Makalah Sedimentologi - Lingkungan Penge
Makalah Sedimentologi - Lingkungan Penge
OLEH :
Faja.K.Rohmala
Nim. 2014-69-004
Mariska Katiop
Nim. 2014-69-009
Simon Rumbewas
Nim. 2014-69-050
Frits Morin
Nim. 2015-69-036
UNIVERSITAS PAPUA
MANOKWARI
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
Paleontologi ini. Makalah ini disusun untuk menambah wawasan pembaca mengenai
Lingkungan Pengendapan dan Sistem Sedimentasi.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat banyak
kekurangan, sehingga kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun
dari semua pihak demi perbaikan makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Lingkungan Pengendapan dan Sistem
Pengendapan?
2. Apa saja macam-macam Lingkungan Pengendapan dan Sistem Pengendapan ?
BAB II
PEMBAHASAN
LINGKUNGAN PENGENDAPAN
LINGKUNGAN SUNGAI
Berdasarkan morfologinya sistem sungai dikelompokan menjadi 4 tipe sungai, sungai
lurus (straight), sungai teranyam (braided), sungai anastomasing, dan sungai kekelok
(meandering).
4. Sungai Anastomasing
Sungai anastomasing terjadi karena adanya dua aliran sungai yang bercabang-
cabang, dimana cabang yang satu dengan cabang yang lain bertemu kembali pada
titik dan kemudian bersatu kembali pada titik yang lain membentuk satu aliran.
Energi alir sungai tipe ini rendah. Ada perbedaan yang jelas antara sungai teranyam
dan sungai anastomosing. Pada sungai teranyam (braided), aliran sungai menyebar
dan kemudian bersatu kembali menyatu masih dalam lembah sungai tersebut yang
lebar. Sedangkan untuk sungai anastomasing adalah beberapa sungai yang terbagi
menjadi beberapa cabang sungai kecil dan bertemu kembali pada induk sungai pada
jarak tertentu . Pada daerah onggokan sungai sering diendapkan material halus dan
biasanya ditutupi oleh vegetasi.
LACUSTRIN
Lacustrin atau danau adalah suatu lingkungan tempat berkumpulnya air yang
tidak berhubungan dengan laut. Lingkungan ini bervariasi dalam kedalaman, lebar
dan salinitas yang berkisar dari air tawar hingga hipersaline. Pada lingkungan ini juga
dijumpai adanya delta, barried island hingga kipas bawah air yang diendapkan
dengan arus turbidit. Danau juga mengendapkan klastika dan endapan karbonat
termasuk oolit dan terumbu dari alga. Pada daerah beriklim kering dapat terbentuk
endapan evaporit. Endapan danau ini dibedakan dari endapan laut dari kandungan
fosil dan aspek geokimianya.
Visher (1965) dan Kukal (1971) dalam selley (1988) membagi lingkungan
lacustrin menjadi dua yaitu danau permanen dan danau ephemeral . Danau permanen
mempunyai 4 model dan danau ephemeral mempunyai 2 model seperti yang terlihat
pada gambar.
DANAU PERMANEN
Danau permanen model pertama adalah danau yang terisi oleh endapan
klastika yang terletak di daerah pegunungan. Danau ini mempunyai hubungan dengan
lingkungan delta sungai yang berkembang ke arah danau dengan mengendapkan pasir
dan sedimen suspensi berukuran halus. Ciri dari endapan danau ini dan juga endapan
model lainnya adalah berupa varve yaitu laminasi lempung yang reguler. Pada
endapan danau periglasial, varves berbentuk perselingan antara lempung dan lanau.
Lanau diendapkan pada saat mencairnya es, sedangkan lempung diendapkan pada
musim dingin dimana tidak ada air sungai yang mengallir ke danau. Contoh danau ini
adalah Danau Costance dan Danau Zug di Pegunungan Alpen.
Danau permanen model kedua adalah danau yang terletak di dataran rendah
dengan iklim yang hangat. Material yang dibawa oleh sungai dalam jumlah yang
sedikit. Endapan karbonat terbentuk pada daerah yang jauh dari mulut sungai
disekitar pantai. Cangkang-cangkang molluska dijumpai pada endapan pantai, yang
dapat membentuk kalkarenit jika energi gelombang cukup besar. Kearah dalam
dijumpai adanya ganggang merah berkomposisi gampingan. Contoh danau ini adalah
Danau Schonau di Jerman dan Danau Great Ploner di Kanada Selatan.
Danau permanen model ke empat dicirikan oleh adanya marsh pada daerah
dangkal yang kearah dalam menjadi sapropelite. Contoh dari danau ini adalah Danau
Gytta di Utara Kanada.
DANAU EPHERMAL
Danau ephemeral adalah danau yang terbentuk dalam jangka waktu yang
pendek di daerah gurun dengan iklim yang panas. Hujan hanya terjadi sesekali dalam
setahun.
Danau playa antar-gunung pada bagian dekat pegunungan berupa fan alluvial
piedmont yang kearah luar berubah menjadi pasir dan lempung. Ciri dari danau playa
ini adalah lempung berwarna merah-coklat yang setempat disisipi oleh lanau dan
gamping. Contoh danau ini adalah Danau Qa Saleb dan Qa Disi di Jordania.
Karena adanya pengaruh evaporasi, danau ephemeral ini dapat membentuk endapan
evaporite pada lingkungan sabkha. Contoh dari danau ini adalah Danau Soda di
Amerika Utara dan di Gurun Sahara dan Arab.
LAGUN ( LAGOON )
Lagun adalah suatu kawasan berair dangkal yang masih berhubungan dengan
laut lepas, dibatasi oleh suatu punggungan memanjang (barrier) dan relatif sejajar
dengan pantai. Maka dari itu lagun umumnya tidak luas dan dangkal dengan energi
rendah. Beberapa lagun yang dianggap besar, misalnya Leeward Lagoon di Bahama
luasnya hanya 10.000 km dengan kedalaman + 10 m (Jordan, 1978, dalam Bruce W.
Sellwood, 1990).
Akibat terhalang oleh tanggul, maka pergerakan air di lagun dipengaruhi oleh
arus pasang surut yang keluar/masuk lewat celah tanggul (inlet). Kawasan tersebut
secara klasik dikelompokkan sebagi daerah peralihan darat - laut (Pettijohn, 1957),
dengan salinitas air dari tawar (fresh water) sampai sangat asin (hypersalin).
Keragaman salinitas tersebut akibat adanya pengaruh kondisi hidrologi, iklim dan
jenis material batuan yang diendapkan di lagun. Lagun di daerah kering memiliki
salinitas yang lebih tinggi dibanding dengan lagun di daerah basah (humid), hal ini
dikarenakan kurangnya air tawar yang masuk ke daerah itu.
Berdasarkan batasan-batasan tersebut diatas maka batuan sedimen lagun
sepintas kurang berarti dalam aspek geologi. Akan tetapi bila diamati lebih rinci
mengenai aspek lingkungan pengendapannya, lagun akan dapat bertindak sebagai
penyekat perangkap stratigrafi minyak.
Bentuk lagun yang memanjang sejajar garis pantai terjadi apabila tanggul
relatif sejajar dengan garis pantai yang disusun oleh reef ataupun berupa sedimen
klasik yang lain misalnya satuan batu pasir. Lagun yang dibatasi atol reef terbentuk
relatip bersamaan dengan pembentukan atol, akibat proses penurunan dasar cekungan
(tempat reef tumbuh) kecepatnya seimbang dengan pembentukan reef.
Kondisi muka-laut juga berpengaruh terhadap lagun. Pada laut yang konstan maka
dibagian bawah lagun akan terendapkan sedimen klastik halus yang kemudian
ditutupi oleh rawa - rawa dengan ketebalan mencapai setengah tinggi air pasang.
Kontak antara batuan sedimen dan batuan di bawahnya adalah horizontal. Satuan
batuan fraksi halus dengan sisipan batubara muda (peat) di daerah rawa akan
berhubungan saling menjari dengan batupasir di daerah tanggul. Selain itu batuan
sedimen lagun yang menebal ke atas dan menumpang di bagian atas shoreface
biasanya terjadi menyertai proses transgresi. Lagun juga dapat terbentuk pada daerah
tektonik estuarine (Fairbridge RW, 1980 dalam Boggs, 1995) yang disebabkan oleh
aktivitas tektonik sehingga terjadi pengangkatan di bagian tepi pantai dan
membelakangi bagian rendahan yang membentuk lagun.
Lingkungan Pengendapan
Lingkungan lagun karena ada tanggul maka berenergi rendah sehingga
material yang diendapkan berupa fraksi halus, kadang juga dijumpai batupasir dan
batulumpur. Beberapa lagun yang tidak bertindak sebagai muara sungai, maka
material yang diendapkan didominasi oleh material marin. Material pengisi lagun
dapat berasal dari erosi barrier (wash over) yang berukuran pasir dan lebih kasar.
Apabila ada penghalang berupa reef, dapat juga dijumpai pecahan-pecahan cangkang
di bagian backbarier atau di tidal delta. Akibat angin partikel halus dari tanggul dapat
terangkut dan diendapkan di lagun. Angin tersebut dapat juga menyebabkan
terjadinya gelombang pasang yang menerpa garis pantai dan menimbulkan energi
tinggi sehingga terjadi pengikisan dan pengendapan fraksi kasar. Struktur sedimen
yang berkembang umumnya pejal (pada batulempung abu-abu gelap) dengan sisipan
tipis batupasir halus (batulempung Formasi Lidah di Kendang Timur), gelembur -
gelombang dengan beberapa internal small scale cross lamination yang melibatkan
batulempung pasiran. Struktur bioturbasi sering dijumpai pada batulempung pasiran
(siltstone) yang bersisipan batupasir dibagian dasar lagun (Boggs, 1995). Batupasir
tersebut ditafsirkan sebagai hasil endapan angin, umumnya berstruktur perarian
sejajar dan kadang juga berstruktur ripple cross-lamination.
DELTA
Kata Delta digunakan pertama kali oleh Filosof Yunani yang bernama
Herodotus pada tahun 490 SM, dalam penelitiannya pada suatu bidang segitiga yang
dibentuk oleh oleh alluvial pada muara Sungai Nil.
Sebagian besar Delta modern saat ini berbentuk segitiga dan sebagian besar
bentuknya tidak beraturan. Bila dibandingkan dengan Delta yang pertama kali
dinyatakan oleh Herodotus pada sungai nil. Ada istilah lain dari Delta adalah seperti
yang dikemukakan oleh Elliot dan Bhatacharya (Allen, 1994) adalah “Discrette
shoreline proturberance formed when a river enters an ocean or other large body of
water”.
Proses pembentukan delta adalah akibat akumulasi dari sedimen fluvial
(sungai) pada “lacustrine” atau “marine coastline”. Delta merupakan sebuah
lingkungan yang sangat komplek dimana beberapa faktor utama mengontrol proses
distribusi sedimen dan morfologi delta, faktor-faktor tersebut adalah regime sungai,
pasang surut (tide), gelombang, iklim, kedalaman air dan subsiden (Tucker, 1981).
Untuk membentuk sebuah delta, sungai harus mensuplai sedimen secara cukup untuk
membentuk akumulasi aktif, dalam hal ini prograding system. Secara sederhana ini
berarti bahwa jumlah sedimen yang diendapkan harus lebih banyak dibandingkan
dengan sedimen yang terkena dampak gelombang dan pasang surut. Dalam beberapa
kasus, pengendapan sedimen fluvial ini banyak berubah karena faktor diatas,
sehingga banyak ditemukan variasi karakteristik pengendapan sedimennya, meliputi
distributary channels, river-mouth bars, interdistributary bays, tidal flat, tidal ridges,
beaches, eolian dunes, swamps, marshes dan evavorites flats (Coleman, 1982).
Ketika sebuah sungai memasuki laut dan terjadi penurunan kecepatan secara drastis,
yang diakibatkan bertemunya arus sungai dengan gelombang, maka endapan-endapan
yang dibawanya akan terendapkan secara cepat dan terbentuklah sebuah delta.
Deposit (endapan) pada delta purba telah diteliti dalam urutan umur
stratigrafi, dan sedimen yang ada di delta sangat penting dalam pencarian minyak,
gas, batubara dan uranium. Delta - delta modern saat ini berada pada semua kontinen
kecuali Antartica. Bentuk delta yang besar diakibatkan oleh sistem drainase yang
aktif dengan kandungan sedimen yang tinggi.
Pada tahun 1975, M.O Hayes (Allen & Coadou, 1982) mengemukakan sebuah
konsep tentang klasifikasi coastal yang didasarkan pada hubungan antara kisaran
pasang surut (mikrotidal, mesotidal dan makrotidal) dan proses sedimentologi. Pada
tahun 1975, Galloway (Allen & Coadou, 1982) menggunakan konsep in dalam
penerapannya terhadap aluvial delta, sehingga disimpulkan klasifikasi delta
berdasarkan pada delta front regime dibagi menjadi tiga , yaitu :
1. Fluvial-dominated Delta
2. Tide-dominated Delta
3. Wave-dominated Delta
Fisiografi Delta
Berdasarkan fisiografinya, delta dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian utama ,
yaitu :
1. Delta plain
2. Front Delta
3. Prodelta
Delta plain
Delta plain merupakan bagian kearah darat dari suatu delta. Umumnya terdiri
dari endapan marsh dan rawa yang berbutir halus seperti serpih dan bahan-bahan
organik (batubara). Delta plain merupakan bagian dari delta yang karakteristik
lingkungannya didominasi oleh proses fluvial dan tidal. Pada delta plain sangat jarang
ditemukan adanya aktivitas dari gelombang yang sangat besar. Daerah delta plain ini
ditoreh (incised) oleh fluvial distributaries dengan kedalaman berkisar dari 5 – 30 m.
Pada distributaries channel ini sering terendapkan endapan batupasir channel-fill yang
sangat baik untuk reservoir (Allen & Coadou, 1982).
Delta front
Delta front merupakan daerah dimana endapan sedimen dari sungai bergerak
memasuki cekungan dan berasosiasi/berinteraksi dengan proses cekungan (basinal).
Akibat adanya perubahan pada kondisi hidrolik, maka sedimen dari sungai akan
memasuki cekungan dan terjadi penurunan kecepatan secara tiba-tiba yang
menyebabkan diendapkannya material-material dari sungai tersebut. Kemudian
material-material tersebut akan didistribusikan dan dipengaruhi oleh proses basinal.
Umumnya pasir yang diendapkan pada daerah ini terendapkan pada distributary inlet
sebagai bar. Konfigurasi dan karakteristik dari bar ini umumnya sangat cocok sebagai
reservoir, didukung dengan aktivitas laut yang mempengaruhinya (Allen & Coadou,
1982).
Prodelta
Prodelta adalah bagian delta yang paling menjauh kearah laut atau sering
disebut pula sebagai delta front slope. Endapan prodelta biasanya dicirikan dengan
endapan berbutir halus seperti lempung dan lanau. Pada daerah ini sering ditemukan
zona lumpur (mud zone) tanpa kehadiran pasir. Batupasir umumnya terendapkan
pada delta front khususnya pada daerah distributary inlet, sehingga pada daerah
prodelta hanya diendapkan suspensi halus. Endapan-endapan prodelta merupakan
transisi kepada shelf-mud deposite. Endapan prodelta umumnya sulit dibedakan
dengan shelf-mud deposite. Keduanya hanya dapat dibedakan ketika adanya suatu
data runtutan vertikal dan horisontal yang baik (Reineck & Singh, 1980).
ESTUARIN
Beberapa ahli geologi mengemukakan beberapa pengertian yang bermacam-
macam tentang estuarin. Pritchard, 1967 (Reineck & Singh, 1980) mengemukakan
bahwa estuarin adalah “a semi-enclosed coastal body of water which has a free
connection with the open sea and within which sea water is measurably diluted with
fresh water derived from land drainage”. Ada dua faktor penting yang mengontrol
aktivitas di estuarin, yaitu volume air pada saat pasang surut dan volume air tawar
(fresh water) serta bentuk estuarin. Endapan sedimen pada lingkungan estuarin
dibawa dua aktivitas, yaitu oleh arus sungai dan dari laut terbuka. Transpor sedimen
dari laut lepas akan sangat tergantung dari rasio besaran tidal dan disharge sungai.
Estuarin diklasifikasikan menjadi tiga daerah yaitu :
1. Marine atau lower estuarin, yaitu estuarine yang secara bebas berhubungan dengan
laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.
2. Middle estuarin, yaitu daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan
air asin secara seimbang.
3. Fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin dimana fresh water lebih
mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh (harian)
Marine atau lower estuarin adalah estuarine yang secara bebas berhubungan
dengan laut bebas, sehingga karakteristik air laut sangat terasa pada daerah ini.
Daerah dimana terjadi percampuran antara fresh water dan air asin secara seimbang
disebut middle estuarin. Sedangkan fluvial atau upper estuarin, yaitu daerah estuarin
dimana fresh water lebih mendominasi, tetapi tidal masih masih berpengaruh
(harian). Friendman & Sanders (1978) dalam Reineck & Singh mengungkapkan
bahwa pada fluvial estuarin konsentrasi suspensi yang terendapkan lebih kecil
(<160mg/l) dibanding pada sungai yang membentuk delta. System lingkungan
pengendapan estuarin yang sangat dipengaruhi gelombang (Dalrymple, 1992)
Berdasarkan aktivitas dari tidal yang mempengaruhinya, estuarin dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (Hayes, 1976 dalam Reading, 1978), yaitu :
1. Mikrotidal estuarin
2. Mesotidal estuarin
3. Makrotidal estuarin
TIDAL FLAT
Tidal flat merupakan lingkungan yang terbentuk pada energi gelombang laut
yang rendah dan umumnya terjadi pada daerah dengan daerah pantai mesotidal dan
makrotidal. Pasang surut dengan amplitudo yang besar umumnya terjadi pada pantai
dengan permukaan air yang sangat besar/luas. Danau dan cekungan laut kecil yang
terpisah dari laut terbuka biasanya hanya mengalami efek yang kecil dari pasang
surut ini, seperti pada laut mediterania yang ketinggian pasang surutnya hanya
berkisar dari 10 – 20 cm. Luas dari daerah tidal flat ini berkisar antara beberapa
kilometer sampai 25 km (Boggs, 1995). Berdasarkan pada elevasinya terhadap tinggi
rendahnya pasang surut, lingkungan tidal flat dapat dibagi menjadi tiga zona, yaitu
subtidal, intertidal dan supratidal . Pembagian serta hubungan antara zona-zona pada
lingkungan tidal flat (Boggs, 1995) Zona subtidal meliputi daerah dibawah rata-rata
level pasang surut yang rendah dan biasanya selalu digenangi air secara terus
menerus. Zona ini sangat dipengaruhi oleh tidal channel dan pengaruh gelombang
laut, sehingga pada daerah ini sering diendapkan bedload dengan ukuran pasir (sand
flat). Pada zona ini sering terbentuk subtidal bar dan shoal. Pengendapan pada daerah
subtidal utamanya terjadi oleh akresi lateral dari sedimen pasiran pada tidal channel
dan bar. Migrasi pada tidal channel ini sama dengan yang terjadi pada lingkungan
sungai meandering. Zona intertidal meliputi daerah dengan level pasang surut rendah
sampai tinggi. Endapannya dapat tersingkap antara satu atau dua kali dalam sehari,
tergantung dari kondisi pasang surut dan angin lokal. Pada daerah ini biasanya tidak
tumbuh vegetasi yang baik, karena adanya aktifitas air laut yang cukup sering
(Boggs, 1995). Karena intertidal merupakan daerah perbatasan antara pasang surut
yang tinggi dan rendah, sehinnga merupakan daerah pencampuran antara akresi
lateral dan pengendapan suspensi, maka daerah ini umumnya tersusun oleh endapan
yang berkisar dari lumpur pada daerah batas pasang surut tinggi sampai pasir pada
batas pasang surut rendah (mix flat). Pada daerah dengan pasang surut lemah disertai
adanya aktivitas ombak pada endapan pasir intertidal dapat menyebabkan
terbentuknya asimetri dan simetri ripples. Facies intertidal didominasi oleh
perselingan lempung, lanau dan pasir yang memperlihatkan struktur flaser, wavy dan
lapisan lentikular. Facies seperti ini menunjukan adanya fluktuasi yang konstan
dengan kondisi energi yang rendah (Reading, 1978) Zona supratidal berada diatas
rata-rata level pasang surut yang tinggi. Karena letaknya yang lebih dominan ke arah
darat, zona ini sangat dipengaruhi oleh iklim. Pada daerah sedang, daerah ini kadang-
kadang ditutupi oleh endapan marsh garam , dengan perselingan antara lempung dan
lanau (mud flat) serta sering terkena bioturbasi (skolithtos). Pada daerah beriklim
kering sering terbentuk endapan evaporit flat. Daerah ini umumnya ditoreh oleh tidal
channel (incised tidal channel) yang membawa endapan bedload di sepanjang alur
sungainya. Pengendapan pada tidal channel umumnya sangat dipengaruhi oleh arus
tidal sendiri, sedangkan pada daerah datar di sekitarnya (tidal flat), pengendapannya
akan dipengaruhi pula oleh aktivitas dari gelombang yang diakibatkan oleh air
ataupun angin. Suksesi endapan pada lingkungan tidal flat umumnya memperlihatkan
sistem progadasi dengan penghalusan ke atas sebagai refleksi dari batupasir pada
pasang surut rendah (subtidal) ke lumpur pada pasang surut tinggi (supratidal dan
intertidal bagian atas). Blok diagram silisiklastik pada lingkungan tidal flat
(Dalrymple, 1992 dalam Walker & James, 1992)
NERITIK (Shelf Environment)
Daerah shelf merupakan daerah lingkungan pengendapan yang berada
diantara daerah laut dangkal sampai batas shelf break . Heckel (1967) dalam Boggs
(1995) membagi lingkungan shelf ini menjadi dua jenis, perikontinental (marginal)
dan epikontinental (epeiric).
Perikontinental shelf adalah lingkungan laut dangkal yang terutama
menempati daerah di sekitar batas kontinen (transitional crust) shelf dengan laut
dalam. Perikontinental seringkali kehilangan sebagian besar dari endapan sedimennya
(pasir dan material berbutir halus lainnya), karena endapan-endapan tersebut bergerak
memasuki laut dalam dengan proses arus traksi dan pergerakan graviti (gravity mass
movement). Karena keberadaannya di daerah kerak transisi (transitional crust),
perikontinental juga sering menunjukan penurunan (subsidence) yang besar,
khususnya pada tahap awal pembentukan cekungan, yang dapat mengakibatkan
terbentuknya endapan yan tebal pada daerah ini (Einsele, 1992). Sedangkan
epikontinental adalah lingkungan laut yang berada pada daerah kontinen (daratan)
dengan sisi-sisinya dibatasi oleh beberapa daratan. Daerah ini biasanya dibentuk jauh
dari pusat badai (storm) dan arus laut, sehingga seringkali terproteksi dengan baik
dari kedua pengaruh tersebut. Jika sebagian dari daerah epeiric ini tertutup, maka ini
akan semakin tidak dipengaruhi oleh gelombang dan arus tidal.
Pasir shelf modern sebagian besar (70%) adalah berupa relict sedimen,
meskipun kadang-kadang daerah shelf ini menerima secara langsung suplai pasir dari
luar daerah, seperti dari mulut sungai pada saat banjir dan dari pantai pada saat badai
(Drake et al, 1972 dalam Reading, 1978). Endapan sedimen pada lingkungan shelf
modern umumnya sangat didominasi oleh lumpur dan pasir, meskipun kadang-
kadang dijumpai bongkah-bongkah relict pada beberapa daerah. Ada empat tipe arus
(current) yang mempengaruhi proses sedimentasi pada daerah shelf (Swift et al, 1971
dalam Boggs, 1995), yaitu :
1. Arus tidal
2. Arus karena badai (storm)
3. Pengaruh gangguan arus lautan
4. Arus density
Shelf yang didominasi storm dicirikan dengan kecepatan tidal yang rendah
(<25 m/det). Pada daerah ini biasanya sangat sedikit terjadi pengendapan sedimen
berbutir kasar, kecuali pada saat terjadi badai yang intensif. Kondisi storm dapat
mempengaruhi sedimentasi pada kedalaman 20 – 50 m. pada saat terjadi badai,
daerah shelf ini menjadi area pengendapan lumpur dari suspensi. Material klastik
berbutir halus dibawa menuju daerah ini dari mulut sungai dalam kondisi suspensi
oleh geostrphik dan arus yang disebabkan angin (Nichols, 1999). Storm juga dapat
mengakibatkan perubahan (rework) pada dasar endapan sedimen yang telah
diendapkan terlebih dahulu. Pada suksesi daerah laut dangkal dengan pengaruh storm
akan dicirikan dengan simetrikal (wave) laminasi bergelombang (ripple), hummocky
dan stratifikasi horisontal yang kadang-kadang tidak jelas terlihat karena prose
bioturbasi.
Proses sedimentasi yang terjadi pada kipas bawah laut ini umumnya
didominasi oleh sistem aliran turbidit yang membawa material-material dari shelf
melalui ngarai-ngarai. Proses sedimentasi ini membentuk trend yang sangat umum,
dimana material yang kasar akan terendapkan dekat dengan sumber dan material yang
halus akan terendapkan pada bagian distal dari kipas. Kipas bawah laut modern dan
turbidit purba terbagi ke dalam tiga bagian, proximal (upper fan), medial (mid fan)
dan distal (lower fan).
Upper fan berada pada kedalaman beberapa meter sampai puluhan meter
dengan lebar bisa mencapai ratusan meter. Kecepatan aliran yang sangat cepat pada
daerah ini menyebabkan endapan yang terbentuk berupa endapan tipis, tanpa struktur
sedimen atau perlapisan batuan yang kasar (Nichols, 1999). Jika didasarkan pada
sekuen endapan turbidit dari Bouma, maka pada daerah ini banyak ditemukan
endapan dengan tipe sekuen “a”, sedangkan pada overbank upper fan dan channel
sering ditemukan sekuen Bouma bagian atas (Tcde atau Tde). Pada daerah mid fan,
aliran turbidit menyebar dari bgian atas kipas (upper fan). Pada daerah ini endapan
turbidit membentuk lobe (cuping) yang menutupi hampir seluruh daerah ini. Unit
stratigrafi yang terbentuk pada mid fan lobe ini, idealnya berupa sekuen mengkasar
ke atas (coarsening-up) serta adanya unit-unit channel. Pada mid fan lobe ini sering
ditemukan sekuen boma secara lengkap “ Ta-e dan Tb-e”. Kadang-kadang aliran
turbidit yang mengalir dari upper fan dan melintasi mid fan dapat pula mencapai
daerah lower fan. Daerah lower fan merupakan daerah terluar dari kipas bawah laut,
dimana material yang diendapkan pada daerah ini umumnya berupa pasir halus, lanau
dan lempung. Lapisan tipis dari aliran turbidit ini akan membentuk divisi Tcde dan
Tde. Hemipelagic sedimen akan bertambah pada daerah ini seiring dengan
menurunnya proporsi endapan turbidit (Nichols, 1999).
SEDIMENTASI ANGIN
Di samping air, angin merupakan salah satu energi yang dapat mengikis dan
mengangkut bahan-bahan untuk diendapkan, khususnya pada daerah yang
mempunyai iklim kering dan semi kering. Angin terjadi karena perbedaan temperatur
antara dua daerah yang berbeda di muka bumi akibat ketidakseragaman pemanasan
kedua tempat oleh sinar matahari yang menimbulkan beda tekanan. Kekuatan angin
ditentukan oleh besarnya beda tekanan pada kedua tempat dan jarak antara kedua
tempat tersebut (Sukendar Asikin, 1978). Kekuatan angin akan bertambah dengan
bertambahnya jarak. Gerakannya akan laminer jika perlahan dan turbulen bila cepat.
Endapan sedimen yang berasal dari proses pengendapan oleh angin disebut endapan
eolian.
PENGENDAPAN ANGIN
Menurut Allen (1970), endapan oleh angin (eolian) dapat terjadi pada :
a. Daerah gurun, dimana iklimnya tropis, subtropis dan lintang tengah.
b. Daerah disekitar, outwash plain pada endapan glasial dan tudung es pada daerah
lintang tinggi.
c. Di daerah pantai, di puncak pulau penghalang (barrier island) atau di muka pantai
terbuka dalam berbagai iklim.
Gurun terjadi pada lintang tengah dan rendah yang berhubungan dengan
daerah yang tertutup dengan curah hujan dari 30 cm. Daerahnya kira-kira 20 % - 25%
dari total daratan sekarang (Boggs, 1995). Gurun modern yang terbesar dengan
panjang 12.000 km dan lebar 3.000 km terletak antara Afrika Utara dan Asia Tengah.
Dengan gurun lain yang luas adalah Australia Tengah, berukuran 1500 - 3000 km.
Gurun yang berukuran kecil berada di Afrika baratdaya, Chili - Peru dan Patagonia,
dan di baratnya Afrika Utara.
Pelapukan di gurun terjadi secara mekanis dan kimiawi. Pelapukan mekanis
tergantung pada perubahan gradien temperatur oleh pemanasan pada siang hari dan
pendinginan pada malam hari. Perbedaan temperatur permukaan batuan pada waktu
siang dan malam dapat mencapai 50° C. Pada kondisi seperti ini batuan secara
perlahan akan rekah dan pecah. Butiran tersebut akan terbawa oleh angin dan
diendapkan sebagai bukit pasir.
Bukit pasir dapat pula terbentuk di muka pantai. Meskipun demikian hanya
terjadi pada pantai pada daerah kering dimana vegetasi (tumbuhan) tidak ada. Angin
kering yang kuat dengan arah tegak lurus pantai secara aktif memindahkan pasir
menjadi gundukan pasir. Hanya sedikit gugusan bukit pasir di muka pantai yang
terjadi pada daerah curah hujan rendah. Selain itu, endapan angin dapat pula terjadi
pada outwash plain dari arus air es glasial yang ditemukan pada daerah lintang tinggi.
Allen (1970) menggambarkan bahwa angin mengangkut sedimen secara suspensi dan
saltasi atau merayap dipermukaan (surface creep).
Butiran yang halus (0 - 0,2 mm ) akan diangkat secara suspensi, yaitu sedimen
dibawa oleh angin tanpa terjadi kontak dengan lapisan. Angin bertiup melalui
alluvium yang mengering dan membawa butiran terbang di udara Lanau lempung
adalah contoh batuan yang dapat diangkut dengan cara suspensi. Bahan ini umumnya
akan diangkut melalui jarak yang lebih jauh.
Cara kedua adalah saltasi dimana butiran dengan ukuran yang lebih besar (0,2
- 2 mm) akan diangkut dengan cara menggelinding, bergeser dan bertumbukan. Bila
angin bertiup di atas permukaan pasri, maka kalau cukup kuat butiran pasir akan
melaju melalui seretan lompatan yang panjang. Jika mendarat mereka akan terpantul
dan meloncat kembali ke udara dan akan melontarkan butiran pasir lainnya. Batupasir
sangat halus adalah yang pertama dapat dipindahkan dengan saltasi.
Pengangkutan bahan yang berukuran pasir ini disebut sand storm. Pasir
umumnya terdiri dari mineral kwarsa yang membulat. Butiran demikian akan mampu
melompat dengan mudah bila terbentur dengan bahan yang keras seperti butiran pasir
lainnya atau kerakal. Trajektori saltasi dari butiran batupasir, dimana butiran yang
lebih kecil akan mempunyai trajektori yang lebih panjang dari pada butiran yang
benar.
Deflasi adalah proses pemindahan bahan dengan cara menyapu bahan- bahan Yang
ringan. Proses ini menghasilkan relief di gurun-gurun pasir. Deflasi dapat pula
menyebabkan lekukan yang dalam hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan
laut. Kalau mencapai batas permukaan air tanah, maka akan membentuk oase (mata
air di gurun)
Abrasi adalah pengikisan oleh angin yang menggunakan bahan yang diangkutnya
sebagai senjata. Daerahnya tidak luas. Contohnya adalah batuan bentuk jamur yang
terjadi karena bahan yang diangkut tidak merata. Dibagian bawah lebih banyak dan
lebih kasar dibandingkan dengan diatasnya.
a. Barchan atau lunate dune, adalah bukit pasir yang paling indah. Bentuknya
cembung terhadap arah angin umum (utama dengan kedua titik ujungnya seperti
tanduk, dimana pada kedua arah tersebut kekuatan angin berkurang. Barchan
mempunyai muka gelincir yang curam pada sisi cekung. Barchan terjadi pada daerah
yang terisola (tertutup) atau disekitar sudut pantai. Pada permukaan yang turun
biasanya ditutupi oleh lumpur (mud) atau granula. Hal ini menunjukkan bahwa
barchan/lunate dunate terbentuk terbentuk dimana pengangkutan pasir lebih sedikit.
b. Tipe stellate, piramida atau Matterhorn. Terdiri dari rangkaian sinus, tajam,
punggung pasir yang tinggi, yang bergabung bersama-sama dalam satu puncak yang
tinggi. Angin selalu meniup bulu-bulu pasir di puncak peramida, membuat dune
tampak seperti berasap. Stellate dune kadang-kadang ratusan meter tingginya,
terbentuk pada batas pasir laut dan jebel, menandakan titik interferensi dari arus angin
dengan topografi yang resistan.
c. Longitudinal atau Seif dune. Bentuknya panjang, tipis dengan batas punggung yang
jelas. Dune secara individu dapat mencapai 200 km panjangnya, kadang-kadang
dapat konvergen pada perbatasan seif dimana arah angin berkurang. Tingginya dapat
mencapai 100 km dan batas dune lebarnya sampai 1 atau 2 km, dengan daerah
interdune yang datar, terdiri dari pasir atau gravel.
d. Tranversal dune, bentuknya kursus atau sinusoidal ramping dengan puncak tegak
lurus arah angin rata - rata. Muka gelincir yang curam terdapat pada arah angin yang
berkurang. Transversal dune jarang terjadi pada permukaan deflasi. Tranversal dune
adalah tipe berkelompok, naik pada bagian belakang dari dune berikutnya.
3.2 Interdune
Interdune adalah antara dua dune, dibatasi oleh bukit pasir atau sand sheet.
Interdune dapat terdeflasi (erosi) atau pengendapan. Sedikit sekali sedimen yang
terakulasi pada interdune yang terdeflasi. Daerah interdune dapat meliputi dua arah
endapan angin dan sedimen diangkut dan diendapkan oleh arus di daerah paparan.
4. Bentuk Perlapisan
Wilson (1991, 1992) dalam Walker (1992) menyatakan ada tiga skala utama
bentuk perlapisan pada endapan eolin yaitu ripple, dune dan draa. Ripple yang
disebabkan oleh angin lebih datar dari pada yang disebabkan oleh air dan biasanya
mempunyai garis puncak yang lebih regular. Bentuk perlapisan dune lebih besar dari
pada ripple dan ketinggiannya bervariasi dari 0,1 sampai 100 meter. Bentuk
perlapisan draa adalah perlapisan pasir yang besar antara 20 sampai 450 meter
tingginya dan dicirikan oleh melampiskan keatas (superimpose) dari dune yang lebih
kecil. Tabel- 1 adalah klasifikasi perlapisan endapan eolian.
5. Tekstur
Tekstur meliputi bentuk, ukuran dan susunan butir. Batupasir eolian
mempunyai 3 sublingkungan pengendapan (Walker, 1992) yang membedakan 3
macam tekstur pada endapan eolian, yaitu :
• terpilah baik sampai dengan sangat baik pada batupasr halus yang terjadi pada
sublingkungan pantai.
• terpilah sedang sampai baik pada batupasir dune di darat yang berbutir baik.
• terpilah jelek pada batupasir interdune dan serir.
Bukit pasir bervariasi dalam ukuran butir dari 1,6 - 0,1 mm. Endapan bukit
pasir umumnya terdiri dari tekstur pasir yang terpilah baik dan kebundaran baik juga
;kaya akan kwarsa. Endapan bukit pasir di pantai mungkin kaya akan mineral berat
dan fragmen batuan yang tidak stabil. Bukit pasir di pantai yang terjadi didaerah
tropis banyak mengandung ooid, fragmen cangkang, atau butiran karbonat lainnya.
Bukit pasir yang terdapat di daerah gurun dapat mengandung gypsum seperti White
Sand, New Mexico
6. Struktur Sedimen
Pengangkutan dan pengendapan oleh angin membentuk tipe struktur sedimen
ripple, dune dan silang siur (cross-bed) seperti yang dihasilkan pada pengangkutan
oleh air (Boggs, 1995). Struktur sedimen yang terdapat pada bukit pasir adalah :
Tipe geometri struktur bagian dalam barchan dapat dilihat pada gambar-4.
Selain itu beberapa jenis struktur sedimen internal pada skala kecil dapat pula
berbentuk perarian lapisan datar (plane -bed lamination), perarian bergelombang
(rippleform lamination),ripple-foreset cross lamination, climbing ripple, grainfall
lamination dan sandflow cross -strata.
Pada bukit pasir yang kecil terdapat perarian silang siur tunggal (single cross
lamination) dan perlapisan silang siur yang tebal terdapat pada lapisan pasir yang
cukup tebal. Struktur sedimen yang besar tidak tampak pada inti pemboran, sehingga
struktur sedimen seolah-olah massive. Pengeboran melalui tranversal dan lunate dune
mengungkapkan bahwa beberapa kumpulan dari puncak bukit pasir dipisahkan oleh
permukaan erosi dan lapisan datar. Heterogenenitas perlapisan ini menggambarkan
variasi yang tidak menentu dari morfologi bukit pasir secara kasar. Perlapisan silang
siur diendapkan saat migrasi angin rendah pada muka gelincir dan unit perlapisan
datar dan subhorisontal diendapkan pada sisi belakang dari bukit pasir.
Pada interdune yang terjadi di daerah basah dekat dengan danau, silt dan clay
terperangkap oleh badan yang semipermanen. Endapan ini dapat mengandung spesies
organisme air tawar seperti gastrododa, pelesipoda, diatome dan ostracoda (Boggs,
1995). Dapat pula terbentuk bioturbasi seperti jejak kaki binatang.
Endapan sheet sand juga mengandung kemiringan yang tegas atau permukaan
iregular dari erosi beberapa meter panjangnya, terdapat jejak bioturbasi yang
disebabkan oleh serangga atau tumbuhan, struktur cut-and-fill pada skala kecil,
kemiringan yang tegas, lapisan perarian yang jelek sebagai hasil dari perbatasan
pengendapan grainfall, diskontinu, lapisan tipis pasir kasar yang interkalasi dengan
pasir halus, dan kadang-kadang interkalasi dengan endapan eolian yang mempunyai
sudut besar menunjukkan distribusi dan hubungan stratigrafi dari sheet sand dan
endapan bukit pasir eolian.
7. Model Perlapisan dan Batas Permukaan
Hasil perlapisan dari migrasi bentuk lapisan sebagai pendakian/undakan pasir
mempunyai sudut dan arah yang berbeda-beda. Model perlapisan yang sederhana
meliputi sistem bentuk lapisan termigrasi dengan sederhana dan bentuk kumpulan
arsitektur yang sederhana. Sebagai contoh bukit pasir tranversal migrasi melewati
gurun dari lapisan silang siur tabular (tabular cross-bed) dipisahkan oleh permukaan
bidang planar. Transversal dune migrasi melalui transversal draa dari bentuk yang
sederhana ke bentuk yang lebih kompleks, termasuk permukaan orde kedua pada
kemiringan arah angin berkurang. Meskipun demikian, bentuk lapisan dibangun oleh
perpindahan pasir dan juga disebabkan oleh keberadaan struktur perbahan angin
meyebabkan perubahan bentuk perlapisan yang ada dan perubahan bentuk lapisan
juga berinteraksi dengan angin untuk menghasilkan bermacam-macam bentuk
keseimbangan.
GLASIAL
Pengertian tentang sistem pengendapan glasial dan macam - macam
bentuknya penting dalam aplikasi. Pertama, data kandungan endapan glasial dapat
digunakan menyelesaikan masalah tentang proses - proses geologi yang terjadi.
Kedua, endapan glasial merupakan dasar untuk mempelajari lingkungan geologi.
Dengan adanya investigasi karakteristik teknik geologi, pedoman hydrogeological,
dan arus transportasi dalam sistem pengendapan glasial. Sistem pengendapan glasial
merupakan suatu pendorong dalam penyelidikan tentang sistem pengendapan glasial
ini juga merupakan pendorong untuk mempelajari / mengetahui tentang letak dari
pengendapan klastik dan karbonat dari suatu reservoar hidrokarbon pada tahun 1950
– an.
Setelah mempelajari aspek - aspek dari glasial dan hubungannya satu sama
lain, kemudian diaplikasikan kedalam ilmu geologi ekonomi atau hasil penyelidikan
geologi yang bernilai ekonomi. Selain itu diketahui pula bahwa dalam sistem
pengendapan glasial juga membawa serta endapan -endapan mineral dan bermacam -
macam batuan yang dibungkus oleh es. (Placer ; Eyles, 1990), dan sistem
pengendapan glasial digunakan juga dalam penyelidikan untuk endapan mineral yang
terdapat pada pelindung / pembungkusnya sendiri. (drift prospecting ; Dilabio and
Coker, 1989). Dimana diketahui pula bahwa lapisan batu dari glasial mempunyai
kebiasaan digunakan dalam geologi minyak, tetapi kandungan dari Paleozoic glasial
lebih penting / berarti digunakan dalam penyelidikan minyak dan gas, seperti :
Australia, Argentina, Brasil, Bolivia, Saudi Arabia, Yordan dan Oman. (Levll et al,
1988; Franca and Potter, 1991). Banyak orang berpikiran bahwa fasies dari
pengendapan glasial masih karakteristik yang unik. Ini disebabkan oleh campuran
yang tidak tersotir dengan baik, semua ukuran ada, mulai dari bongkah - bongkah /
batu - batu besar sampai kelempung, Kadang - kadang endapannya tepat pada glasier
dan lapisan - lapisan esnya. Bagaimana sedimen yang mempunyai penampilan
singkapan sama dapat memberikan sebuah endapan luas baik itu lingkungan glasial
dan nonglasial “Term diamitct” akan digunakan untuk sebuah deskripsi, masa
nongenetic betul - betul dari fasies yang sortirannya kurang baik tanpa
memperhatikan asal mulanya. Hanya dengan diamict dapat diketahui endapan yang
langsung pada “ice glasier” dapat diidentifikasi dengan baik. Suatu permasalahan
pokok dalam mempelajari stratigrafinya adalah untuk menentukan apakah fasies
diamict spesifik sumbernya dari glasial atau nonglasial. Banyak contoh dalam
literatur dimana sedimen itu mula - mula terjadi dan dapat ditunjukkan berasal dari
sumber nonglasial. Diamict hanya tipe fasies dalam keadaan biasa dan produksinya
dari lingkungan pengendapan dalam sebuah luas daerah tertentu dan juga pengaruh
iklim. Dalam keadaan biasa tidak mungkin kita berkesimpulan bahwa sumber sebuah
diamict berasal dari sebuah singkapan tunggal dan kecil. Yang penting selalu
diperhatikan adalah hubungan antara facies dalam stratigrafi.
Substrate relief dan lingkungan tektonik adalah berperan sebagai dasar dalam
pengendapan glacialteretrial ini. Menurut hasil penyelidikan bahwa pertumbuhan
lembar - lembar es dibumi ini dalam jumlah yang besar, tetapi kurang yang
mengandung endapan - endapan. Glacial itu aktif pada basin akibat tektonik. Dalam
jumlah yang besar ternyata glacial besar dari sedimen ocean basin. Iklim juga
mempengaruhi endapan glacial terrestrial ditepi es.
Istilah lain untuk terumbu ini, ada yang menyebutnya dengan “carbonate
buildup” atau “bioherm”. Tetapi para pekerja karbonat tidak menyetujui penggunaan
istilah terumbu hanya dibatasi untuk carbonat-buildup atau inti yang kaku,
pertumbuhan koloni organisme, atau carbonat - buildup lainnya yang tidak memiliki
inti kerangka yang kaku. Wilson (1975) menggunakan istilah carbonat-buildup untuk
tubuh yang secara lokal, terbatas secara lateral, merupakan hasil proses relief
tofografi, dan tanpa mengaitkan dengan hiasan pembentuk internalnya. Sebelumnya
Dunham (1970) mencoba memberikan solusi dilema peristilahan ini dengan
mengusulkan dua tipe terumbu, yaitu :
(a) Terumbu Ecologik : adalah terumbu yang dicirikan oleh bentuk kaku, struktur
tofografi yang tahan terhadap gelombang, dihasilkan oleh pembentukan aktif dan
pengikatan sedimen organisme.
(b) Terumbu Stratigrafi : dicirikan oleh batuan yang tebal, terbatas secara lateral, dan
merupakan batuan karbonat yang buruk sampai sangat buruk.
Letak Pengendapan
Kebanyakan terumbu terbentuk dalam lingkungan air dangkal,berupa terumbu
linier yang hampir kontinyu disepanjang tepi platform dan disebut juga sebagai
“barrier-reef” “Fringing - reef”, letaknya berlawanan dengan garis pantai yang
terbentuk akibat paparan yang sangat sempit. Sedangkan terumbu berbentuk seperti
donat disebut “Atolls”, dimana bagian luarnya merupakan penghalang gelombang
lagoon yang dilingkarinya dan terumbu yang lebih kecil lagi dan terisolisasi
dinamakan “patch-reef” “pinnacle-reef, atau “table - reef” yang terbentuk sepanjang
beberapa tepi paparan, tersebar pada paparan tengah (midle-shelf)
Disamping dalam air dangkal, terumbu juga dapat dijumpai dalam air yang
lebih dalam, seperti “mound” yang terbentuk secara organik dengan panjang 100 m
dan tinggi 50 m (Neuman, Kofoed), dan Keller, 1977) “Mound” ini mengandung
lumpur yang mengikat atau menyemen berbagai organisme air dalam, seperti :
crinoid, ahermatypic hexacoral dan sponga.
2 Organisme Terumbu
Hampir semua terumbu tersusun oleh koral, meskipun banyak organisme lain
yang turut menyumbang, seperti alga biru - hijau (cyanobacteria, alga merah
coralline, alga hijau, kerangka foramnifera, brozoa, sponga, dan moluska (Heckel,
1974; James dan Macintyre, 1985). Dalam sejarah waktu geologi, beberapa kelompok
organisme yang membentuk terumbu meliputi : archaeocyathids, stromatoporoids,
fenestethid bryozoans, dan rudistid clams. Meskipun demikian, koral merupakan
dominan terumbu modern, dan ada dua jenis koral, yaitu :
(a) Hermatypic (zoanthellae) hexacoral : merupakan koral utama air dangkal yang
melakukan hubungan simbiotik dengan beberapa macam organisme unicelluler
terutama alga, yang kemudian dinakan secara kolektif sebagai zooxanthellae. Alga ini
hidup dalam atau antara kehidupan sel koral dan mendapatkan energi dari proses
photosistesis (Cowen, 1988). Selama proses photosintesis alga ini melepaskan CO2,
sehingga membutuhkan sinar matahari, oleh karenanya coral hermatypic ini terbatas
hidupnya hanya dalam air sangat dangkal.
(b) Ahermatypic (azooxanthellae coral : coral ini hidupnya tidak terbatas pada air
dangkal saja, tetapi dapat tersebar hingga pada kedalaman melebihi 2000m (stanley
dan Cairs, 1988) dan jarang mempunyai hubungan simbotis, sehingga merupakan
organisme utama sekarang yang membentuk “carbonat-buildup” dalam air yang lebih
dalam.
TERUMBU PURBA
Terumbu purba biasanya dapat dibagi hanya menjadi fasies utama yaitu :
(a) Inti - terumbu (“reef-core”), terdiri dari kerangka terumbu masif, tak berlapis,
organisme pembentuk terumbu yang terkandung tersemen dalam matriks lumpur
gamping atau lime mud.
(b) Sayap-terumbu (“reef-flank”), biasanya terdiri dari gamping konglomeratan atau
breksi taluis, berlapis, pemilahan buruk, dan atau gamping pasiran yang menipis dan
miring menjauhi inti-terumbu.
(c) “Inter-reef”, mengandung butiran halus, gamping lumpuran sub-tidal, atau
kemungkinan lumpur silisiklastik.
Ada dua kelompok cara mengangkut sedimen dari batuan induknya ke tempat
pengendapannya, yakni supensi (suspendedload) dan bedload tranport. Di bawah ini
diterangkan secara garis besar ke duanya.
Suspensi
Dalam teori segala ukuran butir sedimen dapat dibawa dalam suspensi, jika
arus cukup kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya material halus saja yang
dapat diangkut suspensi. Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini adalah
mengandung prosentase masa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak
mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai memilahan butir yang buruk.
Cirilain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah menyentuh
dasar aliran.
Bedload transport
Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi menjadi:
pemilahan baik
tidak mengandung masa dasar
ada perubahan besar butir mengecil ke atas (fining upward) atau ke bawah
(coarsening upward) tetapi bukan perlapisan bersusun (graded bedding).
Di lain pihak, sistem arus pekat dihasilkan dari kombinasi antara arus traksi
dan suspensi. Sistem arus ini biasanya menghasilkan suatu endapan campuran antara
pasir, lanau, dan lempung dengan jarang-jarang berstruktur silang-siur dan perlapisan
bersusun.
Arus pekat (density) disebabkan karena perbedaan kepekatan (density) media.
Ini bisa disebabkan karena perlapisan panas, turbiditi dan perbedaan kadar garam.
Karena gravitasi, media yang lebih pekat akan bergerak mengalir di bawah media
yang lebih encer. Dalam geologi, aliran arus pekat di dalam cairan dikenal dengan
nama turbiditi. Sedangkan arus yang sama di dalam udara dikenal dengan nuees
ardentes atau wedus gembel, suatu endapan gas yang keluar dari gunungapi. Endapan
dari suspensi pada umumnya berbutir halus seperti lanau dan lempung yang
dihembuskan angin atau endapan lempung pelagik pada laut dalam.
Kenyataan di alam, transport dan pengendapan sedimen tidak hanya dikuasai
oleh mekanisme tertentu saja, misalnya arus traksi saja atau arus pekat saja, tetapi
lebih sering merupakan gabungan berbagai mekanisme. Malahan dalam berbagai hal,
merupakan gabungan antara mekanik dan kimiawi. Beberapa sistem seperti itu dalah:
Pada dasarnya butir-butir sedimen bergerak di dalam media pembawa, baik berupa
cairan maupun udara, dalam 3 cara yang berbeda: menggelundung (rolling),
menggeser (bouncing) dan larutan (suspension)
1. Kasifikasi Transpor Sedimen
Wash load: sedimen yang tidak ditemukan di dasar sungai karena secara
permanen tersuspensi.
Bed load: sedimen yang secara kontinu berada di dasar sungai,
terangkut secara menggelinding, menggeser, melompat.
Suspended load: Sedimen yang tersuspensi oleh turbulensi aliran dan
tidak berada di dasar sungai
a. Bed load
Sedimen dasar adalah transpor dari butiran sedimen secara menggelinding,
menggeser dan melompat yang terjadi di dasar saluran. Secara umum konfigurasi
dari pergerakan sedimen membentuk konfigurasi dasar seperti dunes, ripple,etc.
Banyak formulasi yang telah dikembangkan untuk mendiskripsikan mekanisme
dari sedimen dasar yang dilakukan dengan eksperimen di laboratorium atau pun
dengan memodelkan fenomena tersebut.
b. Suspended load
c. Wash load
Wash load adalah transpor butiran sedimen yang berukuran kecil dan halus
dibanding dengan sedimen dasar juga sangat jarang ditemukan didasar sungai.
Besarnya wash load banyak ditentukan oleh karakteristik klimatologi dan erosi
dari daerah tangkapan (catchment area). Dalam perhitungan gerusan lokal (local
scouring) wash load tidak begitu penting sehingga diabaikan namun untuk
perhitungan sedimentasi di daerah dengan kecepatan aliran yang rendah seperti:
waduk, pelabuhan, cabangan sungai wash load diperhitungkan.
Banyak alat dan metode untuk pengukuran berbagai jenis sedimen seperti:
sedimen dasar, sedimen suspensi, dan wash load telah dikembangkan, namun tidak
semua alat akan dijelaskan pada bab ini hanya beberapa alat yang secara umum sering
di gunakan untuk pengukuran. Beberapa organisasi dengan pengalaman yang luas di
bidang survey hidrometri secara kontinu mengembangkan alat-alat yang sudah
ada dan mengembangkan penemuan-penemuan alat dan metode baru. Beberapa alat
dan metode untuk pengukuran transpor sedimen.
a. Bed load Transport Meter Arnhem (BTMA)
BTMA adalah alat untuk mengukur sedimen dasar yan berupa pasir dan
kerikil yang berada pada dasar sungai/ saluran. Keuntungan dari alat adalah
mempunyai konstruksi yang kuat, simple juga mudah diperbaiki dan dipelihara.
Kelemahannya adalah karena dimensinya besar dan berat sehingga membutuhkann
penanganan yang lebih. Adapun ilustrasi gambarnya tersaji pada gambar 5.4.
Kecepatan aliran harus lebih kecil atau sama dengan 2,5 m/s. Pengukuran
sedimen dasar dengan BTMA atau HS mempunyai
b. Delft Bottle
Botol Delft (Delftsen Fles, D.F) adalah alat untuk mengukur sedimen layang/
suspensi pada sungai. Pengukuran dilakukan mulai dari permukaan sampai 0,5
m diatas dasar sungai, untuk pengukuran dibawah permukaan digunakan alat
bantu kabel sedangkan yang mendekati dasar digunakan rangka (frame).
Interval pengukuran tergantung kebutuhan data semakin banyak semakin baik.
Prinsip kerjanya adalah sedimen layang yang terkandung pada air akan melewati
mulut botol delft, bentuk mulut tersebut menginduksi tekanan rendah di belakang
alat (outlet) sehingga kecepatan air tinggi dan pada akhirnya air dapat masuk
kedalam mulut botol delft. Di bagian dalam botol, kecepatan aliran akan
berkurang dan menyebabkan sedimen mengendap di dalam botol tersebut.
Material yang mengendap diambil kemudian diukur volumenya setelah air
dalam botol delft keluar. Biasanya ukuran butiran sedimen lebih besar dari
50 mikrometer. Botol delft meloloskan sebagian sampel jika 100 % dari butiran
D < 50 mikrometer, sebagian ukuran butirannya 50 < D < 100 mikrometer. Oleh
karena efisiensi dari botol delft adaah fungsi distribusi ukuran butiran material
suspensi. Keuntungannya memepunyai konstruksi yang kuat dan simple juga
mudah untuk dipelihara dan mudah digunakan untuk berbagai kedalaman.
c. Water Sampler