Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN PENDAHULUAN SNH DI RUANG BT

RSUD REHATTA KELET


Di susun guna memenuhi tugas Program Profesi Ners
Stase Gerontik

Disusun Oleh :

Kelompok 2

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN

A. DEFINISI LANSIA
Lansia adalah kelompok penduduk berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat
perhatian atau pengelompokan tersendiri ini adalah populasi berumur 60 tahun atau lebih.
Umur kronologi (kalender) manusia dapat digolongkan dalam berbagai masa, yakni masa
anak, remaja, dan dewasa. Masa dewasa dapat dibagi atas dewasa muda 18-30 tahun,
dewasa tengah baya 30-60 tahun, dan masa lanjut usia lebih 60 tahun (Bustan, 2007 ).
Seseorang dikatakan lansia apabila usianya 65 tahun ke atas, lansia bukan suatu
penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang ditandai
dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan (Efendi
& Makhfudi, 2009).

B. KLASIFIKASI LANSIA
Adapun beberapa pendapat mengenai pembagian atau batasan-batasan lanjut usia,
yakni:
1. Menurut WHO (2009)
Menurut WHO (World Health Organization), ada empat tahapan umur lansia
diantaranya yaitu:
a. Usia pertengahan 45-59 tahun
b. Lanjut usia 60-74 tahun
c. Lanjut usia tua 75-90 tahun
d. Usia sangat tua di atas 90 tahun.
2. Menurut Prof. DR. Ny. Sumiati Ahmad Mohammad Perkembangan manusia dibagi
sebagai berikut:
a. Masa Bayi : 0-1 tahun
b. Masa Pra Sekolah : 1-6 tahun
c. Masa Sekolah : 6-10 tahun
d. Masa Pubertas : 10-20 tahun
e. Masa Dewasa : 20-40 tahun
f. Masa Setengah Umur : 40-65 tahun
g. Masa Lanjut Usia : 65 tahun keatas
3. Menurut Dra. Ny. Josmasdani
a. Fase Inventus : 25-40 tahun
b. Fase Verilitas : 40-50 tahun
c. Fase Prasenium : 55-65 tahun
d. Fase Senium : 65 tahun ke atas
4. Menurut Prof. DR. Koesoemato Setyonegoro
a. Elderly Adulhood : 18/20-25 tahun
b. Middle Years : 25-60/65 tahun
c. Geriatric Age : Di atas 65/70 tahun
d. Young Old : 70-75 tahun
e. Old : 75-80 tahun
f. Old : Di atas 80 tahun
5. Menurut UU Tahun 2003
Menyatakan bahwa seseorang dapat dikatakan Lanjut Usia setelah mencapai umur 55
tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan
hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain.

C. TEORI PENUAAN
Proses menua sudah mulai berlangsung sejak seseorang mencapai dewasa,
misalnya dengan terjadinya kehilangan jaringan pada otot, susunan syaraf dan jaringan
lainnya sehingga tubuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada batas yang
tegas pada usia beberapa penampilan seseorang mulai menurun. Pada setiap orang,
fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat berbeda, baik dalam hal pencapaian puncak
maupun saat menurunnya. Namun umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncak,
fungsi alat tubuh akan berbeda dalam kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian
menurun sedikit demi sedikit sesuai bertambahnya umur, (Nugroho, 2000)
1. Teori-teori Biologis
a. Secara keturunan dan atau mutasi, setiap sel pada saatnya akan mengalami
mutasi. Contohnya mutasi dari pada sel-sel kelamin.
b. Pemakaian dan merusak, kelebihan usaha dan stress menyebabkan sel-sel tubuh
lelah.
c. Pengumpulan dari pigmen atau lemak dalam tubuh, yang disebut teori akumulasi
dari produk sisa.
d. Peningkatan jumlah kolagen dalam jaringan
e. Tidak ada perlindungan terhadap radiasi, penyakit dan kekurangan gizi
f. Reaksi dari kekebalan sendiri. Dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat
diproduksi suatu zat khusus, ada jaringan tubuh tertentu tidak tahan terhadap zat
tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan sakit.
g. Reaksi dari kekebalan sendiri (auto immune theory)
Didalam proses metabolisme tubuh, suatu saat diproduksi suatu zat khusus. Ada
jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap zat tersebut sehingga jaringan
tubuh menjadi lemah dan sakit.
h. Teori immunology slow virus (immunology slow virus theory)
Sistem immune menjadi efektif dengan bertambahnya usia dan masuknya virus
kedalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan organ tubuh.
i. Teori Stres
Menua terjadi akibat hilangnya sel-sel yang bisa digunakan tubuh. Regenerasi
jaringan mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha dan
stress menyebabkan sel-sel tubuh lelah terpakai.
j. Teori Radikal Bebas
Radikal bebas dapat terbentuk dialam bebas, tidak stabilnya radikal bebas
(kelompok atom) mengakibatkan oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti
karbohidrat dan protein sehingga menyebabkan sel-sel tidak dapat regenerasi.
k. Teori Rantai Silang
Sel-sel yang tua atau usang, reaksi kimianya menyebabkan ikatan yang kuat,
khususnya jaringan kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elastis,
kekacauan dan hilangnya fungsi.
1. Teori Program
Kemampuan organisme untuk menetapkan jumlah sel yang membelah setelah
sel-sel tersebut mati.
2. Teori-teori Kejiwaan Sosial
a. Aktivitas atau Kegiatan (activity theory)
1) Ketentuan akan meningkatnya pada penurunan jumlah kegiatan secara
berlangsung. Teori ini menyatakan bahwa usia lanjut yang sukses
adalah mereka yang aktif dan ikut banyak dalam kegiatan sosial.
2) Ukuran optimum (pola hidup) dilanjutkan pada cara hidup dari lanjut
usia.
3) Mempertahankan hubungan antara sistem sosial dan individu agar tetap
stabil dari usia pertengahan ke lanjut usia.
b. Kepribadian Berlanjut (continuity theory)
Dasar kepribadian atau tingkah laku tidak berubah pada lanjut usia. Teori ini
merupakan gabungan dari teori diatas. Pada teori ini menyatakan bahwa
perubahan yang terjadi pada seseorang yang lanjut usia sangat dipengaruhi
oleh tipe personality yang dimiliki.
c. Teori pembebasan (disengagement theory)
Teori ini menyatakan bahwa dengan bertambahnya usia, seseorang secara
berangsur-angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan
ini mengakibatkan interaksi sosial lanjut usia menurun, baik secara kualitas
maupun kuantitas sehingga sering terjaadi kehilangan ganda (triple loss),
yakni: kehilangan peran, hambatan kontak sosial, dan berkurangnya kontak
komitmen.
3. Teori Psikologik
Teori-teori psikologik dipengaruhi juga oleh biologis dan sosiologik salah satu
teori yang ada.
Teori Tugas perkembangan .
Tugas perkembangan yang spesifik ini tergantung pada maturasi fisik,
pengharapan kultural dan masyarakat dan nilai serta aspirasi individu. Tugas
perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan
fisik dan kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan income,
penerimaan adanya kematian dan pasangannya/orang-orang yang berarti bagi
dirinya, mempertahankan hubungan dengan group yang seusianya, adopsi &
adaptasi dengan peran sosial secara fleksibel dan mempertahankan kehidupan
secara memuaskan.

D. PENUAAN SISTEM TERKAIT


Perubahan-perubahan kardiovaskular pada lanjut usia menurut Badiyah (2009) yaitu:
a. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
1. Elastisitas dinding aorta menurun
2. Katup jantung menebal dan menjadi kaku
3. Kemampuan jantung memompa darah menurun 1% setiap tahunnya sesudah
berumur 20 tahun, hal ini menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
4. Kehilangan elastisitas pembuluh darah, kurangnya efektifitas pembuluh darah
perifer untuk oksigenasi, perubahan posisi dari tidur ke duduk bila menyebabkan
tekanan darah menurun menjadi 69 mmHg (menyebabkan pusing mendadak).
5. Tekanan darah tinggi diakibatkan oleh meningkatnya resitensi dari pembuluh
darah perifer, sitolis normal ± 170 mmHg.
b. Sistem Pernafasan
1. Berat otak 10-20% (setiap orang berkurang sel syaraf otaknya dalam setiap
harinya).
2. Lambat dalam responden waktu untuk bereaksi, khususnya dengan stress.
3. Hubungan persyarafan cepat menurun.
4. Mengecilnya syaraf panca indra.
5. Mengurangnya pengelihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf
penciuman dan perasa, lebih sensitive terhadap perubahan suhu dengan rendahnya
ketahanan terhadap dingin dan kurangnya sensitive terhadap sentuhan
c. Sistem Pendengaran
1. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran), hilangnya kemampuan daya
pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap bunyi atau suara-suara atau
nada-nada tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata-kata 50% terjadi pada
usia di atas umur 65 tahun.
2. Membrane tympani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis.
3. Terjadinya pengumpulan serumen dapat mengeras karena meningkatnya kratin.
4. Pendengaran bertambah menurun pada lanjut usia yang mengalami ketegangan
jiwa/stress.
d. Sistem Penglihatan
1. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar.
2. Kornea lebih berbentuk sferis (bola).
3. Lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa) menjadi katarak, jelas menyebabkan
gangguan penglihatan.
4. Meningkatnya ambang, pengamatan sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, dan sudah melihat dalam cahaya gelap.
5. Hilangnya daya akomodasi.
6. Menurunnya lapang pandang, berkurangnya luas pandangnya.
7. Menurunnya daya membedakan warna biru atau hijau pada skala.
e. Sistem Respirasi
1. Otot-otot pernafasan kehilangan kekuatan dan menjadi kaku.
2. Menurunnya aktifitas dari silia.
3. Paru-paru kelilangan elastisitas, kapasitas residu meningkat, menarik nafas lebih
berat, kapasitas pernafasan maksimum menurun, dan kedalamam bernafasan
menurun.
4. Alveoli ukurannya melebar dari biasa dan jumlahnya berkurang.
5. O2 dan arteri menurun menjadi 75 mmHg
6. CO2 pada arteri tidak berganti.
7. Kemampuan untuk batuk berkurang.
8. Kemampuan pegas, dinding, dada dan kekuatan otot pernafasan akan menurun
seiring dengan pertambahan usia.
f. Sistem Gastroinstestinal
1. Kehilangan gigi penyebab utama adanya periodontal disease yang biasa terjadi
setalah umur 30 tahun, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi
yang buruk.
2. Indra pengecap menurun, adanya iritasi yang kronis dari selaput lendir, atropi
oendera pengecap (80%) hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap di lidah
terutama rasa manis dan asin, hilangnya sensitifitas dari syaraf pengecap tentang
rasa asin asam dan pahit.
3. Esofagus melebar
4. Lambung rasa lapar menurun (sensitifitas lapar menurun) asam lambung
menurun, waktu mengosongkan menurun.
5. Peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.
6. Fungsi absorpsi melemah (daya absorpsi terganggu).
7. Liver (hati) makin mengecil dan menurunnya tempat penyimpanan, berkurangnya
aliran darah.
8. Menciutnya ovarium dan uterus.
9. Atrofi payudara.
10. Pada laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa meskipun adanya
penurunan secara berangsur-angsur.
11. Dorongan seksual menetap sampai usia di atas 70 tahun (asal kondisi kesehatan
baik).
g. Sistem Genitorurinaria
1. Ginjal
Merupakan alat untuk mengeluarkan metabolisme tubuh, melalui urine darah
yang masuk ke ginjal disaring oleh satuan (unit) terkecil dari ginjal yang disebut
nefron (tempatnya di glomelurus).
2. Vesika urinaria (kandung kemih) otot-otot menjadi lemah, kapasitasnya menurun
sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi membuat air seni meningkat, vesika
urinaria susah dikosongkan pada pria lanjut usia sehingga mengakibatkan
meningkatnya retensi urin.
3. Pembesaran otot dialami oleh pria usia di atas 65 tahun.
4. Vagina
Orang-orang yang menua seksual intercourse masih juga membutuhkannya tidak
ada batasan umur tertentu fungsi seksual seseorang berhenti frekuensi cenderung
menurun secara bertahap tiap tahun tetapi kapasitas untuk melakukan dan
menikmati jalannya terus sampai tua.
h. Sistem Endokrin
1. Produksi dari hampir semua hormone menurun.
2. Fungsi paratiroid dan sekresinya tidak berubah.
3. Pertumbuhan hormone dada rendah dan hanya didalam pembuluh darah,
berkurangnya produksi dari ACTH, TSH FSh, dan LH.
4. Menurunnya aktifitas teroid, menurunnya BNR (Basal Metabolik Rate), dan
menurunnya daya pertukaran zat.
5. Menurunnya produksi aldosteron.
6. Menurunnya sekresi hormone kelamin, misalnya progestron, estrogen dan testron.
i. Sistem Kulit (Integumentary System)
1. Kulit mengkerut atau kriput akibat kehilangan jaringan lemak.
2. Permukaan kulit kasar dan bersisik (karena kehilangan proses kreatinasi serta
perubahan ukuran bentuk-bentuk sel epidermis).
3. Menurunnya respon terhadap trauma.
4. Mekanisme proteksi kulit menurun, misalnya produksi serum nenurun, penurunan
produksi VTB dan gangguan pregmentasi kulit.
5. Kulit kepala dan rambut menipis berwarna kelabu.
6. Rambut dalam hidung dan telinga menebal.
7. Berkurangnya elastisitas akibat dari menurunnya cairan dan vaskularisasi.
8. Pertumbuhan kuku lebih lambat.
9. Kuku jari menjadi keras dan rapuh.
10. Kuku kaki tumbuh secara berlebihan dan seperti tanduk.
11. Kelenjar keringat berkurang jumlahnya dan fungsinya.
12. Kuku menjadi pudar dan kurang bercahaya.
j. Sistem Muskuloskeletal (Musculosceletal System)
1. Tulang kehilangan density (cairan) dan makin rapuh.
2. Pinggang, lutut dan jari-jari pergelangan terbatas.
3. Discus interveterbralis minipis dan menjadi pendek (tingginya berkurang).
4. Persendian membesar dan menjadi kaku.
5. Tendon mengerut dan mengalami sklerosis.
6. Atrofi serabut otot (otot-otot serabut mengecil).
7. Otot-otot polos tidak begitu berpengaruh.
TEORI STROKE
A. PENGERTIAN STROKE
Stroke atau cerebro vaskuler accident adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare, 2009).
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di
pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan
hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Muttaqin, 2008).
Strok adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis
mendadak sebagai akibat iskemi atau hemorogi sirkulasi saraf otak (sudoyo Aru,dkk
2009)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau
lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non straumatik (Mansjoer, 2007)

B. ETIOLOGI
Penyebab stroke menurut Muttaqin (2008), adalah sebagai berikut:
1. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan kongesti di
sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan tekanan
darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk
pada 48 jam setelah trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis adalah suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan pengerasan
arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan arteri iliaka
(Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan thrombus
(embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi
perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
Emboli serebral adalah penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak
dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan
menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung cepat dan gejala
timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini dapat menimbulkan
emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan ventrikel
sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong sama sekali
dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya gumpalan-
gumpalan pada endocardium.
2. Haemorhagi
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang subarachnoid
atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi karena atherosklerosis
dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan perembesan darah
kedalam parenkim otak yang dapat mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan
jaringan otak yang berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan,
sehingga terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
3. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
4. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migraine

C. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari stroke :
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara atau afasia
(kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan
perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia
urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak
bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan
kerusakan neurologi ekstensif) (Muttaqin, 2008).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
- Mengalami hemiparese kanan - Hemiparese sebelah kiri tubuh
- Perilaku lambat dan hati-hati - Penilaian buruk
- Kelainan lapan pandang kanan - Mempunyai kerentanan terhadap sisi
- Disfagia global kontralateral sehingga memungkinkan
- Afasia terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut
- Mudah frustasi

D. ANATOMI FISIOLOGI
Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen
total tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang
arteri yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Dalam rongga kranium, kedua
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis, yaitu sirkulus Willisi.
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus dan
putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian (terutama
medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik dan korteks
motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis, parietalis dan
frontalis korteks serebri.
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan
pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris ini
memperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian diensefalon.
Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,
sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ vestibular.
Darah vena dialirkan dari otak melalui dua sistem : kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke Vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang
terletak di permukaan hemisfer otak, dan mencurahkan darah, ke sinus sagitalis superior
dan sinus-sinus basalis lateralis, dan seterusnya ke vena-vena jugularis, dicurahkan
menuju ke jantung.
Otak merupakan organ yang paling mengaggumkan dari seluruh organ, kita
mengetahui bahwa seluruh angan-angan dan keinginan dan nafsu perencanaaan dan
memeori merupakan hasil dari aktivitas otak. Otak bersisi 10 miliar neuron yang nenjadi
komplek secara kesatuan fungsional. Otak lebih komplek dari pada batang otak manusia
kira – kira merupakan 2 % dari berat badan orang dewasa, otak menerima 15% dari curah
jantung, memerlukan sekitar 20% dari curah jantung, memerlukan 205 pemakaian
oksigen tubuh, dan sekita 400 kilo kalori energi setiap hari.
Menurut muttaqin (2008), pada dasarnya otak mempunyai beberapa bagian, yaitu:
1. Serebrum
Serebrum merupakan merupakan bagian otak yang paling besar dan menonjol di sini
terletak pusat – pusat saraf yang mengatur semua kegiatan sensori dan motorik, juga
mengatur proses penalaran, memori dan intelgensi. Hemisfer serebri kanan mengatur
bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer sebelah kiri mengatur bagian tubuh sebelah
kanan konsep fungsional ini di sebut pengendalian kontralateral.
2. Kortek serebri
Kortek serebri atau mantel abu-abu (gray metter) dari serebrum mempunyai banyak
lipatan yang di sebut giri (tunggal girus). Susunan seperti ini memunkinkan
permukaan otak menjadi luas (di perkirakan seluas 2200 cm2) yang terkandung
dalam rongga tengkorak yang sempit. Kortek serebri adalah bagian otak yang paling
maju dan bertanggung jawab untuk mengindra lingkungan. Korteks serebri
menentukan prilaku yang bertujuan dan beralasan.
3. Lobus frontal
Lobus frontal mencakup bagian dari korteks serebrum bagian depan yaitu dari sulkus
sentralis (suatu fisura atau alur) dan di dasar lateralis bagian ini memiliki area
motorik dan pramotorik. Area broca terletak di lobus frontalis dan mengontraol
aktivitas bicara. Area asosiasi di lobus frontalis menerima informasi dari seluruh
bagian otak dan menggabungkan informasi-informasi tersebut menjadi pikiran
rencana dan prilaku. Lobus frontalis bertanggung jawab untuk prilaku bertujuan,
menentukan keputusan moral, dan pemikiran yang kompleks. Lobus frontalis
memodifikasi dorongan-dorongan emosional yang di hasilkan oleh system limbic dan
refleks vegetatife dari batang otak.
4. Lobus parietalis
Merupakan lobus sensori yang berfungsi menginterprestasikan sensasi rangsangan
yang datang atau mengatur individu mampu mengetahui posisi letak dan bagian
tubuh. Untuk sensasi raba dan pendengaran. Lobus parietalis menyampaikan
informasi ke banyak daerah lain di otak, termasuk area asosiasi motorik dan visual di
sebelahnya.
5. Lobus oksipitalis
Lobus ini terletak di sebelah posterior dari lobus parietalis dan di atas fisura parieto-
oksipitalis, yang memisahkan dari serebrum, lobus ini pusat asosiasi visual utama.
Lobus ini menerima informasi dari retina mata. Menginterprestasikan pengelihatan
membedakan warna dan sekaligus kordinasi gerakan dan keseimbangan.
6. Lobus temporalis
Memiliki fungsi menginterprestasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran,
interprestasi bahasa dan penyimpanan memori.
7. Serebelum
Ada dua fungsi utam serebelum, yaitu : mengatur otot – otot postural tubuh dan
melakukan program akan gerakan – gerakan pada keadaan sadar maupun bawah
sadar. Serebelum mengkordinasi penyesuaian secara tepat dan otomatis dengan
menjaga keseimbangan tubuh. Serebelum merupakan pusat refleks yang
mengkoordinasi dan memperhalus gerakan otot, serta menguabh tonus otot dan
kekuatan kontraksi untuk mempertahankan keseimbangan dan sikap tubuh.
8. Batang otak
Bagian-bagian batang otak dari atas sampai bawah yaitu pons dan medulla oblongata.
Di seluluh batang otak terdapat jeras-jeras yang berjalan naik turun. batang otak
merupakan pusat relasi dan refleks dari SSP.
9. Medulla oblongata
Medulla oblongata merupakan pusat refleks yang penting untuk jantung
vasikonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur, dan muntah.
Semua jeras asendens dan desendens medulla spinalis terlihat di sini. Pada permukaan
anterior terdapat pembesaran yang di sebut pyramid yang terutama mengandung
serabut motorik volunteer.di bagian posterior medulla oblongata terdapat pula dua
pembesaran yang di sebut fesikuli dari jeras asendens kolumna dorsalis, yaitu fesikuli
grasilis dan fesikulus kutaenus, jeras -jeras ini mrngantarkan tekanan, proprioseptif
otot-otot sadar, sensasi getar dan diskriminasi dua titik

E. PATOFISIOLOGI
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu diotak. Luasnya
infark hergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah
dan adekdatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan
lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan pant dan jantung). Aterosklerosis sering sebagai faktor
penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah
dapat beku pada yang seanosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi
turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak yang disuplai oleh
pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti disekitar area. Area edema
ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari pada area infark itu sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari, dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukan perbaikan. Oleh karena trombosis biasanya
tidak fatal, jika tidakterjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral
olehembolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik
infeksi akan meluas pada dinding pembuluh darah makaakan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pacah atau ruptur. Perdarahan pada otak disebabkan oleh
ruptur arteri osklerotik clan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang
sangat luas lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebri vaskuler; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi masa otak, peningkatan
tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falk
serebri atau lewat foramen magnum. Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang
otak, hernisferotak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan
ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi serebral terhambat,
dapat berkembang anoksia serebral: Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral
dapat reversibel untuk waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10
menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya
henti jantung (Muttaqin,2008).
F. PATHWAY
Penyakit yang mendasari stroke (alkohol, hiperkolesteroid, merokok, stress, depresi,
kegemukan)

aterosklerosis Kepekatan darah meningkat pembentukan thrombus


(elastisitas pembuluh darah menurun)
Obstruksi thrombus di otak

Penurunan darah ke otak

Hipoksia cerebri

Infark jaringan otak

Kerusakan pusat gerakan


Motorik di lobus frontalis kelemahan pada nervus Perubahan
Hemisphere/hemiplegi V,VII,IX,X persepsi sensori

Gangguan
Mobilitas menurun penurunan kekuatan otot
mobilitas
fisik mengunyah/menelan
Tirah baring

Resiko Deficit Gangguan reflek menelan Ketidakseimbangan


kerusakan perawatan diri nutrisi kurang dari
integritas kebutuhan tubuh
kulit
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar terjadinya
perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari
hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan
yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang
masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. Gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian berangsur-
rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri
(Smeltzer & Bare, 2009).

H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada stroke trombotik/emboli/ stroke non hemoragik didasarkan pada:
1. Mempertahankan perfusi jaringan serebral secara adekuat: misalnya dengan tirah
baring, monitor tekanan darah dan tingkat kesadaran.
2. Melindungi jaringan marginal disekitar infark.
3. Merangsang pulihnya fungsi neuron yang mengalami kerusakan ireversibel.
4. Mencegah pembentukan bekuan darah dan gangguan serebral lainnya, misalnya
pemberian antikoagulan seperti Dicumarol, heparin.

Sedangkan tindakan pembedahan dilakukan untuk:


1. Mengeluarkan bekuan darah atau thrombus dari arteri carotis atau vertebra.
2. Merekonstruksi arteri yang sebagian teroklusi.
3. Melakukan bypass pada arteri yang tersumbat dengan venous graft.

Selain yang disebutkan di atas yaitu:


1. Breathing (B1)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas,
penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi
napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien stroke dengan
penurunan tingkat kesadaran (koma).
Pada klien dengan tingkat kesadaran composmentis pada pengkajian inspeksi
pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thorak didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
2. Blood (B2)
Pengkajian pada sistem kardiovaskuler didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang
sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi masif TD>200 mmHg.
3. Brain (B3)
Stroke menyebabkan berbagai dfisit neurologis bergantung pada lokasi lesi (pembuluh
darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran
darah kolateral (sekunder atau aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik
sepenuhnya.
4. Bladder (B4)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkotinensia urine sementara karena konfusi,
ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarus eksternal hilang atau berkurang.
Selama periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan tekhnik steril. Inkotinensia
urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
5. Bowel (B5)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah
pada fase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam
lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi
biasanya terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi
yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
6. Bone (B6)
Stroke dalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor
atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah
hemiplegia (paralisis pada saah satu) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satusisi tubuh, adalah tanda yang lain. Pada kulit,
jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka
turgor kulit akan jelek. Disamping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus, terutama
pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah mobillitas fisik.
Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau
paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan
istirahat (Muttaqin, 2008).

I. PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Aktivitas / istirahat:
Merasa kesulitan melakukan kegiatan karena kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis ( hemiplegia), gangguan penglihatan, gangguan tingkat kesadaran.
2. Sirkulasi:
Riwayat penyakit jantung, polisitemia, hipotensi postural, hipertensi arterial,
frekuensi nadi yang bervariasi, disritmia, perubahan irama EKG, Bruits pada arteri
karotis, femoralis, iliaka yang abnormal.
3. Integritas Ego:
Perasaan tidak berdaya, putus asa, emosi yang labil, kesulitan untuk mengekspresikan
diri.
4. Eliminasi:
Perubahan pola berkemih seperti inkontinensia urin, anuria, distensi abdomen, bising
usus bisa negatif.
5. Makanan/cairan:
Nafsu makan berkurang, mula muntah selama fase akut, kehilangan sensasi pada
lidah, pipi, tenggorokan, disfagia, adanya riwayat DM, penngkatan lemak dalam
darah, obesitas.
6. Neurosensori:
Pusing, sakit kepala, sinkop selama periode serangan, kelemahan, kesemutan,
penglihatan menurun, penglihatan ganda, hilangnya rangsang sensorik seperti
sentuhan yang bersifat kontralateral, gangguan rasa pengecapan dan penciuman,
penurunan status mental tingkat kesadaran, paralysis kontralateral pada ekstremitas,
paralysis pada wajah yang ipsilateral, afasia, apraksia, ukuran / reaksi pupil yang
tidak sama, dilatasi atau miosis pupil yang ipsilateral biasanya karena perdarahan atau
herniasi, kejang.
7. Nyeri / kenyamanan:
Sakit kepala, tingkah laku yang berbeda-beda, gelisah, ketegangan otot.
8. Pernafasan:
Riwayat merokok, ketidakmampuan menelan, membatukkan, nafas tidak teratur,
suara nafas ronkhi karena aspirasi.
9. Keamanan:
Gangguan penglihatan, perubahan sensori persepsi, tidak mampu mengenali objek,
warna, kata dan wajah, gangguan respon terhadap panas, dingin, kesulitan menelan,
gangguan dalam memutuskan.
10. Interaksi sosial:
Masalah bicara, ketidakmampuan dalam berkomunikasi

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan reflek menelan, hilang rasa ujung lidah.
2. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan keterlibatan neuromuskuler,
kelemahan, parestesia, flaksid/paralisis hipotonik (awal), paralisis spastic.
3. Defisit perawatan diri : makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan kerusakan
neurovaskuler.
4. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan penurunan mobilitas (Nanda
International, 2012).
K. INTERVENSI
No Diagnosa Tujuan Intervensi
1 Ketidakseimbangan Setelah dilalkukan askep Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari selama 3x24 jam klien 1. kaji pola makan klien
kebutuhan tubuh menunjukan status 2. Kaji adanya alergi makanan.
berhubungan nutrisi adekuat 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
dengan penurunan dibuktikan dengan BB 4. Kolaborasi dg ahli gizi untuk penyediaan
reflek menelan, stabil tidak terjadi mal nutrisi terpilih sesuai dengan kebutuhan
hilang rasa ujung nutrisi, tingkat energi klien.
lidah. adekuat, masukan nutrisi 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan
adekuat asupan nutrisinya.
6. Yakinkan diet yang dikonsumsi
mengandung cukup serat untuk
mencegah konstipasi.
7. Berikan informasi tentang kebutuhan
nutrisi dan pentingnya bagi tubuh klien.

Monitor Nutrisi
1. Monitor BB setiap hari jika
memungkinkan.
2. Monitor respon klien terhadap situasi
yang mengharuskan klien makan.
3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak
bersamaan dengan waktu klien makan.
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses
mastikasi/input makanan misalnya
perdarahan, bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.

2 Hambatan mobilitas Setelah dilakukan Askep Terapi Exercise : Pergerakan sendi


fisik berhubungan 6x24 jam dapat 1. Pastikan keterbatasan gerak sendi yang
dengan keterlibatan teridentifikasi Mobility dialami
neuromuskuler, level Joint movement: 2. Kolaborasi dengan fisioterapi
kelemahan, aktif. Self care:ADLs 3. Pastikan motivasi klien untuk
parestesia, Dengan criteria hasil: mempertahankan pergerakan sendi
flaksid/paralisis 1. Aktivitas fisik 4. Pastikan klien untuk mempertahankan
hipotonik (awal), meningkat pergerakan sendi
paralisis spastis 2. ROM normal 5. Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum
3. Melaporkan perasaan diberikan latihan
peningkatan kekuatan 6. Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual;
kemampuan dalam keteraturan, Latih ROM pasif.
bergerak
4. Klien bisa melakukan Exercise promotion
aktivitas 1. Bantu identifikasi program latihan yang
5. Kebersihan diri klien sesuai
terpenuhi walaupun 2. Diskusikan dan instruksikan pada klien
dibantu oleh perawat mengenai latihan yang tepat
atau keluarga
Exercise terapi ambulasi
1. Anjurkan dan Bantu klien duduk di
tempat tidur sesuai toleransi
2. Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai
toleransi
3. Fasilitasi penggunaan alat Bantu

Self care assistance:


Bathing/hygiene, dressing, feeding and
toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi
untuk kegiatan mandi dan kebersihan
diri, berpakaian, makan dan toileting
klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari
sampai klien dapat merawat secara
mandiri
3. Monitor kebersihan kuku, kulit,
berpakaian , dietnya dan pola
eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri
klien dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas
normal keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia

3 Defisit perawatan Setelah dilakukan 1. Kaji kamampuan klien untuk perawatan


diri: makan, mandi, tindakan keperawatan, diri
berpakaian, toileting diharapkan kebutuhan 2. Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat
berhubungan mandiri klien terpenuhi, bantu dalam makan, mandi, berpakaian
kerusakan dengan kriteria hasil: dan toileting
neurovaskuler 3. Berikan bantuan pada klien hingga klien
- Klien dapat makan sepenuhnya bisa mandiri
dengan bantuan orang 4. Berikan dukungan pada klien untuk
lain / mandiri menunjukkan aktivitas normal sesuai
- Klien dapat mandi de- kemampuannya
ngan bantuan orang 5. Libatkan keluarga dalam pemenuhan
lain kebutuhan perawatan diri klien
- Klien dapat memakai
pakaian dengan
bantuan orang lain /
mandiri
- Klien dapat toileting
dengan bantuan alat

4 Perubahan persepsi Setelah dilakukan 1. Tentukan kondisi patologis klien.


sensori tindakan keperawatan, 2. Kaji gangguan penglihatan terhadap
berhubungan diharapkan perubahan persepsi
dengan perubahan Meningkatnya persepsi 3. Latih klien untuk melihat suatu obyek
resepsi sensori, sensorik pasien secara dengan telaten dan seksama.
transmisi, integrasi optimal, dengan kriteria
(trauma neurologis hasil:
atau defisit), - Adanya perubahan
tekanan psikologis kemampuan yang
(penyempitan nyata.
lapangan persepsi - Tidak terjadi
disebabkan oleh disorientasi waktu,
kecemasan) tempat, orang
5 Kerusakan Setelah dilakukan 1. Observasi kulit adanya kemerahan
integritas kulit tindakan keperawata 2. Anjurkan pasien untuk menggunakan
berhubungan
dengan penurunan diharapkan integritas pakaian yang longgar
mobilitas kulit membaik dengan 3. Oleskan lotion atau minyak pada daerah
KH : yang tertekan
 Integritas kulit yang 4. Ganti balutan pada interval waktu yang
baik bisa dipertahankan sesuai atau biarkan luka tetap terbuka
(elastisitas, temperatur, (tidak dibalut) sesuai program.
hidrasi, pigmentasi)
 Mampu melindungi
kulit dan
mempertahankan
kelembapan kulit dan
perawatan alami
DAFTAR PUSTAKA

Arief Mansjoer, dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 1, Edisi 3. Jakarta : Media
Aesculapius FKUI
Batticaca Fransisca B. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Salemba Medika: Jakarta. Dipianur Winda. 2011. Asuhan Keperawatan Klien
dengan Stroke.
Sidharta, P. 2009. Neurologi Klinis Dasar. Edisi ke-14. Dian Rakyat: Jakarta. Snell, R. S.
2007. Neuroanatomi Klinik. EGC: Jakarta.
Nugroho, Wahyudi. 2008. Keperawatan Gerontik dan Geriatrik. Jakarta: EGC.
Putro Florentinus H. 2007. Penatalaksanaan Terapi Latihan Pada Pasien Post Stroke Non
Hemoragik Stadium “Recovery”. Karya Tulis Ilmiah Surakarta: Politeknik Kesehatan
Surakarta.
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer & Bare. 2009. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 10.
Jakarta, EGC
Nanda International (2012). Diagnosa Keperawatan Definisi Dan Klasifikasi. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai