Anda di halaman 1dari 7

Analisis Urin

Urine Analysis
Agil Kris A1), Anissa Sarasi P2), Saidina Bima3) , Sintia Rahmadhani4), Nadila rahmadhani5)
1)
NIM. 1710422018, Kelompok VI B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND
2)
NIM. 1710422014, Kelompok VI B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND
3)
NIM. 1710421026, Kelompok VI B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND
4)
NIM. 1710423012, Kelompok VI B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND
5)
NIM. 1710423014, Kelompok VI B, Praktikum Fisiologi Hewan, Biologi, FMIPA, UNAND
*Koresponden :agilkrisamrela@gmail.com

ABSTRACT
The experiment of Urine Analysis was done on Friday, November 15th 2018 in the Laboratory of
Teaching II, Department of Biology, Faculty of Mathematics and Natural Sciences, Andalas University.
The purposes of the experiment was to To prove the high levels of sugar in the urin of people with
Diabetes mellitus and to identify forms of sedimentation in normal urin and pathological urin. The
method of this experiment is testing glucose levels and to identify sediments urine normal. The results
shows that In normal urine given benedict solution and glucose changes color and The normal form of
sediment in urine is sprawl, erythrocytes, and hyaline while in the urine of patients with diabetes mellitus
the sediment forms are diatoms, hyaline and plant fibers.
Keywords : benedict, colour, glucose, postprandial, sedimentation

PENDAHULUAN
Urine yakni sisa metabolisme yang Eksreksi urine diperlukan untuk
dihasilkan ginjal sebagai akibat kelebihan membuang molekul-molekul sisa dalam
urine dari penyaringan unsur-unsur plasma darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
Urine yaitu cairan sisa yang diekskresikan menjaga homeostasis cairan tubuh. Dalam
oleh ginjal kemudian dikeluarkan dari rangka mempertahankan homeostasis tubuh
dalam tubuh melalui proses urineasi. peranan urine sangat penting, karena
Eksreksi urine diperlukan untuk membuang sebagian pembuangan cairan oleh tubuh
molekul-molekul sisa dalam darah yang adalah melalui sekresi urine. Selain urine
disaring oleh ginjal dan untuk menjaga juga terdapat mekanisme berkeringat dan
homeostasis cairan tubuh. Urine disaring di juga rasa haus yang kesemuanya bekerja
dalam ginjal, dibawa melalui ureter menuju sama dalam mempertahankan homeostasis
kandung kemih, akhirnya dibuang keluar ini (Ganong, 2000).
tubuh melalui uretra(Frandson, 1992). Ekskresi oleh ginjal memiliki
Sistem eksresi urine tersusun atas peranan memelihara keseimbangan air,
ginjal, ureter, vesica urinearia, dan urethra. memelihara keseimbangan elektrolit,
Sistem urine berfungsi membantu memelihara pH darah, dan mengeluarkan
terciptanya homeostasis dan pengeluaran sisa-sisa limbah metabolisme yang
sisa-sisa metabolisme. Ginjal selain merupakan racun bagi tubuh organisme
berfungsi sebagai alat ekskresi juga Pemeriksaan terhadap adanya glukosa
berperan dalam menghasilkan hormon dalam urine termasuk pada pemeriksaan
seperti renin-angiotensin,erythropoetin,dan penyaring. Gula mempunyai gugus aldehid
mengubah provitamin D menjadi bentuk dan keton bebas mereduksi ion kupri dalam
aktif (vit.D) (Syaifuddin, 1997). suasana alkalis menjadi koprooksida yang
tidak larut dan berwarna merah. Banyaknya semua penderita diabetes melitus menderita
endapan merah yang terbentuk sesuai tipe 1. Diabetes tipe 1 kebanyakan pada
dengan kadar gula yang terdapat di urine usia dibawah 30 tahun. Para ilmuwan
(Montgomery, 1993). percaya bahwa faktor lingkungan seperti
Diabetes dapat dinyatakan sebagai infeksi virus atau faktor gizi dapat
keadaan di mana terjadi produksi urine menyebabkan penghancuran selpenghasil
yang melimpah pada penderita. Diabetes insulin di pankreas (Maulana, 2008).
mellitus (DM) merupakan suatu penyakit Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai
yang melibatkan hormon endokrin yang terutama dominan resistensi insulin
pankreas, antara lain insulin dan glukagon. disertai defesiensi insulin relatif sampai
Diabetes mellitus yakni suatu sindrom yang yang terutama defek sekresi insulin disertai
mempunyai ciri kondisi hiperglikemik resistensi insulin). Diabetes tipe 2 (Diabetes
kronis, gangguan metabolisme karbohidrat, Non Insulin Dependent) ini tidak ada
lemak dan protein, terkait dengan defisiensi kerusakan pada pankreasnya dan dapat
sekresi dan aksi insulin secara absolut atau terus menghasilkan insulin, bahkan kadang-
relatif (Nugroho, 2006). kadang insulin pada tingkat tinggi dari
Diabetes melitus (DM) merupakan normal. Akan tetapi, tubuh manusia resisten
penyakit gangguan metabolik menahun terhadap efek insulin, sehingga tidak ada
akibat prankreas tidak memproduksi cukup insulin yang cukup untuk memenuhi
insulin atau tubuh tidak dapat menggunakan kebutuhan tubuh. Diabetes tipe ini sering
insulin yang di produksi secara efektif. terjadi pada dewasa yang berumur lebih
Insulin adalah hormon yang mengatur dari 30 tahun dan menjadi lebih umum
keseimbangan kadar gula darah. Ketika dengan peningkatan usia. Obesitas menjadi
mengonsumsi karbohidrat (termasuk gula faktor resiko utama pada diabetes tipe 2
dan pati, dll), bahan-bahan tersebut dipecah Probosunu, 1994).
menjadi dekstrosa setelah dicerna dan Analisa mengenai urine itu penting
menjadi glukosa pada saat diserap oleh usus karena banyak penyakit dan gangguan
kecil ke dalam sistem peredaran darah. metabolisme yang dapat diketahui dari
Pankreas mengeluarkan insulin, yang perubahan yang terjadi didalam urine. Zat
membantu glukosa masuk ke dalam sel yang dapat dikeluarkan dalam keadaan
untuk digunakan oleh tubuh. Kadar glukosa normal yang tidak terdapat dalam urine
meningkat bila sekresi insulin tidak adalah glukosa, aseton (keton), albumin,
mencukupi atau tubuh tidak bisa darah dan nanah (Wulangi, 1979).
menggunakan insulin yang dihasilkan Pemeriksaan urine merupakan pemeriksaan
(Ethel, 2003). yang dipakai untuk mengetahui terdapatnya
DM ada beberapa tipe yaitu tipe 1 kelainan di dalam saluran kemih yaitu dari
dan tipe 2. Pada Diabetes tipe 1 (Diabetes ginjal dengan salurannya, kelainan yang
Insulin Dependent), lebih sering ternyata terjadi di luar ginjal, untuk mendeteksi
pada usia remaja. Lebih dari 90% dari sel adanya metabolit obat seperti zat narkoba
pankreas yang memproduksi insulin dan mendeteksi adanya kehamilan (Ethel,
mengalami kerusakan secara permanen. 2003). Jenis zat kimia yang diperiksa
Oleh karena itu, insulin yang diproduksi merupakan penanda keadaan dari organ-
sedikit atau tidak langsung dapat organ tubuh yang hendak didiagnosa
diproduksikan. Hanya sekitar 10% dari (Djojodibroto, 2001).
Unsur-unsur sedimen organik pada Adapun tujuan dari praktikum ini
urine berdasarkan bentuknya adalah adalah untuk membuktikan tingginya kadar
eritrosit, leukosit, spermatozoa, dan benang gula dalam urine penderita diabetes melitus
lendir. Unsur-unsur sedimen urine (urine patologis), serta untuk
anorganik atau non organik dalam suasana mengidentifikasi bentuk-bentuk
asam (kristal asam urat), kristal kalsium sedimentasi pada urine normal dan urine
oksalat, dan dalam suasana basa (kristal patologis.
triple phospat, kristal kalsium phospat,
kristal kalsium karbonat) (Dahelmi, 1991).

METODE PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat tetesi dengan 4 tetes urine normal + 4 tetes
Praktikum analisis urin dilaksanakan pada glukosa 1.5%, Tabung V : tetesi dengan 4
Jumat, 15 November 2019 di Laboratorium tetes urine normal + 4 tetes glukosa 3%,
Teaching II, Jurusan Biologi, Fakultas Tabung VI : tetesi dengan 4 tetes urine
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, normal + 4 tetes glukosa 5%. Panaskan
Universitas Andalas. dengan penangas air selama 5 menit lalu
kocok dan amati perubahan yang terjadi
Alat dan Bahan pada masing-masing tabung.
Adapun dan bahan yang digunakan dalam
praktikum ini yaitu Tabung reaksi, tabung 2. Analisis Sedimen Urine
sampel urine, pipet tetes, penangas air, tang
Kocoklah sampel urine dalam botolnya
krus, kertas label, beaker glass, gelas ukur,
sehingga homogen lalu tuangkan masing-
tissue, urine patologis dari penderita
masing urine ke dalam tabung sentrifus
diabetes melitus dan urine normal, reagen
sebanyak 7 ml dan lakukan sentrifugasi
benedict, glukosa beberapa konsentrasi
selama 5-10 menit dengan kecepatan 2000
(0.5%, 1.5%, 3%, 5%). Komposisi reagen
rpm. Selanjutnya tuangkan cairan di bagian
Benedict: CuSO4.5aq 17.3 g; natrium citrat
atas dari tabung dengan cepat dan lues
173 g; Na2CO3.0aq atau Na2CO3.10aq
sehingga sedimen di bagian bawah tidak
200g; aquadest ad 1000 ml, tabung
ikut terbuang, sisahkan larutan dan
sentrifus, sentrifus urine, tang krus, pipet
sedimennya hingga kira-kira 0.5 ml atau
tetes, mikroskop, kaca objek, cover glass,
kurang di dasar tabung. Kocoklah tabung
dan tissue gulung.
berisi larutan dan sedimen tersebut agar
homogen lalu ambil dengan pipet dan
Cara Kerja
teteskan ke kaca objek sebanyak 2 tetes ke
1. Penentuan Kadar Glukosa Urine Secara
tempat yang terpisah pada kaca objek yang
Semikuantitatif
sama. Tutup dengan kaca penutup lalu
Sediahkan 6 tabung reaksi dan beri label I, amati dengan mikroskop. Amati jenis atau
II, III, IV, V, dan VI. Selanjutnya masukkan tipe sedimen-sedimen yang terlihat dan
reagen benedict sebanyak 2,5 ml ke dalam gambar pada lembar kerja praktikum.
masing-masing tabung dan disertai dengan Selanjutnya perkirakan juga kriteria
perlakuan sebagai berikut :Tabung I : tetesi kuantitas sedimen yang terlihat (sedikit,
dengan 4 tetes urine normal, Tabung II : sedang atau banyak). Bandingkan apakah
tetesi dengan 4 tetes urine patologis, ada perbedaan antara urine normal dengan
Tabung III : tetesi dengan 4 tetes urine urine patologis dari aspek sedimenya.
normal + 4 tetes glukosa 0.5%. Tabung IV :
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan, didapatkan hasil sebagai berikut:
1. Penentuan Kadar Glukosa Urine Secara Semikuantitatif
Tabel 1. Penentuan Kadar Glukosa Urin Secara Semikuantitatif
No Perlakuan Warna Larutan Skor Kadar Glukosa
1 Benedict+urin normal Biru 0 <0.5%
2 Benedict+urin DM Lumpur keruh 3 2-3,5%
3 Benedict+urin normal+glukosa 0.5% Hijau 1 0.5-1%
4 Benedict+urin normal+glukosa 1.5% Kuning 2 1-1,5%
5 Benedict+urin normal+glukosa 3% Lumpur keruh 3 2-3,5%
6 Benedict+urin normal+glukosa 5% Jingga 3 2-3,5%

A B C D E F

Gambar 1. Hasil penentuan kadar glukosa urine secara semikuantitatif dengan berbagai
perlakuan. Keterangan :(A) urine patologis, (B) urine normal, (C) urine normal + 4 tetes
glukosa 0.5%, (D) urin normal + 4 tetes glukosa 1.5%, (E) urine normal + 4 tetes glukosa 3%,
(F) urine normal + 4 tetes glukosa 5%
Berdasarkan praktikum yang telah kecil serta tabung E memiliki warna
dilaksanakan didapatkan hasil dari uji kadar kuning dengan kadar glukosa 0.5-1%. Pada
glukosa menggunakan larutan benedict tabung F warna urine yang didapatkan
yakni pada tabung A berwarna lumpur adalah kuning keruh dengan kadar glukosa
keruh memiliki kadar glukosa 2-3,5% hal 1-1,5 %.
ini bertanda bahwa jumlah kadar glukosa Hasil menyatakan bahwa semakin
yang dikandung tinggi. Pada tabung B tingginya kadar glukosa dalam darah maka
berwarna biru jernih dengan kadar glukosa ditandai dengan perubahan warna pada
<0.5% menandakan bahwa jumlah glukosa larutan. Sesuai dengan pendapat
yang dikandung masih tergolong kecil. Despopoulus (1998), bahwa reaksi pada
Pada tabung C memiliki warna hijau pemberian glukosa terhadap urine menusia
dengan kadar glukosa 0.5-1% kemudian normal akan menyebabkan naiknya kadar
tabung D bewarna jingga dengan kadar gula pada urine manusia normal akan
glukosa 2-3,5% menandakan bahwa jumlah menyebabkan naiknya kadar gula pada
glukosa yang dikandung masih tergolong urine sehingga akan terjadi perubahan
warna jika sebelumnya diperlakukan dilakukan untuk mengetahui jenis
dengan benedict. karbohidrat yang termasuk kedalam gula
Menurut Ophart (2003), urine yang pereduksi dan yang tidak. Larutan tembaga
terlalu keruh menandakan bahwa tingginya yang basa, bila direduksi oleh karbohidrat
kadar unsur-unsur yang terlarut yang mempunyai gugus aldehida atau keton
didalamnya. Hal ini bisa terjadi karena bebas dan akan membentuk kupro oksida.
faktor makanan dan adanya infeksi yang Pembentukan senyawa ini dapat dilihat
mengeluarkan bakteri atau konsumsi air pada pembentukan warna hasil reaksi
yang kurang. Bau urine dapat bervariasi berwarna merah bata.
karena kandungan asam organik yang Pereaksi yang dapat digunakan
mudah menguap. Bau keton sering terjadi untuk pengujian ini yaitu pereaksi benedict
pada penderita kencing manis dan bau yang mengandung kupri sulfat, natrium
karbonat, dan natrium sitrat. Gula pereduksi
busuk sering terjadi pada penderita tumor di
akan mereduksi Cu2+ yang berupa
saluran kemih. Cu(OH)2 menjadi Cu+ sebagai CuOH yang
Didalam praktikum memakai selanjutnya akan menjadi Cu2O yang tidak
reagen benedict sebagai uji glukosa. larut dan berwarna merah atau kuning
Menurut Sumardjo (2009) bahwa uji (Poedjiadi, 1994).
benedict merupakan suatu uji yang

Tabel 2. Analisis sedimen urine


No Jenis Urine Jenis/Tipe Sedimen Kuantitas Sedimen
1 Normal Benang lendir 1 buah
2 Patologis Silinder bergranula, serat tumbuhan, Ca-fosfat Masing-masing
berjumlah 1 buah

Gambar 2. Sedimentasi pada urine normal: benang lendir

A B C

Gambar 3. Sedimentasi pada urine patologis: (a) Ca-Fosfat, (b) Serat tumbuhan, (c) Silinder
bergranula
Berdasarkan praktikum yang telah berlanjut akan membentuk batu ginjal
dilaksanakan didapatkan jenis-jenis (Djojodibroto, 2001).
sedimen, pada urine normal didapatkan Menurut Gandasoebrata (2009),
jenis sedimen benang lendir, sedangkan asam urat suatu produk metabolisme dari
pada urine patologis didapatkan jenis pemecahan protein ada di urine dalam
sedimen ca-fosfat, serat tumbuhan, dan konsentrasi yang tinggi dan umumnya
silinder bergranula. Sedimen tersebut menghasilkan berbagai macam struktur
berasal dari kandungan dari makanan yang kristal. Pada sedimen urine patologis
diserap oleh tubuh dan disaring oleh ginjal. ditemukan serat tumbuhan. Tipe serat
Pada urine patologis ditemukan tumbuhan ini merupakan sisa-sisa dari
silinder bergranula yang berarti pada ginjal metabolisme tubuh dan sisa-sisa sari
memiliki penyakit. Menurut Wulangi makanan yang dimakan.
(1979) bahwa terdapatnya silinder seluler Kimball (1998) menyatakan bahwa
pada urine seperti silinder lekosit, silinder sedimen pada urine dapat dipengaruhi oleh
eritrosit, silinder epitel dan sunder berbutir suatu hormon yang meningkatkan
selalu menunjukkan penyakit yang serius. penyerapan kembali air dan dengan
Silinder yang terkandung dalam endapan demikian mengurangi volume urine yang
urine merupakan endapan protein yang terbentuk. Hormon ini dinamakan hormon
terbentuk didalam tubulus ginjal, ADH, kehilangan mensekresikan ADH
mempunyai matrix berupa glikoprotein menyebab-kan terjadinya diabetes melitus.
(protein Tamm Horsfall) dan kadang- Menurut Probosunu (1994), analisis urine
kadang dipermukaannya terdapat leukosit, dapat dilakukan secara mikroskopik yakni
eritrosit dan epitel. Pembentukan silinder untuk mengetahui zat-zat yang terkandung
dipenga-ruhi oleh berbagai faktor antara di dalam urine tersebut, seperti kalium
lain osmolalitas, volume, pH dan adanya pospat, serat tanaman, bahkan bakteri.
glikoprotein yang disekresi oleh tubuli
ginjal. KESIMPULAN
Dalam pemeriksaan suatu sedimen Dari hasil pengamatan yang diperoleh dapat
yang diperiksa adalah zat sisa metabolisme disimpulkan bahwa:
yang berupa kristal, granula serta bakteri. 1. Pada urine sehat yang diberi larutan
Dengan pemeriksaan sedimen maka benedict tidak terdapat perubahan
keberadaan akan suatu benda normal setelah dipanaskan, sedangkan urine
ataupun tidak normal yang terdapat dalam penderita diabetes yang mengandung
urin dapat menunjukkan keadaan organ glukosa mengalami perubahan warna
tubuh. Kristal-kristal abnormal juga dapat menjadi lebih keruh.
diprediksi jika seseorang beresiko terkena 2. Pada uji sedimentasi terhadap urine
patologis yang terdapat adalah serat
batu ginjal, karena kristal-kristal dalam urin
tumbuhan, Ca-fosfat dan silinder
merupakan pemicu utama terjadinya
bergranula. Sedangkan pada urine
endapan kristal dalam saluran kemih
normal didapatkan benang lendir.
terutama ginjal yang jika dibiarkan

DAFTAR PUSTAKA Despopoulus,A. 1998. Atlas Berwarna dan


Dahelmi. Ms. 1991. Fisiologi Hewan. Teks Fisiologi. Hipokratea.
Universitas Andalas. Padang. Jakarta.
Djojodibroto, R.D. 2001. Seluk Probosunu, N. 1994 . Fisiologi Umum.
BelukPemeriksaan Kesehatan Gajah Mada University Press.
(MedicalCheck Up): Bagaimana Yogyakarta.
Menyikapi Hasilnya. Pustaka
Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders.
Populer Obor.Jakarta.
2000. Buku Ajar Anatomi dan
Djuanda, T. 1980. Pengantar Anatomi
Fisiologi. Penerbit Buku
Perbandingan Vertebrata. Armico. Kedokteran EGC. Jakarta.
Bandung.. Seobroto, Jhoni A. 2007. Analisis Diabetes.
Ethel, S. 2003. Anatomi Dan Fisiologi Gramedia. Jakarta
Untuk Pemula. EGC Penerbit Sumardjo D. 2009. Pengantar Kimia: Buku
Buku Kedokteran. Jakarta. Panduan Kuliah Mahasiswa
Kedokteran dan Program Strata I
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan
Fakultas Bioeksakta. EGC. Jakarta.
Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Syaifuddin. 1997. Anatomi Fisiologi.ECG.
Gadjah Mada University Press. Jakarta
Yogya-karta. Ville, C. 1984. Zoologi Umum edisike-6.
Gandasoebrata, R. 2009. Penuntun Erlangga. Jakarta
laboratorium klinik . Dian Rakyat. Wulangi, K. 1979. Prinsip-Prinsip
Jakarta. Fisiologi Hewan. Erlangga
Wulangi, K. 1990. Prinsip-PrinsipFisiologi
Ganong. 2000. Fisiologi Kedokteran. Gajah
Hewan. Erlangga. Jakarta
Mada University Press. Yogya- Yuwono, E dan Purnama, S.2001. Fisiologi
karta. Hewan I.Fakultas Biologi
Kimball. 1996. Biologi. Erlangga. Jakarta. Universitas Jenderal Soedirman.
Kimball. 1998. Biologi. Erlangga. Jakarta . Purwokerto
Montgomery,
Maulana, Mirza. 2008. Mengenal Diabetes
Melitus. Yogyakarta: Kata hati
Montgomery, R. 1993. Biokimia jilid I.
Gajah Mada University Press.
Yogyakarta
Nugroho, A. E. 2006. Review Hewan
Percobaan Diabetes Mellitus :
Patologi Dan Mekanisme Aksi
Diabetogenik Animal Models Of
Diabetes Mellitus : Pathology
And Mechanism Of Some Diabe-
togenics. B I O D I V E R S I T A
S ISSN: 1412-033X Volume 7,
Nomor 4 Oktober 2006 Halaman:
378-382.
Ophart C.E.2003. Virtual Chembook.
Jakarta: Elmhurst College
Poedjiadi A. 1994. Dasar-Dasar Biokimia .
Penerbit UI-Press.Jakarta

Anda mungkin juga menyukai