Anda di halaman 1dari 7

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Biologis Ikan Nila

2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi

Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus) menurut Saanin (1968), mempunyai ciri-ciri bentuk
tubuh bulat pipih, punggung lebih tinggi, pada badan dan sirip ekor (caundal fin) ditemukan garis
lurus (vertikal). Pada sirip punggung ditemukan garis lurus memanjang. Ikan Nila (oreochormis
niloticus) dapat hidup diperairan tawar dan mereka menggunakan ekor untuk bergerak, sirip perut,
sirip dada dan penutup insang yang keras untuk mendukung badannya. Nila memiliki lima buah
Sirip, yaitu sirip punggung (dorsal fin), sirip data (pectoral fin) sirip perut (ventral fin), sirip anal
(anal fin), dan sirip ekor (caudal fin). Sirip punggungnya memanjang dari bagian atas tutup ingsang
sampai bagian atas sirip ekor. Terdapat juga sepasang sirip dada dan sirip perut yang berukuran
kecil dan sirip anus yang hanya satu buah berbentuk agak panjang. Sementara itu, jumlah sirip
ekornya hanya satu buah dengan bentuk bulat ( Saanin,1968).

Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan ikan air tawar yang memiliki bentuk tubuh pipih dan
berwarna kehitaman. Spesies tersebut mempunyai garis vertikal berwarna hijau kebiruan. Pada
sirip ekor terdapat garis melintang yang ujungnya berwarna kemerah-merahan (Ghufran, 2009).

Warna tubuh yang dimiliki ikan nila adalah hitam keabu-abuan pada bagian punggungnya dan
semakin terang pada bagian perut ke bawah (Cholik, 2005).

juga memiliki mata yang besar dan menonjol (Wiryanta et al, 2010). Spesies tersebut memiliki
linea lateralis (gurat sisi) yang terputus menjadi dua bagian. Bagian pertama terletak dari atas sirip
dada hingga hingga tubuh, dan bagian kedua terletak dari tubuh hingga ekor. Jenis sisik yang
dimiliki spesies tersebut adalah ctenoid (Cholik, 2005).

Adapun klasifikasi ikan nila adalah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Phylum : Chordata
Class : Osteichthyes

Sub Class : Acanthoptherigii

Ordo : Percomorphi

Sub Order : Percoidea

Family : Cichlidae

Genus : Oreochromis

Species : Oreochromis niloticus

(Sugiarto, 1988).

2.1.2 Taksonomi Ikan Nila

Ikan nila berasal dari Afrika bagian Timur. Ikan nila memiliki bentuk tubuh yang pipih ke arah
vertikal (compress). Posisi mulutnya terletak di ujung hidung (terminal) dan dapat disembulkan
(Suyanto 2003).

Ikan nila mempunyai lima buah sirip yang berada di punggung, dada, perut, anus, dan ekor
(Wiryanta et al, 2010).

Sirip punggung (dorsal fin) memiliki 17 jari-jari keras dan 13 jari-jari lemah (D.XVII.13); sirip
perut (ventral fin) memiliki 1 jari-jari keras dan 5 jari-jari lemah (V.I.5); sirip dada (pectoral fin)
memiliki 15 jari-jari lemah (P.15); sirip anal (anal fin) memiliki 3 jari-jari keras dan 10 jari-jari
lemah (A.III.10); dan sirip ekornya (caudal fin) memiliki 2 jari-jari lemah mengeras dan 16 jari-
jari lemah (C.2.16) (Ghufran, 2009).

2.1.3 Habitat

Ikan nila banyak hidup di dareah sungai dan danau. Ikan nila sangat cocok dengan dipelihara pada
perairan yang tenang, kolam atau reservoir. Ikan nila merupakan ikan tropis yang hidup pada
perairan hangat yang berasal dari benua Afrika dan memiliki sifat cepat tumbuh dan berkembang
biak pada umur masih muda, sekitar 3.6 bulan (Khoironi, 1996).
Habitat ikan nila adalah perairan tawar, seperti sungai danau, waduk, dan rawa-rawa, tetapi karena
toleransinya yang luas terhadap salinitas (euryhaline) sehingga dapat pula hidup dengan baik di
air payau (Ghufran, 2009).

2.1.4 Siklus Hidup

Ikan nila bersifat beranak pinak dan cepat pertumbuhannya. Selain itu, ikan ini memiliki toleransi
tinggi terhadap perubahan kadar garam sampai 30 promil. Ikan nila dapat mencapai saat dewasa
pada umur 4 – 5 bulan dan akan mencapai pertumbuhan maksimal untuk melahirkan sampai
berumur 1,5 – 2 tahun. Pada saat ikan nila berumur lebih dari 1 tahun kira – kira beratnya mencapai
800 g dan saat ini ikan nila bisa mengeluarkan 1200 – 1500 larva setiap kali memijah, dan dapat
berlangsung selama 6 – 7 kali dalam setahun. Sebelum memijah ikan nila jantan selalu membuat
sarang di dasar perairan, daerahnya akan dijaga, dan merupakan daerah teritorialnya sendiri. Ikan
nila jantan menjadi agresif saat musim kawin. lkan jantan tumbuh lebih cepat dan lebih besar
dibanding betinanya. Proses pemijahan dimulai dengan pembuatan sarang oleh ikan jantan berupa
lekukan berbentuk bulat dengan diameter sebanding seukuran tubuhnya di dasar perairan dalam
daerah teritorial (Suyanto, 1988).

Secara teoritis, ikan nila dapat dipijahkan secara alami, semi buatan dan buatan. Pemijahan secara
alami adalah pemijahan secara alamiah dalam wadah/tempat pemijahan tanpa dilakukan
pemberian rangsangan hormonal. Pemijahan semi buatan adalah pemijahan dengan proses
rangsangan hormonal akan tetapi proses ovulasinya terjadi secara alamiah dalam wadah/tempat
pemijahan. Pemijahan buatan terjadi dengan pemberian rangsangan hormonal dan proses ovulasi
dan pembuahannya dilakukan secara buatan. Pemijahan ikan nila untuk tujuan produksi sebaiknya
dilakukan secara alami dan semi buatan, hal ini dikarenakan secara biologi pemijahan dan
penetasan telur ikan nila lebih memungkinkan dilakukan secara alamiah (Djarijah, 1994).

2.2 Variabel Lingkungan

2.2.1 Suhu

Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat yaitu: (a) Jumlah oksigen terlarut di dalam
air menurun; (b) Kecepatan reaksi kimia meningkat; (c) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya
terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya akan mati.
Suhu alami air sungai adalah suhu normal dimana organisma dapat hidup sesuai dengan oksigen
yang dibutuhkan. Besaran suhu (temperatur) air laut yang terdapat pada bakumutu adalah alami
dengan deviasi 3 (Effendi,2003).

Suhu pada air mempengaruhi kecepatan reaksi kimia, baik dalam media luar maupun air (cairan)
dalam tubuh ikan. Suhu makin naik maka reaksi kimia akan makin cepat, sedangkan konsentrasi
gas dalam air akan makin turun, termasuk oksigen. Akibatnya, ikan akan membuat reaksi toleran
atau tidak toleran (sakit sampai mati). Ikan merupakan binatang berdarah dingin, sehingga
metabolisme dalam tubuh tergantung pada suhu lingkungannya, termasuk kekebalan tubuhnya.
Suhu luar atau eksternal yang berfluktuasi terlalu besar akan berpengaruh pada sistem metabolism.
Konsumsi oksigen dan fisiologi tubuh ikan akan mengalami kerusakan atau kekacauan sehingga
ikan akan sakit. Suhu rendah akan mengurangi imunitas (kekebalan tubuh) ikan, sedangkan suhu
tinggi akan mempercepat ikan terkena infeksi bakteri. Pengaruh aklimatisasi atau adaptasi dapat
ditoleransi oleh ikan tertentu. Penurunan atau kenaikan suhu yang terjadi perlahan-lahan tidak akan
terlalu membahayakan ikan. Sementara perubahan yang terjadi secara tiba-tiba akan membuat ikan
stress. Akibatnya, ikan menjadi stres, tidak ada keseimbangan dan menurun sistem sarafnya
(Lesmana, 2002).

2.2.2 Deterjen
Deterjen berasal dari bahasa latin yaitu detergere yang berarti membersihkan. Detergen merupakan
penyempurnaan dari produk sabun. Deterjen sering disebut dengan istilah detergen sintetis yang
mana detergen berasal dari bahan - bahan turunan minyak bumi. Dibanding dengan produk
terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang
lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air (Rigby Heinemann, 1992).

Masalah sabun dapat dikurangi dengan menciptakan deterjen yang lebih efektif yaitu deterjen
sintetik. Deterjen sintetik ini harus mempunyai beberapa sifat, termasuk rantai hipofilik yang
panjang dan ujung ionik polar. Juga ujung yang polar tidak membentuk garam yang mengendap
dengan ion-ion dalam air sadah, sehingga tidak mempengaruhi keasaman air (Harold, 1998)
2.2.3 pH

pH air laut nilainya relatif stabil, namun perubahan nilainya sangat berpengaruh terhadap proses
kimia maupun biologis dari jasad hidup yang berada dalam perairan tersebut. pH juga
mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Pada pH <4,5, sebahagian besar tumbuhan air mati
karena tidak dapat bertoleransi terhadap pH rendah (Effendi,2003).

Selain itu kelarutan logam dalam air dikontrol oleh pH air. Kenaikan pH menurunkan kelarutan
logam dalam air, karena kenaikan pH mengubah kestabilan dari bentuk karbonat menjadi
hidroksida yang membentuk ikatan dengan partikel pada badan air, sehingga akan mengendap
membentuk lumpur (Palar, 1994).

2.3 Variabel Lingkungan Fisik Ikan Nila

Ikan nila merupakan ikan tropis yang menyukai perairan yang dangkal. Ikan nila dikenal sebagai
ikan yang tahan terhadap perubahan lingkungan tempat hidupnya. Nila hidup di lingkungan air
tawar, air payau, dan air asin. Kadar garam air yang disukai antara 0-35 ppt. Ikan nila air tawar
dapat dipindahkan ke air asin dengan proses adaptasi bertahap. Kadar garam air dinaikkan sedikit
demi sedikit. Pemindahan ikan nila secara mendadak ke dalam air yang kadar garamnya sangat
berbeda dapat mengakibatkan stress dan kematian ikan (Suyanto, 2004).

Lingkungan tumbuh (habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu
antara 140C – 380C, atau suhu optimal 250C– 300C. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang
dari 140C ataupun suhu yang terlalu tinggi di atas 300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan
nila memiliki toleransi tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas
suhu yang mematikan ikan nila berturut-turut adalah 11-120C dan 420C. Keadaan pH air antara 5
– 11 dapat ditoleransi oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan
perkembangbiakkan ikan ini adalah 7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin
pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak
dan perairan laut, terutama untuk tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997). Lingkungan tumbuh
(habitat) yang paling ideal adalah perairan air tawar yang memiliki suhu antara 140C – 380C, atau
suhu optimal 250C – 300C. Keadaan suhu yang rendah yaitu suhu kurang dari 140C ataupun suhu
yang terlalu tinggi di atas 300C akan menghambat pertumbuhan nila. Ikan nila memiliki toleransi
tinggi terhadap perubahan lingkungan hidup. Batas bawah dan batas atas suhu yang mematikan
ikan nila berturut-turut adalah 11-120C dan 420C. Keadaan pH air antara 5 – 11 dapat ditoleransi
oleh ikan nila, tetapi pH yang optimal untuk pertumbuhan dan perkembangbiakkan ikan ini adalah
7- 8. Ikan nila masih dapat tumbuh dalam keadaan air asin pada salinitas 0-35 ppt. Oleh karena
itu, ikan nila dapat dibudidayakan di perairan payau, tambak dan perairan laut, terutama untuk
tujuan usaha pembesaran (Rukmana, 1997).
DAFTAR PUSTAKA

Cholik, F, et al. 2005. Akuakultur. Masyarakat Perikanan Nusantara. Taman Akuarium Air
Tawar. Jakarta.

Djajirah.A.S. 1994. Budidaya Nila Gift Secara Intensif. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi. 2003. Telaah Kualitas Air bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan.
Cetakan ke-5. Kanasius. Yogyakarta. 258 hlm.

Ghufran. 2009. Budidaya Perairan. PT Citra Aditya Bakti. Bandung. 964 hlm.

Khoironi. 1996. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis sp)
pada Suhu Media 28 – 0.250C dengan Salimitas 0, 10 dan 20 ppt. Skripsi. Departemen
Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Lesmana, D.S dan D.Daelami. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar. Penebar Swadaya.
Jakarta.

Palar, H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi logam Berat. Rineka Cipta. Jakarta.

Rahmat Rukmana. 1997. Usaha Tani Jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Saanin, H. 1968. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan Jilid I dan II. Bina Cipta. Bandung.

Sugiarto. 1988. Nila. Penebar Swadaya. Jakarta. 105 hlm.

Suyanto, M. 2003. E-commerce Top Dunia. Andi. Yogyakarta.

Wiryanta, et al. 2010. Budi Daya dan Bisnis Ikan Nila. PT Agromedia Pustaka, Universitas
Sumatera Utara. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai