Anda di halaman 1dari 8

Prosiding Teknik Industri ISSN: 2460-6502

Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi


dengan Pendekatan Kombinasi Strategi Make to Stock & Make to
Order (Studi Kasus Produk Kapsul dan Tablet PT “X”)
1
Hilda Syaidatul Ulfah, 2Endang Prasetyaningsih, 3Reni Amaranti
1,2,3
Prodi Teknik Industri , Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung,
Jl. Tamansari No. 1 Bandung 40116
e-mail: 1hildasyaul@gmail.com, 2endangpras@gmail.com, 3reniamaranti2709@yahoo.com

Abstrak. Perusahaan farmasi yang memproduksi obat dengan variasi jenis dan item produk yang besar,
mengalami permasalahan terkait adanya kondisi penumpukan stok dan keterlambatan pemenuhan pesanan
pelanggan (backorder) disebabkan karena prosedur perencanaan produksi yang diterapkan perusahaan saat
ini. Penelitian ini ditujukan untuk memperbaiki perencanaan produksi saat ini dengan kerangka
perencanaan produksi hirarkis yang meliputi tiga tahapan perencanaan diantaranya: tahapan identifikasi
dan partisi produk strategi MTS dan MTO; tahapan perencanaan produksi untuk produk MTS terdiri dari
peramalan permintaan, penentuan Jadwal Produksi Induk (JPI) melalui perencanaan agregat dan disagregat
serta validasi JPI dengan rough-cut capacity planning; serta tahapan perencanaan produksi untuk produk
MTO. Berdasarkan hasil simulasi perhitungan, prosedur yang diusulkan dapat menurunkan nilai ongkos
total produksi sebesar 9%, tingkatan stok pengaman (safety stock) sebesar 49% dan lead time pemenuhan
pesanan sebesar 53%. Hal ini menunjukan bahwa prosedur perencanaan produksi usulan dapat memberi
penghematan dan dapat memperbaiki kinerja saat ini.
Kata Kunci : Perencanaan Produksi Hirarkis (PPH), Kombinasi MTS-MTO, Perencanaan
Agregat, Perencanaan Disagregat.

A. Pendahuluan
Perencanaan produksi merupakan aktivitas rumit yang memerlukan koordinasi
lintas bidang organisasi dan merupakan hasil konsekuensi dari hirarki keputusan
menghadapi berbagai isu dalam sistem produksi. Kondisi saat hasil perencanaan
produksi tidak mencapai sasaran, hal ini akan berakibat langsung pada tingkatan
persediaan produk. Kondisi tersebut mengakibatkan terjadinya penumpukan
persediaan (overstock) atau kekurangan persediaan (stockout) (Fogarty, Blackstone
dan Hoffman, 1991). Tentunya kedua situasi ini merugikan bagi perusahaan karena
akan menghilangkan keuntungan akibat terjadinya lost sale dan peningkatan biaya
produksi akibat backorder dan penumpukan stok. Hal ini sebagaimana terjadi pada
kasus yang dialami oleh PT “X”.
PT “X” adalah perusahaan farmasi milik pemerintah yang memproduksi
berbagai produk obat berbentuk tablet, kapsul, injeksi, salep, krim dan suspensi.
Masing-masing bentuk produk tersebut memiliki sejumlah famili dan item, dengan
total kurang lebih 300 item. Berdasarkan klasifikasi pemasaran, produk tersebut
dikelompokan ke dalam kelompok produk OGB (Obat Generik Berlogo), OTC (Over
The Counter), herbal, indo, promedik, MIM, dan diagnostik. Saat ini perusahaan
menerima permintaan produk berdasarkan permintaan reguler dan tender.
Berdasarkan penelitian awal, permasalahan yang dihadapi perusahaan saat ini
terkait dengan permasalahan penumpukan produk jadi dan keterlambatan pemenuhan
pesanan yang menyebabkan backorder pada beberapa periode terakhir. Kondisi
tersebut sering terjadi pada kelompok OGB yang terdiri dari jenis kapsul dan tablet.
Pada beberapa item obat OGB tersebut mengalami penumpukan dan sebagian item
obat OGB lainnya mengalami backorder. Untuk itu, dilakukan penyusunan kerangka
perencanaan produksi hirarkis untuk memberikan usulan perbaikan dalam perencanan

27
28 | Hilda Syaidatul Ulfah, et al.

produksi saat ini untuk mengatasi permasalahan penumpukan stok dan keterlamatan
pemenuhan pesanan (backorder).
Kara kteri stik pasa r (perm inta an),
produk da n prose s Tahap 1:
Memisahkan strategi MTS-
MTO berdasarkan konsep
- Formasi fa mili pro duk
decoupling point
- Pa rt isi MTS-MTO
- Data inte rnal
- Pe ne tap an ta rg et
dan e ks te rnal
ting kat pe la yan an
- Kondi si da n
as umsi model
si stem

Pe rmintaa n, ka pas itas, wa ktu


Tahap 2:
opera si dan bia ya, data Perencanaan produksi pola
Manajemen
pers edia a ke lompok da n item MTS
produk
Sistem Perencanaan -Peramalan
Manufaktur Produksi / -Penentuan Jadwal Produksi
PT Indofarma Penerapan Induk (JPI) melalui
(Persero), Perencanaan perencanaan agregat dan
Tbk. produksi - Ting kata n o ptimal disagregat
hirarkis
pro duksi , pe rsedia an, -Validasi JPI dengan RCCP
ove rtime da n ou tso urcin g
dala m ben tu k ag re ga t
- JPI, kua nt it as p ro du ksi
fa mili da n ite m
Timba l bal ik
Keda ta nga n pes ana n

Tahap 3:
Perencanaan produksi pola
MTO
- Pe rb aika n p ro sed ur da n
pe ng uran ga n lea d t ime
- Ke bijaka n pe ne rimaa n, de lay,
pe no lakan un tu k prod uk MTO

Gambar 1.1 Kerangka Perencanaan Produksi Usulan


B. Landasan Teori
1. Perencanaan Produksi Hirarkis
Perencanaan produksi hirarkis merupakan sebuah pendekatan untuk memecah
keputusan perencanaan kedalam istilah yang lebih terkelola melalui partisi
permasalahan tersebut kedalam hirarkis keputusan manajerial. Pendekatan ini
menggambarkan hirarkis pemecahan keputusan dari mulai tingkatan level atas terkait
keputusan strategi, kemudian diarahkan kepada tingkatan level menengah terkait
keputusan taktis hingga kepada tingkatan level bawah untuk memutuskan strategi
operasional (Heizer dan Render, 1993, h.533). Gambaran konseptual sistem
perencanaan hirarkis terdiri dari tiga tahapan: (1) dilakukan perencanaan agregat pada
tipe produk, horizon perencanaan model ini biasanya untuk memenuhi selama periode
satu tahun dalam mempertimbangkan fluktuasi permintaan produk; (2) dilakukan
disagregasi perencanaan agregat tipe produk untuk menentukan perencanaan pada
famili produk; 3) hasil disagregasi famili menentukan jumlah end item yang akan
diproduksi. Hingga akhirnya dapat ditentukan laporan status detail.
2. Perencanaan Agregat dan Disagregat
Perencanaan agregat merupakan hasil rencana dari pengukuran tenaga kerja
dan tingkat produksi dalam kumpulan perencanaan fasilitas yang telah diberikan.
Rencana yang dimaksud merupakan rencana umum yang dibuat masing-masing
periode untuk periode berikutnya (Bedworth dan Bailey, 1987, h.126). Tujuan
perencaaan agregat adalah utilisasi secara produktif dari sumberdaya (pekerja dan
peralatan mesin). Kata agregat menunjukan perencanaan diarahkan dari gross level
untuk memenuhi total permintaan dari semua produk yang menggunakan bersama
sumberdaya terbatas dari fasilitas yang digunakan Bedworth dan Bailey, 1987, h.121).
Beberapa macam metode Agregat Planning adalah sebagai berikut (Narasimhan dan
McLeavey, 1985):
a. Nonquantitative atau Metode Intuitive
b. Turnover Ratio
c. Charting dan Metode Graphical

Volume 2, No.1, Tahun 2016


Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 29

d. Metode Tabular
e. The Linear Programming Method, metode Linear Programming (LP)
f. Simulation Method
Perencanaan Disagregat adalah aktivitas pengkonversian level produksi yang
telah direncanakan ke dalam kuantitas dari masing-masing model produk yang telah
dikerjakan pada perencanaan fasilitas (Bedworth dan Bailey, 1987, h.126). Jadwal
produksi induk (JPI) merupakan keluaran dari disagregasi sebuah perencanaan
agregat. JPI menggabungkan produk-produk yang sama (identik) ke dalam kelompok
produk, memecah permintaan dalam bulanan dan kadang-kadang menentukan
kelompok atau produk, tenaga kerja yang dibutuhkan untuk setiap end item dan
pelayanan yang harus dijadwalkan secara spesifik pada setiap stasiun kerja. Selain itu,
JPI merupakan suatu pernyataan tentang produk akhir (termasuk suku cadang) dari
suatu perusahaan industri manufaktur yang merencanakan untuk memproduksi output
yang berkaitan dengan kuantitas dan periode waktu (Gaspersz, 2001, h.141). Terdapat
dua metode pendekatan algoritma optimasi untuk memecahkan permasalahan
disagregasi, diantaranya:
a. Hax and Meal Method
b. Convex Knapsack Method (Hax and Bitran Method)
3. Konsep Decoupling Point
Konsep decoupling point merupakan istilah pemisahan bagian orientasi
organisasi kedalam aktivitas-aktivitas untuk memenuhi pesanan pelanggan
berdasarkan peramalan dan perencanaan, atau titik yang menunjukan seberapa dalam
pesanan pelanggan masuk dalam aliran barang (Hoekstra dan Romme, 1992 dalam van
Donk, 2000). Dua faktor utama yang mempengaruhi strategi menentukan posisi
decoupling point yaitu rasio leadtime produksi dengan penyerahan (P/D ratio) dan
volatilitas permintaan relative atau relative demand volatility (RDV). Apabila kedua
faktor ini digambarkan dalam sebuah diagram scatter, maka akan memberikan
gambaran empat situasi yang mengarahkan pada pemilihan strategi penyerahan produk
(Olhager, 2003).
Relative Demand
Volatility (RDV)

Tinggi

MTO ATO

Rendah
MTO
MTS MTS
ATO

Rasio P/D
P/D<1 1 P/D>1

Gambar 2.1 Diagram Strategi Posisi Produk


(Sumber: Olhager, 2003)
C. Hasil Penelitian dan Pembahasan
1. Identifikasi Perencanaan Produksi Saat Ini
Hasil tahapan ini menunjukan gambaran perencanaan produksi PT “X” selama
periode 2014 menghasilkan kondisi penumpukan stok dan terjadinya backorder. Nilai
penumpukan stok terjadi rata-rata sebesar Rp 84,53 milyar/bulan dengan kenaikan
rata-rata per bulan sebesar Rp 0,67 milyar. Sedangkan nilai keterlambatan pemenuhan
pesanan (backorder) rata-rata terjadi sebesar Rp 53 milyar/bulan atau menunjukan

Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016


30 | Hilda Syaidatul Ulfah, et al.

47,21% pesanan tidak terpenuhi tiap bulan dari total Purchase Order (PO) pelanggan.
Kelompok Obat Generik Berlogo (OGB) menyumbang penumpukan stok sebesar 89%
dan backorder sebesar 73% dari total penumpukan dan backorder yang terjadi.
Perencanaan ditujukan untuk memproduksi dari jenis kapsul dan tablet sebanyak 119
item terdiri dari lima famili kapsul betalaktam/KB (2 item), kapsul non
betalaktam/KNB (25 item), kapsul herbal/KH (7 item), tablet betalaktam/TB (3 item)
dan tablet non betalaktam/TNB (82 item). Beberapa prosedur perencanaan produksi
yang diterapkan selama periode 2014: 1) metode peramalan menggunakan metode
kualitatit (pendekatan intuitif) 2) perencanaan produksi dibagi dua bagian, tender dan
reguler. 3) metode penentuan stok pengaman menggunakan pendekatan kualitatif
(analisa histori).
2. Identifikasi Strategi MTS-MTO Dengan Konsep Decoupling Point
Hasil tahapan ini menunjukan informasi persediaan produk hanya bisa
dilakukan pada bahan baku dan produk akhir. Adapun persediaan pada produk
setengah jadi (ruah) tidak direkomendasikan untuk diadakan persediaan dikarenakan
sifat perishable produk. Melihat hasil analisa identifikasi decoupling point, strategi
posisi produk yang mungkin pada produk kapsul dan tablet adalah MTS dan MTO.
Adapun penerapan ATO beresiko untuk diterapkan karena produk semi manufacturing
berbentuk ruah (hasil pencampuran bahan-bahan obat) beresiko terjadinya kontaminasi
bahan kimia yang akan menimbulkan kerusakan produk. Hasil penentuan P/D Ratio
dan penentuan RDV (Relative Demand Volatility) dipetakan dalam diagram klaster
strategi posisi produk kapsul dan tablet dimana teridentifikasi 78 item MTS (terdiri
dari 18 item KNB, 53 TNB dan 7 KH) dan 41 item MTO (terdiri dari 18 item 2 KB, 7
KNB, 29 TNB dan 3 TB).
TITIK CUSTOMER ORDER DECOUPLING POINT (CODP) PROSES PEMBUATAN OBAT KAPSUL & TABL ET

Counting Manufacturing Counting


Dispensing Packaging Deliver
(Penimbangan (Pemrosesan (Penimbangan
(Pencampuran) (Pengemasan) (Pengiriman)
Bahan Baku) Mesin) obat jadi)

Material Produk Produk Jadi


(Bahan Baku) Semi Manf. (Ruwah) (Obat Indofarma OI)

Strategi MTS
CODP
CODP
Strategi MTO

Keterangan :
Customer Order- Driven
Forecast-Driven

Gambar 3.1 Titik Decoupling Point Produk Kapsul dan Tablet

Gambar 3.2 Diagram Klaster Strategi Produk MTS-MTO (Kapsul)

Gambar 3.3 Diagram Klaster Strategi Produk MTS-MTO (Tablet)

Volume 2, No.1, Tahun 2016


Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 31

3. Perencanaan Produksi Pola MTS (Make to Stock)


Dilakukan simulasi perencanaan produksi untuk periode 2014, hasil tahapan
perencanaan masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
a. Perhitungan Unit Konversi Agregat, perencanaan produksi dibagi dua yaitu
perencanaan produksi lini satu dengan produk agregat nonbetalaktam (18 item
kapsul non -laktam dan 53 item tablet non -laktam) serta perencanaan
produksi lini dua dengan produk agregat herbal (7 item).
b. Peramalan Permintaan, pola data yang terbentuk dari kedua produk agregat
nonbetalaktam dan herbal adalah pola data “tren cenderung horizontal”.
Berdasarkan rekapitulasi uji kesalahan pada, metode peramalan terpilih yang
memiliki tingkat keakuratan (nilai eror) kecil yaitu metode Single Moving
Average (SMA).
c. Perencanaan Produksi Agregat, perencanaan dilakukan untuk dua produk
agregat yaitu nonbetalaktam dan herbal. Sebelumnya ditentukan ditentukan
tingkatan stok pengaman (safety stock) dengan pendekatan probabilitas stockout
dan lead time demand, diketahui stok pengaman nonbetalaktam sejumlah
47.459.165 butir dan herbal sejumlah 658.092 butir. Rencana produksi agregat
dihitung menggunakan dua pendekatan alternative strategi pengendalian tenaga
kerja (TK) (alternatif 1) dan jam lembur (altenatif 2). Pada perencanaan
produksi non betalaktam diketahui nilai Ongkos Total Produksi (OTP) dari
alternatif 1 sebesar Rp 595.704.207.690,- sedangkan dari alternati2 2 sebesar Rp
691.291.277.229,- dengan masih terdapat nilai backorder. Pada perencanaan
produksi herbal dilakukan toll manufacturing (subkontrak penuh) dengan OTP
sebesar Rp 1.013.881.880,-

Gambar 3.4 Grafik Rencana Agregat (Non Betalaktam) Alternatif 1

Gambar 3.5 Grafik Rencana Agregat (Non Betalaktam) Alternatif 2

d. Perencanaan Produksi Disasagregat Metode Hax Bitran, pada perencanaan


disagregat nonbetalaktam ditetapkan semua famili (KNB dan TNB) diproduksi,
kecuali pada famili KNB tidak diproduksi pada bulan April, Juni dan Agustus.
Hasil algoritma membagi rencana agregat kedalam kuantitas famili menunjukan
alokasi perencanaan agregat periode Jan-2014 sejumlah 132.952.301 butir,
jumlah Famili KNB yang akan diproduksi sejumlah 27.215.003 butir dan

Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016


32 | Hilda Syaidatul Ulfah, et al.

Famili TNB sejumlah 105.737.298 butir. Hasil algoritma membagi kuantitas


famili kedalam kuantitas item menghasilkan informasi Jadwal Produksi Induk
(JPI).
e. Perhitungan Rough-Cut Capacity Planning (RCCP), hasil uji validasi JPI
dengan membandingkan kapasitas tersedia dengan kapasitas dibutuhkan dari
jumlah JPI pada ketiga stasiun kerja (SK) digambarkan dalam grafik RCCP.
Diketahui informasi perlu adanya penambahan kapasitas tersedia dengan
melakukan penambahan kapasitas tenaga kerja kontrak pada masing-masing
SK.
4. Perencanaan Produksi Pola MTO (Make to Order)
Hasil tahapan ini menunjukan informasi evaluasi perbaikan prosedur pola
perencanaan produksi MTO dan reduksi lead time pemenuhan pesanan.
DIAGRAM PROSES BISNIS
(PROSEDUR PERENCANAAN DAN PENGENDALIAN PRODUKSI POLA MTO PT INDOFARMA (PERSERO) Tbk.)

IGM SCM PPIC PURCHASING LOGISTIK PRODUCTION

Konversi S O Konfirmasi RPB


Distribusi dan menjadi Plan memperhitungkan
Operasi Production Order kapasitas aktual
Penjualan Konversi P O (PPO) mesin, personel dan
menjadi Sales
waktu kerja
Order (SO)
PPO
Konversi S PB
menjadi
Sales Pengadaan BB
Purchase Order Tidak Kapasitas
Purchase Order (SO) Ya
(PO) BB tersedia?
Requisition Evaluasi PP O
(PR) sesuai kapasitas
BB/BK
PO Bahan
Receive Konfirmasi RPB
Penerbitan dan RP M
Purchase Order
(PO)
Kapasitas
Tidak Ya
sesuai? RPB dan
Purchase RPM
Order (PO)
Menerbitkan
Konfirmasi
SPTO ke bidang
ketersediaan BB
AD

SPTO BB tersedia?
Tidak Ya Production
Process

Selesai Evaluasi isue BB Terbitkan RPB

Terbitkan surat
permintaan RPB
pesanan barang
(SPB)

SPPB

Reschedule Rencana
Produksi

Terbitkan P P dan
PK

PP dan PK
Bukti
Penyerahan
Transito In
Produk Jadi
(BPPJ)
Konversi S O
menjadi Surat
Pengiriman
Barang (SPB)

SPB

Pengiriman
Good
barang ke
Receipt
gudang IGM

Gambar 3.6 Urutan Prosedur Perencanan dan Produksi Pola MTO


Jan2014 Feb2014 Mar2014 Apr2014 May2014
No Proses Mulai Selesai Durasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 1 2 3 4 5

1 Pemesanan 1/1/2014 1/3/2014 3d

2 Konfirmasi pesanan 1/6/2014 1/6/2014 1d

3 Konfirmasi rencana produksi 1/7/2014 1/9/2014 3d

4 Pengadaan bahan baku 1/10/2014 4/3/2014 60d

5 Pembuatan massa 4/4/2014 4/18/2014 11d

6 Pembuatan ruah 4/21/2014 5/14/2014 18d

7 Pengemasan 5/15/2014 6/5/2014 16d

8 Warehousing 6/9/2014 6/27/2014 15d

9 Pengiriman 6/30/2014 7/11/2014 10d

A (Prosedur Saat Ini)


Jan 2014 Feb 2014
No Proses Mulai Selesai Durasi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 1

1 Pemesanan 1/1/2014 1/3/2014 3d

2 Konfirmasi pesanan 1/6/2014 1/6/2014 1d

3 Konfirmasi rencana produksi 1/7/2014 1/9/2014 3d

4 Pembuatan massa 1/10/2014 1/24/2014 11d

5 Pembuatan ruah 1/27/2014 2/19/2014 18d

6 Pengemasan 2/20/2014 3/13/2014 16d

7 Warehousing 3/14/2014 4/3/2014 15d

8 Pengiriman 4/4/2014 4/17/2014 10d

B (Prosedur Usulan)
Gambar 3.7 Gant Chart Urutan Prosedur Pola MTO Usulan

D. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini berdasarkan informasi
pembahasan sebelumnya sebagai berikut:

Volume 2, No.1, Tahun 2016


Perencanaan Produksi Hirarkis Multi Produk untuk Industri Farmasi dengan Pendekatan … | 33

1. Permasalahan perencanaan produksi yang dihadari PT “X” saat ini terkait


dengan penumpukan stok dan kekosongan persediaan saat pesanan datang
(backorder) diakibatkan karena dampak prosedur perencanaan produksi yang
diterapkan saat ini.
2. Kerangka perencanaan produksi hirarkis dipertimbangkan untuk memberikan
usulan perbaikan dalam perencanan produksi saat ini. Perencanaan produksi
hirarkis yang diusulkan terdiri dari 3 tahapan: 1) Tahapan partisi strategi produk
make-to-stock dan make-to-order dengan metode decoupling point. 2) Tahapan
perencanaan produksi untuk pola produk MTS terdiri dari peramalan
permintaan, agregasi dengan pendekatan metode grafis dan disagregasi dengan
pendekatan algoritma Hax Bitran (convex problem) untuk menentukan Jadwal
Produksi Induk (JPI) dengan validasi melalui pengukuran RCCP (rough cut
capacity planning). 3) Tahapan perencanaan produksi untuk pola MTO.
3. Hasil simulasi perencanaan produksi usulan dengan kasus periode perencanaan
produksi 2014 menunjukan, telah terjadi penurunan nilai ongkos total produksi
sebesar 9%, tingkatan stok pengaman (safety stock) sebesar 49% dan lead time
pemenuhan pesanan sebesar 53% dari nilai hasil prosedur perencanaan produksi
yang diterapksan pada periode 2014. Hal ini menunjukan bahwa prosedur
perencanaan produksi usulan dapat memberi penghematan dan mengatasi
permasalahan penumpukan stok dan backorder dibandingkan dengan prosedur
perencanaan produksi yang diterapkan perusahaan saat ini.

Daftar Pustaka

Badan POM, 2006. Pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik. Jakarta: BPOM.
Bedworth, D. D., dan Bailey, J. E., 1987. Integrated Production Control Systems:
Management, Analysis, Design 2/E. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Biegel, J. E., et al., 2009. Pengendalian Produksi Suatu Pendekatan Kuantitatif. Jakarta:
Akademika Pressindo.
Fogarty, D, W., Blackstone, J. H., dan Hoffman, T. R. H., 1991. Production and
Inventory Management.2nd Ed. Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Gasperz, 2001. Production Planning and Inventory ControlBerdasarkan Pendekatan
Sistem Terintegrasi MRP II dan JIT Menuju Manufacturing 2. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama.
Ginting, R., 2007. Sistem Produksi.Yogyakarta: Graha Ilmu.
Heizer, J., dan Render, B., 1993. Production and Operation Management.3rd Ed. USA:
Allyn and Bacon.
Makridakis, S., Wheelwright, S. C., dan McGee, V, E., 1993. Metode dan Aplikasi
Peramalan. Jakarta: Erlangga.
Narasimhan, S. L., dan McLeavy, D. W., 1985. Production Planning and Inventory
Control. 2nd Ed. USA: Allyn and Bacon.
Oden, H. W., Langenwalter, G. A., dan Lucier, R. A., 1998. Handbook of Material &
Capacity Requirements Planning. USA: The McGraw-Hill, Inc.
Sipper dan Bulfin, 1997. Production: Planning, Control, and Integration. USA: The
McGraw-Hill Companies. Inc.

Teknik Industri, Gelombang 1, Tahun Akademik 2015-2016


34 | Hilda Syaidatul Ulfah, et al.

Bitran, G. R., dan Tirupati, D., 1989. Hierarchical Production Planning. MIT Sloan
School Working Paper. Massachusetts Institute of Technology Cambridge.
Tersedia online pada http://search.proquest.com dan
http://www.springer.com/locate/dsw, 2 April 2015
Gharehgozli, A. H., Rabbani, M., dan Moghaddam, R. T., 2006. A Proposed
Hierarchical Production Planning Structure for Combined MTS/MTO
Environments. Istanbul: Proceedings of the 9th WSEAS International
Conference on Applied Mathematics, pp 146-151. Tersedia online pada, 12 Juni
2015
Kotayet, W., Eltawil, A. B., dan Fors, M. N., 2011. A Hierarchical Production Planning
Framework For The Textile Industry With Make to Order and Make to Stock
Considerations. 22nd International Conference on Computer Aided Production
Engineering, CAPE 2011. Tersedia online pada http://academia.edu.com dan
http://www.springer.com/locate/dsw 2 April 2015
Olhager, J., 2003. Strategic Positioning of The Order Point. International Journal of
Production Economics, 85(3), 319-329. Tersedia online pada
http://search.proquest.com dan http://www.springer.com/locate/dsw, 20 Maret
2015
Olhager, J., 2012. The Role of Decoupling Points in Value Chain Management.
Modelling Value Selected Papers of The 1st International Conference on Value
Chain Management. Tersedia online pada www.springer.com/978-3-7908-2746-
0 dan http://search.proquest.com, 20 Maret 2015
Rahman, A., 1991. Studi Sistem Perencanaan Produksi Hirarkis dalam Penentuan
Tingkat Produksi Detail pada Industri Pertanian. Bogor: Fakultas Teknologi
Pertanian Institut Pertanian Bogor. Tersedia online pada
http://academia.edu.com, 23 Maret 2015
Steffansson, H., dan Shah, N., 2005. Multi-Scale Planning and Scheduling in The
Pharmaceutical Industry. European Symposium on Computer Aided Process
Engineering-15. London: Department of Chemical Engineering, Imperial
College London. Tersedia online pada www.elsevier.com/locate/dsw, 2 April
2015
van Donk, D. P., 2000. Make to Stock or Make to Order: The Decoupling Point in The
Food Processing Industries. Groningen: Faculty of Management and
Organization, University of Groningen. International Journal of Production
Economics. Tersedia online pada www.elsevier.com/locate/dsw, 20 Maret 2015
Venditti, L., 2010. Thesis: Production Schedulling In Pharmaceutical Industry. Roma:
Dept. of Computer Science and Automation Roma Tre University. Tersedia
online pada http://dspace-roma3.caspur.it/, 20 Maret 2015

Volume 2, No.1, Tahun 2016

Anda mungkin juga menyukai