Anda di halaman 1dari 6

Amira Maiza Haq/1/IX-F

Di sebuah kota biasa di suatu negara, semua warga kota itu berhamburan keluar dari pintu
rumah mereka masing-masing. Semuanya saling berebut untuk naik bus umum di kota itu.
Para warga baik dewasa maupun anak-anak saling berlomba dengan waktu untuk memulai
pagi mereka di hari pertama setiap minggu ini, hari Senin.
Vita: Mamaaa aku berangkat yaaa!
Ibu Vita: Sudah mama bilang jangan teriak-teriak! Duh kenapa sih dia bersemangat sekali
ke sekolah pagi ini sampai tidak membantu ibunya memasak di sini. Ah, aku harus
melatihnya dengan keras nanti saat dia lulus dari sekolah.
Vita berjalan kaki ke sekolah dengan riang sambil memandang birunya langit dan kotanya
yang mulai sibuk. Hatinya berdebar kencang, itu karena hari ini adalah hari diumumkannya
nilai tesnya kemarin. Dia sangat yakin dia akan menjadi yang paling bagus nilainya.
Sesampainya di kelas,
Rin: Ah, Vit kamu datang lebih pagi hari ini.
Vita: Hahaha aku saking bersemangatnya ke sini aku lupa melihat jam berapa aku
berangkat.
Rin: karena sekarang hari pembagian nilai ya. Haduh Vita kok kamu malah senang gitu sih.
Gaada rasa tegang atau takut dikit kek.
Vita: gaada.
Rin: setitik pun tidak ada?
Vita: yap.
Rin: yah anak rajin memang beda ya.
Di saat Vita dan Rin mengobrol, sahabat mereka yang satu lagi pun datang.
Roza: pagiii Rin Vit!
Rin: Roza dah datang! Yah kamu malah semangat juga pagi ini.
Roza: sebenarnya aku takut sih tapi yaudah lah cuma nilai aku bodo amat. Bentar lagi juga
aku lulus dan aku akan bantu-bantu mamaku di rumah.
Rin: hm iya juga. Nilai yang kita dapat saat sekolah tidak begitu penting karena kita akan
menghabiskan masa remaja kita berlatih mengurus rumah.
Vita: ogah aku gamau nyuci piring saja di rumah. Aku mau lanjut SMA, makanya nilaiku
harus bagus kali ini.
Rin: gaboleh gitu Vit, kita perempuan harus bisa mengatur rumah kita. Kalau kamu
bersuami dan tidak bisa nyuci piring gimana?
Vita: alah, belajar itu gampang lah. Aku sudah bisa mencuci piring kok. Menjadi dokter
harus ku utamakan daripada jadi penyuci piring.
Roza: kamu masih ingin menjadi dokter? Bukanya ibumu dan pak guru sudah bilang kalau
kamu tidak akan bisa jadi dokter?
Vita: omong kosong, aku bisa menjadi apapun yang kumau!
Rin: haah, yaudah sih kita biarkan kamu bermimpi saja.
Jam pelajaran pun berlangsung. Semua murid duduk rapi di bangkunya masing-masing. Pak
guru pun datang. Setelah saling menyapa dan memberi salam inilah momen yang ditunggu-
tunggu Vita. Wajahnya mencermikan keyakinan yang besar bahwa kali ini dia akan disebut.
Pak Guru: Selamat pagi anak-anak!
Murid: Pagi Pak Guru!
Pak Guru: akhirnya momen yang kita tunggu pun tiba. Bapa bisa melihat wajah tegang
kalian walau kalian berusaha menyembunyikannya haha. Bapa akan menyebutkan nilai hasil
tes kalian kemarin satu per satu dari yang tertinggi sampai yang paling rendah. ( mengambil
kertas nilai ) dengarkan baik-baik, yang mendapat nilai tertinggi adalah……..Alex
Alex: ( berdiri untuk mendapatkan kertas hasil tesnya ) terima kasih Pak.
Pak Guru: bagus Alex pertahankan prestasimu.
Murid: ( tepuk tangan )
Pak Guru: baik berikutnya adalah…Vita! Selamat Vita kau mendapat nilai yang bagus lagi.
Vita: ( sambil cemberut berdiri mengambil kertas hasil tesnya )
Pak Guru: baik berikutnya ada…Rodi!
Pak guru terus menyebut nama murid beserta nilai yang didapatkannya sampai semua
murid mendapat kertas hasil tesnya. Kecewa karena kali ini juga dia tidak dapat perinkat
pertama, Vita duduk di bangkunya dengan murung. Dia masih kecewa meskipun sudah
pulang.
Alex: kamu murung melulu dari tadi, haha maafkan aku ya bila aku yang membuatmu
kecewa lagi. Memang sayang sekali aku ini anaknya pintar. Kalau kamu ingin jadi kaya kan
tinggal nikah ama pemuda kaya kaya ajah.
Vita: dih sombong amat
Alex: memang benar kok. Dan cara bicaramu itu ga sopan kamu tau kan aku ini anak siapa.
Vita: kamu duluan yang ngomongnya jahat banget ya aku bales lah.
Alex: jangan samain derajat aku sama kamu
Vita: emang anak busuk seperti kamu ini suka ngebangga banggain derajat dan kekayaan ya,
sungguh menjijikan.
Alex: kamu bilang apa tadi hah?
Roza: Vita! Udah stop kita pulang saja. Maafkan temanku ini ya Alex, kita pulang duluan.
Rin juga, ayo pulang.
Rin: iyaaa
Mereka bertiga pulang bersama seperti biasanya.
Roza: kamu ini, sudah berkali-kali kubilang jangan cari gara-gara dengan Alex. Dia anak
walikota kita tau tidak?
Vita; aku sudah mendengar itu berkali-kali dan aku benci mendengarnya lagi
Rin: haduh kamu ini sering saja cemberut begini setiap pembagian nilai. Padahal sudah
hamper tiga tahun kita disini. Seharusnya kamu pasrah saja kalau kamu mendapat peringkat
kedua lagi. Alex memang pintar itu karena dia juga kaya jadi dia bisa membeli banyak buku.
Vita: aku masih punya harapan untuk mengalahkannya! Aku masih punya waktu setahun
lima bulan.
Roza: haah, aku ingin sekali bertanya pada ibumu kenapa dia memberimu nama “Vita”
padahal dia sendiri tahu “harapanmu” itu susah sekali untuk terwujud.
Vita: Vita adalah nama yang bagus. Lagi pula, aku juga ingin bertanya kepada kalian.
Kenapa kalian mudah sekali sih menyerah? Kenapa sih kalian oke oke aja jadi ibu rumah
tangga? Padahal kalau semua perempuan itu seperti aku. Punya semangat besar kan kita bisa
bersama-sama mengubah takdir kita.
Rin: mungkin karena aku merasa pekerjaan yang dilakukan laki-laki itu berat dan tidak
cocok untukku. Bagiku menjadi ibu rumah tangga itu mudah kulakukan.
Roza: kalau aku sih karena aku sayang ibuku, aku ingin membantunya dan ingin menjadi
sepertinya.
Vita: hah alasan apa itu.
Rin: lagian, uang untuk hidup sudah ditanggung laki-laki.
Vita: ugh, kamu mirip Alex sekarang.
Rin: sudahlah Vit, daritadi kamu marah-marah melulu. Selalu saja seperti ini setiap habis
bagi nilai. Aku saja dapat nilai 78 biasa-biasa aja.
Roza: iya dan seharusnya kamu lega bukan kamu yang pertama, kalau iya pasti ayahnya
Alex akan mencurigaimu menyontek. Kan ga mungkin anaknya yang selama ini peringkat
satu dikalahkan oleh perempuan sepertimu kan.
Vita: Aaaah kalian ini menyebalkan kok malah berpihak ke Alex terus sih. ( saking kesal
dengan teman-temannya Vita lari meninggalkan mereka )
Vita yang berlari sambil menahan amarah dan tangis pergi ke alun-alun kota. Biasanya
kalau dia sedang sedih dia akan duduk disamping air pancur yang ada di tengah taman alun-
alun kota.
Vita: Huff, menyebalkan. Aku tidak marah karena nilaiku tapi karena dunia ini memang
tidak adil. Aku juga ingin menjadi orang hebat seperti laki-laki yang ada di berita itu!
Pria: Nak, Kenapa teriak-teriak begitu? Sepertinya kamu anak SMP ya. Kenapa tidak
pulang? Sudah sore loh.
Vita: Eh, maaf pak. Saya lagi nunggu bapa saya disini.
Pria: oh begitu, hati-hati ya. ( Pergi )
Vita: sekali saja jangan anggap aku anak kecil. Aku sudah 14 tahun.
Vita duduk di samping kolam itu sambil mengomel pada dirinya sendiri dan menatap
kesibukan di pasar alun-alun.
Vita: tumben sekali pasar sore ini masih rame, biasanya sudah pada tutup. Ibu-ibu pasti pada
belanja banyak keperluan rumah untuk menyiapkan keperluan mengurung putri mereka di
rumah untuk mencuci toilet. Tante yang ada di sana pun sepertinya sibuk.
Namun rupanya tante yang Vita lihat tidak datang ke pasar untuk berbelanja. Tante itu
berdiri di samping deretan gantungan baju dan terus mempromosikan bajunya ke orang-orang
yang lewat.
Vita: lho, lho, lho, dia berjualan? Bukankah dia seharusnya memasak untuk makan malam
di rumah jam segini? Kalau kata orang-orang sih jika istrinya belum masak saat suaminya
pulang kerja kan tidak baik. Dia bisa-bisa di marahi suaminya! Eh memangnya dia sudah
nikah?
Vita sangat penasaran dengan tante yang satu ini. Tokonya sangat mencolok di antara toko
lain karena satu-satunya toko yang pedagangnya adalah seorang wanita. Ia pun memutuskan
untuk mengunjungi tokonya.
Kakak pedagang: Halo dek selamat datang di Toko Butik Nadia. Ada yang bisa saya Bantu?
Adek mau baju apa nanti saya akan carikan.
Vita: eh maaf, saya cuma mau lihat-lihat saja kak. ( Dalam hati ) wah dia masih muda
ternyata.
Kakak: oh kalau begitu silahkan lihat-lihat. Banyak baju bagus loh. Kalau baju buat anak
remaja Ada banyak di sana.
Vita: ya kak makasih. Um kak boleh aku tanya sesuatu?
Kakak: adek mau nanya apa?
Vita: Kak, kenapa kakak bisa bejualan disini? Memangnya dagangan kakak laku?
Kakak: Rupanya karena itu ya kamu datang ke sini haha.
Vita: maaf kalau aku ga sopan kak.
Kakak: enggak kok, Kakak udah dapat banyak pertanyaan dari ibu-ibu yang berbelanja di
sini. Mereka semua menceritakan kalau di sini, wanita dilarang berdagang. Awalnya Kakak
terkejut karena di negara dimana kakak berasal, wanita dan laki-laki derajatnya sama.
Dagangan kakak awalnya dipandang buruk tapi lama-kelamaan banyak ibu-ibu yang datang
ke sini sambil memuji baju yang kujual bagus.
Vita: Kakak dari negara lain yang menghargai wanita? Di mana negara itu?
Kakak: negara Kakak lumayan jauh dek dari sini. Kakak harus naik kapal sambil membawa
dagangan kakak ke sini.
Vita: yah, padahal kalau dekat, aku bisa ke sana Dan mungkin aku tidak akan diremeh Kan
lagi oleh laki-laki sombong dan menyebalkan.
Kakak: laki-laki sombong dan menyebalkan? Memang sampai segitunya kah?
Vita: ga semuanya sih kak. Kebanyakan yang menyebalkan itu laki-laki pejabat. Mereka
sombong dan sekali saja berkuasa. Ada juga sih laki-laki yang ramah seperi ayahku. Tapi ya,
agak sebel sih setiap hari diomelin “Vita kamu harus tau derajatmu. Vita kamu harus bisa
mengepel rumah. Vita Vita Vita!”
Kakak: hahaha, sepertinya kamu punya cita-cita ya dek.
Vita: iya, tapi Sayang sekali mewujudkannya itu susah. Keluargaku tidak kaya ditambah
lagi aku ini perempuan. Bentar lagi aku akan dikurung di rumah. Tak adil memang.
Kakak: jangan bilang itu dek. Memang rasanya menyebalkan. Kau tau tidak dek, dulu
Kakak ingin sekali menjadi guru. Tapi pada akhirnya Kakak jadi pedagang baju di sini.
Vita: hah kok bisa? Bukannya negara Kakak menghargai wanita?
Kakak: walaupun negara Kakak menghargai wanita, tetap saja banyak sekali tantangan yang
harus Kakak hadapi. Walaupun Kakak tidak bisa jadi guru, Kakak akhirnya menerima takdir
kalau Kakak ini ditakdirkan menjadi pedagang. Dan lihatlah Kakak sekarang. Kakak bisa
membuka cabang toko keluarga kakak di negara lain. Takdir orang beda-beda dek. Kamu
bisa berusaha untuk meraih cita-citamu tapi jika takdir berkata lain bersabarlah. Mungkin itu
yang terbaik.
Vita: tapi aku ingin berhasil mencapai cita-citamu
Kakak: memang cita-cita adek apa?
Vita: aku ingin menjadi dokter. Aku ingin mengobati banyak orang yang sakit. Karena
kehebatanku itu, aku akan dihargai Dan dikenal banyak orang. Kayak orang-orang di berita
kak.
Kakak: mimpi yang bagus. Tapi kamu harus tau dek, Ada banyak jalan untuk mencapai
kebahagiaan hidup adek. Mungkin adek bisa menanam bunga yang dikenal wangi dan cantik
oleh banyak orang. Atau menjadi ibu rumah tangga yang dikenal paling rajin Dan kerjaannya
bagus sekali.
Vita: aku gamau menjadi seperti itu. Itu pekerjaan yang mudah sekali.
Kakak: Salah dek. Semua pekerjaan itu susah. Menjadi pencuri pun susah. Kamu harus
punya taktik yang bagus supaya tidak ketahuan mencuri. Menjadi ibu rumah tangga pun
susah Karena Ada banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan dalam sehari.
Apapun pekerjaan yang kamu dapati harus kamu syukuri dek.
Vita: …
Kakak: adek punya semangat yang bagus. Itu patut dipertahankan. Tapi kalau adek tidak
punya kesabaran yang tinggi juga. Bisa-bisa saat gagal nanti adek stress.
Vita: kalau begitu aku harus bagaimana Kak?
Kakak: menurut Kakak sih adek harus tetap semangat untuk mencapai cita-cita adek. Coba
Cara apapun supaya laki-laki yang meremehkan kemampuan adek merasa bersalah. Karena
kesuksesan sesorang itu bukan karena dia kaya atau miskin, perempuan atau laki-laki, tapi
karena usahanya. Tapi jika adek gagal, bersabarlah mungkin ada yang lebih baik buat adek
kelak. Kalau adek berakhir jadi ibu rumah tangga seperti ibu-ibu yang datang ke toko kakak,
adek harus bersabar ya.
Mendengar nasihat Kakak itu Vita sadar bahwa selama ini dia memang sekali bersemangat
untuk menjadi dirinya yang terbaik tapi dia sekali saja emosi jika gagal. Bahkan temannya
pun dia marahi. Padahal mereka sudah baik hati untuk menghiburnya.
Vita: wah terima kasih Kak, aku belajar banyak dari Kakak. Aku akan berusaha untuk
menjadi dokter. Tapi aku tidak akan lupa untuk bersabar atas apa yang aku dapat. Kakak
memang benar.
Kakak: hahaha sama-sama. Kakak malah ngomong kayak gini sama kamu. Padahal sudah
mau malam gini. Harusnya kamu sudah pulang kan?
Vita: wah iya, ga kerasa udah mau malam. Waduh aku harus cepat-cepat pulang. Sekali lagi
terima kasih ya Kak. Saya pamit dulu. ( Melambaikan tangan )
Kakak: iya dek, sampai jumpa lagi. ( Melambaikan balik )

Anda mungkin juga menyukai