsep dasar sistem penglihatan?

3. Bagaimana konsep gangguan refraksi?

4. Bagaimana asuhan keperawatan pada gangguan refraksi?


1
1.3 Tujuan
a. TujuanUmum
Menjelaskan konsep gangguan refraksi beserta asuhan keperawatannya.
b. TujuanKhusus
1. Menjelaskan sistem indra penglihatan
2. Menjelaskan definisi dari miopi, hipermetropi, presbiopi dan astigmatisme.
3. Menjelaskan klasifikasi dari miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
4. Menjelaskan etiologi dari miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
5. Menjelaskan patofisiologi dari miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
6. Menjelaskan manifestasi klinis dari miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
7. Menjelaskan penatalaksanaan pada miopi, hipermetropi dan astigmatisme.
8. Menjelaskan web of caution pada kelainan refraksi.
9. Menjelaskan pemeriksaan tajam pengihatan.
10. Menjelaskan asuhan keperawatan klien dengan gangguan refraksi.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Indera Penglihatan

Mata adalah organ indera yang kompleks yang peka cahaya. Dalam wadah
pelindungnya,masing-masing mata mempunyai suatu lapisan, sel-sel reseptor, suatu sistem
optik ( kornea, lensa, aqueous humor, korpus vitreum) untuk memusatkan cahaya pada
respetor dan sistem saraf untuk menghantarkan impuls dari reseptor ke otak (Guyton,1996).

Bagian dibedakan menjadi dua segmen:

a. Segmen anterior
1) Kornea
Kornea merupakan membran tipis, transparan dan tidak dialiri pembuluh
darah. Berfungsi sebagai pelindung mata agar tetap bening dan bersih.
2) Aqueous Humor
Berfungsi memberikan nutrisi kepada bagian mata yang lain serta
menstabilkan tekanan intraokuler.
3) Iris
Iris berupa permukaan pipih dengan apertura bulat yang terletakditengah. Di
dalam stroma iris terdapat sfingter dan otot-otot dilatorsehingga iris dapat
mengendalikan banyaknya cahaya yang masuk kedalam mata.

3
4) Pupil
Pupil menentukan kuantitas cahaya yang masuk ke bagian mata yang lebih
dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi ruangan yang gelap, dan akan
menyempit jika kondisi ruangan terang.
5) Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna,dan hampir
transparan. Lensa terdiri atas air (65%) dan protein (35%).Lensa memiliki tebal
4mm dan diameter 9mm yang dilapisi suatumembran semipermeabel yang akan
memperbolehkan air dan elektrolitmasuk. Posisi lensa dipertahankan oleh
ligamentum suspensorium yangdikenal sebagai zonula Zinii
6) Badan siliaris
Badan siliaris berisi pembuluh darah, berfungsi untuk mengontrol bentuk lensa
mata.

b. Bagian Posterior
1) Vitreous humor
Vitreus adalah suatu bahan gelatin yang jernih dan avaskular yangmembentuk
dua pertiga volume dan berat mata. Sekitar 99% komponenvitreus adalah air dan
sisa 1% adalah asam hialuronat dan kolagen, yang memberi bentuk dan
konsistensi mirip gel pada vitreus karenakemampuannya mengikat banyak air.
2) Koroid
Koroid adalah segmen postrior uvea yang terdiri dari tiga lapispembuluh
koroid yang makin dalam semakin besar lumennya. Koroidmelekat erat ke
posterior pada tepi-tepi nervus optikus.Berfungsi memberi nutrisi pada retina dan
menyokong retina.
3) Retina
Retina dalah lapisan dalam bola mata, yang terdiri dari dua bagian. Bagian
anterior yang tidak foto sensitif dan menyusun lapisan dalam badan siliar dan
bagian posterior iris. Bagian posterior atau bagian yang fotosensitif. Lapisan
luarnya terdiri atas sel batang dan sel kerucut, lapisan tengah menghubungkan sel
batang dan sel kerucut dengan sel-sel ganglion, dan lapisan dalam sel-sel
ganglion, yang berhubungan dengan sel-sel bipolar melalui dendritna dan
mengirimkan akson ke susunan saraf pusat. Akson-akson ini berkumpul pada
papila optikus dan membentuk nervus optikus (Junqueira, 2007).

4
4) Saraf optik
Saraf optik memiliki fungsi untuk meneruskan sebuah rangsang cahaya hingga ke
otak. Semua informasi yang akan dibawa oleh saraf nantinya diproses di otak. Dan
Dengan demikian kita bisa melihat suatu benda.

2.2 Media Refraksi

Bagian yang termasuk kedalam media refraksi antara lain kornea, lensa, Aqueous humor
(cairan mata ) dan vitreous humor. Hasil dari pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh
bagian-bagian tersebut serta panjangnya bola mata. Media target pembiasan di retina sentral
(macula). Gangguan refraksi pada seseorang dapat menyebabkan tajam penglihatan menurun
baik secara tiba-tiba maupun perlahan (Marieb EN & Hoehn K, 2007 ).

Fungsi dari masing masing bagian media refraksi mata :

a. Kornea: sebagai pelindung dan juga media yang dilalui cahaya saat menuju retina.
b. Lensa:Berfungsi untuk memfokuskan pandangan pada retina dengan cara
mengubah bentuk lensa.
c. Aqueous humor: berfungsi menjaga kantong depan bola mata serta untuk
memberikan nutrisi bagi kornea dan lensa.
d. vitreous humor: berfungsi mengisi ruang untuk meneruskan sinar dari lensa ke
retina dan mempertahankan bentuk bola mata (Lauralee Sherwood, 1996).

Panjangnya bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan. Bila terdapat


kelainan dalam pembiasaan sinar karena kornea ( mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang bola mata, maka sinar tidak dapat difokuskan pada retina (macula).

2.3 Proses Penglihatan

Proses penglihatan normal terjadi melalui 5 tahap yaitu : 1) refraksi berkas cahaya
yang memasuki mata; 2) memfokus bayangan pada retina melalui akomodasi; 3) mengubah
gelombang cahaya menjadi impuls saraf; 4) mengolah aktivitas saraf dalam retina yang
diteruskan melalui N. Optikus; dan 5) mengolah impuls saraf itu di otak.

Proses kerja mata diawali dengan adanya cahaya yang masuk kedalam kornea,
kemudian dibiaskan oleh Aqueous humor ke arah pupil. Pada bagian pupil, jumlah cahaya
yang masuk kedalam mata dikontrol secara otomatis. Pupil akan meneruskan cahaya

5
kebagian lensa mata dan lensa mata cahaya difokuskan ke bagian retina melalui vitreuous
humor. Cahaya atau objek yang difokuskan pada retina, merangsang sel saraf batang dan
kerucut untuk bekerja dan hasil kerja diteruskan ke serat saraf optik, ke otak dan kemudian
otak bekerja untuk memberi tanggapan sehingga menghasilkan penglihatan.

2.4 Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar yang disebabkan oleh abnormalitas
kerja media refraksi serta panjang bola mata sehingga bayangan benda dibiaskan tidak tepat
didaerah retina (macula).

Kelainan refraksi atau biasa disebut ametropia dapat dibedakan menjadi :

2.4.1 Myopi
Myopia atau biasa disebut sebagai rabun jauh atau ketidak mampuan untuk
melihat jauh. Myopi adalah kelainan refraksi dimana sinar sejajar yang masuk ke
mata dalam keadaan istirahat atau tanpa akomodasi akan dibiaskan membentuk
bayangan didepan retina (Dwi Ahmad Yani, 2008 ).

1. Etiologi Myopi
a. Sumbu aksial mata lebih panjang dari normal ( diameter antero-posterior
yang lebih panjang, bola mata yang lebih panjang) biasanya disebut
sebagai myopi aksial
b. Kurvatura kornea atau lensa lebih kuat dari normal (kornea atau lensa
yang mempunyai kecembungan lebih kuat) biasanya disebut sebagai
myopi refraktif atau kurvatura.
c. Indeks bias mata lebih tinggi dari normal, misalnya pada diabetes
mellitus. Kondisi ini disebut miopi indeks.

6
d. Miopi karena perubahan posisi lensa. Misalnya : posisi lensa lebih ke
anterior, misalnya pasca operasi glaukoma (Dwi Ahmad Yani, 2008 )

2. Klasifikasi Myopi
a. Berdasarkan perjalanan myopi :
1) Myopia stasioner, myopia yang menetap setelah dewasa
2) Myopia progresif, myopia yang bertambah terus menerus pada usia
dewasa akibat bertambah panjangnya bola mata.
3) Myopia maligna atau degeneratif, myopia yang dapat mengakibatkan
ablasi retina dan kebutaan atau sama dengan myopia pernisiosa
ditemukan pada semua umur dan terjadi sejak lahir.
b. Berdasarkan derajat myopi :
1) Myopia ringan dimana myopia kecil dari pada 1 – 3 dioptri
2) Myopia sedang dimana myopia lebih dari antara 3 – 6 dioptri.
3) Myopia berat atau tinggi dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri.

3. Patofisiologi
Sinar sejajar yang masuk kedalam bola mata di biaskan dan
membentuk bayangan didepan retina karena beberapa keadaan seperti bola
mata yang terlalu panjang, kemampuan lensa mata untuk mencembung
sangat kuat, dan indeks bias yang lebih tinggi.

4. Manifestasi Klinis
Pasien dengan miopia akan melihat jelas bila melihat dekat dan kabur
jika melihat jauh. Pasien miopia akan memberikan keluhan sakit kepala,
sering disertai dengan juling dan celah kelopak yang sempit. Selain itu,
pasien miopia mempunyai kebiasaan mengerinyitkan matanya untuk
mencegah abrasi sferis atau untuk mendapatkan efek pinhole (lubang kecil).

5. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan yaitu untuk mengusahakan sinar yang
masuk kemata dapat difokuskan tepat di retina (makula). Dapat dilakukan
dengan berbagai cara :

7
a. Cara optik
1) Kaca mata (lensa Konkaf)
Penatalaksanaannya dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (Cekung atau negatif) karena berkas cahaya yang
melewati suatu lensa cekung akan menyebar sehingga fokus
bayangan dapat dimundurkan ke arah retina (Guyton,2006)
2) Lensa kontak
Lensa kontak diletakkan dipermukaan depan kornea. Lensa ini
tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata yang mengisi
ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat khusus
dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan
yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air
mata mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea
sehingga permukaan anterior kornea tidak lagi berpern penting
sebagai dari susunan optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa
kontaklah yang berperan penting.
b. Cara operasi
Ada beberapa cara, yaitu:
1) Phakic intraocular lens : Operasi dengan penanaman lensa intra
okular yang diletakkan diantara kornea dan iris tanpa mengambil
atau mengangkat lensa asli mata. Lensa intra okular ini terbuat
dari PMMA (Polymethylmethacrylate). Lensa ini sudah teruji
dan sudah FDA Approved.
2) Radial keratotomy : merupakan prosedur bedah refraksi dengan
cara membuat sayatan pada kornea dengan maksud membuat
permukaan kornea menjadi lebih datar.
3) Excimer photorefractive keratotomy : Teknik laser untuk
mengubah bentuk kornea dengan menghilangkan sebagian kecil
jaringan dari permukaan kornea untuk membentuk kembali
permukaan kornea. Setelah permukaan kornea dibentuk kembali,
maka sinar yang datang akan difokuskan dengan lebih baik pada
retina sehingga tercipta penglihatan yang lebih jelas daripada
sebelumnya. Baik pasien rabun jauh (miopia) dan rabun dekat
(hipermetropia) dapat memperoleh keuntungan dari PRK. Pada
8
pasien rabun jauh, tujuannya adalah membuat permukaan kornea
menjadi lebih datar, sedangkan pada pasien rabun dekat
tujuannya adalah mencembungkan permukaan kornea. Excimer
laser juga bisa mengkoreksi astigmatisma dengan cara
memperhalus permukaan kornea yang semula irregular.
4) LASEK (laser epithelial keratomileusis) : LASEK atau Laser
Epithelial Keratomileusis bertujuan sama tetapi metode ini
menggunakan alkohol untuk mengendurkan permukaan kornea.
Jaringan yang diperbaiki jaringan epithelium.
5) LASIK (laser in-situ keratomileusis) : LASIK merupakan
prosedur operasi untuk memperbaiki kelainan refraksi mata
dengan cara mengubah kekuatan fokus kornea menggunakan
kombinasi femtosecond lasers (sinar laser dengan panjang
gelombang yang sangat spesifik dan bahkan bisa menjangkau
virus dan bakteri yang menjadi target tanpa melukai atau
merusak sel lainnya) dan excimer lasers (laser dingin yang tidak
membakar atau merusak jaringan di sekitarnya). Lapisan yang
diperbaiki epithelium dan jaringan stroma di kornea.

2.4.2 Hipermetropi
Hipermetropia atau rabun dekat adalah kelainan gangguan kekuatan
pembiasaan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak dibelakang retina (macula lutea) .(Ilyas & Yulianti, 2011).

1. Etiologi Hipermetropi
a. Sumbu aksial mata lebih pendek dari normal biasanya disebut
hipermetropi aksial
b. Kurvatura kornea atau lensa lebih lemah dari normal disebut dengan
hipermetropi kurvatura
c. Indeks bias mata lebih rendah dari normal disebut dengan hipermetropi
indeks.

2. Klasifikasi Hipermetropi

9
a. Hipermetropi Manifestasi : Hipermetropi yang dapat dikoreksi dengan
kaca mata positif maksimal yang memberikan tajam penglihatan yang
normal.
b. Hipermetropi laten : Kelainan hipermetropi tanpa sikloplegia ( atau
dengan obat yang melemahkan akomodasi ) diimbangi seluruhnya
dengan akomodasi.
c. Hipermetropi total : Hipermetropi yang ukuranya didapatkan sesudah
diberikan sikloplegia ( obat tetes mata, biasanya diberikan pada anak,
pemberian diberikan selama 3 hari untuk mengetahui kelainan refraksi ).

3. Patofisiologi
Keadaan mata yang tidak normal seperti sumbu bola mata yang terlalu
pendek, daya pembiasan bola mata yang terlalu lemah. kelengkungan kornea
dan lensa tidak adekuat sehingga menyebabkan sinar yang masuk dalam mata
jatuh dibelakang retina sehingga menyebabkan penglihatan dekat mata
menjadi terganggu. (Sidarta Ilyas, 2010 : 78-79).

4. Manifestasi klinis
Penglihatan dekat kabur, sakit kepala terutama daerah frontal, mata
sensitif terhadap sinyal.

5. Penatalaksanaan
a. Cara optik
1) Kacamata
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan
kacamata sferis positif terkuat atau lensa positif terbesar yang
memberikan penglihatan maksimal.
2) Lensa kontak
Lensa kontak ditempatkan didepan kornea. Keuntungan
pengunaan lensa kontak : luas lapang pandang tidak berubah,
perubahan besar bayangan sedikit serta dapat digunakan untuk
kosmetik.
b. Cara operasi

10
1) Phakic intraocular lens : Operasi dengan penanaman lensa intra
okular yang diletakkan diantara kornea dan iris tanpa mengambil
atau mengangkat lensa asli mata. Lensa intra okular ini terbuat dari
PMMA (Polymethylmethacrylate). Lensa ini sudah teruji dan sudah
FDA Approved.
2) Radial keratotomy : Merupakan prosedur bedah refraksi dengan cara
membuat sayatan pada kornea dengan maksud membuat permukaan
kornea menjadi lebih datar.
3) Excimer laser photorefractive keratectomy: Teknik laser untuk
mengubah bentuk kornea dengan menghilangkan sebagian kecil
jaringan dari permukaan kornea untuk membentuk kembali
permukaan kornea. Setelah permukaan kornea dibentuk kembali,
maka sinar yang datang akan difokuskan dengan lebih baik pada
retina sehingga tercipta penglihatan yang lebih jelas daripada
sebelumnya. Baik pasien rabun jauh (miopia) dan rabun dekat
(hipermetropia) dapat memperoleh keuntungan dari PRK. Pada
pasien rabun jauh, tujuannya adalah membuat permukaan kornea
menjadi lebih datar, sedangkan pada pasien rabun dekat tujuannya
adalah mencembungkan permukaan kornea. Excimer laser juga bisa
mengkoreksi astigmatisma dengan cara memperhalus permukaan
kornea yang semula irregular.
4) LASEK atau Laser Epithelial Keratomileusis bertujuan sama tetapi
metode ini menggunakan alkohol untuk mengendurkan permukaan
kornea. Jaringan yang diperbaiki jaringan epithelium.
5) LASIK (laser in-situ keratomileusis) : LASIK merupakan prosedur
operasi untuk memperbaiki kelainan refraksi mata dengan cara
mengubah kekuatan fokus kornea menggunakan kombinasi
femtosecond lasers (sinar laser dengan panjang gelombang yang
sangat spesifik dan bahkan bisa menjangkau virus dan bakteri yang
menjadi target tanpa melukai atau merusak sel lainnya) dan excimer
lasers (laser dingin yang tidak membakar atau merusak jaringan di
sekitarnya). Lapisan yang diperbaiki epithelium dan jaringan stroma
di kornea.

11
2.4.3 Astigmatisma
Astigmatisme atau silindris adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar
dengan garis pandang oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi
lebih dari satu titik (Dwi Ahmad Yani,2008).

1. Etiologi Astigmatisme
Astigmatisme disebabkan oleh beberapa keadaan seperti :
a. Permukaan luar kornea tidak teratur
b. Terjadi kekeruhan pada lensa
c. Trauma pada korne
d. Tumor

2. Patofisiologi
Mata seseorang secara alami berbentuk bulat. Dalam keadaan normal,
ketika cahaya memasuki mata, itu dibiaskan merata, menciptakan
pandangan yang jelas objek. Astigmatisma terjadi akibat kelainan
kelengkungan permukaan kornea. Pada kelainan mata astigmatisma, bola
mata berbentuk ellips atau lonjong, seperti bola rugby, sehingga sinar yang
masuk ke dalam mata tidak akan bertemu di satu titik retina. Sinar akan
dibiaskan tersebar di retina. Hal ini akan menyebabkan pandangan menjadi
kabur, tidak jelas, berbayang, baik pada saat untuk melihat jarak jauh
maupun dekat.

3. Manifestasi Klinis
Seseorang dengan kelainan astigmatisme akan memberikan keluhan
melihat jauh kabur tetapi melihat jarak dekat lebih baik, melihat ganda
dengan satu atau kedua mata, nyeri kepala, nyeri pada mata, melihat benda
yang bulat menjadi lonjong, mengecilkan kelopak mata, mata tegang ,
serta mata dan fisik lelah. (PERDAMI, 2010).

4. Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan adalah agar semua titik pembiasan jatuh
pada macula luteal. Dapat dilakukan dengan berbagai cara :
a. Cara optik
12
Kelainan silindris atau astigmatisme dapat ditolong dengan
menggunakan lensa silindris dan seringkali dikombinasi dengan lensa
sferis.
b. Cara operasi
1) Excimer laser photorefractive keratectomy : Teknik laser untuk
mengubah bentuk kornea dengan menghilangkan sebagian kecil
jaringan dari permukaan kornea untuk membentuk kembali
permukaan kornea. Setelah permukaan kornea dibentuk kembali,
maka sinar yang datang akan difokuskan dengan lebih baik pada
retina sehingga tercipta penglihatan yang lebih jelas daripada
sebelumnya. Baik pasien rabun jauh (miopia) dan rabun dekat
(hipermetropia) dapat memperoleh keuntungan dari PRK. Pada
pasien rabun jauh, tujuannya adalah membuat permukaan kornea
menjadi lebih datar, sedangkan pada pasien rabun dekat tujuannya
adalah mencembungkan permukaan kornea. Excimer laser juga bisa
mengkoreksi astigmatisma dengan cara memperhalus permukaan
kornea yang semula irregular.
2) Astigmatic keratotomy : metode operasi dengan sayatan pada
bagian kornea mata yang paling curam. Ini akan membuat kornea
mata menjadi lebih relax dan berbentuk lebih bulat.
2.4.4 Presbiopi
Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur.

1. Etiologi Presbiopi
Presbiopi atau mata tu dapat disebabkan karena terjadi gangguan
akomodasi lensa pada usia lanjut, kelemahan otot-otot akomodasi,
kekenyalan lensa mata berkurang atau kurangnya elastisitas akibat
kekakuan (sklerosis) lensa.

2. Klasifikasi
a. Presbiopi Insipien : Tahap awal perkembangan presbiopi, dari
anamnesa didapati pasien memerlukan kaca mata untuk membaca

13
dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien
biasanya akan menolak preskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopi fungsional : Amplitudo akomodasi yang semakin menurun
dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa.
c. Presbiopi absolut : Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi
fungsional,dimana proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
d. Presbiopi premature: presbiopi yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun
dan biasanya berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit atau
obat-obatan.
e. Presbiopi Noktural : Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada
kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter pupil.

3. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya usia
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya
menjadi cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
kurang.

4. Manifestasi Klinis
a. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih.
Bisa juga disertai kelelahan mata dan sakit kepala jika membaca terlalu
lama.
b. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan
punggungnya karena tulisan kabur pada jarak baca yang biasa (titik
dekat mata makin menjauh).
c. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di
malam hari.
d. Sulit membedakan warna.

14
5. Penatalaksanaan
Presbiopi dapat ditolong dengan diberikan penambahan lensa sferis
positif dengan pedoman umur yaitu: umur 40 tahun (umur rata-rata)
diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5 tahun diatasnya ditambahkan
lagi lensa Sferis + 0.50.

2.5 Pencegahan Kelainan Refraksi

Tindakan untuk mencegah dari kelainan Refraksi dan menjaga jangan sampai
kelainan mata menjadi parah (Rini,2004) :

a. Jarak baca 40-50 cm


b. Aktivitas pemakaian mata jarak dekat dan jauh bergantian. Misalnya setelah
membaca atau melihat gambar atau mengunakan komputer 45 menit, berhenti
dahulu untuk 15-20 menit, beristirahat sambil melakukan aktifitas lain.
c. Gizi seimbang
d. Kurangi pencahayaan yang kurang baik (terlalu suram ataupun terang )

15
2.5 WOC Kelainan Refraksi

Bola mata pendek / Refraksi bola mata Usia bertambah Kelainan


panjang lemah / kuat kelengkungan kornea

Proses penuaan
Kornea
berbentuk oval
Lensa mata terlalu Penurunan Pengerasan
cekung / cembung kekuatan lensa mata Sinar yang masuk
otot cilliary dibiaskan di
Penurunan retina
Kelemahan otot elastisitas
akomodasi lensa mata
Cahaya masuk melewati
lensa di belakang / didepan
Penurunan daya Penggunaan
retina
akomodasi lensa mata lensa
silinder
Cahaya tidak tepat jatuh di
retina
Bayangan benda tidak
fokus

Pandangan kabur ketika


melihat jarak dekat / jauh

Penurunan fungsi Kemampuan melihat jarak


penglihatan dekat / jauh menurun

Lensa mata Perubahan status MK : Resiko Disfungsi N. II Mobilitas menurun


terus kesehatan Cidera (Optikus)
berakomodasi
Ketidakmampuan
MK : Hambatan untuk melakukan
Stressor Psikologis Mobilitas Fisik aktivitas
Kelelahan otot
mata
MK : Defisit
Kurang Informasi
Perawatan Diri
Nyeri (pusing &
sakit kepala)
MK : Ansietas

MK : Nyeri Akut
16
2.7 Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan

Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab kelainan


mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Tajam penglihatan perlu dicatat pada
setiap mata yang memberikan keluhan mata. Untuk mengetahui tajam penglihatan seseorang
dapat dilakukan dengan kartu Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan
diukur dengan menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari), ataupun proyeksi
sinar. Untuk besarnya kemampuan mata membedakan bentuk dan rincian benda ditentukan
dengan kemampuan melihat benda terkecil yang masih dapat dilihat pada jarak tertentu.
Pemeriksaan tajam penglihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan kacamata dan
setiap mata diperiksa terpisah (Ilyas, 2009).
Jenis-jenis pemeriksan ketajaman mata :
1. Pemeriksaan Snellen
Snellen chart adalah poster yang berfungsi untuk mendeteksi tajam
penglihatan seseorang. Snellen chart ini pun terdapat dalam dua versi angka. Yang
satu dalam angka metrik dan yang satu lagi dalam angka imperial.Snellen chart
metrik dinyatakan dalam pembanding 6 meter (6/6, 6/9, 6/12, dan seterusnya
sampai 6/60). Sedangkan Snellen chart imperial adalah Angkanya dinyatakan
dalam pembanding 20 kaki (20/20 sampai 20/200).
Dengan kartu Snellen standar ini dapat ditentukan tajam penglihatan atau
kemampuan melihat seseorang, seperti:
a. Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak
enam meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
enam meter.
b. Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukkan angka
30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30.
c. Bila pasien hanya dapat membaca huruf pada baris yang menunjukkan angka
50, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/50.
d. Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak
enam meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak
60 meter.
e. Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
17
f. Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak tiga meter, maka dinyatakan tajam 3/60. Dengan
pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai dampai 1/60, yang berarti
hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
g. Dengan uji lambaian tangan, maka dapat dinyatakan tajam penglihatan
pasien yang lebih buruk daripada 1/60. Orang normal dapat melihat gerakan
atau lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila mata hanya dapat melihat
lambaian tangan pada jarak satu meter berarti tajam penglihatannya adalah
1/300.
h. Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~. Orang normal dapat melihat adanya sinar pada jarak tidak
berhingga.
i. Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta nol (Ilyas, 2009).

2. Uji Lubang Kecil


Pinhole adalah sebuah layar hitam dengan lubang kecil di tengah yang
dipasang di depan mata yang diperiksa. Jika tajam penglihatan membaik dengan
bantuan pinhole, berarti tidak ada kelainan struktural pada mata. Uji ini bertujuan
untuk mengetahui apakah tajam penglihatan yang kurangterjadi akibat kelainan
refraksi atau kelainan organik media penglihatan. Penderita duduk menghadap
kartu Snellen dengan jarak 6 meter. Penderita disuruh melihat huruf terkecil yang
masih terlihat dengan jelas. Kemudian pada mata tersebut ditaruh lempeng
berlubang kecil (pinhole atau lubang sebesar 0.75 mm). Bila terdapat perbaikan
tajam penglihatan dengan melihat melalui lubang kecil berarti terdapat kelainan
refraksi. Bila terjadi kemunduran tajam penglihatan berarti terdapat gangguan
pada media penglihatan. Mungkin saja ini diakibatkan kekeruhan kornea, katarak,
kekeruhan badan kaca, dan kelainan makula lutea (Ilyas, 2009).

3. Menghitung jari
Jika seseorang tidak dapat membaca Snellen chart sama sekali bahkan dengan
bantuan lensa, pemeriksaan selanjutnya adalah hitung jari (count fingers). Pada

18
orang normal dapat menghitung jari pada jarak 60 meter. Jadi apabila subjek baru
dapat menghitung jari pada jarak 2 meter, berarti tajam penglihatannya 2/60.

4. Pemeriksaan dengan lambaian tangan.


Pemeriksaan ini digunakan untuk visus <1/60. Orang normal dapat melihat
lambaian pada jarak 300 meter. Visus 1/300 : hanya dapat melihat lambaian
tangan dari jarak 300 meter.

5. Pemeriksaan mata dengan menggunakan cahaya (penlight)


Apabila Goyangan tangan belum terlihat maka pemeriksaan selanjutnya
dengan penlight mata pasien dan tanyakan apakah responden dapat melihat sinar
penlight. Bila tidak dapat melihat sinar penlight disebut buta total.

2.7 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Refraksi.


2.7.1 Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan
untuk menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu
sebelumnya, serta untuk menentukan pola respons klien saat ini dan waktu
sebelumnya (Carpenito-Moyet, 2005). Pengkajian keperawatan meliputi dua tahap
sebagai berikut.
a. Mengumpulkan dan verifikasi data dari sumber primer (klien) dan sumber
sekunder (keluarga, tenaga kesehatan, rekam medis).
b. Analisis seluruh data sebagai dasar untuk menegakkan diagnosa keperawatan,
mengidentifikasi berbagai masalah yang saling berhubungan, dan mengembangkan
rencana keperawatan yang sifatnya individual.

Pengkajian terdiri dari anamnesa dan pemeriksaan fisik:

1. Anamnesa
a. Data demografi
Berkaitan dengan data pribadi klien, seperti nama, umur, jenis
kelamin,pekerjaan dan lain-lain.
b. Riwayat kesehatan

19
1) Keluhan utama : Pandangan atau penglihatan kabur, kesulitan
memfokuskan bayangan, pusing, sering lelah, pemglihatan ganda, adanya
kilatan cahaya, gatal-gatal dan mengantuk.
2) Riwayat kesehatan saat ini : lamanya prubahan pandang,nyeri yang tiba-
tiba dari mata.
3) Riwayat kesehatan masa lalu : pasien pernah menderita hipertensi,
diabetes melitus, punya riwayat oftalmik, atau ada riwayat trauma.
4) Riwayat penyakit keluarga : apakah ada anggota keluarga yang mnderita
penyakit yang sama dengan pasien, penyakit diabetes mellitus.
2. Pemeriksaan fisik
a. Pemeriksaan mata bagian anterior
1) Alis mata : kesimetrisan, distribusi rambut, keadaan kulit dan pergerakan.
2) Kelopak mata : posisi kelopak dan kesimetrisan
3) Bulu mata: posisi dan distribusinya
4) Konjungtiva dan sclera : perubahan warna,ketebalan, teksture dan
vaskuarisasi
5) Kornea : normalnya jernih tanpa kekeruhan/kabut
6) Pupil : pupil normal sama antara kiri dan kanan,bundar,reaksi terhadap
cahaya dan dapat berakomodasi.
7) Iris : bentuk, simetris, dan warnanya
8) Lensa : tingkat kekeruhan.
b. Pemeriksaan sistem
1. B1 : Breathing
2. B2 : Blood
3. B3 : Brain
4. B4 : Bladder
5. B5 : Bowel
6. B6 : Bone

2.8.2 Diagnosa keperawatan


Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinis tentang respon individu, keluarga,
atau komunitas terhadap masalah kesehatan yang aktual dan potensial, atau proses kehidupan
(NANDA International, 2007).
1. Nyeri akut berhubungan dengan agens cidera biologis
20
2. Ansietas b.d perubahan status kesehatan
3. Risiko Cidera
4. Defisit perawatan diri b.d penurunan penglihatan
5. Hambatan interaksi sosial b.d keterbatasan kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas sosial.

2.8.3 Intervensi

Perencanaan merupakan langkah ketiga dalam proses keperawatan. Pada langkah ini,
perawat menetapkan tujuan dan hasil yang diharapkan bagi klien. Tujuan dan hasil yang
diharapkan menyediakan arahan jelas untuk pemilihan intervensi keperawatan dan
menyediakan fokus untuk evaluasi efektivitas dari tindakan. Tujuan berpusat pada klien
merupakan perilaku atau respons spesifik atau terukur yang menggambarkan tingkat
kemungkinan tertinggi dari kesejahteraan dan kemandirian klien. Hasil yang diharapkan
adalah perubahan spesifik dan terukur pada status klien yang diharapkan sebagai respons
terhadap asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan yang baik mencakup tindakan,
frekuensi, kuantitas, metode dan individu yang melaksanakannya.

Intervensi keperawatan terkait klien dengan gangguan refraksi :

a. Dx : Nyeri b.d agens cidera biologis


Tujuan : rasa nyaman klien terpenuhi
Kriteria hasil :
1. Keluhan klien (pusing, mata lelah, berair, fotophobia) berkurang/hilang.

Intervensi :

1. Jelaskan penyebab pusing , mata lelah, berair dan fotofobia dan anjurkan
agar klien cukup istirahat dan tidak melakukan aktivitas membaca terus
menerus.
2. Gunakan lampu/penerangan yang cukup (dari atas dan belakang) saat
membaca.
3. Kolaborasi pemberian kacamata untuk meningkatkan ketajaman
penglihatan klien.

21
b. Dx : Risiko cedera
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami cedera.
Kriteria hasil :
1. Klien dapat melakukan aktivitas tanpa mengalami cedera.
2. Klien dapat mengidentifikasi potensial bahaya dalam lingkungan.
Intervensi :
1. Jelaskan tentang kemungkinan yang terjadi akibat penurunan tajam
penglihatan.
2. Beritahu klien agar lebih berhati-hati dalam melakukan aktivitas.
3. Batasi aktivitas seperti mengendarai kendaraan pada malam hari.
4. Kolaborasi untuk pemberian kacamata dan instruksikan untuk
menggunakan kacamata koreksi / pertahankan perlindungan mata sesuai
indikasi.

2.8.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah pngelolaan, perwujudan dari rencana perawatan yang telah disusun
pada tahap kedua untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dan komprehensif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan (Nursalam, 2001).
Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat
berdasarkan diagnosa yang tepat, interverensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien. Intervensi
keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan meningkatkan hasil perawatan klien
(Bulechek, Butcher dan Dochterman, 2008).

2.8.5 Evaluasi

Pelaksanaan adalah pngelolaan, perwujudan dari rencana perawatan yang telah disusun
pada tahap kedua untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dan komprehensif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan (Nursalam, 2001).

Implementasi merupakan tahap keempat dari proses keperawatan yang dimulai setelah
perawat menyusun rencana keperawatan. Dengan rencana keperawatan yang dibuat

22
berdasarkan diagnosa yang tepat, interverensi diharapkan dapat mencapai tujuan dan hasil
yang diinginkan untuk mendukung dan meningkatkan status kesehatan klien. Intervensi
keperawatan merupakan bentuk penanganan yang dilakukan oleh perawat berdasarkan
pertimbangan dan pengetahuan klinis yang bertujuan meningkatkan hasil perawatan klien
(Bulechek, Butcher dan Dochterman, 2008).

Evaluasi yang diharapkan setelah dilakukan intervensi dan implementasi keperawatan


pada klien dengan gangguan refraksi diantaranya :

1. Keluhan rasa nyeri ( pusing) klien dapat berkurang/ diatasi.


2. Kebutuhan sensori klien dengan gangguan refraksi terbantu dengan alat bantu
setelah tes ketajaman penglihatan
3. Kecemasan klien menurun dan rasa nyaman klien bertambah dengan adanya alat
bantu penglihatan
4. Kebutuhan rasa aman klien terpenuhi dengan bertambahnya pengetahuan
mengenai resiko yang dapat terjadi.

2.9 Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Hipermetropi.


2.9.1 Kasus
Ny. E adalah seorang sekretaris di sebuah perusahaan swasta yang berusia 50
tahun. Klien selalu bekerja di depan laptop dari pagi sampai larut malam. Dari hasil
pemeriksaan diperoleh data TD : 120/70 mmHg, Nadi : 110 x/menit, RR : 20
x/menit, dan suhu : 37 oC. Ny. E mengeluh pandangannya kabur ketika melihat
pada jarak dekat sejak 2 bulan lalu sehingga produktivitas kerjanya menurun. Ny.
E mengatakan beberapa kali hampir terjatuh saat turun dan naik tangga. Ny E
tampak cemas dan gelisah karena tidak mengetahui gangguan kesehatan apa yang
sedang dialaminya dan keadaan tersebut semakin bertambah parah. Klien merasa
pusing dan sakit kepala dengan skala 3 (0-5) ketika membaca dalam waktu yang
lama. Klien tidak menderita alergi terhadap makanan , tidak mengkonsumsi
alkohol dan tidak merokok. Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit
yang sama dengan klien.
1) Pengkajian :
A. Anamnesa
1. Identitas pasien
Nama : Ny. E
23
Usia : 40 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pekerjaan : Pegawai kantor
2. Keluhan utama
Pasien Mengeluh pandangan kabur dan susah membaca pada jarak dekat.
3. Riwayat Penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Ny. E mengeluh pusing dan sakit kepala, penglihatannya semakin
parah saat membaca dalam waktu yang lama dan fungsi
penglihatannya semakin menurun. Ekspresi wajah Ny. E tampak
nyeri. Klien tampak mengucek-ucek mata sambil memijat bagian
pelipis ketika nyeri. Ny.E mengatakan tidak tahu penanganan
penyakitnya. Ny.E juga mengatakan bahwa dia susah tidur pada
malam hari karena memikirkan penyakitnya dan juga sering
bertanya-tanya berhubungan dengan penyakitnya. Karena penyakit
ini, Ny.E beberapa kali hampir terjatuh saat naik dan turun tangga
Ny.E juga sering hampir menabrak benda yang ada didekatnya serta
memicingkan mata saat melihat benda jarak dekat.
b. Riwayat penyakit dulu
Tidak mempunyai riwayat penyakit terdahulu
c. Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama
dengan pasien.
4. Riwayat Alergi
-
B. Pemeriksaan fisik
B1 : Breathing (Respiratory System)
Normal (RR : 20x/menit)
B2 : Blood (Cardiovascular system)
Normal (TD : 120/70 mmHg)
B3 : Brain (Nervous system)
Pasien mengeluh pusing dan sakit kepala, penglihatan kabur
ketika membaca atau melihat pada jarak dekat.

24
B4 : Bladder (Genitourinary system)
Normal
B5 : Bowel (Gastrointestinal System)
Normal
B6 : Bone (Bone-Muscle-Integument)
Normal
C. Pemeriksaan segmen Anterior
Pemeriksaan segmen anterior mata (inspeksi struktur eksternal) meliputi :
1. Pemeriksaan Palpebrae: -
2. Konjungtiva dan sclera: -.
3. Kornea: -
4. Pupil : -
5. Iris : -
6. Lensa : -
7. Bilik mata depan : -
2.9.2 Analisa data
No Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds : Kemampuan Nyeri akut
1 Klien mengeluh pusing dan melihat jarak dekat
sakit kepala ketika membaca menurun
dalam waktu yang cukup ↓
lama. Lensa mata terus
berakomodasi
Do : ↓
- Ekspresi wajah tampak Kelelahan otot
nyeri. pengerak lensa mata
Kisaran skala nyeri pasien ↓
3 (0-5) Nyeri (pusing dan
Nyeri muncul saat sakit kepala)
membaca dalam keadaan ↓
yang lama Nyeri Akut
Klien tampak mengucek-
ucek mata sambil memijat

25
bagian pelipis ketika nyeri.

2 Ds : Penurunan fungsi Ansietas


- Klien mengatakan tidak penglihatan
tahu penanganan ↓
penyakitnya. Perubahan status
kesehatan
Klien mengatakan susah ↓
tidur pada malam hari Kurangnya
karena memikirkan informasi
penyakitnya ↓
Merupakan stresor
Do : psikologis
Klien tampak gelisah dan ↓
cemas dengan penyakitnya. Ansietas

Klien sering bertanya-tanya


berhubungan dengan
penyakitnya.

3 Ds : Bola mata pendek Resiko cidera


- Klien mengatakan susah ↓
melihat pada jarak dekat. Cahaya masuk yang
melewati lensa jatuh
Klien mengatakan dibelakang retina
beberapa kali hampir ↓
terjatuh saat naik dan turun Tidak bisa melihat
tangga. dekat

26
Do : Penurunan
Ketika berjalan klien sering penglihatan
hampir menabrak benda ↓
yang ada didekatnya. Resiko cidera

Klien tampak memicingkan


mata saat melihat benda
jarak dekat.

2.9.3 Diagnosa keperawatan


a. Domain 12 : Kenyamanan
Nyeri akut b.d agens cidera biologis (00132)
b. Domain 9 : Koping/ Toleransi stres, Kelas 2: Respon Koping
Ansietas b.d perubahan status kesehatan (00146)
c. Domain 11 : Keamanan/ Perlindungan, Kelas 2 : Cidera Fisik
Risiko cidera

2.9.4 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa keperawatan Kriteria Hasil Intervensi NIC (Nursing
NOC (Nursing interventions
Outcomes Classification )
Classification )
1 Domain 12 : 1. Kisaran skala 1. Lakukan pengkajian
Kenyamanan nyeri berkurang nyeri komprehensif
dari 3 menjadi yang meliputi lokasi,
Nyeri akut b.d 1(0-5) karakteristik,onset/du
agens cidera biologis 2. Ekpresi wajah rasi, frekuensi,
(00132) tampak rileks kualitas, intensitas
3. Rasa pusing pada atau beratnya nyeri
klien dapat dan faktor pencetus.

27
diatasi. 2. Menggali bersama
pasien faktor-faktor
yang dapat
menurunkan atau
memperberat nyeri.
3. Kurangi atau
eliminasi faktor-
faktor yang
mencetuskan atau
meningkatkan nyeri.
4. Kolaborasi untuk
pemeriksaan
kemampuan otot -
otot penggerak lensa.

2 Domain 9 : Koping/ 1. Klien tampak 1. Gunakan pendekatan


Toleransi stres, rileks dan lebih yang tenang dan
Kelas 2: Respon Koping tenang. meyakinkan
2. Klien sudah tidak 2. Berikan informasi
Ansietas b.d perubahan bertanya-tanya faktual terkait
status kesehatan (00146) dan mulai diagnosis,perawatan
mengerti tentang dan prognosis
informasi 3. Bantu klien
kesehatannya. mengidentifikasi
3. Gangguan tidur situasi yang memicu
klien dapat kecemasan.
diatasi.
3. Domain 11 : Keamanan/ 1. Ketajaman 1. Identifikasi
Perlindungan, Kelas 2 : penglihatan kebutuhan
Cidera Fisik jarak dekat keamanan pasien
pasien semakin berdasarkan fungsi
Risiko cidera membaik. fisik dan kognitif
2. Rasa pusing serta riwayat

28
pada klien perilaku dimasa lalu
dapat diatasi 2. Sediakan
3. Tingkat resiko pencahayaan yang
jatuh saat naik cukup dalam
dan turun rangka
tangga meningkatkan
berkurang. pandangan.
3. Instruksikan pasien
untuk
menggunakan
kacamata yang
diresepkan dengan
tepat pada saat
keluar dari tempat
tidur.
4. Kolaborasi untuk
meningkatkan
keselamatan
lingkungan seperti
penggunaan alat
bantu penglihatan
(kacamata)

2.9.5 Implementasi keperawatan .


No Diagnosa Intervensi Implementasi
Keperawatan
1. Domain 12 : 1. Lakukan pengkajian 1. Melakukan wawancara
Kenyamanan nyeri komprehensif kepada pasien mengenai
yang meliputi lokasi, lokasi nyeri,
Gangguan rasa karakteristik,onset/du onset,frekuensi,kualitas,intens

29
nyaman b.d rasi, frekuensi, itas, beratnya nyeri dan faktor
nyeri akibat kualitas, intensitas penyebabnya.
kelelahan otot atau beratnya nyeri 2. Melakukan pemeriksaan
mata (00214) dan faktor pencetus. anamnesa kepada pasien
2. Menggali bersama mengenai faktor yang dapat
pasien faktor-faktor memperburuk atau
yang dapat memperberat nyeri.
menurunkan atau 3. Anjurkan klien untuk tidak
memperberat nyeri. membaca terlalu lama.
3. Kurangi atau 4. Berkolaborasi bersama dokter
eliminasi faktor- dalam pemeriksaan
faktor yang kemampuan otot-otot
mencetuskan atau penggerak lensa.
meningkatkan nyeri.
4. Kolaborasi untuk
pemeriksaan
kemampuan otot -
otot penggerak lensa.

2 Domain 9 : 1. Gunakan pendekatan 1. Dengarkan dengan cermat apa


Koping/ yang tenang dan yang di katakan klien tentang
Toleransi stres, meyakinkan penyakit dan tindakannya.
Kelas 2: Respon 2. Berikan informasi 2. Berikan penyuluhan tentang
Koping faktual terkait penyakit klien
diagnosis,perawatan 3. Membantu pasien untuk
Ansietas b.d dan prognosis mengidentifikasi penyebab
perubahan 3. Bantu klien timbul rasa cemas.
status kesehatan mengidentifikasi
(00146) situasi yang memicu
kecemasan.

3. Domain 11 : 1. Sediakan 1. Menyediakan pencahayaan


Keamanan/ pencahayaan yang yang cukup dalam rangka

30
Perlindungan, cukup dalam rangka meningkatkan pandangan.
Kelas 2 : Cidera meningkatkan 2. Mengkolaborasi untuk
Fisik pandangan. meningkatkan keselamatan
2. Kolaborasi untuk lingkungan seperti
Risiko cidera meningkatkan penggunaan alat bantu
keselamatan penglihatan (kacamata)
lingkungan seperti 3. Menginstruksikan pasien
penggunaan alat bantu untuk menggunakan
penglihatan kacamata yang diresepkan
(kacamata) dengan tepat pada saat
keluar dari tempat tidur.
3. Instruksikan pasien
untuk menggunakan
kacamata yang
diresepkan dengan
tepat pada saat keluar
dari tempat tidur.

2.9.6 Evaluasi
MK : Nyeri akut b.d agens cidera biologis

S :Klien mengatakan nyeri (pusing) agak berkurang


O :Ekspresi wajah tenang
Skala nyeri 1(0-5)
A :Masalah belum teratasi tetapi ada kemajuan
P : Lanjutkan intervensi

MK : Ansietas b.d perubahan status kesehatan

S : Klien mengatakan sudah mengerti tentang informasi penyakitnya.


O :Tidak gelisah
Ekspresi wajah tenang
A : Masalah teratasi

31
P :Hentikan intervensi

MK : Risiko cidera
S :Klien mengatakan bisa melihat benda dari jarak dekat saat memakai kacamata
O :Bisa membaca dan melihat pada jarak dekat setelah memakai kacamata
A :Masalah teratasi
P :Hentikan intervensi

32
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Mata adalah alat indera yang peka terhadap cahaya yang berfungsi sebagai idera
pengihatan, Proses penglihatan normal terjadi melalui 5 tahap yaitu : 1) refraksi berkas
cahaya yang memasuki mata; 2) memfokus bayangan pada retina melalui akomodasi; 3)
mengubah gelombang cahaya menjadi impuls saraf; 4) mengolah aktivitas saraf dalam retina
yang diteruskan melalui N. Optikus; dan 5) mengolah impuls saraf itu di otak. Tetapi ada
juga mata yang tidak dapat menjalankan fungsinya secara normal karena adanya gangguan
kelainan refraksi seperti : myopi, hipermetropi, astigmatisme, dan juga presbiopi. Media dari
refraksi adalah kornea yang berfungsi sebagai media yang dilalui cahaya, lensa yang
berfungsi untuk memfokuskan pandangan, aqueous humor yang berfungsi menjaga kantong
depan bola mata serta memberikan nutrisi dan yang terakhir adalah vitreous humor yang
berfungsi meneruskan sinar dari lensa ke retina serta mempertahankan bentuk bola mata.
Kelainan refraksi dapat kita ketahui melalui berbagai pemeriksaan ketajaman pengihatan
seperti uji kartu snellen, uji lubang kecil, menghitung jari,pemeriksaan lambaian tangan dan
yang terakhir pemeriksaan dengan penlight.

33
DAFTAR PUSTAKA

Black, Joyce M And Jane Hokanson Hawks. 2015. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.
Singapora: Elsevier

Dewit,Susan C. 2001. Essencial Of Medical-Surgial Nursing Fourth Ed. USA : Wb


Saunders Company

NANDA. (2011). Nursing diagnoses: Definition & classification. UK: Wiley-Blackwell.

Nursing Outcomes Classification (NOC), 2013 : measurement of health outcomes/


editors, Sue Moorhed…[et al].- 5th ed.

Nursing Interventions Classification (NIC), 2013 : editors, Gloria M. Bulechek…[et al].-


6th ed.

Smaltzer,Suzanne C. 1997. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Dan


Suddarth. Vol 3. E/8. Jakarta :EGC

Suzanne C. Smaltzer And Brenda G Bare.2015

Anda mungkin juga menyukai