Anda di halaman 1dari 60

KEPUTUSAN KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

NOMOR : 3410/Kpts/KH.210/L/11/2013

TENTANG
PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA TERHADAP BAHAN ASAL HEWAN
UNTUK KONSUMSI (KARKAS, DAGING DAN/ATAU JEROAN)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN,

Menimbang : 1. bahwa dengan meningkatnya lalulintas media pembawa berupa


bahan asal hewan konsumsi khususnya karkas, daging dan/atau
jeroan, perlu kewaspadaan dan jaminan kesehatan terhadap media
pembawa tersebut dalam upaya melindungi konsumen dan
menjamin kelayakan serta keamanan pangan;
2. bahwa untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama penyakit
hewan karantina dan pemenuhan aspek kesehatan masyarakat
veteriner yang berasal dari bahan asal hewan perlu dilakukan
tindakan karantina;
3. bahwa sebagai acuan petugas karantina hewan dalam melakukan
tindakan karantina terhadap bahan asal hewan khususnya karkas,
daging dan jeroan, dilakukan penyusunan Petunjuk Teknis
Tindakan Karantina terhadap Bahan Asal Hewan Untuk Konsumsi
(karkas, daging dan jeroan).

Mengingat : 1. Undang-Undang 16 Tahun 1992 tentang Karantina Hewan, Ikan


dan Tumbuhan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992
Nomor 56, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 3482);
2. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 84,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 5015);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 tentang Karantina
Hewan (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 161, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 4002);
4. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 3238/Kpts/PD.630/9/2009
tentang Penggolongan Jenis-Jenis Hama Penyakit Hewan
Karantina, Penggolongan dan Klasifikasi Media Pembawa;
5. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 84/Permentan/PD.410/8/2013
Tentang Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, Dan/Atau Olahannya Ke
Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia;
6. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 94/Permentan/OT.140/12/2011
tentang Tempat Pemasukan dan Pengeluaran Media Pembawa
Penyakit Hewan Karantina dan Organisme Pengganggu Tumbuhan
Karantina;
7. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/10/2010
tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Pertanian.
MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA TERHADAP BAHAN


ASAL HEWAN UNTUK KONSUMSI (KARKAS, DAGING
DAN/ATAU JEROAN)

KESATU : Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Terhadap Bahan Asal Hewan


Untuk Konsumsi (Karkas, Daging Dan/Atau Jeroan) seperti
tercantum pada lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari petunjuk teknis ini;
KEDUA : Petunjuk Teknis Tindakan Karantina Terhadap Bahan Asal Hewan
Untuk Konsumsi (Karkas, Daging Dan/Atau Jeroan) sebagaimana
dimaksud pada Diktum KESATU sebagai acuan bagi petugas
karantina hewan dalam melakukan pelaksanaan tindakan karantina
hewan terhadap Bahan Asal Hewan Untuk Konsumsi (Karkas,
Daging Dan/Atau Jeroan).
KETIGA : Petunjuk teknis ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 19 Nopember 2013

KEPALA BADAN KARANTINA PERTANIAN

Ir. Banun Harpini, MSc


NIP. 19601019 198503 2 001

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth:


1. Menteri Pertanian RI;
2. Para Pejabat Eselon I Lingkup Kementerian Pertanian;
3. Para Pejabat Eselon II Lingkup Badan Karantina Pertanian;
4. Para Kepala Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Pertanian di Seluruh Indonesia.
PETUNJUK TEKNIS TINDAKAN KARANTINA TERHADAP BAHAN ASAL HEWAN
UNTUK KONSUMSI (KARKAS, DAGING DAN/ATAU JEROAN)

BAB I.
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bahan asal hewan konsumsi merupakan media pembawa hama penyakit hewan
karantina yang banyak dilalulintaskan melalui tempat-tempat pemasukan dan/atau
pengeluaran. Dari jenis-jenis bahan asal hewan konsumsi, maka karkas, daging
dan/atau jeroan adalah jenis yang paling tinggi frekuensi dan volume lalulintasnya baik
pemasukan dari luar negeri maupun lalulintas antar area di dalam wilayah Republik
Indonesia.
Karkas, daging dan jeroan dikenal sebagai bahan makanan yang mudah rusak
(perishable food) dan bahan makanan yang memiliki potensi mengandung bahaya
(potentially hazardous foods atau PHF). Bahaya yang mungkin dapat ditemukan
dalam daging terdiri dari bahaya biologis (misalnya bakteri, kapang, kamir, virus dan
parasit), bahaya kimia (misalnya residu antibiotika, residu hormon, cemaran logam
berat), dan bahaya fisik (misalnya serpihan tulang, serpihan pecahan kaca). Oleh
sebab itu, penanganan daging harus dilakukan secara higienis. Penanganan daging
yang higienis perlu diterapkan saat hewan di RPH, proses pemotongan, penyimpanan,
distribusi dan penyajian.
Karkas, daging dan/atau jeroan merupakan sumber protein hewani yang sangat
dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh manusia. Disisi lain, karkas, daging dan/atau
jeroan juga merupakan media yang sangat cocok untuk berkembangnya mikroba yang
dapat mengganggu kesehatan konsumen. Dalam upaya untuk melindungi kesehatan
manusia dari Hama Penyakit Hewan Karantina (HPHK), mikroba, cemaran fisik,
residu antibiotik dan residu hormon serta untuk menjamin kelayakan dan keamanan
pangan, maka dilakukan tindakan karantina di tempat pemasukan dan/atau
pengeluaran.
Aturan mengenai Pengawasan dan Tindakan Karantina Hewan Terhadap Pemasukan
Karkas, Daging Dan/Atau Jeroan Ke Dalam Wilayah Negara Republik Indonesia telah
disusun dalam bentuk rancangan peraturan menteri pertanian. Sebagai penjabaran
teknis dari peraturan menteri tersebut, maka disusun Petunjuk Teknis Tindakan
Karantina terhadap Bahan Asal Hewan Konsumsi (Karkas, Daging dan/atau Jeroan)
yang akan menjadi pedoman bagi petugas karantina dalam melakukan tindakan
karantina karkas, daging dan/atau jeroan.

1.2. Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Petunjuk Teknis (Juknis) ini disusun dengan maksud menyediakan pedoman bagi
petugas karantina di lapangan dalam melaksanakan tindakan karantina terhadap
bahan asal hewan konsumsi (karkas, daging dan jeroan) dalam upaya mencegah
hama penyakit hewan karantina masuk ke, tersebar di, dan atau keluar dari
wilayah negara Republik Indonesia serta pemenuhan ketentuan teknis mengenai
kesehatan masyarakat veteriner

1
b. Tujuan
(1) Adanya pedoman dalam pelaksanaan pelayanan tindakan karantina terhadap
bahan asal hewan konsumsi (karkas, daging dan jeroan).
(2) Petugas dapat melaksanakan pelayanan tindakan karantina secara lebih
cermat, cepat dan sistematis, dengan dasar ilmiah sesuai peraturan
perundangan.

1.3. Ruang Lingkup


(1) Juknis ini mengatur tentang tindakan karantina terhadap karkas, daging dan/atau
jeroan, prosedur teknis (tata cara pengambilan sampel, tata cara pengemasan dan
pengiriman sampel, prosedur pengujian dan tata cara pemusnahan)
(2) Jenis bahan asal hewan konsumsi yang diatur dalam juknis ini adalah karkas,
daging dan/atau jeroan asal ruminansia, babi dan unggas

1.4. Dasar Hukum


1. Undang – Undang Nomor 16 Tahun 1992 Tentang Karantina Hewan, Ikan dan
Tumbuhan;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2000 Tentang Karantina Hewan;
3. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 84/Permentan/PD.410/8/2013 Tentang
Pemasukan Karkas, Daging, Jeroan, Dan/Atau Olahannya Ke Dalam Wilayah
Negara Republik Indonesia.

1.5. Definisi
Dalam juknis ini, yang dimaksud dengan:

1. Tindakan Karantina Hewan selanjutnya disebut Tindakan Karantina adalah


kegiatan yang dilakukan untuk mencegah masuk dan tersebarnya hama dan
penyakit hewan dari luar negeri dan dari suatu area ke area lain di dalam negeri,
atau ke luarnya dari dalam wilayah negara Republik Indonesia.

2. Hama penyakit hewan karantina selanjutnya disebut HPHK adalah semua hama,
hama penyakit, dan penyakit hewan yang berdampak sosio-ekonomi nasional dan
perdagangan internasional serta menyebabkan gangguan kesehatan masyarakat
veteriner.

3. Karkas sapi, kambing/domba adalah bagian dari tubuh sapi, kambing/domba


sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan
kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing,
ekor serta lemak yang berlebih.
4. Karkas babi adalah bagian dari tubuh babi sehat yang diperoleh dengan cara
disembelih, dikerok bulunya, dipisahkan kepala dan kakinya, serta dikeluarkan
jeroannya.
5. Karkas unggas adalah bagian dari tubuh itik atau kalkun yang diperoleh dengan
cara disembelih secara halal dan benar, dicabuti bulunya dan dikeluarkan jeroan
dan abdominalnya, dipotong kepala dan leher serta kedua kakinya sehingga
aman, lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia.
6. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang lazim, aman, dan layak
dikonsumsi oleh manusia, terdiri atas potongan daging bertulang, daging tanpa
tulang, dan daging variasi, berupa daging segar, daging beku, atau daging olahan.

2
7. Karkas atau daging dingin (chilled) adalah karkas atau daging yang mengalami
proses pendinginan setelah penyembelihan sehingga temperatur bagian dalam
karkas atau daging antara 0ºC dan 4ºC.

8. Karkas atau daging beku (frozen) adalah karkas atau daging yang sudah
mengalami proses pembekuan di dalam blast freezer dengan temperatur internal
karkas atau daging minimum minus18ºC.

9. Jeroan adalah isi rongga perut dan rongga dada dari hewan yang disembelih
secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan layak dikonsumsi.

10. Kesehatan masyarakat veteriner selanjutnya disingkat Kesmavet adalah segala


urusan yang berhubungan dengan hewan dan bahan-bahan yang berasal dari
hewan yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempengaruhi kesehatan
manusia antara lain zoonosis, foodborne diseases, cemaran, dan residu;

11. Cemaran adalah bahan kimia, biologi dan/atau fisik yang keberadaannya pada
produk hewan pada batas tertentu dapat menimbulkan risiko terhadap kesehatan.

12. Residu adalah akumulasi obat atau bahan kimia dan/ atau metabolitnya dalam
jaringan, organ dan produk hewan setelah pemakaian obat atau bahan kimia;

13. Pemilik atau kuasanya adalah orang atau badan hukum yang memiliki, atau
kuasanya dan/atau orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas
pemasukan karkas, daging dan/atau jeroan;

14. Segel adalah tanda berupa gambar atau tulisan yang resmi dikeluarkan oleh
instansi pemerintah yang berwenang untuk menerangkan keaslian produk;

15. Kemasan adalah bahan yang digunakan untuk mewadahi dan/atau membungkus
karkas, daging dan/atau jeroan baik yang bersentuhan langsung maupun tidak
langsung;

16. Pemasukan adalah kegiatan memasukkan karkas, daging dan/atau jeroan dari
luar negeri ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia atau ke suatu area dari
area lain di dalam wilayah Negara Republik Indonesia;

17. Tempat pemasukan adalah pelabuhan laut, pelabuhan sungai dan danau,
pelabuhan penyeberangan, bandar udara, kantor pos, pos perbatasan dengan
negara lain dan tempat-tempat lain yang ditetapkan sebagai tempat untuk
memasukkan karkas, daging dan/atau jeroan;

18. Petugas Karantina Hewan yang selanjutnya disebut petugas karantina adalah
dokter hewan karantina dan dapat dibantu oleh paramedik karantina.

19. Dokumen karantina hewan yang selanjutnya disebut dokumen karantina adalah
semua formulir resmi yang ditetapkan oleh Menteri dalam rangka tertib
administrasi pelaksanaan tindakan karantina.

3
20. Sertifikat sanitasi adalah sertifikat yang diterbitkan oleh dokter hewan pemerintah
yang berwenang di negara asal sebagai jaminan pelaksanaan tindakan karantina
terhadap karkas, daging dan/atau jeroan di negara asal sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.

21. Monitoring adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk menilai tingkat
pemenuhan persyaratan keamanan karkas, daging dan/atau jeroan dari
negara/daerah asal di tempat pemasukan.

22. Pemeriksaan kebenaran dan keabsahan dokumen/sertifikat sanitasi adalah


rangkaian kegiatan memeriksa kebenaran dan keabsahan keterangan (isi) yang
tercantum dalam sertifikat sanitasi yang menyertai karkas, daging dan/atau jeroan.
23. Pemeriksaan lanjutan adalah rangkaian kegiatan memeriksa dan mengamati
karkas, daging dan/atau jeroan secara lebih intensif berupa pemeriksaan
laboratorium.
24. Instalasi Karantina Produk Hewan selanjutnya disebut IKPH adalah bangunan
berupa gudang, cold storage (chiller/freezer) berikut peralatan dan sarana
pendukung lainnya untuk melakukan tindakan karantina terhadap karkas, daging
dan/atau jeroan.
25. Penanggung jawab alat angkut adalah nakhoda, pilot, masinis atau pengemudi.
26. Batas Maksimal Cemaran Mikroba selanjutnya disebut BMCM adalah konsentrasi
maksimum cemaran mikroba yang diizinkan terdapat dalam karkas, daging
dan/atau jeroan.
27. Batas Maksimal Residu selanjutnya disebut BMR adalah konsentrasi maksimum
residu yang diizinkan terdapat dalam karkas, daging dan/atau jeroan.

4
BAB II.
TINDAKAN KARANTINA TERHADAP KARKAS, DAGING DAN/ATAU
JEROAN (KDJ) IMPOR

2.1. Pemeriksaan Dokumen


Dokumen yang diperiksa oleh petugas karantina hewan meliputi:
a. sertifikat sanitasi dari pejabat yang berwenang di negara asal;
b. sertifikat halal yang diterbitkan oleh Lembaga Sertifikasi Halal yang diakui MUI.
c. catatan suhu selama perjalanan yang diterbitkan oleh penanggung jawab alat
angkut.
d. Sertifikat hasil pengujian laboratorium dari laboratorium yang terakreditasi di
negara asal sesuai yang dipersyaratkan.
Pemeriksaan terhadap dokumen persyaratan, dilakukan dengan cara:
a. Memeriksa kelengkapan dokumen yang dipersyaratkan. Dokumen dianggap
lengkap apabila semua dokumen persyaratan disertakan pada saat pemasukan.
b. Memeriksa kebenaran dan keaslian dokumen dengan cara mencermati tanda-
tanda khusus yang menandakan keaslian dokumen, misalnya: Sertifikat Santasi
(Health Certificate) yang asli dari Australia, jika di fotocopy akan terlihat jelas
tulisan “copy”
c. Memeriksa keabsahan dokumen, stempel/cap dan tanda tangan pejabat yang
berwenang. Dokumen karantina dianggap sah apabila:
1) diterbitkan oleh pejabat berwenang;
2) menggunakan kop surat resmi (khusus untuk sertifikat sanitasi dan sertifikat
halal);
3) dibubuhi tanda tangan, nama serta jabatan;
4) dibubuhi stempel;
5) diberi nomor; dan
6) mencantumkan tempat dan tanggal penerbitan dokumen
d. Memeriksa status dan situasi HPHK negara asal sesuai dengan peraturan yang
berlaku. Perubahan status dan situasi HPHK sangat dinamis dan perlu
diwaspadai. Sebagai kesiagaan dini, informasi ini akan disampaikan melalui
sistem informasi karantina yang selalu di perbaharui (update) oleh Pusat Karantina
Hewan dan Keamanan Hayati Hewani.

2.2. Pemeriksaan Kesesuaian Fisik dan Dokumen


Pemeriksaan kesesuaian fisik dan dokumen dilakukan sebagai berikut:
a. Identifikasi keterangan yang tercantum pada dokumen yang dipersyaratkan, dan
dicocokkan/cross check dengan yang tertulis pada alat angkut (kontainer) dan
kemasan/label.
b. Pemeriksaan kesesuaian fisik dokumen dengan komoditi di dalam kontainer
(karkas, daging dan/atau jeroan)
c. Pada alat angkut (kontainer) dilakukan pemeriksaan terhadap:
1) Nomor kontainer
2) Nomor segel/seal kontainer:
 harus sesuai dengan yang tercantum dalam sertifikat sanitasi dari negara
asal.

5
 harus utuh dan tidak rusak sampai di tempat pemasukan di wilayah Negara
Indonesia.

2.3. Pemeriksaan Fisik Di Tempat Pemasukan Impor
Bila catatan suhu selama perjalanan baik, tidak ada kecurigaan HPHK dan kerusakan,
maka pemeriksaan yang dilakukan adalah pemeriksaan fisik berupa fisik kemasan dan
fisik karkas, daging dan/atau jeroan (KDJ).

2.3.1. Pemeriksaan Fisik Kemasan


a. Pemeriksaan dilakukan dengan memeriksa keutuhan kemasan, ada
tidaknya kebocoran, atau kerusakan dengan melihat tanda-tanda seperti:
robek, basah atau berlubang.
b. Pemeriksaan label dilakukan terhadap:
1) Negara tujuan Indonesia;
2) Tempat pemotongan (NKV no);
3) Tempat produksi (est no);
4) Tanggal pemotongan dan/atau tanggal produksi;
5) Jenis, jumlah, berat dan spesifikasi karkas, daging dan/atau jeroan;
6) Nama umum;
7) Nama dagang;
8) Rincian kemasan;
9) Tanggal pengemasan;
10) Nama produsen;
11) Tanda kehalalan bagi yang dipersyaratkan;
12) Tanda khusus(shipping mark) berbentuk cetakan basah pada kartonnya
yang sama untuk 1 (satu) kontainer atau wadah, yang dicantumkan
dalam sertifikat sanitasi dan sertifikat halal;
13) Bahasa yang digunakan pada kemasan/label yaitu bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris.

2.3.2. Pemeriksaan Fisik Karkas, daging dan/atau Jeroan


a. Dalam melaksanakan pemeriksaan, petugas karantina menggunakan
protective personal equipment berupa gloves, masker.
b. Pemeriksaan fisik produk
1) Pengukuran suhu
 Pengukuran suhu daging menggunakan termometer daging jenis
laser; atau termometer daging jenis stick untuk mengukur suhu
bagian dalam karkas, daging dan/atau jeroan (KDJ).
 Suhu KDJ beku ≤-18C
 Suhu KDJ segar dingin ≤6C
 Apabila suhu tidak memenuhi standar persyaratan, maka
dilakukan pengambilan sampel untuk pengujian lanjut:
2) Pemeriksaan terhadap cemaran fisik/benda asing seperti adanya
tanah, pasir, oli/pelicin, minyak, dll

6
2.4. Pemeriksaan Lanjutan

2.4.1. Ketentuan Pemeriksaan Lanjutan


a) Bila ada perubahan status dan situasi HPHK di negara asal berdasarkan
pertimbangan dokter hewan karantina dapat dilakukan pemeriksaan lanjutan;
b) Apabila dalam pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik terdapat atau diduga
terdapat ketidaksesuaian, catatan suhu selama perjalanan tidak baik, ada
kecurigaan terjadi kerusakan, selain dilakukan pemeriksaan fisik maka harus
dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan organoleptik dan pengujian
awal pembusukan. Jika hasil pemeriksaan organoleptik dan pengujian awal
pembusukan ditemukan ketidaksesuaian maka dilakukan pemeriksaan lanjut
berupa pemeriksaan HPHK, pemeriksaan pH, pemeriksaan mikrobiologi dan
pemeriksaan residu residu kimiawi;
c) Sampel yang diambil untuk pemeriksaan organoleptik dan pengujian awal
pembusukan adalah sebanyak 100 gram dan untuk pengujian lanjut sebanyak 250
gram untuk masing-masing sampel, diambil secara aseptis, digunakan untuk
pengujian laboratorium terhadap hama penyakit hewan karantina dan pengawasan
pemenuhan aspek kesehatan masyarakat veteriner.

2.4.2. Preparasi sampel


a) Proses thawing harus dilakukan secara aseptis.
b) Untuk tujuan pemeriksaan organoleptis dan uji awal pembusukan, terhadap
karkas, daging dan/atau jeroan beku dilakukan pencairan/pelemasan (thawing)
dengan cara:
 dimasukkan kedalam oven/microwave selama 15 menit dengan suhu tidak
lebih dari 45C; atau
 pada suhu kulkas (2-5°C) dengan waktu 18 jam.

2.4.3. Pemeriksaan pH
 Pemeriksaan pH menggunakan alat pH meter.
 Pemeriksaan pH dilakukan pada bagian dalam karkas, daging dan/atau jeroan.

2.4.4. Uji awal pembusukan


Uji dilakukan dengan metode uji Eber atau uji H2S atau uji Postma.

2.4.5. Pemeriksaan organoleptik


Dilakukan pemeriksaan terhadap warna dan bau. Standar normal warna dan bau
untuk karkas, daging dan/jeroan sebagaimana terlampir.

2.5. Penahanan
a) Penahanan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penahanan
b) Penahanan dilakukan apabila karkas, daging dan/atau jeroan tidak dilengkapi
dengan sertifikat sanitasi. Jika pemilik atau kuasanya dapat menjamin
pemenuhan kelengkapan sertifikat sanitasi dengan membuat surat pernyataan
bermaterai dan dapat dikirim copy sertifikat dalam waktu 1 x 24 jam maka dapat
diberi waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak diterbitkan Berita Acara
Penahanan untuk melengkapi sertifikat sanitasi.

7
c) Karkas, daging dan/atau jeroan pada saat pemasukan tidak disertai sertifikat halal
dilakukan penahanan apabila pemilik menjamin dapat melengkapi selama 7
(tujuh) hari.
d) Apabila setelah batas waktu yang ditetapkan sertifikat halal tidak dapat dipenuhi,
terhadap karkas daging dan/atau jeroan dilakukan penolakan.
e) Penahanan dilakukan dengan tetap memperhatikan karkas, daging dan/atau
jeroan memiliki higiene dan sanitasi yang baik, kemasannya utuh, tidak terjadi
perubahan sifat, tidak terkontaminasi, atau tidak membahayakan kesehatan
hewan dan/atau manusia sebagai akibat mutasi.
f) Selama penahanan tetap dapat dilakukan tindakan karantina lainnya.
g) Penahanan dilakukan di instalasi karantina dibawah pengawasan petugas
karantina.

2.6. Penolakan
Tindakan penolakan dilakukan apabila dalam pemeriksaan ditemukan bahwa:
a) Pada saat pemeriksaan diatas alat angkut ditemukan kemasannya tidak utuh,
terjadi perubahan sifat, terkontaminasi, dinilai membahayakan kesehatan hewan
dan atau manusia atau berasal dari negara yang dilarang pemasukannya;
b) Karkas, daging dan/atau jeroan berasal dari negara yang tertular HPHK golongan
I yang telah diatur pada persyaratan karantina
c) Pada saat pemeriksaan terdeteksi HPHK golongan I
d) Setelah dilakukan penahanan dan keseluruhan persyaratan yang harus dilengkapi
dalam batas waktu yang ditetapkan tidak dapat dipenuhi.
e) Penolakan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Penolakan

2.7. Pemusnahan
a) Setelah karkas, daging dan/atau jeroan diturunkan dari alat angkut dan dilakukan
pemeriksaan, tertular HPHK Golongan I atau Golongan II yang tidak bisa diberi
perlakuan atau berasal dari negara yang dilarang pemasukannya;
b) karkas, daging dan/atau jeroan yang ditolak tidak segera dibawa keluar dari
wilayah negara Republik Indonesia oleh pemilik atau kuasanya;
c) Pemusnahan dilakukan dengan menerbitkan Berita Acara Pemusnahan;
d) Tata cara pemusnahan sebagaimana Bab V.

2.8. Pembebasan
Dilakukan bila :
a) Dokumen persyaratan lengkap
b) Pemeriksaan dokumen sesuai dengan yang dipersyaratkan;
c) Pemeriksaan fisik kemasan tidak ada kerusakan dan fisik karkas, daging dan/atau
jeroan yaitu pemeriksaan suhu sesuai dengan yang dipersyaratkan;
d) Bila dilakukan pemeriksaan lanjut, hasil pemeriksaan telah sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan.

8
BAB III.
TINDAKAN KARANTINA KARKAS, DAGING DAN/ATAU JEROAN
ANTAR AREA

3.1. Tindakan karantina terhadap karkas, daging dan/atau jeroan untuk lalulintas antar
area pada prinsipnya sama dengan tindakan karantina untuk lalulintas impor.

3.2. Pemeriksaan Dokumen Untuk Pemasukan Antara Area:


Dokumen yang diperiksa oleh petugas karantina hewan meliputi sertifikat sanitasi dari
dokter hewan karantina di tempat pengeluaran.

3.3. Pemeriksaan Untuk Pengeluaran Antar Area:


3.3.1. Dokter hewan karantina menilai status dan situasi HPHK daerah asal;
3.3.2. Pemeriksaan fisik, organoleptik, pemeriksaan awal pembusukan, mikrobiologi,
kimiawi utamanya dilakukan di tempat pengeluaran, di tempat pemasukan
melakukan pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan fisik (fisik kemasan dan
fisik karkas, daging dan/atau jeroan (KDJ). Pemeriksaan suhu dilakukan
dengan melihat kondisi yang dapat menjamin suhu tetap sesuai dengan
persyaratan (≤6C).
3.3.3. Apabila tidak ada kecurigaan membawa HPHK, terhadap karkas, daging
dan/atau jeroan dapat dilakukan tindakan pelepasan, namun apabila ditemukan
kecurigaan membawa HPHK, dilakukan pengambilan sampel untuk
pemeriksaan lebih lanjut.

9
BAB IV.
MONITORING TERHADAP ASPEK KESMAVET KARKAS, DAGING
DAN/ATAU JEROAN

4.1. Waktu, Tempat dan Pelaksana Monitoring


a. Monitoring dilakukan secara berkala atau sewaktu-waktu atas pertimbangan dokter
hewan karantina;
b. Pengambilan sampel dapat dilakukan di tempat pemasukan/pengeluaran atau
IKPH atau gudang pemilik
c. Pelaksana monitoring adalah petugas karantina.

4.2. Pengambilan sampel


a) Pengambilan sampel dilakukan untuk pemeriksaan organoleptik, pH, uji awal
pembusukan, mikroba dan residu kimiawi;
b) Sampel yang diambil untuk pengujian lanjut sebanyak 250 gram untuk masing-
masing sampel, diambil secara aseptis, digunakan untuk pengujian laboratorium
terhadap hama penyakit hewan karantina dan pengawasan pemenuhan aspek
kesehatan masyarakat veteriner.

4.3. Preparasi sampel


a) Proses thawing harus dilakukan secara aseptis.
b) Untuk tujuan pemeriksaan organoleptis dan uji awal pembusukan, terhadap
karkas, daging dan/atau jeroan beku dilakukan pencairan/pelemasan (thawing)
dengan cara:
 dimasukkan kedalam oven/microwave selama 15 menit dengan suhu tidak
lebih dari 45C; atau
 pada suhu kulkas (2-5°C) dengan waktu 18 jam.

4.4. Uji awal pembusukan


Uji dilakukan dengan metode uji Eber atau uji H2S atau uji Postma.

4.5. Pemeriksaan organoleptik


Dilakukan pengamatan terhadap warna dan bau. Standar normal warna dan bau
untuk karkas, daging dan/jeroan sebagaimana terlampir.

4.6. Pemeriksaan pH
 Pemeriksaan pH menggunakan alat pH meter.
 Pemeriksaan pH dilakukan pada bagian dalam karkas, daging dan/atau jeroan.

4.7. Pengujian Mikrobiologi


Dilakukan pengujian terhadap cemaran mikroba yaitu Total Plate Count (TPC),
Salmonella spp., Staphylococcus aureus, coliform dan E. coli sesuai SNI 2897:2008
(terlampir)

10
4.8. Pengujian Kimiawi
a) Dilakukan pengujian terhadap residu antibiotik Penicillin Grup, Makrolida Grup,
Aminoglikosida Grup dan Tetrasiklina Grup dengan metode pengujian bioassay
(terlampir)

b) Dilakukan pengujian terhadap residu hormon Trenbolon Asetat (TBA) atau


turunannya, melengestrol Asetat (MGA) dan Zeranol dengan metode pengujian
sebagai berikut:
 Trenbolon Asetat (TBA) atau turunannya metode pengujian menggunakan
ELISA atau High Performance Liquid Chromatography (HPLC);
 Melengestrol Asetat (MGA) metode pengujian menggunakan ELISA atau
HPLC;
 Zeranol dengan metode pengujian menggunakan HPLC atau ELISA;
c) Jenis residu formalin dengan metode pengujian rapid test atau spektrofotometer.

4.9. Pelaporan Hasil Monitoring


1. Hasil monitoring akan menjadi bahan evaluasi dan rekomendasi kepada pemilik
sebagai saran perbaikan.
2. Hasil monitoring dilaporkan kepada Kepala Badan Karantina Pertanian cq. Pusat
Karantina Hewan dan Keamanan Hayati Hewani sebagaimana format terlampir.

11
BAB V.
PROSEDUR TEKNIS

5.1. TATA CARA PEMUSNAHAN


Pemusnahan media pembawa berdasarkan Undang-undang No. 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Karantina Ikan dan Karantina Tumbuhan, serta Peraturan
pemerintah Nomor 82 Tahun 2000:
1. Dalam pelaksanaan pemusnahan agar sebelumnya selalu dibuatkan berita
acara penolakan untuk memberi waktu pada pemilik melengkapi kekurangan
dokumen dan atau di ekspor kembali.
2. Bila dalam waktu yang telah ditetapkan dokumen tidak dapat dilengkapi segera
diadakan pemusnahan dengan persiapan sebagai berikut :
(1) Tentukan tempat / lokasi pemusnahan dengan berkoordinasi dengan
Pemerintah daerah setempat (izin tempat tertulis)
(2) Tentukan hari dan tanggal pemusnahan.
(3) Melibatkan instansi terkait (Polisi, Bea cukai, Keamanan Pelabuhan
/Bandara, Pelindo, Dinas yang menangani Kesehatan Hewan setempat,
Jaksa untuk menjadi saksi dalam berita acara pemusnahan.

3. Teknis pemusnahan adalah sebagai berikut :


(1)Pemusnahan menggunakan incenerator:
a) Karkas, daging dan/atau jeroan yang akan dimusnahkan dimasukkan
kedalam incenerator
b) Dibakar pada suhu 850C s/d 1.000 C
c) Abu sisa pembakaran dikubur
(2)Pemusnahan dengan dibakar dan dikubur:
a) Jika lokasi pelaksanaan pembakaran dan penguburan di luar tempat
pemasukan/IKPH, agar berkoordinasi dengan instansi berwenang di
lokasi tersebut;
b) Lubang tempat penguburan harus mempunyai kedalaman minimal 2
meter dari permukaan yang paling atas;
c) Dilakukan terlebih dahulu proses pembakaran didalam lubang yang
telah dipersiapkan untuk penguburan;
d) Lubang ditutup dengan tanah serapat mungkin dan diberi
desinfektansia yang telah ditetapkan
e) Petugas karantina harus menjamin karkas, daging dan/atau jeroan
yang dimusnahkan sudah terbakar sampai menjadi abu.

5.2. PERSIAPAN PENGAMBILAN SAMPEL


5.2.1. Persiapan Administratif:
 Surat tugas
 Form berita acara pengambilan sampel
5.2.2. Persiapan peralatan dan bahan:
1. Kelengkapan petugas: jas laboratorium, sarung tangan, topi, masker.
2. Peralatan sampling meliputi: cork borrer atau cutting meat, gunting,
pisau/skalpel, plastik (harus disterilkan sebelum digunakan), ice box,
termometer, label, alat tulis.
12
3. Bahan: alkohol 70%.

Gambar 1. Contoh Cork Borer untuk pengambilan sampel KDJ

Gambar 2. Contoh termometer jenis infrared

Gambar 3. Contoh termometer jenis stick

13
5.3. RANCANGAN PENGAMBILAN SAMPEL

1. Rancangan pengambilan sampel baik untuk pemeriksaan fisik maupun


pemeriksaan lanjutan adalah menggunakan AQL 6,5 dari Codex (FAO/WHO
Codex Alimentarius Sampling Plans for prepackaged Foods).
2. Lot adalah jumlah kemasan yang langsung mewadahi karkas, daging dan/atau
jeroan (karton/kotak/box/karung) per shipment.
3. Pemilihan sampel dilakukan secara acak sederhana atau acak sistematis.
4. Sampel pengambilan sampel produk terkemas:
Suatu lot terdiri dari 1200 kemasan karton, masing-masing terdiri dari 12 buah
wadah dengan berat perwadah 2,5 lb. Diputuskan untuk melakukan sampling
dengan inspection level I karena produk tersebut tidak dalam perselisihan (tidak
ada klaim) dan dari sejarah produk belum pernah ada penyimpangan mutu
(gunakan tabel 1 ).
- ukuran lot (N) = 1200 x 12 = 14.400 unit sampel
- berat wadah unit sampel = 2.5 lb
- Inspection Level =I
- ukuran sampel (n) = 13 (dari tabel sampling plan I)
- Acceptance Number (c) =2
gooffuu

14
Tabel 1. Daftar tingkat pemeriksaan I (Inspectoin Level)
Berat bersih tiap kemasan setara atau kurang dari 1 Kg (2,2 lb)
Besarnya Lot (N) Besarnya sampel Jumlah
pengujian (n) kerusakan/tidak
memenuhi standar
yang diperbolehkan
(c)
4.800 atau kurang 6 1
4.801 – 24.000 13 2
24.001 – 48.000 21 3
48.001 – 84.000 29 4
84.001 – 144.000 38 5
144.001 – 240.000 48 6
lebih dari 240.000 60 7

Berat bersih tiap kemasan lebih dari 1 kg (2,2lb) tetapi kurang


dari 4,5kg (10lb)
2.400 atau 6 1
kurang 13 2
2.401 – 15.000 21 3
15.001 – 24.000 29 4
24.001 – 42.000 38 5
42.001 – 72.000 48 6
72.001 – 120.000 60 7
lebih dari 120.000

Berat bersih tiap kemasan lebih dari 4.5 Kg (10 lb)


600 atau kurang 6 1
601 – 2.000 13 2
2.001 – 7.200 21 3
7.201 – 15.000 29 4
15.001 – 24.000 38 6
24.001 – 42.000 48 9
lebih dari 42.000 60 13

15
5.4. TEKNIS PENGAMBILAN SAMPEL
1. Alat harus dalam kondisi steril.
2. Pengambilan sampel secara lege artis.
3. Jika memungkinkan, diambil dari kemasan yang belum terbuka dan diambil secara
utuh. Jika sampel dalam kemasan yang besar, unit sampel harus diambil dengan
alat steril secara aseptik dengan cara:
 mencuci/mengusap permukaan luar kemasan yang akan dibuka dengan
alkohol 70%;
 kemasan dibuka dengan gunting/pisau/alat pembuka steril;
 sampel dapat diambil dengan cara:
o dalam kondisi beku dapat menggunakan cork borrer atau cutting meat
yang ditusukkan ke dalam daging.
o Dalam kondisi segar dingin atau daging yang sudah di thawing dapat
menggunakan pisau/skalpel atau gunting, pinset atau cutting meat.
4. Sampel yang sudah diambil dimasukkan ke wadah yang steril, berasal dari bahan
yang tidak mudah rusak, pecah dan tidak bocor, didalam kemasan diberikan bahan
yang mudah menyerap air (kemasan primer)
5. Pada wadah diberikan label yang memberikan keterangan/ informasi terhadap
sampel.

5.5. TEKNIS PENGEMASAN


1. Semua sampel yang akan dikemas harus memenuhi kualitas pengemasan yang
baik dan benar.
2. Kemasan yang digunakan harus mempunyai kekuatan yang cukup dan tertutup
rapat sehingga tidak rusak dan hilang apabila terjadi getaran, perubahan
kelembapan, suhu dan tekanan yang tidak sesuai selama masa transportasi.
3. Pada prinsipnya semua sampel yang akan di transportasikan minimal harus terdiri
dari 3 lapis kemasan yaitu Kemasan primer, Kemasan sekunder dan Kemasan
luar (Outer). Persyaratan masing-masing kemasan adalah sebagai berikut:
 Kemasan Primer, berasal dari bahan yang yang steril, berasal dari bahan yang
tidak mudah rusak, pecah dan tidak bocor
 Kemasan Sekunder, berasal dari bahan yang tidak mudah rusak, pecah dan
tidak bocor, tahan terhadap tekanan. Di dalam kemasan diberikan bahan yang
mudah menyerap air. Kemasan sekunder berfungsi untuk melindungi kemasan
primer.
 Kemasan luar (outer) digunakan untuk menjaga kondisi dingin atau beku pada
sampel dengan memberikan dry ice, ice gel atau es batu, melindungi kemasan
sekunder dari pengaruh luar misalnya kerusakan fisik dan meminimalkan
perubahan suhu selama transportasi.
4. Semua kemasan primer sampel harus diberi tanda/label segera dan tidak boleh
mudah lepas atau rusak. Keterangan pada label meliputi antara lain:
a. Nomor Sampel
b. Deskripsi Sampel
c. Nama dan alamat pemilik sampel
d. Nama petugas pengambil sampel
e. Keterangan batch/lot dan unit sampel
f. Hari dan tanggal pengambilan sampel

16
g. Suhu saat pengambilan Sampel
h. Keterangan lain
i. Uji yang akan dilakukan
j. Nomor KH-7
5. Semua kemasan outer sampel harus diberi tanda/label segera dan tidak boleh
mudah lepas atau rusak. Keterangan pada label meliputi antara lain:
a. UPT pengirim
b. Nama dan alamat pemilik sampel
c. Deskripsi Sampel
d. Jumlah sampel
e. Nomor Sampel
f. Hari dan tanggal pengambilan sampel
g. Keterangan lain
h. Uji yang akan dilakukan

5.6. PENGIRIMAN SAMPEL


1. sampel harus segera dibawa ke laboratorium, paling lama 12 jam setelah
pengambilan sampel.
2. sampel disertai surat pengantar permohonan pengujian (form terlampir).
3. Sampel KDJ harus dipertahankan kondisinya dalam keadaan dingin (≤6 C)

5.7. PROSEDUR PENGUJIAN

5.7.1.1. UJI POSTMA


Metode uji Postma adalah sebagai berikut:
1) Sebanyak lima gram daging dipotong kecil-kecil dan dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer, lalu ditambahkan 50 ml aquades yang telah dididihkan dan telah
didinginkan kembali sesuai suhu kamar, kemudian dikocok dan didiamkan 15
menit.
2) Kemudian disaring dan ekstraknya diambil sebanyak 10 ml untuk dimasukkan ke
dalam cawan petri yang telah diisi dengan 100 mg MgO.
3) Reaksi dikatakan positif jika MgO dengan pertolongan panas dapat membebaskan
NH3 dari ikatannya (misalnya asam laktat) didalam daging sehingga NH3 bebas
yang bersifat basa keluar, ditandai dengan berubahnya warna kertas lakmus
merah menjadi biru.

5.7.2. UJI EBER


Alat yang dibutuhkan dalam uji EBER ini adalah tabung reaksi, kawat dan penyumbat
gabus dan bahan yang diperlukan adalah reagen EBER yang terdiri dari satu bagian
HCL pekat, tiga bagian alkohol 90% dan satu bagian ether. Setelah menyiapkan
semua alat dan bahan yang dibutuhkan, maka dimasukan 3-5 ml reagen eber ke
dalam tabung reaksi. Daging kita potong sebesar biji kedelai dan dimasukan pada
ujung kawat dan ujung lainnya serta tusukan pada penyumbat gabus. Setelah itu,
dimasukkan ke dalam tabung reaksi tersebut di atas dengan hati-hati agar tidak
menyentuh dinding tabung reaksi dan gabusnya disumbatkan pada tabung reaksi.
Kemudian diperhatikan terbentuknya warna asap putih di atas reagen EBER yang

17
bergerak ke atas, apabila ada asap putih, itu menandakan adanya gas NH 3 yang
dilepas dari hasil pembusukan daging.

5.7.3. UJI H2S


Bahan yang diperlukan dalam uji H2S ini yaitu larutan Pb-Asetat 10% dan kertas
saring dengan menggunakan alat yaitu cawan petri. Setelah itu, potong daging yang
akan diperiksa sebesar biji kacang tanah, diletakkan pada cawan petri dan ditutup
dengan kertas saring, lalu kita tetesi larutan Pb-Asetat tepat di atas potongan daging
serta menutup cawan petri dan membiarkannya sedikit terbuka. Ditunggu kira-kira 3-5
menit dan perhatikan terbentuknya warna coklat pada kertas saring bekas tetesan Pb-
Asetat. Apabila terbentuk warna coklat, itu menandakan bahwa adanya H 2S dari hasil
pembusukan daging.

18
BAB VI
PENUTUP

Demikian petunjuk teknis ini disusun untuk dapat dilaksanakan dengan penuh
tanggungjawab. Untuk selanjutnya petunjuk teknis ini akan ditinjau secara berkala sehingga
dapat mengantisipasi dinamika pengetahuan dan teknologi khususnya pencegahan masuk,
tersebar, dan keluarnya HPHK dan tantangan peningkatan kesadaran masyarakat.

Kepala Badan Karantina Pertanian

Ir. Banun Harpini, M.Sc


NIP. 19601019 198503 2 001

19
LAMPIRAN

1. Standar pH, Warna dan Bau karkas, daging dan/atau jeroan

No. Jenis Daging pH Warna Bau


dan Jeroan
1. Daging Sapi 5,4 – merah ceri, segar khas daging jenis
5,6 terang daging sapi
Daging domba 5,6 – merah terang segar khas daging jenis
5,7 sampai merah daging domba
bata
Daging kambing 5,6 – merah muda segar khas daging jenis
5,7 kecoklatan daging kambing
Daging Babi 5,4 – pink kelabu segar khas daging jenis
5,6 daging babi
Daging Unggas 5,8 – putih kemerahan segar khas daging jenis
5,9 daging unggas
Daging kuda 5,7 – merah gelap segar khas daging jenis
5,8 daging kuda
Jeroan 5,7 – Sesuai jenisnya Sesuai jenisnya
5,9

2. Standar Pemenuhan Aspek Kesehatan masyarakat veteriner terhadap karkas,


daging dan/atau jeroan
Jenis Cemaran/Residu
No
. Cemaran
Mikroba (CFU/gram) Residu Kimia (mg/kg) BMC
Fisik
Jumlah Total
1. Kuman (Total 1 x 106 Formalin 0 Pasir 0
Plate Count)
2. Coliform 1 x 102 Kloramfenikol 0 Kayu 0
Staphylococcus
3. 1 x 102 Oksitetrasiklin 0,1 Kaca 0
aureus
TBA
4. Salmonella sp* Negatif (trenbolon 0,002 Tulang 0
asetat)
Zeranol
5. Escherichia coli 1 x 101 0,002 Besi 0
(Codex)
Melengestrol
6. 0,001
Acetat (codex)
7. Plumbum (Pb) 0,2
(*) : Dalam satuan per 25 gram

20
Catatan:
 Syarat Mutu Mikrobiologis pada daging mengacu pada SNI Nomor 3932:2008 tentang
Mutu Karkas dan Daging Sapi;
 Batas Maksimum Residu mengacu pada SNI Nomor: 01-6366-2000 tentang Batas
Maksimum Cemaran Mikroba dan Batas Maksimum Residu dan Maximum Residue
Limit Codex Alimentarius Commission (CAC).

3. Batas Minimum Residu (Minimum Residu Limit/MRL) Pada Jeroan (CODEX)

No Jenis Produk Jenis Residu Hormon dan Logam


MRL (µg/kg)
. Hewan Berat
1. Jeroan (hati) TBA (trenbolon asetat) 10
Zeranol 10
Melengestrol Acetat 10
Plumbum (Pb) 0,2
2. Jeroan (ginjal) Melengestrol Acetat 2

4. Pengujian Residu Antibiotik


Material dan Prosedur Validasi
4.1. Material
No Nama Material Jumlah
1 Media
1.1 Kuman
- Spora Bacillus sterothermophilus ATCC 7953
untuk golongan penisilin
- Spora B. cereus ATCC 11778 untuk golongan
tetrasiklin
- Spora B. subtilis ATCC 6633 untuk golongan
aminoglikosida
- Vegetative Kocuria rizophila (Micrococcus luteus)
ATCC 9341 untuk golongan makrolida
1.2 Media
- Media agar Bacillus stearothermophilus :yeast
extract, peptone, bacto agar, dextrose
- Media agar B. cereus : yeast extract, beef
extract, peptone, bacto agar
- Media agar B. subtilis :beef extract, peptone,
bacto agar
- Media agar Kocuria rizophila : yeast extract, beef
extract, peptone, bacto agar, glucose
- Media cair HIB
2 Bahan
2.1 Baku Pembanding
- Natrium penisilin (penisilin)
- Oksitetrasiklin hidroklorida (oksitetrasiklin)

21
- Kanamisin sulfat (Aminoglikosida)
- Tilosin-tartrat (Makrolida)
2.2 Bahan kimia/dapar
- KH2PO4
- Na2HPO4
- H3PO4
- NaOH
- K2HPO4
- HCL
- NaCL
2.3 Bahan lainnya
- Kertas cakram (paper disc) diameter 8 mm atau
10 mm
3 Peralatan
3.1 Bahan gelas
- Cawan petri 100 x 12 mm
- Tabung reaksi ukuran 7 ml, 20 ml, 50 ml
- Tabung sentrifuse ukuran 50 ml
- Labu ukur 50 ml, 100 ml
- Gelas ukur 100 ml, 500 ml
- Erlenmeyer 250 ml, 500 ml
- Botol timbang ukuran 20 ml
- Pipet volumetric ukuran 1 ml, 2 ml, 3 ml, 5 ml, 10
ml, 18 ml
- Pipet graduasi ukuran 1 ml, 5 ml, 7 ml, 10 ml, 20
ml
- Botol media (roux’s bottle)
3.2 Alat
- Pengocok tabung
- Sentrifuse 3000 rpm
- Penangas air
- Lemari steril (clean bench)
- Homogenizer /ultrasonic homogenizer
- Autoklaf
- Refrigerator
- Freezer
- Timbangan analitik
- Incubator (300C ± 10C; 360C ± 10C; 550C ± 10C)
- Magnet pengaduk
- pH meter
3.3 Penunjang
- pipet mikro 50 µl – 300 µl
- jangka sorong (caliper)
- burner
- ose
- pinset
- gunting

22
4.2. Prosedur

4.2.1. Larutan baku pembanding

a. Larutan stok baku pembanding


Sebelum melakukan penimbangan, perlu diperhitungkan potensi dari masing-masing standar
yang tertera pada label. Penimbangan baku pembanding harus dilakukan pada ruang
timbang yang terkendali suhu dan kelembabannya (25 oC±1oC, ≤50 %), terutama yang
bersifat higroskopis.

b. prosedur pembuatan larutan


- Baku pembanding untuk penisilin
Larutkan sejumlah baku pembanding natrium penisilin dalam larutan dapar nomor 1
sehingga didapat konsentrasi 1.000 IU/ml.
Cara pembuatan larutan dapar nomor 1 :
Timbang 7 g KH2PO4 dan 6 g KH2PO4 kemudian masing-masing larutkan ke dalam
sebagian air suling, selanjutnya campurkan kedua larutan tersebut dan tambahkan air
suling sampai 1.000 ml. Atur pH sehingga menjadi 6.0 ± 0.1 dan sterilkan dengan
autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, dengan tekanan 15 psi atau 1.03421 x 105
pascal selama 15 menit.
- Baku pembanding untuk oksitetrasiklin
Larutkan sejumlah baku pembanding oksitetrasiklin hidroklorida dalam air suling
hingga didapat konsentrasi 1.000 µg/ml.
- Baku pembanding untuk kanamisin
Larutkan sejumlah baku pembanding kanamisin sulfat dalam larutan dapar nomor 3
sehingga didapat konsentrasi 1.000 µg/ml.
Cara pembuatan dapar nomor 3 :
Timbang 3.5 g KH2PO4 dan 3 g KH2PO4 kemudian masing-masing larutkan ke dalam
sebagian air suling, selanjutnya campurkan kedua larutan tersebut dan tambahkan air
suling sampai 1.000 ml. Atur pH sehingga 6.0 ± 0.1 dan sterilkan dengan autoklaf
pada temperatur 121oC ± 1oC, dengan tekanan 15 psi atau 1.03421 x 105 pascal
selama 15 menit.
- Baku pembanding untuk tilosin
Larutkan sejumlah baku pembanding tilosin tartrat dalam 10% metanol dalam air
suling sehingga didapat konsentrasi 1.000 µg/ml.
Semua larutan stok baku pembanding disimpan dalam freezer (temperatur -20oC)
paling lama 1 bulan. Sebelum digunakan, larutan stok baku pembanding dicairkan
(thawing) dengan cara diletakkan dalam refrigerator.

c. Larutan baku kerja


- Penisilin
Pipet 2 ml larutan stok baku penisilin, diencerkan sampai dengan 20 ml dengan dapar
nomor 2 kocok hingga homogen sehingga akan diperoleh larutan baku kerja 100
IU/ml, selanjutnya lakukan pengenceran serial hingga diperoleh konsentrasi 1.0 IU/ml.
- Oksitetrasiklin
Pipet 2 ml larutan stok baku tetrasiklin, diencerkan sampai dengan 20 ml dengan
dapar nomor 2 dihomogenkan agar diperoleh larutan baku kerja 100 µg/ml.
- Kanamisin (golongan aminoglikosida)

23
Pipet 2 ml larutan stok baku kanamisin, diencerkan sampai dengan 20 ml dengan
dapar nomor 2 dihomogenkan agar diperoleh larutan baku kerja 100 µg/ml.
- Tilosin (golongan makrolida)
Pipet 2 ml larutan stok baku tilosin, diencerkan sampai dengan 20 ml dengan dapar
nomor 2 dihomogenkan agar diperoleh larutan baku kerja 100 µg/ml. Selanjutnya
lakukan pengenceran serial hingga diperoleh konsentrasi 1.0 µg/ml.
Semua larutan baku kerja dibuat pada saat akan dipergunakan untuk pengujian dapat
dilihat pada tabel 1 dan 2.

Tabel 1. Larutan baku kerja oksitetrasiklin, kanamisin, dan tilosin

Konsentrasi Volume yang Diencerkan Konsentrasi


larutan (µg/ml) diambil (ml) sampai dengan (µg/ml)
(ml)
1000 2 20 100
100 2 20 10
10 2 20 1*)
Keterangan :
*) konsentrasi yang dipakai sebagai larutan baku kerja

Tabel 2. Larutan baku kerja untuk penisilin

Konsentrasi Volume yang Diencerkan Konsentrasi


larutan (IU/ml) diambil (ml) sampai dengan (IU/ml)
(ml)
1000 2 20 100
100 2 20 10
10 2 20 1
1 2 20 0.1
0.1 2 20 0.01*)
Keterangan :
*) konsentrasi yang dipakai sebagai larutan baku kerja

Pembuatan kurva baku


- Siapkan media dalam keadaan cair pada temperatur 55 oC ± 1oC. Tambahkan
mikroorganisme atau spora sesuai golongan residu antibiotik yang akan diuji.
Kemudian tuangkan ke dalam cawan petri sebanyak 8 ml percawan, biarkan pada
temperatur kamar sampai membeku.
- Siapkan larutan baku kerja untuk oksitetrasiklin, kanamisin, dan tilosin, dengan variasi
konsentrasi 0.25 µg/ml, 0.5 µg/ml, 1.0 µg/ml, 2.0 µg/ml, 4.0 µg/ml (tabel 3). Untuk
penisilin dengan variasi konsentrasi 0.0025 IU/ml, 0.005 IU/ml, 0.01 IU/ml, 0.02 IU/ml,
0.04 IU/ml (tabel 4).
- Teteskan terlebih dahulu masing-masing larutan baku kerja yang telah disiapkan pada
kertas cakram atau sejenis sebanyak 75 µl (diameter 8 mm) atau 100 µl (diameter 10
mm) dan biarkan sampai menyerap seluruhnya sebelum diletakkan pada media dalam
cawan petri. Teteskan juga larutan dapar fosfat masing-masing pelarut dari baku kerja

24
sebagai control negatif, selanjutnya cawan petri ditempatkan pada bidang datar pada
temperatur kamar selama 1 jam sampai dengan 2 jam.
- Kemudian masukkan ke dalam inkubator pada temperatur 55 oC ± 1oC untuk penisilin,
temperatur 33oC ± 1oC untuk oksitetrasiklin, dan pada temperatur 36 oC ± 1oC untuk
kanamisin dan tilosin masing-masing selama 16 jam sampai dengan 18 jam.
- Diameter daerah hambatan yang terbentuk diukur dengan menggunakan alat ukur
yang sesuai.
- Buat kurva yang menyatakan hubungan (linier regresi) antara konsentrasi antibiotika
dengan diameter daerah hambatan. Hal ini dapat dilakukan secara manual atau
dengan menggunakan program komputer.
- Gunakan kurva baku sebagai dasar pengujian residu antibiotika dengan uji tapis.
Larutan kurva baku oksitetrasiklin, kanamisin, tilosin, dan penisilin dapat dilihat pada
tabel 3 dan 4.
Tabel 3. Larutan kurva baku oksitetrasiklin,kanamisin dan tilosin

Konsentrasi Volume yang Diencerkan Konsentrasi


larutan (µg/ml) diambil (ml) sampai dengan (µg/ml)
(ml)
1000 2 20 100
100 2 20 10
10 8 20 4*
4 10 20 2*
2 10 20 1*
1 10 20 0.5*
0.5 10 20 0.25*
Keterangan :
*) konsentrasi yang dipakai sebagai larutan kurva kerja

Tabel 4. Larutan kurva baku penisilin

Konsentrasi Volume yang Diencerkan Konsentrasi


larutan (IU/ml) diambil (ml) sampai dengan (IU/ml)
(ml)
1000 2 20 100
100 2 20 10
10 2 20 1
1 8 20 0.4
0.4 2 20 0.04*
0.04 10 20 0.02*
0.02 10 20 0.01*
0.01 10 20 0.005*
0.005 10 20 0.0025*
Keterangan :
*) konsentrasi yang dipakai sebagai larutan kurva baku
25
Persiapan contoh
a. Penyiapan contoh daging
Timbang contoh daging sebanyak 10 g potong kecil-kecil tambahkan pelarut dapar
fosfat nomor 2 sebanyak 20 ml, homogenkan dengan menggunakan alat
homogenizer kemudian sentrifuse 3000 rpm selama 10 menit. Ambil supernatan
dan siap untuk digunakan sebagai larutan contoh uji.
b. Penyiapan contoh telur
Timbang contoh telur (putih dan atau kuning telur) sebanyak 10 g, tambahkan
pelarut dapar nomor 2 sebanyak 20 ml, homogenkan dengan menggunakan alat
homogenizer kemudian sentrifuse 3000 rpm selama 10 menit. Ambil supernatan
dan siap untuk digunakan sebagai larutan contoh uji.

c. Penyiapan contoh susu


Contoh susu langsung digunakan sebagai larutan contoh uji.

Pelaksanaan pengujian
- Cairkan media agar yang telah dibuat dengan pemanasan, kemudian letakkan pada
penangas air hingga mencapai suhu 55oC ± 1oC.
- Pipet 1 ml biakan kuman uji vegetatif atau spora dan campurkan ke dalam 100 ml
media yang telah dicairkan hingga merata. (khusus untuk media agar B.
stearothermophilus : pipet 1 ml biakan spora dan tambahkan 2.5% larutan dextrose
2%, kemudian campurkan ke dalam 100 ml media yang telah dicairkan hingga
merata).
- Kemudian pipet 8 ml media yang telah mengandung kuman uji atau spora ke dalam
setiap cawan petri sesuai dengan jenis golongan antibiotika yang akan diuji.
- Setiap jenis golongan antibiotika menggunakan minimal 3 cawan petri (triplo).
- Tempatkan cawan petri pada bidang datar sampai media membeku.
- Teteskan terlebih dahulu masing-masing larutan baku pembanding yang telah
disiapkan ke dalam kertas cakram atau yang sejenis sebanyak 75 µl (diameter 8 mm)
atau 100 µl (diameter 10 mm) dan biarkan sampai menyerap seluruhnya sebelum
diletakkan pada media dalam cawan petri. Teteskan juga larutan baku pembanding
sebagai control positif dan larutan dapar sebagai control negatif.
- Tempatkan masing-masing cawan petri pada bidang datar dalam ruangan dengan
temperatur kamar selama 1 jam.
- Inkubasikan dalam inkubator selama 16 jam sampai dengan 18 jam untuk golongan
makrolida dan aminoglikosida pada temperatur 36oC ± 1oC, golongan tetrasiklin pada
temperatur 30oC ± 1oC, dan golongan penisilin pada temperatur 55oC ± 1oC.

26
Cara menyatakan hasil
- Amati dan ukur diameter daerah hambatan yang terbentuk di sekeliling kertas cakram
atau yang sejenis dengan menggunakan alat ukur yang sesuai.
- Control positif harus membentuk daerah hambatan dari tepi kertas cakram atau yang
sejenis.
- Control negatif harus tidak membentuk daerah hambatan.
- Secara berkala laboratorium harus menentukan kurva baku untuk mengetahui
linearitas metode pengujian
- Diameter hambatan yang terbentuk pada contoh sebaiknya berada dalam
kisaran/range kurva baku, apabila diameter hambatan yang terbentuk melebihi nilai
kurva baku maka contoh harus diencerkan.
Pembuatan media
a. Media biakan B. stearothermophilus
1. Pembuatan media
- Peptone sebanyak 5.0 g; yeast extract sebanyak 12.0 g; bacto agar sebanyak
15 – 18 g; dextrose sebanyak 1.0 g; air suling sampai dengan 1000 ml.
- Peptone, dextrose dan yeast extract larutkan dalam sebagian air suling
kemudian tambahkan bacto agar, selanjutnya tambahkan air suling sehingga
volumen keseluruhan menjadi 1000 ml.
- Sesuaikan pH 5.7 ± 0.1 dan didihkan sampai bacto agar tersebut larut.
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau
1.03421 x 105 Pascal selama 15menit.
2. Pembuatan larutan dextrose 2%
- Timbang 2 g dextrose, kemudian larutkan ke dalam air suling sampai 100 ml
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau
1.03421 x 105 Pascal selama 15menit.

b. Media biakan Bacillus subtillis


- Timbang bahan-bahan sebagai berikut : peptone sebanyak 5.0 g; beef extract
sebanyak 3.0 g; bacto agar sebanyak 15 – 18 g; air suling sampai dengan 1000
ml.
- Peptone dan beef extract larutkan dalam sebagian air suling kemudian
tambahkan bacto agar, selanjutnya tambahkan air suling sehingga volumen
keseluruhan menjadi 1000 ml.
- Sesuaikan pada pH 8.5 ± 0.1 dan didihkan sampai bacto agar tersebut larut.
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau
1.03421 x 105 Pascal selama 15 menit.

c. Media biakan Bacillus cereus


- Timbang bahan-bahan sebagai berikut : peptone sebanyak 6.0 g; beef extract
sebanyak 1.5 g; yeast extract sebanyak 3.0 g; KH 2PO4; bacto agar sebanyak 15
– 18 g; air suling sampai dengan 1000 ml.
- Peptone, beef extract, yeast extract dan KH2PO4 larutkan dalam sebagian air
suling kemudian tambahkan bacto agar, selanjutnya tambahkan air suling
sehingga volume keseluruhan menjadi 1000 ml.

27
- Sesuaikan pada pH 5.7 ± 0.1 dan didihkan sampai bacto agar tersebut larut.
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau
1.03421 x 105 Pascal selama 15 menit.

d. Media biakan Micrococcus luteus


- Timbang bahan-bahan sebagai berikut : peptone sebanyak 6.0 g; beef extract
sebanyak 1.5 g; yeast extract sebanyak 3.0 g; glucose sebanyak 1.0 g; bacto
agar sebanyak 15 – 18 g; air suling sampai dengan 1000 ml.
- Peptone, beef extract, yeast extract dan glucose larutkan dalam sebagian air
suling, kemudian tambahkan bacto agar, selanjutnya tambahkan air suling
sehingga volumen keseluruhan menjadi 1000 ml.
- Sesuaikan pada pH 8.5 ± 0.1 dan didihkan sampai bacto agar tersebut larut.
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperatur 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau
1.03421 x 105 Pascal selama 15 menit.

e. Media biakan spora (media nomor 1)


- Timbang bahan-bahan sebagai berikut : peptone sebanyak 10.0 g; beef extract
sebanyak 5.0 g; NaCl sebanyak 2.5 g; bacto agar sebanyak 20 g sampai dengan 25 g;
air suling sampai dengan 1000 ml.
- Peptone, beef extract, NaCl dilarutkan dalam sebagian air suling, kemudian
tambahkan bacto agar, selanjutnya tambahkan air suling sehingga volume
keseluruhan menjadi 1000 ml.
- Sesuaikan pada pH 6.5 ± 0.1 dan didihkan sampai bacto agar tersebut larut.
- Sterilkan dalam autoklaf pada temperature 121oC ± 1oC, tekanan 15 Psi atau 1.03421
x 105 Pascal selama 15 menit.

Pembuatan spora
a. Cara kerja pembuatan spora B. cereus ATCC 11778
- Buat media agar miring nomor 1 dalam botol media (roux’s bottle) sebanyak 100
ml.
- Inokulasikan kuman B. cereus ATCC 11778 ke dalam botol-botol yang telah berisi
media agar nomor 1 tersebut dengan cara melakukan goresan dengan
menggunakan ose, inkubasikan selama 1 minggu dalam incubator dengan
temperature 30oC, amati pertumbuhan setiap hari.
- Biakan yang telah membentuk spora dipanen dengan cara mengerok permukaan
media yang ditumbuhi kuman dengan kawat steril dan dimasukkan dalam larutan
NaCl fisiologis steril 20 ml sebanyak 4 tabung (tergantung pada banyaknya hasil
panen spora).
- Panaskan dalam penangas air pada temperature 65 oC selama 30 menit.
- Sentrifuse dengan kecepatan 3000 rpm selama 10 menit dan buang
supernatannya (lapisan atas). Kemudian tambahkan larutan NaCl fisiologis steril
secukupnya, selanjutnya dikocok. Masukkan dalam refrigerator dengan kisaran
temperature 4oC sampai dengan 8oC selama18 – 24 jam.
- Panaskan kembali larutan tersebut dalam penangas air pada temperature 65 oC
selama 30 menit.
- Sentrifuse kembali dengan kecepatan 1000 rpm selama 5 menit dan ambil
supernatannya. Hasilnya disimpan sebagai spora dalam refrigerator dengan
temperature maksimal 10oC.

28
5. Pengujian Cemaran Mikroba

A. Total Plate Count (TPC)


Cara penghitungan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk yang tumbuh pada
media agar pada suhu dan waktu inkubasi yang ditetapkan

a. Metode pengujian
a.1. Prinsip
Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat
dalam suatu prooduk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada
media agar.

a.2. Media dan reagen


a) PCA;
b) BPW 0,1%.

a.3. Peralatan
1) cawan petri;
2) tabung reaksi;
3) pipet volumetrik;
4) botol media;
5) penghitung koloni (colony counter);
6) gunting;
7) pinset;
8) jarum inokulasi (ose);
9) stomacher;
10) pembakar bunsen;
11) pH meter;
12) timbangan;
13) magnetic stirer;
14) pengocok tabung (vortex);
15) inkubator;
16) penangas air;
17) autoklaf;
18) lemari steril (clean bench);
19) lemari pendingin (refrigerator);
20) freezer.

a.4. Penyiapan contoh


1) Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair sebanyak
25 ml secara aseptik, kemudian masukkan dalam wadah steril.
2) Untuk contoh daging, telur dan susu
Tambahkan 225 ml larutan BPW 0.1 % steril ke dalam kantong steril yang berisi
contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit
(kecuali untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1 .

29
a.5. Cara uji
1) Pindahkan 1 ml suspensi pengenceran 10 -1 tersebut dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan pengenceran 10-2
2) Buat pengenceran 10 -3 , 10-4 , 10 -5 dan seterusnya dengan cara yang sama
seperti pada butir a), sesuai kebutuhan.
3) Selanjutnya masukkan sebanyak 1 ml suspensi dari setiap pengenceran ke dalam
cawan petri secara duplo.
4) Tambahkan 15 ml sampai dengan 20 ml PCA yang sudah didinginkan hingga
temperatur 45 °C ± 1 °C pada masing-masing cawan yang sudah berisi suspensi.
Supaya larutan contoh dan media PCA tercampur seluruhnya, lakukan pemutaran
cawan ke depan dan
5) Inkubasikan pada temperatur 34 °C sampai dengan 36 °C selama 24 jam sampai
dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.
6) Khusus untuk produk susu, inkubasikan pada temperatur 32 °C ± 1 °C selama 24
jam sampai dengan 48 jam dengan meletakkan cawan pada posisi terbalik.

a.6. Penghitungan jumlah koloni


Hitung jumlah koloni pada setiap seri pengenceran kecuali cawan petri yang berisi
koloni menyebar (spreader colonies). Pilih cawan yang mempunyai jumlah koloni 25
sampai dengan 250.

a.7. Interpretasi hasil


- Cawan dengan jumlah koloni kurang dari 25
Bila cawan duplo dari pengenceran terendah menghasilkan koloni kurang dari 25, hitung
jumlah yang ada pada cawan dari setiap pengenceran. Rerata jumlah koloni per cawan
dan kalikan dengan faktor pengencerannya untuk menentukan nilai TPC. Tandai nilai
TPC dengan tanda bintang (Tabel 1 nomor 3) untuk menandai bahwa penghitungannya
diluar 25 koloni ampai dengan 250 koloni per cawan.
- Cawan dengan jumlah koloni lebih dari 250
Bila jumlah koloni per cawan lebih dari 250, hitung koloni-koloni pada cawan untuk
memberikan gambaran penyebaran koloni secara representatif. Tandai penghitungan
TPC dengan tanda bintang untuk menandai bahwa penghitungannya diluar 25 koloni
sampai dengan 250 koloni per cawan (Tabel 1 nomor 4).
- Spreaders
Koloni yang menyebar (spreaders) biasanya dibagi dalam 3 bentuk:
a) Rantai koloni tidak terpisah secara jelas disebabkan oleh disintegrasi rumpun bakteri.
b) Terbentuknya lapisan air antara agar dan dasar cawan.
c) Terbentuknya lapisan air pada sisi atau permukaan agar.

Bila cawan yang disiapkan untuk contoh lebih banyak ditumbuhi oleh spreader seperti (a),
dan total area yang melebihi 25 % dan 50 % pertumbuhannya dilaporkan sebagai cawan
spreader. Rerata jumlah koloni dari setiap pengenceran, kemudian laporkan jumlahnya
sebagai TPC (Tabel 1 nomor 5). Selain 3 (tiga) bentuk spreader, dapat dihitung sebagai
satu pertumbuhan koloni. Untuk tipe a) bila hanya terdapat satu rantai, hitunglah sebagai
koloni tunggal. Bila ada satu atau lebih rantai yang terlihat dari sumber lain, hitung tiap
sumber itu sebagai satu koloni, termasuk untuk tipe b) dan c) juga dihitung sebagai
koloni. Gabungkan perhitungan koloni dan perhitungan spreader untuk menghitung TPC.

30
- Cawan tanpa koloni
Bila cawan petri dari semua pengenceran tidak menghasilkan koloni, laporkan TPC
sebagai kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang digunakan. Tandai TPC dengan
tanda bintang bahwa penghitungannya diluar 25 koloni sampai dengan 250 koloni (Tabel
1 nomor 6).
- Cawan duplo, cawan yang satu dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan cawan
yang lain lebih dari 250 koloni
Bila cawan yang satu menghasilkan koloni antara 25 sampai dengan 250 dan yang lain
lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 7).

- Cawan duplo, satu cawan dari setiap pengenceran dengan 25 koloni sampai dengan 250
koloni
Bila 1 cawan dari setiap pengenceran menghasilkan 25 koloni sampai dengan 250 koloni,
dan cawan lain kurang dari 25 koloni atau menghasilkan lebih dari 250 koloni, hitung
keempat dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 8).

- Cawan duplo, dua cawan dari satu pengenceran dengan 25 koloni sampai dengan 250
koloni, hanya 1 cawan yang lebih dari 25 koloni sampai dengan 250 koloni dan dari
cawan yang lain dengan 25 koloni sampai dengan 250 koloni
Bila kedua cawan dari satu pengenceran menghasilkan 25 koloni sampai dengan 250
koloni, hitung keempat cawan termasuk cawan yang kurang dari 25 atau yang lebih dari
250 koloni dalam penghitungan TPC (Tabel 1 nomor 9).

a.8. Pelaporan hasil


1) Bulatkan angka menjadi 2 angka yang sesuai, bila angka ketiga 6 atau di atasnya,
maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan angka kedua naik 1 angka, misalnya 456
menjadi 460 (4,6 x 10 2 ).
2) Bila angka ketiga 4 atau dibawahnya, maka angka ketiga menjadi 0 (nol) dan
angka kedua tetap, misalnya 454 menjadi 450 (4,5 x 10 2).
3) Bila angka ketiga 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi 0 (nol) dan
angka kedua adalah angka genap, misalnya 445 menjadi 440 (4,4 x 10 2 ).
4) Bila angka ketiganya 5, maka angka tersebut dapat dibulatkan menjadi 0 (nol) dan
angka kedua naik 1 angka, misalnya 455 menjadi 460 (4,6 x 102).

31
Tabel 1 - Petunjuk penghitungan TPC

No 10 -2 10-3 10-4 TPC per ml Keterangan


atau gram
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 === 175 16 bila hanya satu pengenceran yang berada
=== 208 17 190.000 dalam batas yang sesuai, hitung jumlah rerata
dari pengenceran tersebut.
2 === 224 25 bila ada dua pengenceran yang berada dalam
=== 225 30 250.000 batas yang sesuai, hitung jumlah masing-
masing dari pengenceran sebelum merata-
ratakan jumlah yang sebenarnya.
3 18 2 0 Jumlah koloni kurang dari 25 koloni pada
14 0 0 1.600* pengenceran terendah, hitung jumlahnya dan
kalikan dengan faktor pengencerannya dan beri
tanda * (diluar jumlah koloni 25 sampai dengan
250).
4 === ==== 523 Jumlah koloni lebih dari 250 koloni, hitung
=== ==== 487 5.100.000 koloni yang dapat dihitung atau yang mewakili
beri tanda* (diluar jumlah koloni 25 sampai
dengan 250).
5 === 245 35 Bila ada dua pengenceran diantara jumlah
=== 230 spreader 290.000 koloni 25 sampai dengan 250, tetapi ada
spreader, hitung jumlahnya dan kalikan dengan
faktor pengenceran, namun untuk spreader
tidak dihitung.
6 0 0 0 Bila cawan tanpa koloni, jumlah TPC adalah
0 0 0 100* kurang dari 1 kali pengenceran terendah yang
digunakan, dan beri tanda*
7 === 245 23 Jumlah koloni 25 sampai dengan 250, dan yang
=== 278 20 260.000 lain lebih dari 250 koloni, hitung kedua cawan
petri termasuk yang lebih dari 250 koloni, dan
rerata jumlahnya.
8 === 225 21 Bila salah satu cawan dengan jumlah 25 koloni
=== 255 40 270.000 sampai dengan 250 koloni dari tiap
pengenceran, hitung jumlah dari tiap
pengenceran termasuk yang kurang dari 25
koloni, lalu rerata jumlah yang sebenarnya.
9 === 220 18 Bila hanya satu cawan yang menyimpang dari
=== 240 48 260.0000 setiap pengenceran, hitung jumlah dari tiap
pengenceran termasuk yang kurang dari 25
=== 260 30 270.000 koloni atau lebih dari 250 koloni, kemudian
=== 230 28 rerata jumlah sebenarnya.

32
B. Pengujian Most Probable Number (MPN) Coliform
b.1. Prinsip
Metode Most Probable Number (MPN) terdiri dari uji presumtif (penduga) dan uji
konfirmasi (peneguhan), dengan menggunakan media cair di dalam tabung reaksi dan
dilakukan berdasarkan jumlah tabung positif. Pengamatan tabung positif dapat dilihat
dengan timbulnya gas dalam tabung durham.

b.2. Media dan reagen


1) larutan BPW 0,1 %;
2) BGLBB;
3) LSTB.

b.3. Peralatan
1) tabung Durham;
2) tabung reaksi;
3) pipet ukuran 1 ml,2 ml,5 ml,10 ml;
4) botol media;
5) gunting;
6) pinset;
7) jarum inokulasi (ose);
8) stomacher;
9) pembakar bunsen;
10)pH meter;
11)timbangan;
12)magnetic stirer;
13)pengocok tabung (vortex);
14)inkubator;
15)penangas air;
16)autoklaf;
17)lemari steril (clean bench);
18)lemari pendingin (refrigerator);
19)freezer.

b.4. Penyiapan contoh


1) Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair
sebanyak 25 ml secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.
2) Untuk contoh daging, telur dan susu
Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % steril ke dalam kantong steril yang berisi
contoh, homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit
(kecuali untuk contohsusu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1.

b.5. Cara uji


Pengujian menggunakan seri 3 tabung.
b.5.1. Uji pendugaan
1) Pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10 -1 tersebut dengan pipet steril ke
dalam larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10 -2.
Dengan cara yang sama seperti di atas dibuat pengenceran 10-3 .
2) Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung
LSTB yang berisi tabung Durham.
33
3) Inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.
4) Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.

b.5.2. Uji konfirmasi (peneguhan)


1) Pengujian selalu disertai dengan kontrol positif.
2) Pindahkan biakan positif dari 4.2.5.1 d) dengan menggunakan jarum
inokulasi dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung BGLBB yang berisi
tabung Durham.
3) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.
4) Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
5) Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN) untuk
menentukan nilai MPN berdasarkan jumlah tabung BGLBB yang positif
sebagai jumlah koliform per mililiter atau per gram.

b.6. Interpretasi hasil


Banyaknya koliform yang terdapat dalam contoh uji diinterpretasikan dengan
mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif,
berdasarkan tabel nilai MPN (Lampiran A). Kombinasi yang diambil, dimulai dari
pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan
pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang diambil
terdiri dari tiga pengenceran. Nilai MPN contoh dihitung sebagai berikut:
Nilai MPN tabel
MPN contoh (MPN/mlxatau
fa MPN/g) x faktor Pengencer yang ditengah
100

C. Pengujian MPN Escherichia coli


c.1. Prinsip
Pengujian dilakukan dengan uji pendugaan, uji peneguhan dan isolasi-identifikasi
melalui uji biokimia Indole, Methyl red, Voges-Proskauer dan Citrate (IMViC).

c.2. Media dan reagensia


1) BPW 0,1 %;
2) BGLBB;
3) LSTB;
4) ECB;
5) L-EMBA;
6) MR-VP;
7) PCA;
8) KCB;
9) SCA;
10)Reagen Kovas;
11)Reagen Voges-Proskauer (VP)

34
c.3. Peralatan
1) tabung Durham;
2) cawan Petri;
3) tabung reaksi;
4) pipet ukuran 1 ml,2 ml,5 ml,10 ml;
5) botol media;
6) gunting;
7) pinset;
8) jarum inokulasi (ose);
9) stomacher;
10)pembakar bunsen;
11)pH meter;
12)timbangan;
13)magnetic stirer;
14)pengocok tabung (vortex);
15)inkubator;
16)penangas air;
17)autoklaf;
18)lemari steril (clean bench);
19)lemari pendingin (refrigerator);
20)freezer.

c.4. Penyiapan contoh


1) Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair
sebanyak 25 ml secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.
2) Untuk contoh daging, telur dan susu
3) Tambahkan 225 ml larutan BPW 0,1 % ke dalam kantong steril yang berisi contoh,
homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit (kecuali
untuk contoh susu cair). Ini merupakan larutan dengan pengenceran 10 -1

c.5. Cara uji


Pengujian menggunakan seri 3 tabung, uji isolasi-identifikasi, dan uji biokima.
c.5.1. Seri 3 tabung
- Uji pendugaan
1) Pindahkan 1 ml larutan pengenceran 10 -1 tersebut dengan pipet steril ke dalam
larutan 9 ml BPW 0,1 % untuk mendapatkan pengenceran 10 -2 . Dengan cara
yang sama seperti di atas dibuat pengenceran 10-3 .
2) Pipet masing-masing 1 ml dari setiap pengenceran ke dalam 3 seri tabung
LSTB yang berisi tabung Durham.
3) Inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam sampai dengan 48 jam.
4) Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan media, sedangkan hasil reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya
cincin kuning.
- Uji konfirmasi (peneguhan)
1) Pengujian harus selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.
2) Pindahkan biakan positif dari 4.3.5.1.1 d) dengan menggunakan jarum inokulasi
dari setiap tabung LSTB ke dalam tabung ECB yang berisi tabung Durham.

35
3) Inkubasikan ECB pada temperatur 45,5 °C selama 24 jam ± 2 jam, jika hasilnya
negatif inkubasikan kembali selama 48 jam ± 2 jam.
4) Perhatikan adanya gas yang terbentuk di dalam tabung Durham. Hasil uji
dinyatakan positif apabila terbentuk gas.
5) Selanjutnya gunakan tabel Most Probable Number (MPN) untuk menentukan
nilai MPN berdasarkan jumlah tabung ECB yang positif mengandung gas di
dalam tabung Durham sebagai jumlah E.coli per mililiter atau per gram.

- Interpretasi hasil
Banyaknya koliform yang terdapat dalam contoh uji diinterpretasikan dengan
mencocokkan kombinasi jumlah tabung yang memperlihatkan hasil positif,
berdasarkan tabel nilai MPN (Lampiran A). Kombinasi yang diambil, dimulai dari
pengenceran tertinggi yang masih menghasilkan semua tabung positif, sedangkan
pada pengenceran berikutnya terdapat tabung yang negatif. Kombinasi yang
diambil terdiri dari tiga pengenceran. Nilai MPN contoh dihitung sebagai berikut :
Nilai MPN tabel
MPN contoh (MPN/ml atau MPN/g) x faktor pengencer yang ditengah
100

c.5.2. Isolasi-identifikasi
1) Buat goresan pada media L-EMBA atau VRBA dari tabung ECB yang positif,
inkubasi pada temperatur 35 °C selama 18 jam sampai dengan 24 jam.
2) Koloni yang diduga E. coli berdiameter 2 mm sampai dengan 3 mm, warna hitam
atau gelap pada bagian pusat koloni, dengan atau tanpa metalik kehijauan yang
mengkilat pada media L-EMBA.
3) Ambil koloni yang diduga dari masing-masing media L-EMBA dengan
menggunakan ose, dan pindahkan ke PCA miring. Inkubasikan PCA miring pada
temperatur 35 °C selama 18 jam sampai dengan 24 jam untuk uji biokimia.

c.5.3. Uji biokimia dengan uji IMViC.


- Uji produksi indole
1) Inokulasikan koloni dari tabung PCA pada TB dan inkubasikan pada temperatur
35 °C selama 24 jam ± 2 jam.
2) Tambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml reagen Kovac.
3) Hasil reaksi positif ditandai dengan adanya bentuk cincin merah pada lapisan
atas media, sedangkan hasil reaksi negatif ditandai dengan terbentuknya cincin
kuning.
- Uji Voges-Proskauer (VP)
1) Ambil biakan dari media PCA lalu inokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml
media MR- VP dan inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.
2) Pindahkan 5 ml MR-VP ke tabung reaksi dan tambahkan 0.6 ml larutan α-
naphthol dan 0.2 ml KOH 40 %, kemudian digoyang-goyang.
3) Hasil reaksi positif ditandai adanya warna merah muda eosin dalam waktu 2
jam.

36
- Uji Methyl Red (MR)
1) Ambil biakan dari media PCA lalu inokulasikan ke tabung yang berisi 10 ml
media MR- VP dan inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.
2) Tambahkan 2 tetes sampai dengan 5 tetes indikator MR pada tabung.
3) Hasil uji positif ditandai adanya warna merah dan hasil reaksi negatif ditandai
adanya warna kuning.
- Uji citrate
1) Inokulasikan koloni dari media Agar miring PCA ke dalam media KCB, dan
inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 96 jam.
2) Hasil uji positif ditandai dengan terbentuknya kekeruhan pada media.
- Interpretasi hasil uji biokimia
Klasifikasi E. coli adalah
Reaksi IMViC dengan pola + + - - atau - + - - (Tabel 2),

Tabel 2- Hasil Reaksi Indole, Methyl Red, Voger-Proskauer, Citrate(IMViC)


terhadap E.Coli

Tipe Organisme Indol MR VP Citrate


E. coli spesifik + + - -
E.Coli non spesifik - + - -
Typical intermediete N/A + - +
Atypical intermediate - + - +
Typical Enterobacter - - + +
aerogenes
Typical Enterobacter + - + +
aerogenes

c.5.6. Interpretasi hasil akhir


Jumlah E. Coli dinyatakan berdasarkan hasil MPN, Isolasi-identifikasi, dan uji biokimia.

37
D. Pengujian jumlah Staphylococcus aureus
d.1. Prinsip
Metode yang digunakan adalah dengan hitung cawan secara sebar pada permukaan media.

d.2. Media dan reagensia


1) BPA;
2) Egg yolk tellurite emultion;
3) BHIB;
4) TSA;
5) koagulase plasma kelinci (coagulate rabbit plasma) dengan EDTA 0,1 %;
6) BPW 0,1 %.

d.3. Peralatan
1) cawan petri;
2) tabung reaksi;
3) pipet ukuran 1 ml,2 ml,5 ml,10 ml;
4) botol media;
5) batang gelas bengkok (hockey stick);
6) gunting;
7) pinset;
8) jarum inokulasi (ose);
9) stomacher;
10)pembakar bunsen;
11)pH meter;
12)timbangan;
13)magnetic stirer;
14)pengocok tabung (vortex);
15)inkubator;
16)penangas air;
17)autoklaf;
18)lemari steril (clean bench);
19)lemari pendingin (refrigerator);
20)freezer.

d.4. Penyiapan contoh


1) Untuk contoh susu (cair)
Contoh yang diuji dimulai dari pengenceran 10 0 (contoh tanpa pengenceran),
kemudian dibuat seri pengenceran 10-1 , 10-2 , 10-3 , dan seterusnya.
2) Untuk contoh daging, telur dan susu (padat dan semi padat)
Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur contoh cair
sebanyak 25 ml, secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.
3) Tambahkan 225 ml larutan BPW steril ke dalam kantong steril yang berisi contoh,
lalu homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit. Ini
merupakan larutan dengan pengenceran 10 , kemudian dibuat pengenceran -1 , 10-
2
, 10-3 , dan seterusnya.

38
d.5. Cara uji
1) Pengujian selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.
2) Pindahkan 1 ml contoh dari 100 ke dalam larutan 9 ml BPW untuk mendapatkan
pengenceran 10 . Dengan cara yang sama dibuat 10 -1 , 10-2 , 10-3 , dan
seterusnya.
Untuk contoh susu cair dimulai dari pengenceran 10 0 ,sedangkan untuk contoh
daging, telur, dan susu (padat dan semi padat) mulai pengenceran 10 -1 .
3) Tuang 15 ml sampai dengan 20 ml media BPA yang sudah ditambah dengan egg
yolk tellurite emulsion (5 ml ke dalam 95 ml media BPA) pada masing-masing
cawan yang akan digunakan dan biarkan sampai memadat.
4) Pipet 1 ml suspensi dari setiap pengenceran, dan diinokulasikan masing-masing
0,4 ml, 0,3 ml, dan 0,3 ml pada 3 cawan petri yang berisi media pada huruf c di
atas.
5) Ratakan suspensi contoh di atas permukaan media agar dengan menggunakan
batang gelas (hockey stick), dan biarkan sampai suspensi terserap.
6) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 45 jam sampai dengan 48 jam pada
posisi terbalik.
7) Pilih cawan petri yang mengandung jumlah koloni 20 sampai dengan 200. Apabila
cawan petri pada pengenceran terendah berisi < 20 koloni dan atau > 200 koloni,
maka lanjutkan penghitungan koloni pada cawan petri dengan pengenceran yang
lebih tinggi.
8) Koloni S. aureus mempunyai ciri khas bundar, licin dan halus, cembung, diameter
2 mm sampai dengan 3 mm, berwarna abu-abu sampai hitam pekat, dikelilingi
zona opak, dengan atau tanpa zona luar yang terang (clear zone). Tepi koloni
putih dan dikelilingi daerah yang terang. Konsistensi koloni seperti mentega atau
lemak jika disentuh oleh ose. Galur non-lipolitik memiliki sifat koloni sama seperti di
atas, tetapi tidak dikelilingi zona opak dan zona luar yang terang.
9) Catat jumlah masing-masing koloni yang mempunyai ciri seperti pada h).
10)Ambil satu atau lebih koloni dari masing-masing bentuk yang tumbuh dan lakukan
uji identifikasi.

d.7. Uji identifikasi


- Pengecatan Gram
Ambil satu atau lebih koloni dari masing-masing bentuk koloni yang tumbuh dan
lakukan. Pengecatan Gram. Hasil Pengecatan gram akan terlihat bakteri berbentuk
kokus berwarna ungu (Gram positif), bergerombol seperti anggur atau terlihat
hanya satu bakteri.
- Uji koagulase
1) Ambil satu atau lebih koloni yang diduga Staphylococcus aureus dan masukkan
ke dalam 0,2 ml sampai 0,3 ml BHIB dan homogenkan.
2) Ambil satu ose penuh (diameter 3,0 mm) suspensi dari BHIB dan goreskan
pada Agar miring TSA.
3) Inkubasikan BHIB dan Agar miring TSA pada temperatur 35 °C selama 18 jam
sampai dengan 24 jam.
4) Tambahkan 0,5 ml koagulase plasma kelinci (coagulase rabbit plasma) yang
mengandung EDTA ke dalam suspensi BHIB yang telah diinkubasi kemudian
homogenkan.

39
5) Inkubasikan tabung pada temperatur 35 °C selama 6 jam dan amati setiap jam
terhadap pembentukan gumpalan.
6) Hasil uji koagulase positif Staphylococcus aureus ditandai dengan adanya
penggumpalan.

d.8. Perhitungan
1) Hitung koloni-koloni dari cawan petri yang menunjukkan koloni khas
Staphylococcus aureus dan menunjukkan hasil uji koagulase positif, kemudian
dikalikan dengan faktor pengencerannya.
2) Hasil dilaporkan sebagai jumlah Staphylococcus aureus per mililiter atau per gram.

e. Pengujian Salmonella spp.


e.1. Prinsip
Pertumbuhan Salmonella pada media selektif dengan pra pengayaan (pre-enrichment), dan
pengayaan (enrichment) yang dilanjutkan dengan uji biokimia dan uji serologi.

e.2. Media dan reagen


1) LB;
2) SCB;
3) TTB;
4) RV;
5) XLDA;
6) HEA;
7) BSA,
8) TSIA;
9) LIA;
10)LDB;
11)KCNB;
12)MR-VP;
13)SCB;
14)TB;
15)TSTB;
16)SIM;
17)Reagen Kovac;
18)BHI;
19)Urea Broth;
20)Malonate Broth;
21)Phenol Red Lactose Broth;
22)Phenol Red Sucrose Broth;
23)kristalkeratin;
24)Larutan Bromcresol Purple Dye 0,2 %;
25)Larutan Physiological Saline O,85 %;
26)Larutan Formalinized Physiological Saline;
27)Salmonella Polyvalent Somatic (O) Antiserum A-S;
28)Salmonella Polyvalent Flagellar (H) Antiserum Fase 1 Dan 2;
29)Salmonella Somatic Grup (O) Monovalent Antisera : Vi.

40
e.3. Peralatan
1) cawan petri;
2) tabung reaksi;
3) tabung serologi ukuran 10 x 75 mm;
4) pipet ukuran 1 ml, 2 ml, 5 ml,10 ml;
5) botol media;
6) gunting;
7) pinset;
8) jarum inokulasi (ose);
9) stomacher;
10)pembakar bunsen;
11)pH meter;
12)timbangan;
13)magnetic stirer;
14)pengocok tabung (vortex);
15)inkubator;
16)penangas air;
17)autoklaf;
18)lemari steril (clean bench);
19)lemari pendingin (refrigerator);
20)freezer.

e.4. Cara uji


Setiap proses pengujian selalu disertai dengan menggunakan kontrol positif.

- Pra-pengayaan
1) Timbang contoh padat dan semi padat sebanyak 25 g atau ukur sebanyak 25 ml
contoh cair secara aseptik kemudian masukkan dalam wadah steril.
2) Untuk contoh daging, telur , dan susu
Tambahkan 225 ml larutan LB ke dalam kantong steril yang berisi contoh,
homogenkan dengan stomacher selama 1 menit sampai dengan 2 menit (kecuali
untuk contoh susu cair).
3) Pindahkan suspensi ke dalam Erlenmeyer atau wadah steril.
4) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam.

- Pengayaan
1) Aduk perlahan biakan pra-pengayaan kemudian ambil dan pindahkan masing-masing
1 ml ke dalam media 10 ml TTB, sedangkan untuk media RV pindahkan 0,1 ml ke
dalam 10 ml RV.
2) Contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp. tinggi (high microbial load).
Inkubasikan media RV pada temperatur 42 °C ± 0,2 °C selama 24 jam ± 2 jam.
Sedangkan untuk media TTB inkubasi pada temperatur 43 °C ± 0,2 °C selama 24 jam
± 2 jam.
3) Contoh dengan dugaan cemaran Salmonella spp. rendah (low microbial load).
Inkubasikan media RV pada temperatur 42 °C ± 0,2 °C selama 24 jam ± 2 jam.
Sedangkan untuk media TTB inkubasi pada temperatur 35 °C ± 2 °C selama 24 jam ±
2 jam.

41
- Isolasi dan identifikasi
1) Ambil dua atau lebih koloni dengan jarum ose dari masing-masing media pengayaan
yang telah diinkubasikan, dan inokulasikan pada media HE, XLD dan BSA.
Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam. Untuk BSA apabila belum
jelas dapat diinkubasikan lagi selama 24 jam ± 2 jam.
2) Amati koloni Salmonella pada media HE terlihat berwarna hijau kebiruan dengan atau
tanpa titik hitam (H2S).
3) Pada media XLD koloni terlihat merah muda dengan atau tanpa titik mengkilat atau
terlihat hampir seluruh koloni hitam.
4) Pada media BSA koloni terlihat keabu-abuan atau kehitaman, kadang metalik, media
di sekitar koloni berwarna coklat dan semakin lama waktu inkubasi akan berubah
menjadi hitam.
5) Lakukan identifikasi dengan mengambil koloni yang diduga dari ketiga media tersebut.
Inokulasikan ke TSIA dan LIA dengan cara menusuk ke dasar media agar, selanjutnya
digores pada media agar miring.
6) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam. Amati koloni spesifik
Salmonella dengan hasil reaksi seperti tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3- Hasil uji Salmonella sp pada TSIA dan LIA

Agar Miring Dasar Agar


Media H2S Gas
(Slant) (Buttom)
TSIA Alkalin/K Asam/A Positif (Hitam) Negatif/positif
(merah) (kuning)
LIA Alkalin/K (ungu) Alkalin/K (ungu) Positif (Hitam) Negatif/positif

- Uji biokimia
 Uji urease
1) Inokulasikan koloni dari positif TSIA dengan ose ke Urea Broth.
2) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam.
3) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji urease.
 Uji indole
1) Inokulasikan koloni dari media TSIA pada TB dan inkubasi pada temperatur 35 °C
selama 24 jam ± 2 jam.
2) Tambahkan 0,2 ml sampai dengan 0,3 ml Reagen Kovacs.
3) Hasil uji positif ditandai dengan adanya cincin merah dipermukaan media.
4) Hasil uji negatif ditandai dengan terbentuknya cincin kuning.
5) Hasil uji spesifik Salmonella adalah negatif uji indole.

 Uji Voges-Proskauer (VP)


1) Ambil biakan dari media TSIA dengan ose lalu inokulasikan ke tabung yang berisi
10 ml media MR-VP dan inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2
jam.
2) Pindahkan 5 ml MR-VP ke dalam tabung reaksi dan tambahkan 0.6 ml larutan α
naphthol dan 0,2 ml KOH 40 %, kemudian digoyang-goyang sampai tercampur
dan didiamkan.
3) Untuk mempercepat reaksi tambahkan kristal kreatin. Baca hasil setelah 4 jam.
4) Hasil uji positif apabila terjadi perubahan warna pink sampai merah delima.

42
5) Umumnya Salmonella memberikan hasil negatif untuk uji VP (tidak terjadi
perubahan warna pada media).

 Uji Methyl Red (MR)


1) Ambil biakan dari media TSIA dengan ose inokulasikan ke dalam tabung yang
berisi 10 ml media MR-VP dan inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam
± 2 jam.
2) Tambah 5 tetes sampai dengan 6 tetes indikator Methyl Red pada tabung.
3) Hasil uji positif ditandai dengan adanya difusi warna merah ke dalam media.
4) Hasil uji negatif ditandai dengan terjadinya warna kuning pada media.
5) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif untuk uji MR.

 Uji citrate
1) Inokulasikan koloni dari TSIA ke dalam SCA dengan ose.
2) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 96 jam ± 2 jam.
3) Hasil uji positif ditandai adanya pertumbuhan koloni yang diikuti perubahan warna
dari hijau menjadi biru.
4) Hasil uji negatif ditandai dengan tidak adanya pertumbuhan koloni atau tumbuh
sangat sedikit dan tidak terjadi perubahan warna.
5) Umumnya Salmonella memberikan hasil positif pada uji citrate.

 Uji Lysine Decarboxylase Broth (LDB)


1) Ambil satu ose koloni dari TSIA dan inokulasikan ke dalam LDB.
2) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap 24
jam.
3) Salmonella memberikan reaksi positif ditandai dengan terbentuknya warna ungu
pada seluruh media dan hasil reaksi negatif memberikan warna kuning.
4) Jika hasil reaksi meragukan (bukan ungu atau bukan kuning) tambahkan beberapa
tetes 0,2 % bromcresol purple dye dan amati perubahan warnanya.

 Uji Kalium Cyanida (KCN)


1) Inokulasikan satu ose biakan dari TSIA ke media TB.
2) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam.
3) Ambil satu ose koloni dari TB dan inokulasikan ke dalam KCNB.
4) Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam.
5) Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya pertumbuhan yang ditandai dengan
kekeruhan.
6) Hasil uji negatif ditunjukkan dengan tidak adanya pertumbuhan pada media.
7) Salmonella memberikan hasil negatif pada uji KCN.

 Uji gula-gula
1) Phenol red dulcitol broth atau purple broth base dengan 0,5 % dulcitol
 Ambil koloni dari TSIA dan inokulasikan pada medium dulcitol broth.
 Inkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ±
2 jam.
 Kebanyakan Salmonella memberikan reaksi positif ditandai dengan
pembentukan gas dalam tabung Durham dan warna kuning (pH asam) pada
media.

43
 Hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak terbentuknya gas pada tabung
Durham dan pada media terbentuk warna merah (pH basa) untuk indikator
phenol red atau ungu untuk indikator bromcresol purple.
2) Uji malonate broth
 Pindahkan satu ose dari TB ke dalam malonate broth.
 Inkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ±
2 jam.
 Hasil uji positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru.
 Salmonella memberikan reaksi negatif yang ditandai dengan adanya warna
hijau atau tidak ada perubahan warna.

3) Uji phenol red lactose broth


 Inokulasikan koloni dari TSIA miring ke dalam Phenol red lactose broth.
 Inkubasikan pada temperatur 35 °C dan diamati setiap 24 jam selama 48 jam ±
2 jam.
 Hasil reaksi positif ditandai dengan produksi asam (warna kuning) dengan atau
tanpa gas
 Salmonella memberikan hasil reaksi negatif ditandai dengan tidak ada
perubahan warna dan pembentukan gas.

4) Uji phenol red sucrose broth


 Inokulasikan koloni dari TSIA miring ke dalam Phenol red sucrose broth.
 Inkubasikan pada temperatur 35 °C selama 48 jam ± 2 jam dan diamati setiap
24 jam.
 Hasil uji positif ditandai dengan adanya perubahan warna (kuning) dan dengan
atau tanpa pembentukan gas.
 Salmonella memberikan hasil uji negatif ditandai dengan tidak ada perubahan
warna dan pembentukan gas.

- Uji serologis
 Uji polyvalent somatic (O)
1) Letakkan satu ose koloni dari TSIA atau LIA pada gelas preparat dan tambahkan
satu tetes larutan garam fisiologis (NaCl 0,85 %) steril dan ratakan dengan kultur.
2) Berikan satu tetes Salmonella polyvalent somatic (O) antiserum disamping
suspensi koloni.
3) Campur suspensi koloni ke antiserum sampai tercampur sempurna.
4) Miringkan campuran tersebut ke kiri dan ke kanan dengan latar belakang gelap
sambil diamati adanya reaksi aglutinasi.
5) Siapkan kontrol dengan mencampur larutan garam fisiologis dan antiserum.
6) Lakukan uji somatik (O) grup monovalent antisera Vi seperti uji polyvalent di atas.

 Uji polyvalent flagelar (H)


1) Koloni dari TSIA yang hasil uji urease negatif diinokulasi ke dalam BHIB dan
diinkubasi pada temperatur 35 °C selama 4 jam sampai dengan 6 jam atau ke
dalam TSTB dan inkubasi pada temperatur 35 °C selama 24 jam ± 2 jam.
2) Tambahkan 2,5 ml larutan garam fisiologis berformalin (formalinized physiological
saline) ke dalam 5 ml dari salah satu kultur di atas.

44
3) Pipet 0,5 ml larutan Salmonella Polyvalent flagellar (H) antisera dan masukkan ke
dalam tabung serologi ukuran 10 x 75 mm.
4) Tambah 0,5 ml antigen yang akan diuji.
5) Siapkan larutan garam fisiologis kontrol dengan mencampurkan 0,5 ml larutan
garam fisiologis berformalin dengan 0,5 ml antigen berformalin (formalinized
antigen).
6) Inkubasikan kedua campuran tersebut dalam penangas air pada temperatur 48 °C
sampai dengan 50 °C.
7) Amati adanya penggumpalan setiap 15 menit selama 1 jam.
8) Hasil uji positif ditandai dengan adanya penggumpalan, sedangkan pada kontrol
tidak terjadi penggumpalan.

e.5. Interpretasi hasil Salmonella spp.


Interpretasi hasil uji biokimia Salmonella spp. dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan untuk
kriteria penentuan non Salmonella spp dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4- Reaksi biokimia Salmonella

Hasil reaksi
No Uji Substrat
Positif Negatif Salmonella
1 Glukosa (TSI) Tusuk kuning Tusuk merah +
2 Lysine Dekarboksilase Tusuk ungu Tusuk kuning +
(LIA)
3 H2S (TSI dan LIA) Hitam Tidak hitam +
4 Urease Pink sampai Tetap kuning -
merah
5 Lysine Dekarboksilase Warna ungu Warna Kuning +
Broth
a)
6 Phenol Red Dulcitol Broth Warna kuning Tanpa berubah
dan atau warna dan
dengan gas tanpa terbentuk
gas
7 KCN Broth Ada Tidak ada -
pertumbuhan pertumbuhan
b)
8 Maonat Broth Warna Biru Tidak berubah
warna
9 Uji Indol Permukaan Permukaan -
warna merah warna kuning
10 Uji Polyvalent flagelar Aglutinasi Tidak aglutinasi +
11 Uji Polyvalent Somatic Aglutinasi Tidak aglutinasi +
12 Phenol Red Lactose Warna kuning Tidak terbentuk -
Broth dengan/ tanpa gas dan tidak
gas berubah warna
13 Phenol Red sukrose Warna kuning Tidak terbentuk -
Broth dengan/ tanpa gas dan tidak
gas berubah warna
14 Uji Voges-Proskeur Pink sampai Tidak berubah -
merah warna

45
KETERANGAN:
a) Test Malonate broth positif lebih lanjut untuk mengamati jika biakan tersebut
Salmonella Arizona.
b) Jangan dibuang biakan positif jika pada LIA menunjukkan reaksi bercirikan
Salmonella, test lebih lanjut untuk mengamati jika spesies Salmonella

Daftar Singkatan
1) BPW 0,1%:Buffered Pepton Water 0,1%;
2) BGLBB :Brilliant Green Lactose Bile Broth;
3) BHI :Brain Heart Infusion;
4) BHIB: Brain Heart Infusion Broth;
5) BPA :Baird-Parker Agar;
6) BSA :Bismuth Sulfite Agar;
7) CFU : Colony Forming Unit;
8) EDTA :Ethylene Diamine Tetraacetic Acid;
9) ECB :Escherichia Coli Broth;
10) E.coli :Escherichia coli;
11) LEMBA :Levine Eosin Methylene Blue Agar;
12) FBS :Foetal Bovine Serum;
13) HEA :Hektoen Enteric Agar;
14) IMViC: Indole, Methylred, Voges Proskauer dan Citrate;
15) KCN :Kalium Cyanide;
16) KCNB : Kalium Cyanide Broth;
17) LIA :Lysine Iron Agar;
18) LDB :Lysine Decarboxylase Broth;
19) LB :Lactose Broth;
20) LSTB :Lauryl Sulfate Tryptose Broth;
21) MPN :Most Probable Number;
22) MR-VP : Methyl Red-Voges Proskauer;
23) PCA :Plate Count Agar;
24) RV :Rappapport Vassiliadis;
25) S.aureus : Staphylococcus aureus;
26) SCB :Selenite Cystine Broth;
27) TPC :Total Plate Count;
28) TSIA :Triple Sugar Iron Agar;
29) TTB : Tetra Thionate Broth;
30) TSTB :Trypticase Soy Tryptose Broth;
31) TB : Tryptose Broth;
32) XLDA:Xylose Lysine Deoxycholate Agar;
33) KCB : Koser Citrate Broth;
34) SCA : Simmons Citrate Agar.

46
E. Format Berita Acara Pengambilan Sampel

KOP RESMI UPTKP

BERITA ACARA PENGAMBILAN SAMPEL

Pada hari ini............tanggal.................bulan.....tahun Dua Ribu........yang bertanda tangan


dibawah ini, sebagai Petugas Pengambil Sampel:
Nama/NIP :...................................................
Jabatan :...................................................

Berdasarkan Surat Tugas Pengambilan Sampel dari Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina


Pertanian.......................No.....................tanggal..............bulan..........tahun Dua
Ribu.......................dan disaksikan oleh personel dari pihak perusahaan:

Nama :...................................................
Jabatan :...................................................

Dengan ini menyatakan bahwa telah melakukan pengambilan sampel dalam rangka
pengawasan aspek kesehatan masyarakat veteriner untuk produk hewan:
1. Nama komoditi :.................................
2. Jumlah Kemasan : .................................
3. Berat Per Kemasan : .................................
4. Nama Perusahaan : .................................
5. Alamat Perusahaan : .................................
6. Lokasi Pengambilan Sampel : .................................
7. Nomor Kode Sampel : .................................
8. Jumlah Sampel : .................................
9. No. Kontaiiner : .................................
10. Mewakili jumlah komoditi sebesar : .................................
11. Metode Pengambilan Sampel : .................................
12. Tanggal pemasukan/pengeluaran : .................................
13. Nama Lab. Penguji : .................................

Kemudian sampel dikemas, diberi label sampel uji dan dikirimkan kepada laboratorium
penguji.

Demikian berita acara Pengambilan Sampel ini dibuat dengan sebenar-benarnya.

Saksi dari Perusahaan: Petugas Pengambil Sampel

(................................) (........................................)
NIP.

47
F. FORMULIR RENCANA PENGAMBILAN CONTOH

RENCANA PENGAMBILAN CONTOH


Nomor:

1. Nama Perusahaan :
2. Alamat/tlp :
3. Komoditi :
4. Merek :
5. Keadaan contoh :
6. Lokasi pengambilan contoh :
7. Pedoman/Acuan/Metode Pengambilan contoh:

Contoh Uji Arsip


Jumlah Contoh Contoh
Jenis Berat Total Berat Contoh
No Komoditi Kemasan Primer Campuran Mikrobiologi Kimia
Kemasan kemasan (Kg) (ton) Perusahaan
(karton) (Karton) (Kg) (Jlh/g (Jlh/g)
(Jlh/g)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

Demikian rencana pangambilan contoh dibuat dengan sebernarnya.


Jakarta, ,20....

Petugas Pengambil Contoh


(................................)
NIP.

48
G. LABEL PENGAMBILAN CONTOH

LABEL PENGAMBILAN CONTOH

Export/Import RUTIN
LABEL CONTOH

:…………………………………………
ssssssasample
Commodity :…………………………………………
sssample :………………………………………...
No of sample :……………………………………….
SAMPLER Commodity :
Nama : No. SNI :
Reg.No : No. of sample : Komoditi :
Merk :
Brand/Quality : Jumlah :
(Said to be)
Nomor contoh :
Tanggal pengambilan contoh :
SHIPPING M ARK

Exporter/Producer:
Nomor Berita Acara :
Nama Perusahaan :
Date of sampling:
No. Tanggal surat Tugas :
Lot No : Nama Petugas :

Quantity of Packages/
Weights : Saksi dari Perusahaan Tanda Tangan Petugas

( ) ( )
Place of sampling :

49
H. FORMAT LAPORAN PEMERIKSAAN FISIK PRODUK HEWAN

LAPORAN PEMERIKSAAN FISIK PRODUK HEWAN

Nomor Agenda/Dokumen :...............................................................


Nama Pemilik/Alamat : ...............................................................
Tempat Pemeriksaan : ...............................................................
Hari dan Tanggal Pemeriksaan : ...............................................................
Pemeriksaan Lalulintas : Impor/Ekspor/Domestik Masuk/Domestik Keluar*

NO. KETERANGAN RINCIAN PARAMEDIK MEDIK


PEMERIKSAAN KELENGKAPAN/KEBENARAN ISI & KEABSAHAN DOKUMEN PERSYARATAN
1. Sertifikat Sanitasi Negara/Daerah ....................................................................
Asal
2. Sertifikat Halal ....................................................................
3. catatan suhu selama perjalanan ....................................................................
yang diterbitkan oleh
penanggung jawab alat angkut
4. Sertifikat hasil pengujian ....................................................................
laboratorium dari laboratorium
yang terakreditasi di negara asal
sesuai yang dipersyaratkan
SK Penetapan IKPH/TPKH ....................................................................
Kesimpulan Lengkap/Tidak Lengkap Benar dan Sah
PEMERIKSAAN KESESUAIAN FISIK DAN DOKUMEN
Identifikasi Keterangan pada dokumen, Kemasan dan Label:
1. Jumlah sampel yang diambil
untuk pemeriksaan
2. BL/AWB ....................................................................
3. Invoice/Packing List
4. Nomor Kontainer ....................................................................
5. Nomor Segel/Seal Kontainer ....................................................................
6. Negara/Daerah Tujuan ....................................................................
7. Negara/Daerah Asal ....................................................................
8. Tempat Pemotongan (NKV No.) ....................................................................
9. Tempat Produksi (Est No.) ....................................................................

50
10. Tanggal Pemotongan dan/atau ....................................................................
tanggal produksi
11. Jenis dan spesifikasi karkas, ....................................................................
daging dan/atau jeroan
12. Jumlah komoditi ....................................................................
13. Berat Komoditi ....................................................................
14. Nama Umum ....................................................................
15. Nama dagang ....................................................................
16. Rincian Kemasan ....................................................................
17. Tanggal Pengemasan ....................................................................
18. Nama Produsen ....................................................................
19. Tanda Kehalalan bagi yang ....................................................................
dipersyaratkan
20. Shipping Mark ....................................................................
21. Bahasa yang digunakan (Inggris ....................................................................
dan Indonesia)
22. Tanggal Pengepakan/Produksi ....................................................................
23. Tanggal Kedaluarsa ....................................................................
Kesimpulan Sesuai/tidak sesuai Benar dan Sah
PEMERIKSAAN FISIK KEMASAN DAN PRODUK HEWAN
1. Jumlah sampel untuk ....................................................................
pemeriksaan fisik
2. Kondisi Kemasan ....................................................................
3. Suhu Produk ....................................................................
Kesimpulan Sesuai/tidak sesuai Layak/Tidak Layak

PENILAIAN STATUS DAN SITUASI HPHK


Status dan Situasi HPHK ....................................................................
Negara/Daerah Asal

Kesimpulan

51
Kesimpulan Hasil Pemeriksaan:

1. Komoditi layak konsumsi dan tidak memerlukan pemeriksaan lanjut;atau


2. Komoditi memerlukan pemeriksaan lanjut berupa pengujian cemaran mikrobiologi dan residu kimiawi

Nama Pemeriksa : Tanda Tangan :


NIP Pemeriksa :

52
I. Formulir Laporan Hasil Monitoring Terhadap Aspek Kesmavet Karkas, Daging
Dan/Atau Jeroan
Nama UPT :
Bulan :
No Tgl Jenis Jml/ Vol Frek Pelabuhan Pelabuhan Negara/ Negara/ Tempat Jenis Jumlah Target Uji Lab Metode Hasil Tindak
Media Media Muat Bongkar Daerah Daerah pengambilan Sampel Sampel (HPHK/ Penguji Uji Pengujian Lanjut
Pembawa Pembawa Asal Tujuan sampel / yg Yang Residu) (tindakan
1)
Instalasi diambil diperiksa karantina)
Karantina
Produk Hewan
1 ……. Daging …… …… …….. ………. ……….. ……….. ……….. Daging ……. Residu BBPV Uji HPLC
ayam 100 gr
dst

1) Mengacu pada Keputusan Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor : 2897.A/Pd.670.320/L/10/07 Tentang Pedoman Pengambilan
Sampel dalam Rangka Monitoring Hama dan Penyakit Hewan Karantina pada Hewan dan Bahan Asal Hewan serta Hasil Bahan Asal Hewan
di Daerah Pemasukan/Pengeluaran dan Daerah Penyebaran Eks Pemasukan

53
J. FORMAT PERMOHONAN PENGUJIAN LABORATORIUM KARANTINA HEWAN

KOP RESMI UPT

PERMOHONAN PENGUJIAN LABORATORIUM KARANTINA HEWAN


Nomor : ………………….......….........….Tanggal : …………….......…….

Kepada Yth :
(Kepala Laboratorium Penguji)
Alamat Laboratorium Penguji

Bersama ini disampaikan permohonan pengujian/pemeriksaan sampel/media


pembawa HPHK dengan identitas sebagai berikut :
I. Jenis Pengujian :
Uji Rujukan Uji Banding
Uji Konfirmasi Uji Profisiensi
Uji khusus permintaan UPT,
alasan ketidaksiapan UPT

II. Metode dan Hasil Uji yang telah dilakukan :


.............................................................................

III. Keterangan Sampel/Media Pembawa :


1. Nama Sampel/Media Pembawa :........
2. Jumlah Sampel/Media Pembawa
:..............................................(g/kg/koli/sachet*)
3. Jenis Sampel/Media Pembawa :
 Produk Hewan :
...........................................................................
 Jenis Media Transport :
……………………………………………………….
4. Waktu Pengambilan Sampel : ................................
(Tanggal/Bulan/Tahun)
5. Signalemen, Anamese & Gejala klinis............................................................... :
..........................................................................
6. Negara/Area /Pemantauan Asal : ........................................................................
7. Metode Pengambilan Sampel : Random Sistematis Cluster
Tahapan ganda Lainnya
.......................
8. Target Pengujian/Golongan : Viral Mikal Bakterial

Parasit Patologi cemaran


mikrobiologi

54
Toksikologi Biologi Molekuler
Residu Kimia
(diisi oleh Petugas Laboratorium)
9. Jenis Pengujian HPH/HPHK keamanan pangan :
.............................................................................
IV. Identitas Pemilik :
1. Nama Pemilik/Perusahaan/Kuasa :
............................................................................
2. Alamat Pemilik/Perusahaan/Kuasa :
............................................................................
V. Dokumen Pendukung :
...........................................................................

Kepala,
Balai Besar/Balai/Stasiun Karantina Pertanian

……………..........................................
NIP.
*)
Coret yang tidak perlu

55
K. Alur Pemeriksaan Karkas, Daging Dan Jeroan

Pemasukan/pengeluaran KDJ

Dokumen lengkap, benar


Pemeriksaan dokumen
dan sah

 Jika terdapat atau diduga


terdapat ketidaksesuaian
Pemeriksaan fisik berdasarkan justifikasi imliah
 Jika catatan suhu tidak stabil

Pemeriksaan fisik KDJ: Pemeriksaan fisik


Suhu dan cemaran kemasan dan label
fisik

Pengambilan sampel,
preparasi contoh
Sesuai dgn yang Kemasan rusak, Suhu
dipersyaratkan tidak normal,
cemaran fisik Pemeriksaan
organoleptik, dan awal
kebusukan
Sesuai dgn yang Tidak Sesuai
dipersyaratkan

Pemeriksaan lanjutan:
HPHK, pH, mirobiologi
Bebas dan kimiawi

56
L. ALUR TINDAKAN KARANTINA TERHADAP KARKAS, DAGING DAN JEROAN

Karkas, Daging, Dan/ Atau


Jeroan

PEMERIKSAAN Tidak lengkap, Tidak


benar & tidak sah
DOKUMEN
Kelengkapan, kebenaran,
keabsahan

Lengkap,
benar, sah

tidak berpotensi membawa dan


IKPH/UPT-KP menyebarkan hama penyakit
PEMERIKSAAN hewan karantina
FISIK
Label, kemasan,
warna, suhu
Baik, sesuai

Dapat melengkapi
PENAHANAN
Diberi waktu 3 hari (sertifikat
Sewaktu-waktu & sanitasi), Diberi waktu 7 hari (
Pertimbangan dokter sertifikat halal)
hewan untuk verifikasi

Laboratorium/ IKPH Rusak, suhu tidak sesuai,


label tidak ada/tidak
sesuai, kadaluarsa
PEMERIKSAAN
Sesuai Tidak sesuai
LANJUTAN Tidak dapat
Pengujian Laboratorium melengkapi
terhadap HPHK dan Kesmavet

Tidak dapat
Dilaksanakan
penolakan
57
PEMBEBASAN
PEMUSNAHAN PENOLAKAN

PENOLAKAN
K. Alur Monitoring Karkas, Daging Dan/Atau Jeroan

PEMERIKSAAN
BERKALA DI TEMPAT
PEMASUKAN ATAU
IKPH

Pengambilan contoh,
preparasi contoh

Pemeriksaan Pemeriksaan awal Pemeriksaan Pemeriksaan


aspek kesmavet: pembusukan pH Organoleptik
Cemaran
mikrobiologi dan
residu kimia

58

Anda mungkin juga menyukai