Anda di halaman 1dari 49

SKENARIO

Seorang laki-laki usia 35 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan batuk yang tidak kunjung
sembuh sejak 3 minggu yang lalu. Batuk mengeluarkan dahak. Dahak berwarna kuning tidak disertai
darah. Tidak ada sesak nafas. Selain itu penderita juga demam yang tidak terlalu tinggi sekitar seminggu
yang lalu. Sejak 3 bulan terakhir penderita mengeluh sering sakit demam, sering berkeringat malam,
nafsu makan dan berat badan yang menurun. Dari riwayat kesehatan keluarga diketahui istri menderita
tuberkulosis paru.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Keadaan umum : tampak sakit sedang ; BB : 50 kg
Tanda Vital : TD= 120/80 mmHg, Nadi = 82x/menit, RR= 24x/menit, suhu= 37,80C
Leher : pembesaran kelejar getah bening (-)
Rongga mulut : Faring : hiperemis (-), Tonsil : hiperemis (-) , T1/T1
Jantung : ictus cordis tidak tampak, gallop (-)
Paru : Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan simetris
Palpasi : nyeri tekan dada (-), deviasi trakea (-), fremitus taktil (N/N)
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : vesikuler/vesikuler, ronki +/+ di apeks paru, wheezing -/-
Abdomen : supel , nyeri tekan (-)
Extremitas : akral hangat, edema -/-
Darah Lengkap
Hb : 15 g/dL
Ht : 39,4 %
Leukosit : 10.000 sel/mm3
Diff Count : 1/3/5/50/25/8
Limfosit : 160/µL
Trombosit : 296.000 sel/mm3
LED : 10 mm/jam
Tes Fungsi ginjal
Ureum : 18 mg/dl (10-50 mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,6-1,3)
Gula darah
GDS : 93 mg/dl (70-150)
Tes fungsi hati

1
SGOT : 24,7 U/I (≤38 U/I)
SGPT : 34,3 U/I (≤41 U/I)
Foto Rontgen PA :Terdapat gambaran infiltrat di bagian apeks paru.

Hasil pemeriksaan sputum BTA SPS : negatif. Pemeriksaan dahak biakan : masih menunggu hasil
Dokter kemudian meresepkan obat OAT KDT kategori 1

2
BAB I
KATA SULIT

1. Fremitus taktil
a. Getaran yang dihantaran melalui bronkopulmonari tree ke dinding dada saat pasien berbicara.
Bisa dirasakan dari basal jari-jari atau ulnar jari.
b. Getaran yang paling menonjol di interskapula bagian kanan, getaran menghilang di bawah
diafragma.
2. Deviasi trakea
a. Tanda klinis berupa trakea yang terdorong menjauhi paru-paru, biasanya akibat dari penyakit
pneumomonia, menyebabkan tekanan pneumothoraks yang menyebabkan tekanan udarayang
tinggi dan akhirnya menekan ke segala arah sehingga trakea terdorong ke arah kontralateral.
3. Sputum BTA SPS
a. Sputum berarti dahak, BTA singkatan dari basil tahan asam, SPS singkatan dari sewaktu-pagi-
sewaktu. Merupakan cara pemeriksaan dahak dengan melakukan pewarnaan basil tahan asam
yang pengambilan sampelnya pada saat hari pertama periksa di faskes terdekat, sampel
berikutnya saat pagi hari pada hari kedua, dan sampel ketiga saat sewaktu periksa lagi.
b. Mekanisme dilakukan selama dua hari berturut-turut, dan hasil akan didapatkan satu hari
setelahnya
c. Pemeriksaan ini lebih cepat didapatkan hasilnya dibandingkan dengan kultur organisme.
d. Pertama kali datang, dahak harus diberikan saat itu juga, lalu dahak pada saat pagi dengan
dibawakan pot, dan sewaktu pada hari ke dua.
4. Infiltrat Apeks Paru
a. Gambaran densitas paru yang abnormal, berupa bercak atau titik kecil pada bagian apeks paru
atau bagian atas paru.
b. Adanya zat yang lebih padat seperti nanah, protein, atau cairan yang ada pada paru, biasanya
pada pneumonia atau penyakit paru lainnya.
c. Gambaran infiltrat tampak lebih opaque dari daerah lainnya, atau lebih terang atau putih.
5. OAT KDT Kategori 1
a. OAT yaitu obat anti tuberkulosis, KDT kombinasi dosis tetap, kategori 1 berarti obat yang
diberikan pada orang yang belum pernah mengonsumsi obat anti tuberkulosis sebelumnya.

3
b. Terdapat dua kategori dari OAT yaitu kategori 1 yang diberikan pada penderita yang belum
pernah mengonsumsi obat OAT sebelumnya dan kategori 2 yang diberikan apabila gagal
pengobatan sebelumnya atau tidak selesai sampai akhir pengobatan.
6. Ronki
a. Suara paru yang terdengar gaduh saat dilakukan auskultasi.
7. Dahak
a. Lendir yang biasanya muncul saat batuk, terdapat berbagai warna yaitu bening yang
mengindikasikan infeksi virus atau alergi, warna putih biasanya karena penyakit bronkitis
virus, dan asam lambung, hijau atau kuning biasanya karena adanya infeksi dari bakteri, coklat
mengindikasikan perdarahan yang lama, merah muda pada peradangan pada saluran
pernapasan, hitam pada infeksi jamur exophiala dermatitis.

4
BAB II
RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa batuk dan mengeluarkan dahak sejak 3 minggu sebelumnya?
2. Mengapa dahak berwarna kuning tanpa disertai darah?
3. Mengapa 3 bulan terakhir mengalami mengeluh sakit demam?
4. Mengapa sering berkeringat malam?
5. Mengapa nafsu makan menurun?
6. Mengaapa berat badan berkurang?
7. Apa hubungan keluhan pasien dengan penyakit istri?
8. Mengapa terjadi peningkatan pada respiratory rate?
9. Bagaimana interpretasi darah lengkap?
10. Mengapa monosit mengalami sedikit peningkatan?
11. Mengapa limfosit menurun?
12. Mengapa terdapat gambaran infiltrat di bagian apeks pada foto thoraks?
13. Mengapa dilakukan tes gula darah, fungsi ginjal dan fungsi hati?
14. Mengapa hasil pemeriksaan sputum BTA SPS negatif?
15. Apa diagnosisnya?
16. Bagaimana cara dokter mendiagnosis pasien dengan hasil pemeriksaan yang kebanyakan negatif?

5
BAB III
BRAINSTORMING
1. Mengapa batuk dan mengeluarkan dahak sejak 3 minggu sebelumnya?
a. 3 bulan terakhir menderita demam  dimungkinkan infeksi kuman  batuk 3 minggu
sebelumnya karena menginfeksi parenkim paru  inflamasi  pertahanan yang mencegah ke
parenkim yang lain (tuberkel)  membuat ruang untuk dahak/sputum  batuk berdahak.
b. Infeksi benda asing  saluran pernafasan  reseptor yang terangsang  meneruskan ke
nervus vagus  medulla  nukleus taktus solitarius  inspirasi cepat (V = 2,5L), epiglotis
menutup  tekanan dalam ruangan meningkat  saat epiglotis membuka  terjadi tekanan
tinggi lewat mulut (batuk).
c. Tidak kunjung sembuh karena bakteri sangat tahan dengan berbagai macam virulen, terus
menerus merangsang reseptor yang menyebabkan batuk.
d. Karena infeksi  neutrofil terangsang  merangsang bradikinin  merangsang dahak.
e. Kelebihan sekresi mukus  dahak.
f. Sel goblet yang mengasilkan mukus yang berada di daerah bronkiolus. Submukosa pada sel
yang besar.
2. Mengapa dahak berwarna kuning tanpa disertai darah?
a. Dahak kuning akibat dari infeksi bakteri, tidak disertai darah ditunjukan bahwa tidak ada
pecahnya pembuluh darah pada paru.
b. Terdapat berbagai warna dahak yang mengindikasikan penyebab timbulnya dahak, seperti
warna bening yang mengindikasikan infeksi virus atau alergi, warna putih biasanya karena
penyakit bronkitis virus, dan asam lambung, hijau atau kuning biasanya karena adanya infeksi
dari bakteri, coklat mengindikasikan perdarahan yang lama, merah muda pada peradangan
pada saluran pernapasan, hitam pada infeksi jamur exophiala dermatitis.
3. Mengapa 3 bulan terakhir mengalami mengeluh sakit demam?
a. Proses inflamasi  prostaglandin terangsang  hipotalamus terangsang  meningkatkan
termostat  demam.
b. Bakteri gram negatif memiliki LPS  merangsang makrofag, monosit, interleukin, TNF alfa
(pirogen endogen)  merangsang hipotalamus yang menyebabkan demam.
4. Mengapa sering berkeringat malam?
a. Bakteri TB  aktif di malam hari  batuk malam  produksi keringat malam berlebih.
b. Pirogen endogen merangsang hipotalamus  merangsang panas  meningkatkan produksi
tubuh  menyebabkan berkeringat.

6
c. Berkeringat merupakan suatu termoregulasi tubuh karena demam, karena demam
menyebabkan metabolisme berlebihan dan tubuh butuh suhu yang normal untuk
mengoptimalkan kerjanya dan berkeringat sendiri untuk mendinginkan suhu tubuh yang
berlebih, diketahui bahwa terdapat hubungan irama sirkadian dengan berkeringat malam. Set
poin rendah yang menyebabkan berkeringat, karena metabolisme tinggi.
5. Mengapa nafsu makan menurun?
a. Makrofag mengeluarkan mediator inflamasi salah satunya TNFalfa  merangsang nafu makan
 menyebabkan nafsu makan berkurang.
b. Inflamasi  IL-1, TNF alfa  sekresi leptin oleh adiposa  negatif feedback (bagian
hipotalamus ventromedial) anoreksia  berat badan yang menurun.
6. Mengaapa berat badan berkurang?
a. IL-1, IL-4, TNF-alfa  enzim LPL meningkat  pemecahan lemak meningkat  berat badan
turun.
7. Apa hubungan keluhan pasien dengan penyakit istri?
a. Bakteri TB yang menyebar melalui droplet infection yang berarti dapat menyebar melalui
udara, dan pasien yang satu rumah dengan istri meningkatkan risiko penularan.
8. Mengapa terjadi peningkatan pada respiratory rate?
a. Tuberkel  perkejuan dan kalsifikasi  perfusi dan difusi paru terganggu  menyebabkan
kompensasi tubuh berupa peningkatan RR.
9. Bagaimana interpretasi darah lengkap?
a. Hemoglobin normal, Hematokrit normal, Leukosit normal, Limfosit turun, namun pada
differential count limfosit normal.
10. Mengapa monosit mengalami sedikit peningkatan?
a. Monosit  berkembang menjadi makrofag  makrofag tugasnya memakan bakteri dalam
tubuh  karena ada bakteri  jumlah monosit sedikit meningkat.
b. Pada skenario ini dimungkinkan karena adanya infeksi bakteri. Monosit sebagai leukosit utama
dalam degradasi fosfolipid mikrobakteri.
11. Mengapa limfosit menurun?
a. Karena menandakan pasien mengalami immunocompromised, bakteri lebih mudah masuk pada
pasien yang mengalami immunocompromised.
12. Mengapa terdapat gambaran infiltrat di bagian apeks pada foto thoraks?
a. Pada apeks terdapat banyak oksigen menyebabkan bakteri berada di apeks paru, daripada
bagian yang lain. Bakteri tuberkulosis suka menempel pada bagian yang terdapat banyak

7
oksigennya, dan diketahui bahwa tekanan oksigen pada apeks paru yang paling besar diantara
organ yang lainnya.
13. Mengapa dilakukan tes gula darah, fungsi ginjal dan fungsi hati?
a. Karena untuk mengetahui apakah sudah terjadi komplikasi atau belum. Bakteri bisa menyebar
ke ginjal dan hati melalui darah.
b. Untuk memberikan tatalaksana yang tepat, karena penatalaksaan pada pasien yang menglami
penyakit paru, ginjal maupun penyakit hati akan berbeda satu sama lain. Bahkan pada penderita
tanpa penyakit tersebut juga dapat berbeda penatalaksaannya.
c. Untuk melihat keadaan pasien immunocompromised atau tidak, menentukan tata laksana obat
untuk menentukan kontraindikasi obat. Seperti yang diketahui terdapat obat yang tidak boleh
diberikan untuk penyakit lainnya.
14. Mengapa hasil pemeriksaan sputum BTA SPS negatif?
a. Proses inflamasi bakteri TB  hasil memerangkap bakteri TB (oleh mediator infalamasi) 
membuat benteng (fokus ghon)  bakteri tidak bisa keluar karena terperangkap. Bakteri yang
terperangkap hanya pada apeks menyebabkan hasil BTA negatif.
b. Cara pengambilan yang kurang benar, Bakteri saat pengambilan sampel BTA sudah mati yang
menyebabkan tidak terdeteksi.
15. Apa diagnosisnya?
a. Tuberkulosis Paru
16. Bagaimana cara dokter mendiagnosis pasien dengan hasil pemeriksaan yang kebanyakan negatif?
a. Diagnosis klinis  manifestasi TB ditambah dengan hasil foto thoraks yang terdapat infiltrasi
paru. Diketahui apabila terdapat hasil positif dari salah satu pemeriksaan diantaranya spuntum
BTA SPS, kultur bakteri, dan foto toraks positif dapat menjadi indikasi didiagnosisnya
seseorang.
b. Riwayat keluarga  istri terkena tuberkulosis paru, yang merupakan factor risiko besar terkena
penyakit yang sama.

8
Faktor
Risiko
Laki-laki Prognosis
35 thn
Epidemiologi
Pemeriksaan
Patofisiologi Penunjang
Etiologi
Komplikasi
PEMERIKSAAN PEMERIKSAAN LABORATORIUM FOTO RONTGEN THORAX PEMERIKSAAN BAKTERIOLOGIS
Gejala klinis ANAMNESA
FISIK
Pemeriksaan Fisik Darah Lengkap
-Batuk 3 minggu Keadaan umum : tampak sakit sedang ; BB : 50 kg Hb : 15 g/dL (normal) Terdapat gambaran infiltrat di bagian apeks paru BTA SPS (-)
Komplikasi Batuk berdahak kuning tidak berdarah Tanda Vital : TD= 120/80 mmHg, Nadi = Ht : 39,4 % (normal) PEMERIKSAAN DAHAK BIAKAN: MENUNGGU
-Demam seminggu yang lalu 82x/menit, RR= 24x/menit, suhu= 37,80C HASIL
-Demam, berkeringat malam, nafsu makan, dan
Leukosit : 10.000 sel/mm3 (normal)
Leher : pembesaran kelejar getah bening
BB turun 3 bulan terakhir (-) Diff Count : 1/3/5/50/25/8 (monosit naik)
-Istri menderita TB paru Rongga mulut : Faring : hiperemis (-), Tonsil : Limfosit : 160/µL (limfopenia)
hiperemis (-) , T1/T1 Trombosit : 296.000 sel/mm3 (normal)
Jantung : ictus cordis tidak tampak, gallop (-) LED : 10 mm/jam (normal)
Paru : Inspeksi : bentuk dada normal,

9
Tes Fungsi ginjal (norm al)
gerakan simetris
Palpasi : nyeri tekan dada (-),
Ureum : 18 mg/dl (10-50 mg/dl)
Faktor deviasi trakea (-), fremitus taktil (N/N) Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,6-1,3)
BAB IV

Perkusi : Sonor/Sonor Gula darah (norm al)


risiko Auskultasi : vesikuler/vesikuler, GDS : 93 mg/dl (70-150)
ronki +/+ di apeks paru, wheezing -/- Tes fungsi hati (norm al)
Abdomen : supel , nyeri tekan (-) SGOT : 24,7 U/I (≤38 U/I)
Extremitas : akral hangat, edema -/-
SGPT : 34,3 U/I (≤41 U/I)
PETA MASALAH

DIAGNOSIS
Kriteria
Diagnosis Klasifikasi
TUBERKULOSIS PARU

Diagnosis
Tatalaksana PENATALAKSANAAN
banding
OAT KDT KATEGORI 1

Pencegahan
BAB V
TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi tuberkulosis


2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi tuberkulosis
3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi tuberkulosis
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko tuberkulosis
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi tuberkulosis
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis tuberkulosis
7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tuberkulosis
8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis tuberkulosis
9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding tuberkulosis
10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana tuberkulosis
11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis tuberkulosis
12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi tuberkulosis
13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan tuberkulosis
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi ke-Islaman

10
BAB VI
TINJAUAN PUSTAKA

1. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan definisi dan klasifikasi tuberculosis


DEFINISI
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium
tuberculosis. Terdapat beberapa spesies Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum,
M. bovis, M. Leprae dsb. Yang juga dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Kelompok bakteri
Mycobacterium selain Mycobacterium tuberculosis yang bisa menimbulkan gangguan pada saluran
nafas dikenal sebagai MOTT (Mycobacterium Other Than Tuberculosis) yang terkadang bisa
mengganggu penegakan diagnosis dan pengobatan TBC.

KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus”
yang meliputi empat hal , yaitu:

 Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru
 Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positif atau BTA negatif
 Riwayat pengobatan TB sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah diobati
 Status HIV pasien.
Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat. Saat ini sudah tidak dimasukkan dalam
penentuan definisi kasus

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :

 Menentukan paduan pengobatan yang sesuai, untuk mencegah pengobatan yang tidak adekuat
(undertreatment), menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) .
 Melakukan registrasi kasus secara benar
 Standarisasi proses (tahapan) dan pengumpulan data
 Menentukan prioritas pengobatan TB, dalam situasi dengan sumber daya yang terbatas.
 Analisis kohort hasil pengobatan, sesuai dengan definisi klasifikasi dan tipe.
 Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektifitas program secara akurat, baik pada tingkat
kabupaten, provinsi, nacional, regional maupun dunia.

11
Beberapa istilah dalam definisi kasus:

 Kasus TB
Pasien TB yang telah dibuktikan secara mikroskopis atau didiagnosis oleh dokter atau petugas
TB untuk diberikan pengobatan TB.
 Kasus TB pasti (definitif)
pasien dengan biakan positif untuk Mycobacterium tuberculosis atau tidak ada fasilitas biakan,
sekurangkurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

A. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena:


1. Tuberkulosis paru.
Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak
termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. Tuberkulosis ekstra paru.
Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak,
selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran
kencing, alat kelamin, dan lain-lain. Pasien dengan TB paru dan TB ekstraparu
diklasifikasikan sebagai TB paru
B. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadan ini terutama ditujukan
pada TB Paru:
1. Tuberkulosis paru BTA positif.
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada
pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah
pemberian antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif
2. Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru
BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative
b. Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberkulosis.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan
HIV negatif.

12
d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan.
C. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi berdasarkan riwayat
pengobatan sebelumnya disebut sebagai tipe pasien, yaitu:
1. Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT
kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif
2. Kasus yang sebelumnya diobati
 Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis
kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
 Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA
positif.
 Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
3. Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya.
4. Kasus lain
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas, seperti yang
 tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya
 pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya,
 kembali diobati dengan BTA negative.

2. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan epidemiologi tuberkulosis


Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada
tahun 1992 World Health Organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai « Global
Emergency ». Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru
tuberkulosis pada tahun 2002, 3,9 juta adalah kasus BTA (Basil Tahan Asam) positif. Sepertiga
penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis dan menurut regional WHO jumlah terbesar
kasus TB terjadi di Asia tenggara yaitu 33 % dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari

13
jumlah penduduk terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari
Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 pendduduk, seperti terlihat pada tabel 1
Diperkirakan angka kematian akibat TB adalah 8000 setiap hari dan 2 - 3 juta setiap tahun.
Laporan WHO tahun 2004 menyebutkan bahwa jumlah terbesar kematian akibat TB terdapat di
Asia tenggara yaitu 625.000 orang atau angka mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk.
Angka mortaliti tertinggi terdapat di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalens HIV yang
cukup tinggi mengakibatkan peningkatan cepat kasus TB yang muncul.

Tabel 1. Perkiraan insidens TB dan angka mortaliti, 2002

Jumlah kasus Kasus per 100 000 penduduk Kematian akibat TB (termasuk
(Ribu) kematian TB pada penderita
HIV)
Pembagian daerahSemua kasus Sputum positif Semua kasus Sputum positif Jumlah Per 100 000
WHO (%) (%) (Ribu) penduduk
Afrika 2354 (26) 1000 350 149 556 83
Amerika 370 (4) 165 43 19 53 6
Mediteranian 622 (7) 279 124 55 143 28
timur
Eropa 472 (5) 211 54 24 73 8
Asia Tenggara 2890 (33) 1294 182 81 625 39
Pasifik Barat 2090 (24) 939 122 55 373 22
Global 8797 (100) 2887 141 63 1823 29

Indonesia masih menempati urutan ke 3 di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan
Cina. Setiap tahun terdapat 250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia
tuberkulosis adalah pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit pernapasan akut pada seluruh kalangan usia.
(PDPI)

3. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan etiologi tuberculosis


Menurut Kemenkes (2014), tuberkulosis paru disebabkan karena infeksi dari Mycobacterium
Tuberculosis. Bakteri ini bersifat tahan asam dan mampu bersifat dormant (tidur/tidak berkembang).
Bakteri ini dapat ditularkan melalui droplet nuclei, dengan beberapa cara antara lain:
a. Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif melalui percik renik dahak yang
dikeluarkannya. Namun, bukan berarti bahwa pasien TB dengan hasil pemeriksaan BTA negatif
tidak mengandung kuman dalam dahaknya. Hal tersebut bisa saja terjadi oleh karena jumlah
14
kuman yang terkandung dalam contoh uji ≤ dari 5.000 kuman/cc dahak sehingga sulit dideteksi
melalui pemeriksaan mikroskopis langsung.
b. Pasien TB dengan BTA negatif juga masih memiliki kemungkinan menularkan penyakit TB.
Tingkat penularan pasien TB BTA positif adalah 65%, pasien TB BTA negatif dengan hasil
kultur positif adalah 26% sedangkan pasien TB dengan hasil kultur negatif dan foto Toraks
positif adalah 17%.
c. Infeksi akan terjadi apabila orang lain menghirup udara yang mengandung percik renik dahak
yang infeksius tersebut.
d. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak
(droplet nuclei / percik renik). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Menurut PDPI (2006), mikobakterium yang terkandung di dalam droplet berdiameter <25
ηm ketika pasien yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara. Droplet akan menguap dan
meninggalkan organisme yang cukup kecil untuk terdeposit di dalam alveoli ketika dihirup (Jawetz
et al., 2004). Kuman tersebut bersifat sangat aerobik, sehingga mudah tumbuh di dalam paru,
terlebih di daerah apeks karena PO2 alveolus paling tinggi. Keberadaan basil tuberkuli di dalam
alveoli akan merangsang teraktivasinya alveolar makrofag, melalui ikatan antara
lipoarabinomannan yang merupakan salah satu antigen yang terdapat di dinding bakteri dengan
mannose receptor dari alveolar makrofag. Selanjutnya basil tuberkuli berada dalam fagosom.
Namun, proses fagositosis dihambat oleh basil tuberkuli melalui toksinnya. Sehingga fagosom tidak
dapat berfusi dengan lisosom untuk membentuk fagolisosom. Mikobakteri akan bermultiplikasi
dalam waktu beberapa minggu pada alveolar makrofag dan sel yang diangkut menuju nodus limfe
sekitar. Sehingga terjadi peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis lokal).
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus (limfadenitis regional).
Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal sebagai kompleks primer.
Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai berikut :
1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum)
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Ghon, garis fibrotik, sarang
perkapuran di hilus)
3. Menyebar dengan cara :
a. Perkontinuitatum, menyebar kesekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu
suatu kejadian dimana terdapat penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh
kelenjar hilus yang membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas
bersangkutan, dengan akibat atelektasis. Kuman tuberkulosis akan menjalar sepanjang

15
bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang atelektasis dan menimbulkan peradangan pada
lobus yang atelektasis tersebut, yang dikenal sebagai epituberkulosis.
b. Penyebaran secara bronkogen, baik di paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya.
Penyebaran ini juga terjadi ke dalam usus
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen. Kejadian penyebaran ini sangat
bersangkutan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi basil. Sarang yang
ditimbulkan dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang
adekuat, penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis
milier, meningitis tuberkulosa, typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
genitalia dan sebagainya. Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan :
 Sembuh dengan meninggalkan sekuele (misalnya pertumbuhan terbelakang pada
anak setelah mendapat ensefalomeningitis, tuberkuloma) atau
 Meninggal
 Semua kejadian diatas adalah perjalanan tuberkulosis
primer
Bakteri yang terus berproliferasi di alveolar makrofag lama-kelamaan akan menyebabkan
kematian sel fagosit. Hingga akhirnya makrofag akan merangsang untuk memanggil makrofag lebih
banyak lagi dan membentuk agregat. Bakteri berproliferasi terus, dan sementara makrofag (yang
berisi bakteri) mati, sel fagosit makrofag masuk dalam jaringan dan menelan bakteri yang baru
terlepas. Jadi terdapat pertukaran sel fagosit makrofag yang intensif dan berkesinambungan. Sel
makrofag semakin membesar, intinya menjadi eksentrik, sitoplasmanya bertambah banyak dan
tampak pucat, disebut sel epiteloid. Sel-sel tersebut berkelompok padat mirip sel epitel tanpa
jaringan diantaranya, namun tidak ada ikatan interseluler dan bentuknya pun tidak sama dengan sel
epitel (PDPI, 2006). Yang mana proses tersebut diperantarai oleh APC (Antigen Presenting Cell)
yang mengeluarkan IL 12, sitokin tersebut akan diterima oleh Th1. Th1 akan merangsang sel CD4+
untuk memproduksi IFN-Gamma. IFN-Gamma inilah yang akan merangsang proses epiteloid dan
granuloma (Schluger, 2005).

16
Sebagian sel epiteloid ini membentuk sel datia berinti banyak, dan sebagian sel datia ini
berbentuk sel datia Langhans (inti terletak melingkar di tepi) dan sebagian berupa sel datia benda
asing (inti tersebar dalam sitoplasma). Lama kelamaan granuloma ini dikelilingi oleh sel limfosit,
sel plasma, kapiler dan fibroblas. Yang mana fibroblas-fibroblas tersebut diproduksi akibat
rangsangan dari sitokin makrofag. Di bagian tengah mulai terjadi nekrosis yang disebut perkijuan,
dan jaringan di sekitarnya menjadi sembab dan jumlah mikroba berkurang. Granuloma dapat
mengalami beberapa perkembangan , bila jumlah mikroba terus berkurang akan terbentuk simpai
jaringan ikat mengelilingi reaksi peradangan. Lama kelamaan terjadi penimbunan garam kalsium
pada bahan perkijuan. Bila garam kalsium berbentuk konsentrik maka disebut cincin Liesegang .
Bila mikroba virulen atau resistensi jaringan rendah, granuloma membesar sentrifugal, terbentuk
pula granuloma satelit yang dapat berpadu sehingga granuloma membesar. Sel epiteloid dan
makrofag menghasilkan protease dan hidrolase yang dapat mencairkan bahan kaseosa. Pada saat isi
granuloma mencair, bakteri tumbuh cepat ekstrasel dan terjadi perluasan penyakit (PDPI, 2006).
Reaksi jaringan yang terjadi berbeda antara individu yang belum pernah terinfeksi dan yang
sudah pernah terinfeksi. Pada individu yang telah terinfeksi sebelumnya reaksi jaringan terjadi lebih
cepat dan keras dengan disertai nekrosis jaringan. Akan tetapi pertumbuhan kuman tertahan dan
penyebaran infeksi terhalang. Ini merupakan manifestasi reaksi hipersensitiviti dan sekaligus
imuniti (PDPI, 2006).

17
4. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan faktor risiko tuberculosis

Faktor risiko yang berhubungan dengan kejadian Tuberkulosis adalah sebagai berikut
(Simbolon, 2007):
a) tidak pernah di imunisasi BCG
b) ada sumber kontak
c) ventilasi kurang dari 10% luas lantai
d) tidak ada cahaya matahari masuk ke rumah
e) interaksi antara perilaku merokok dengan rumah dengan penghuni yang padat
f) usia produktif
g) prilaku merokok
h) pendidikan
Faktor yang paling dominan berhubungan dengan kejadian TB Paru adalah interaksi
perilaku merokok dengan penghuni rumah yang padat serta keeratan kontak (Simbolon, 2007).
Berikut faktor risiko yang disebutkan dalam Harrison's Pulmonary and Critical Care
Medicine adalah sebagai berikut:

18
5. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi tuberculosis

Ketika seorang pasien TB paru batuk, bersin, atau berbicara, maka secara tak sengaja
keluarlah droplet nuklei dan jatuh ke tanah, lantai, atau tempat lainnya. Akibat terkena sinar
matahari atau suhu udara yang panas, droplet nuklei tadi menguap. Menguapnya droplet bakteri ke
udara dibantu dengan pergerakan angin akan membuat bakteri tuberkulosis yang terkandung dalam
droplet nuklei terbang ke udara. Apabila bakteri ini terhirup oleh orang sehat, maka orang itu
berpotensi terkena infeksi bakteri tuberkulosis. Penularan bakteri lewat udara disebut dengan air-
borne infection.

Bakteri yang terisap akan melewati pertahanan mukosilier saluran pernapasan dan masuk
hingga alveoli. Pada titik lokasi di mana terjadi implantasi bakteri, bakteri akan menggandakan diri
(multiplying). Bakteri tuberkolosis dan fokus ini disebut fokus primer atau lesi primer (fokus Ghon).
Reaksi juga terjadi pada jaringan limfe regional, yang bersama dengan fokus primer disebut sebagai
kompleks primer. Dalam waktu 3-6 minggu, inang yang baru terkena infeksi akan menjadi sensitif
terhadap tes tuberkulin atau tes Mantoux.

Berpangkal dari kompleks primer, infeksi dapat menyebar ke seluruh tubuh melalui
berbagai jalan, yaitu:

1. Percabangan bronkhus
Dapat mengenai area paru atau melalui sputum menyebar ke laring (menyebabkan
ulserasi laring), maupun ke saluran pencernaan.
2. Sistem saluran limfe
Menyebabkan adanya regional limfadenopati atau akhirnya secara tak langsung
mengakibatkan penyebaran lewat darah melalui duktus limfatikus dan menimbulkan
tuberkulosis milier.
3. Aliran darah
Aliran vena pulmonalis yang melewati lesi paru dapat membawa atau mengangkut
material yang mengandung bakteri tuberkulosis dan bakteri ini dapat mencapai berbagai
organ melalui aliran darah, yaitu tulang, ginjal, kelenjar adrenal, otak, dan meningen.
4. Rektifasi infeksi primer (infeksi pasca-primer)
Jika pertahanan tubuh (inang) kuat, maka infeksi primer tidak berkembang lebih
jauh dan bakteri tuberkulosis tak dapat berkembang biak lebih lanjut dan menjadi dorman
atau tidur. Ketika suatu saat kondisi inang melemah akibat sakit lama/keras atau memakai

19
obat yang melemahkan daya tahan tubuh terlalu lama, maka bakteri tuberkulosis yang
dorman dapat aktif kembali.

Inilah yang disebut reaktifasi infeksi primer atau infeksi pasca-primer. Infeksi ini dapat
terjadi bertahun-tahun setelah infeksi primer terjadi. Selain itu, infeksi pasca-primer juga dapat
diakibatkan oleh bakteri tuberkulosis yang baru masuk ke tubuh (infeksi baru), bukan bakteri
dorman yang aktif kembali. Biasanya organ paru tempat timbulnya infeksi pasca-primer terutama
berada di daerah apeks paru.

Gambar 6... Patofisiologi Tuberkulosis Paru

Tuberkulosis disebabkan Mycobacterium tuberculosis. Kuman berbentuk batang, tahan


asam dalam pewarnaan bakteri tahan asam (BTA). Cepat mati dengan sinar matahari langsung tetapi
dapat bertahan hidup di tempat gelap dan lembab. Cara penularan, melalui droplet (percikan dahak).
Kuman dapat menyebar secara langsung jaringan sekitar, pembuluh limfe, pembuluh darah. Daya
penularan ditentukan banyaknya kuman yang dikeluarkan dari paru.

Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang
sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup, dapat mencapai alveolus.
Bakteri tuberculosis berada di udara dalam bentuk droplet kemudian masuk ke saluran pernafasan

20
atas. Basil yang tertelan atau masuk ke saluran pernafasan merupakan gumpalan basil (unit) yang
terdiri dari 2-3 basil, yang lebih besar dari itu biasanya tidak bias masuk karena terlalu besar dan
tertahan di bronkus/bronkiolus, saluran hidung, dan tidak menimbulkan penyakit. Setelah berhasil
masuk kesaluran pernafasan bagian bawah sampai ke alveolus biasanya daerah yang disenangi oleh
bakteri TB adalah di daerah-daerah yang memiliki tekanan oksigen yang tinggi yaitu di lobus tengah
pada paru-paru kanan, atau pada apex paru bagian bawah sampai lobus atas bagian bawah,
kemudian lobus inferior bagian atas.

Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi oleh mekanisme imunologis non spesifik.
Makrofag alveolus akan menfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian
besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Basil tuberkel yang berada di alveolus
juga akan membangkitkan reaksi radang berupa odema mukosa, pelebaran pembuluh darah,
produksi cytokine, senyawa kimia yang bersifat kemotaktik bagi PMN. PMN yang datang ke
alveolus kemudian berkumpul, berakumulasi dan bertambah bayak untuk memfagosit basil tersebut.

Dalam tubuh PMN basil yang tidak mati melainkan berkembang biak didalam sel PMN.
Sesudah hari pertama terjadinya infeksi leukosit yaitu PMN tadi digantikan perannya oleh
makrofag. Makrofag tersebut berkumpul menjadi banyak akhirnya terjadi konsolidasi alveolus
akibat terdapatnya makrofag dan PMN yang berkumpul disertai cairan-cairan dari pembuluh darah
yang vasodilatasi akibat reaksi peradangan tadi. Ketika terjadi konsolidasi inilah ditemukan adanya
tanda-tanda pneumonia akut. Bakteri yang difagosit oleh makrofag yang seharusnya mati justru
berkembang biak lagi di dalam makrofag. Sampai pada proses ini banyak yang menamainya proses
infeksi primer Ghon. Basil yang sudah banyak ini melalui pembuluh darah yang rusak dan aliran
limfatik paru menyebar ke nodus limfatikus regional. Sampai pada penyebaran ini dinamakan
proses infeksi primer kompleks Ranke. Proses ini berjalan dan memakan waktu 3-8 minggu. Pada
tahap ini pada sebagian orang dapat sembuh sendiri tanpa cacat. Sebagian orang meninggalkan
sedikit berkas-berkas berupa garis fibrotic, kalsifikasi di hilus yang berpotensi untuk kambuh lagi
karena kuman yang dormant. Dari focus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju
kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar
limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika focus primer terletak di lobus paru bawah atau tengah,
kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika focus primer
terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan

21
gabungan antara focus primer,kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan saluran
limfe yang meradang (limfangitis).

Dan pada sebagian orang lagi ada yang terus berlanjut menyebar secara perkontinuitatum,
secara bronkogen menyebabkan paru sebelahnya ikut terinfeksi. Kuman juga dapat tertelan bersama
sputum dan ludah sehingga sampai ke usus dan secara limfogen ke oragan tubuh lainnya, secara
hematogen ke organ tubuh yang lainnya. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka akan menjadi TB
milier karena menjalar keseluruh lapang paru.

Basil tuberkel yang didalam makrofag berhasil mengambil alih makrofag sehingga
mengatur makrofag agar dapat menyatu satu sama lainnya menjadi Tuberkel yaitu suatu granuloma
yang terdiri dari histiosit dan sel datia langerhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai
jaringan ikat. Keadaan ini biasanya memakan waktu 3-10 minggu setelah gejala pneumonia yang
berupa konsolidasi. Sarang-sarang granuloma ini dapat direabsorbsi kembali tanpa cacat atau
sarang-sarang tadi meluas namun sembuh dengan meninggalkan bekas sebukan jaringan fibrosis.
Ada yang membungkus diri menjadi keras dan menimbulkan pengapuran. Selanjutnya yang paling
parah adalah keadaan granuloma yang terus meluas dan menyebar sehingga jumlahnya juga banyak
pada lapang paru sehingga bagian yang meluas tadi akan menghancurkan jaringan ikat sekitarnya
dan bagian tengahnya mengalami nekrosis menjadi lembek membentuk jaringan keju kejadian
inilah yang disebut perkejuan. Bila jaringan keju tadi copot dan dibatukkan keluar maka akan
terbentuklah kavitas pada tengah-tengahnya. Mula-mula dinding kavitasi ini tipis namun semakin
lama semakin tebal karena sebukan fibroblast membentuk jaringan fibrositik yang pada akhirnya
menjadi kronik dinamai kavitas sklerotik. Terjadinya perkejuan tersebut dikarenakan pada jaringan
nekrotik tersebut dihasilkan TNF dan sitokin yang berlebihan oleh jaringan sekitar dan oleh leukosit,
selain itu juga dihasilkannya enzim-enzim hidrolisis protein, lipid dan asam nukleat yang dihasilkan
makrofag yang sebetulnya ditujukan pada basil TB namun karena makrofagnya rusak maka enzim
tersebut keluar ke jaringan. (Price dan Standridge, 2006; Amin dan Bahar, 2007).

Gambar 6.... Skema perkembangan sarang tuberkulosis postprimer dan perjalanan


penyembuhannya

22
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer
secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini berbeda dengan pengertian masa inkubasi
pada proses infeksi lain, yaitu waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya
gejala penyakit. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah
103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons imunitas seluler.

Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB


sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberculin, mengalami
perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer
dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberculin. Selama masa inkubasi, uji
tuberculin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluluer tubuh terhadap TB
telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan system imun yang berfungsi baik, begitu
system imun seluler berkembang, proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB
dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang
masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan.

Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi dapat
disebabkan oleh focus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di paru dapat membesar
dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi nekrosis perkijuan yang berat,
bagian tengah lesi akan mencair dan keluar melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di
jaringan paru (kavitas). Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat
awal infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat terganggu.
Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat menyebabkan ateletaksis. Kelenjar
23
yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding
bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan
ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-konsolidasi.

Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk penyebaran
hematogenik tersamar (Occult Hamatogenic Spread). Melalui cara ini, kuman TB menyebar secara
sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian
akan mencapai berbagai organ di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang
mempunyai vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks paru
atau lobus atas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi dan membentuk koloni
kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan membatasi pertumbuhannya.

Di salam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi pertumbuhannya oleh
imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dormant. Fokus ini umumnya tidak langsung
berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi untuk menjadi fokus reaktivasi. Focus potensial di
apeks paru disebut focus Simon. Bertahun-tahun kemudian, bilas daya tahan penjamu menurun,
focus TB ini dapat mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait, misalnya
meningitis , TB tulang , dan lain-lain.

Bentuk penyebaran hamatogen yang lain adalah penyebaran hematogenik generalisata akut
(Acute Generalized Hematogenic Spread). Pada bentuk ini, sejumlah besar kuman TB masuk dan
beredar dalam darah menuju ke seluruh tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi
klinis penyakit TB secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan virulensi kuman
TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran. Tuberkulosis diseminata terjadi karena
tidak adekuatnya system imun pejamu (host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.

Tuberkulosis milier merupakan hasil dari Acute Generalized Hematogenic dengan jumlah
kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui cara ini akan mempunyai ukuran yang
lebih kurang sama. Istilih milier berasal dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-
padian/jewawut (millet seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-
3 mm, yang secara histologi merupakan granuloma.

24
6. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis tuberculosis
Tuberkulosis jarang diawali dengan tanda-tanda atau gejala awal yang mencolok. Penyakit ini
akan berkembang selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan sebelum menunjukkan tanda-
tanda atau gejala.
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau
gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala respiratorik
 Batuk ≥ 3 minggu
 Batuk darah
 Sesak napas
 Nyeri dada
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical check
up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak ada
gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar. Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari
organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang
lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat
gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang
nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.
b. Gejala sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain: malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun

7. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang tuberculosis
PEMERIKSAAN FISIK
Tahap awal penemuan dilakukan dengan menjaring mereka yang memiliki gejala:
 Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu atau lebih. Batuk dapat
diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan
lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa
kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.
 Gejala-gejala tersebut diatas dapat dijumpai pula pada penyakit paru selain TB, seperti
bronkiektasis, bronkitis kronis, asma, kanker paru, dan lain-lain. Mengingat prevalensi TB di

25
Indonesia saat ini masih tinggi, maka setiap orang yang datang ke Fasyankes dengan gejala
tersebut diatas, dianggap sebagai seorang tersangka (suspek) pasien TB, dan perlu dilakukan
pemeriksaan dahak secara mikroskopis langsung.
 Suspek TB MDR adalah semua orang yang mempunyai gejala TB dengan salah satu atau lebih
kriteria suspek dibawah ini:
1. Pasien TB yang gagal pengobatan kategori 2 (kasus kronik)
2. Pasien TB tidak konversi pada pengobatan kategori 2.
3. Pasien TB dengan riwayat pengobatan TB di fasyankes Non DOTS.
4. Pasien TB gagal pengobatan kategori 1.
5. Pasien TB tidak konversi setelah pemberian sisipan.
6. Pasien TB kambuh.
7. Pasien TB yang kembali berobat setelai lalai/default.
8. Pasien TB dengan riwayat kontak erat pasien TB MDR
9. ODHA dengan gejala TB-HIV.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan dahak
a. Pemeriksaan dahak mikroskopis
Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan
pengobatan dan menentukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakan
diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam
dua hari kunjungan yang berurutan berupa Sewaktu-Pagi-Sewaktu (SPS),
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan pada saat suspek TB datang berkunjung pertama kali.
Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi
pada hari kedua.
 P (Pagi): dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera setelah bangun tidur.
Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas di Fasyankes.
 S (sewaktu): dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat menyerahkan dahak
pagi.
Pengambilan 3 spesimen dahak masih diutamakan dibanding dengan 2 spesimen dahak
mengingat masih belum optimalnya fungsi sistem dan hasil jaminan mutu eksternal
pemeriksaan laboratorium.
b. Pemeriksaan Biakan

26
Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk
menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :
 Pasien TB Ekstra Paru
 Pasien Tb Anak
 Pasien TB BTA Negatif
Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium
yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.
c. Uji Kepekaan Obat TB
Uji kepekaan obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji
kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus
pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk
diagnosis pasien TB yang memenuhi kriteria suspek TB-MDR.
(Depkes RI)
Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA. Pemeriksaan lain atas indikasi: foto lateral,
top-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi
gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai
lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen
superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
 Fibrotik
 Kalsifikasi
 Schwarte atau penebalan pleura
Luluh paru (destroyed Lung )
 Gambaran radiologi yang menunjukkan kerusakan jaringan paru yang berat, biasanya
secara klinis disebut luluh paru . Gambaran radiologi luluh paru terdiri dari atelektasis,
ektasis/ multikaviti dan fibrosis parenkim paru. Sulit untuk menilai aktiviti lesi atau
penyakit hanya berdasarkan gambaran radiologi tersebut.
 Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktiviti proses penyakit

27
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan
sebagai berikut (terutama pada kasus BTA negatif) :
 Lesi minimal , bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak
lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrostemal junction dari
iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra
torakalis 5), serta tidak dijumpai kaviti
 Lesi luas
Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

Pemeriksaan khusus
Salah satu masalah dalam mendiagnosis pasti tuberkulosis adalah lamanya waktu yang
dibutuhkan untuk pembiakan kuman tuberkulosis secara konvensional. Dalam perkembangan
kini ada beberapa teknik yang lebih baru yang dapat mengidentifikasi kuman tuberkulosis
secara lebih cepat
a. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan biakan dengan BACTEC ini adalah metode radiometrik. M
tuberculosis memetabolisme asam lemak yang kemudian menghasilkan CO2 yang akan
dideteksi growth indexnya oleh mesin ini. Sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif
pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu menegakkan diagnosis dan melakukan
uji kepekaan (dikutip dari 13). Bentuk lain teknik ini adalah dengan
menggunakan Mycobacteria Growth Indicator Tube (MGIT).
b. Polymerase chain reaction (PCR):
Pemeriksaan PCR adalah teknologi canggih yang dapat mendeteksi DNA, termasuk
DNA M.tuberculosis. Salah satu masalah dalam pelaksanaan teknik ini adalah
kemungkinan kontaminasi. Cara pemeriksaan ini telah cukup banyak dipakai, kendati masih
memerlukan ketelitian dalam pelaksanaannya. Hasil pemeriksaan PCR dapat membantu
untuk menegakkan diagnosis sepanjang pemeriksaan tersebut dikerjakan dengan cara yang
benar dan sesuai standar internasional.
Apabila hasil pemeriksaan PCR positif sedangkan data lain tidak ada yang menunjang
ke arah diagnosis TB, maka hasil tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis TB. Pada pemeriksaan deteksi M.tb tersebut diatas, bahan / spesimen pemeriksaan
dapat berasal dari paru maupun ekstraparu sesuai dengan organ yang terlibat.
c. Pemeriksaan serologi, dengan berbagai metoda a.1:
1) . Enzym linked immunosorbent assay (ELISA)

28
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respons
humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Beberapa masalah dalam teknik
ini antara lain adalah kemungkinan antibodi menetap dalam waktu yang cukup lama.
2) ICT
Uji Immunochromatographic tuberculosis (ICT tuberculosis) adalah uji serologi
untuk mendeteksi antibodi M.tuberculosis dalam serum. Uji ICT merupakan uji
diagnostik TB yang menggunakan 5 antigen spesifik yang berasal dari membran
sitoplasma M.tuberculosis, diantaranya antigen M.tb 38 kDa. Ke 5 antigen tersebut
diendapkan dalam bentuk 4 garis melintang pada membran immunokromatografik (2
antigen diantaranya digabung dalam 1 garis) disamping garis kontrol. Serum yang akan
diperiksa sebanyak 30 ml diteteskan ke bantalan warna biru, kemudian serum akan
berdifusi melewati garis antigen. Apabila serum mengandung antibodi IgG
terhadap M.tuberculosis, maka antibodi akan berikatan dengan antigen dan
membentuk garis warna merah muda. Uji dinyatakan positif bila setelah 15 menit
terbentuk garis kontrol dan minimal satu dari empat garis antigen pada membran.
3) Mycodot
Uji ini mendeteksi antibodi antimikobakterial di dalam tubuh manusia. Uji ini
menggunakan antigen lipoarabinomannan (LAM) yang direkatkan pada suatu alat
yang berbentuk sisir plastik. Sisir plastik ini kemudian dicelupkan ke dalam serum
pasien, dan bila di dalam serum tersebut terdapat antibodi spesifik anti LAM dalam
jumlah yang memadai sesuai dengan aktiviti penyakit, maka akan timbul perubahan
warna pada sisir dan dapat dideteksi dengan mudah.
4) Uji peroksidase anti peroksidase (PAP)
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi reaksi serologi yang
terjadi. Dalam menginterpretasi hasil pemeriksaan serologi yang diperoleh, para klinisi
harus hati hati karena banyak variabel yang mempengaruhi kadar antibodi yang
terdeteksi.
5) Uji serologi yang baru / IgG TB
Uji IgG adalah salah satu pemeriksaan serologi dengan cara mendeteksi
antibodi IgG dengan antigen spesifik untuk Mycobacterium tuberculosis.Uji IgG
berdasarkan antigen mikobakterial rekombinan seperti 38 kDa dan 16 kDa dan
kombinasi lainnya akan menberikan tingkat sensitiviti dan spesifisiti yang dapat
diterima untuk diagnosis. Di luar negeri, metode imunodiagnosis ini lebih sering

29
digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu, tetapi tidak cukup baik untuk
diagnosis TB pada anak.
Saat ini pemeriksaan serologi belum dapat dipakai sebagai pegangan untuk
diagnosis.

Pemeriksaan Penunjang lain


a. Analisis Cairan Pleura
Pemeriksaan analisis cairan pleura dan uji Rivalta cairan pleura perlu dilakukan pada
pasien efusi pleura untuk membantu menegakkan diagnosis. Interpretasi hasil analisis yang
mendukung diagnosis tuberkulosis adalah uji Rivalta positif dan kesan cairan eksudat, serta
pada analisis cairan pleura terdapat sel limfosit dominan dan glukosa rendah
b. Pemeriksaan histopatologi jaringan
Pemeriksaan histopatologi dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB.
Pemeriksaan yang dilakukan ialah pemeriksaan histopatologi. Bahan jaringan dapat diperoleh
melalui biopsi atau otopsi, yaitu :
· Biopsi aspirasi dengan jarum halus (BJH) kelenjar getah bening (KGB)
· Biopsi pleura (melalui torakoskopi atau dengan jarum abram, Cope dan Veen Silverman)
· Biopsi jaringan paru (trans bronchial lung biopsy/TBLB) dengan bronkoskopi, trans thoracal
needle aspiration/TTNA, biopsi paru terbuka).
· Otopsi
Pada pemeriksaan biopsi sebaiknya diambil 2 sediaan, satu sediaan dimasukkan ke
dalam larutan salin dan dikirim ke laboratorium mikrobiologi untuk dikultur serta sediaan yang
kedua difiksasi untuk pemeriksaan histologi.
c. Pemeriksaan darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
tuberkulosis. Laju endap darah ( LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan sebagai
indikator penyembuhan pasien. LED sering meningkat pada proses aktif, tetapi laju endap
darah yang normal tidak menyingkirkan tuberkulosis. Limfositpun kurang spesifik.
d. Uji tuberculin

Uji tuberkulin yang positif menunjukkan ada infeksi tuberkulosis. Di Indonesia dengan
prevalens tuberkulosis yang tinggi, uji tuberkulin sebagai alat bantu diagnostik penyakit
kurang berarti pada orang dewasa. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan

30
konversi, bula atau apabila kepositivan dari uji yang didapat besar sekali. Pada malnutrisi
dan infeksi HIV uji tuberkulin dapat memberikan hasil negatif.

8. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kriteria diagnosis tuberculosis


Diagnosis TB paru
 Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu - pagi -
sewaktu (SPS).
 Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada
program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan
diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya.

31
 Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto
toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi
overdiagnosis.

Diagnosis TB ekstra paru


 Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada Meningitis TB,
nyeri dada pada TB pleura (Pleuritis), pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis
TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya.
 Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi
yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena

Diagnosis TB pada Orang Dengan HIV AIDS (ODHA)


Pada ODHA, diagnosis TB paru dan TB ekstra paru ditegakkan sebagai berikut:
 TB Paru BTA Positif, yaitu minimal satu hasil pemeriksaan dahak positif.
 TB Paru BTA negatif, yaitu hasil pemeriksaan dahak negatif dan gambaran klinis & radiologis
mendukung Tb atau BTA negatif dengan hasil kultur TB positif.
 TB Ekstra Paru pada ODHA ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau
histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

32
Diagnosis TB pada anak
Diagnosis TB pada anak sulit sehingga sering terjadi misdiagnosis baik overdiagnosis
maupun underdiagnosis. Pada anak-anak batuk bukan merupakan gejala utama. Pengambilan
dahak pada anak biasanya sulit, maka diagnosis TB anak perlu kriteria lain dengan menggunakan
sistem skor IDAI telah membuat Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak dengan menggunakan

33
sistem skor (scoring system), yaitu pembobotan terhadap gejala atau tanda klinis yang dijumpai.
Pedoman tersebut secara resmi digunakan oleh program nasional pengendalian tuberkulosis untuk
diagnosis TB anak.

 Batuk dimasukkan dalam skor setelah disingkirkan penyebab batuk kronik lainnya seperti
Asma, Sinusitis, dan lain-lain.
 Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis
tuberkulosis.
 Berat badan dinilai saat pasien datang (moment opname) lampirkan tabel berat badan.
 Foto toraks bukan alat diagnostik utama pada TB anak
 Semua anak dengan reaksi cepat BCG (reaksi lokal timbul < 7 hari setelah penyuntikan) harus
dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
 Anak didiagnosis TB jika jumlah skor > 6, (skor maksimal 14)
 Pasien usia balita yang mendapat skor 5, dirujuk ke RS untuk evaluasi lebih lanjut.

34
Setelah dokter melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, maka
dilakukan pembobotan dengan sistem skor. Pasien dengan jumlah skor yang lebih atau sama dengan
6 (>6), harus ditatalaksana sebagai pasien TB dan mendapat OAT (obat anti tuberkulosis). Bila skor
kurang dari 6 tetapi secara klinis kecurigaan kearah TB kuat maka perlu dilakukan pemeriksaan
diagnostik lainnya sesuai indikasi, seperti bilasan lambung, patologi anatomi, pungsi lumbal, pungsi
pleura, foto tulang dan sendi, funduskopi, CT-Scan, dan lain lainnya.

Diagnosis TB MDR
Diagnosis TB MDR dipastikan berdasarkan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan
M.tuberkulosis. Semua suspek TB MDR diperiksa dahaknya dua kali, salah satu diantaranya harus
dahak pagi hari. Uji kepekaan M.tuberculosis harus dilakukan di laboratorium yang telah
tersertifikasi untuk uji kepekaan. Sambil menunggu hasil uji kepekaan, maka suspek TB MDR akan
tetap meneruskan pengobatan sesuai dengan pedoman pengendalian TB Nasional.
(Depkes RI)

9. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan diagnosis banding tuberculosis


a. Pneumonia
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru (alveoli)
biasanya disebabkan oleh masuknya kuman bakteri, yang ditandai oleh gejala klinis batuk,
demam tinggi dan disertai adanya napas cepat ataupun tarikan dinding dada bagian bawah ke
dalam. Dalam pelaksanaan Pemberantasan Penyakit ISPA (P2ISPA) semua bentuk pneumonia
baik pneumonia maupun bronchopneumonia disebut pneumonia (Depkes RI, 2002).
Pneumonia merupakan penyakit batuk pilek disertai napas sesak atau napas cepat. Napas
sesak ditandai dengan dinding dada bawah tertarik ke dalam, sedangkan napas cepat diketahui
dengan menghitung tarikan napas dalam satu menit(Depkes, 2002).
Gejala penyakit pneumonia biasanya didahului dengan infeksi saluran napas atas akut
selama beberapa hari. Selain didapatkan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat
mencapai 40 derajat celcius, sesak napas, nyeri dada dan batuk dengan dahak kental, terkadang

35
dapat berwarna kuning hingga hijau. Pada sebagian penderita juga ditemui gejala lain seperti
nyeri perut, kurang nafsu makan, dan sakit kepala (Misnadiarly, 2008).

b. Efusi Pleura
Efusi pleural adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara
permukaan visceral dan parietal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya
merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural
mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfungsi sebagai pelumas yang
memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi (Smeltzer C Suzanne, 2002).
1) Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan
cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas.
2) Adanya gejala-gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri
dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak
keringat, batuk.
3) Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan, karena cairan akan
berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus
melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk
permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).

Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin
memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
 Batuk
 Pernafasan yang cepat
 Demam
 Cegukan
c. Kanker Paru
Terkadang memang agak sulit membedakan gejala kanker paru dan TB. Maka dari itu,
diperlukan pemeriksaan khusus yakni foto thorax atau sering disebut juga rontgen dada. Pada
kanker paru biasanya didapatkan adanya benjolan yang sudah membesar pada paru di dadalam
hasil foto rontgen. Gejala yang mirip antara lain :
 Nyeri dada

36
 Sesak nafas
 Batuk parah yang bahkan hingga berdarah.
Ciri khas lain dari kanker paru yaitu menurunnya berat badan tanpa sebab yang jelas. Selain itu
gejala batuk parah hingga berdarah bisa juga menjadi indikasi untuk membedakan kanker paru
dan TB, dimana pada kasus TB biasany cenderung mengenai usia produktif, sedangkan pada
kanker paru biasanya gejala ini terjadi pada orang dengan usia lanjut yaitu 45 tahun keatas.
d. Bronkhiektasis
Penyakit ini memiliki gejala yang hampir mirip dengan TB, diantaranya yaitu biasany
pada penyakit ini pasien telah terlebih dahulu mengalami TB, pada pasien tidak didapati
penurunan berat badan, terdapat sputum. Yang membedakan dengan penyakit TB yaitu nafas
pada pasien ini bau, dan didapati jari tabuh.

10. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan tatalaksana tuberculosis


Berikut ini adalah tatalaksana dan pengelolaan Tuberkulosis berdasarkan Depkes, 2011:
a. Tujuan dan Prinsip Pengobatan
Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi
kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT).
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
1) OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan
dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi).
Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat
dianjurkan.
2) Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT =
Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
3) Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.

Jenis, sifat dan dosis OAT yang akan dijelaskan pada bab ini adalah yang tergolong pada
lini pertama. Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada tabel dibawah ini:

Tabel 1. Pengelompokan OAT

37
Tabel 2. Jenis, Sifat, Dosis OAT lini pertama

b. Tahapan Pengobatan TB
1) Tahap awal (intensif)
a) Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.
b) Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.
c) Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
2) Tahap Lanjutan
a) Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu
yang lebih lama
b) Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
c. Panduan OAT Lini Pertama dan Peruntukannya
1) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)

38
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
a) Pasien baru TB paru BTA positif.
b) Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
c) Pasien TB ekstra paru
Tabel 3. Dosis panduan OAT KDT Kategori 1

Tabel 4. Dosis Panduan Kombipak Kategori 1

2) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)


Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
a) Pasien kambuh
b) Pasien gagal
c) Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
Tabel 5. Dosis Panduan OAT KDT Kategori 2

Tabel 6. Dosis Panduan OAT Kombipak Kategori 2

39
Catatan:
a) Untuk pasien yang berumur 60 tahun ke atas dosis maksimal untuk streptomisin adalah
500mg tanpa memperhatikan berat badan.
b) Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
c) Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan aquabidest
sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
3) OAT Sisipan (HRZE)
Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang
diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 7. Dosis KDT Sisipan

Tabel 8. Dosis OAT Kombipak Sisipan

d. Pemantauan dan Hasil Pengobatan TB


1) Pemantauan kemajuan pengobatan TB
Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada orang dewasa dilaksanakan dengan
pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis. Pemeriksaan dahak secara mikroskopis lebih
baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan.

40
Laju Endap Darah (LED) tidak digunakan untuk memantau kemajuan pengobatan karena
tidak spesifik untuk TB. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan
spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila
ke 2 spesimen tersebut negatif. Bila salah satu spesimen positif atau keduanya positif, hasil
pemeriksaan ulang dahak tersebut dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemriksaan ulang
dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 9. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak

2) Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur


Tabel 10. Tatalaksana pasien yang berobat tidak teratur

41
3) Hasil Pengobatan Pasien TB BTA positif
a) Sembuh
Pasien telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap dan pemeriksaan apusan
dahak ulang (follow-up) hasilnya negatif pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya
b) Pengobatan Lengkap
Adalah pasien yang telah menyelesaikan pengobatannya secara lengkap tetapi tidak
tidak ada hasil pemeriksaan apusan dahak ulang pada AP dan pada satu pemeriksaan
sebelumnya.
c) Meninggal
Adalah pasien yang meninggal dalam masa pengobatan karena sebab apapun.

42
d) Putus berobat (Default)
Adalah pasien yang tidak berobat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa
pengobatannya selesai.
e) Gagal
Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada
bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
f) Pindah (Transfer out)
Adalah pasien yang dipindah ke unit pencatatan dan pelaporan (register) lain dan hasil
pengobatannya tidak diketahui.
g) Keberhasilan pengobatan (treatment success)
Jumlah yang sembuh dan pengobatan lengkap. Digunakan pada pasien dengan BTA+
atau biakan positif.
e. Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya
Tabel 11. Efek Samping Ringan OAT

Penatalaksanaan pasien dengan efek samping “gatal dan kemerahan kulit”: Jika seorang pasien
dalam pengobatan OAT mulai mengeluh gatal-gatal singkirkan dulu kemungkinan penyebab

43
lain. Berikan dulu anti-histamin, sambil meneruskan OAT dengan pengawasan ketat. Gatal-gatal
tersebut pada sebagian pasien hilang, namun pada sebagian pasien malahan terjadi suatu
kemerahan kulit. Bila keadaan seperti ini, hentikan semua OAT. Tunggu sampai kemerahan kulit
tersebut hilang. Jika gejala efek samping ini bertambah berat, pasien perlu dirujuk.

11. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan prognosis tuberculosis


Prognosis dari TB secara umum baik, bahkan bisa sembuh total, apabila konsumsi obat telah
tuntas. Prognosis yang buruk ditandai dengan keterlibatan organ ekstra paru-paru, kondisi
immunocompremise, usia lanjut, dan riwayat pengobatan sebelumnya (Herchline, 2018)

12. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan komplikasi tuberculosis


Tb paru apabila tidak ditangani dengan baik akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi-
komplikasi yang terjadi pada penderita Tb paru dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Komplikasi dini :
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, laryngitis, usus.
b. Komplikasi pada stadium lanjut :
Komplikasi-komplikasi yang sering terjadi pada penderita stadium lanjut adalah:
1) Hemoptisismasif (pendarahan dari saluran nafas bawah) yang dapat mengakibatkan
kematian karena sumbatan jalan nafas atau syok hipovolemik.
2) Kolaps lobus akibat sumbatan duktus
3) Bronkietaksis (pelebaran bronkus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada
proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
4) Pnemotoraks spontan, yaitu kolaps44 spontan karena bula/blep yang pecah.
5) Penyebaran infeksi keorgan lain seperti otak, tulang, sendi, ginjal, dan sebagainya.

13. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pencegahan tuberculosis


Saat ini belum ada pencegahan yang paling tepat untuk TB dikarenakan penyebarannya yang
melalui droplet. Namun menurut WHO terdapat dua cara untuk mengurangi penyebaran TB yakni
kontrol adminisratif-praktik (etika batuk, vaksinasi, edukasi berobat, larangan penggunaan
transportasi umum), dan kontrol lingkungan (karantina, pengaturan sirkulasi udara, tidak tinggal
bersama balita)
Vaksin TB tidak terlalu banyak memberikan kontribusi untuk mencegah TB. Diketahui bahwa
vaksinasi Bacillus Calmette-Guerin (BCG) pada balita secara baik dapat memproteksi dari bentuk-
bentuk penyebaran TB

44
14. Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan integrasi ke-Islaman
Penyebaran penyakit TB dapat melalui udara sehingga seperti penjelasan pada LO
sebelumnya, untuk mencegah penyebaran TB, pasien yang diduga atau telah terdiagnosis TB harus
segera berada di ruangan khusus untuk dikarantina. Upaya pencegahan berupa karantina ini ternyata
telah dilakukan di jaman Rasulullah SAW. Dimana dalam hadits HR. Bukhari dan Muslim Beliau
bersabda :
"Jika kalian mendengar tentang wabah wabah di suatu negeri, maka janganlah kalian
memasukinya. Tetapi jika terjadi wabah di suatu tempat kalian berada, maka janganlah kalian
meninggalkan tempat itu.” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Selain itu, dari sisi tatalaksana dan durasi penyembuhan, penyakit TB memerlukan minimal
6 bulan konsumsi obat tanpa putus dimana hal tersebut tergolong lama sehingga psikis pasien juga
perlu dipersiapkan sehingga pasien ikhlas dna tidak boleh menyerah. Dalam hadits Bukhari dan
Muslim, Rasullullah SAW. Berkata bahwa orang - orang yang sakit akan dihapus dosa - dosanya.
‫ُصيبُهُ ُمسلِم مِ ن َما‬ َ ‫ّللاُ َح‬
ِ ‫ط إِ َّل س َِواهُ فَ َما َم َرض مِ ن أَذًى ي‬ َ ‫َو َرقَ َها ال‬
َ ‫ش َج َرة ُ ت َ ُحط َك َما‬
َ ‫س ِيئ َا ِت ِه ِب ِه‬
“Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan sejenisnya, melainkan Allah akan
mengugurkan bersamanya dosa-dosanya seperti pohon yang mengugurkan daun-daunnya.” [HR.
Bukhari dan Muslim]

45
BAB VII
PETA KONSEP
ETIOLOGI:
Mycobacterium tuberculosis

FAKTOR RISIKO:
Usia, jenis kelamin, kepadatan
penduduk, status imunologi,
pencahayaan, ventilasi, suhu,
status gizi, tingkat kebersihan,
pendidikan

KERINGAT
MALAM

Kompensasi
termoregulasi Agar set point menurun,
DEMAM tapi metabolisme
Irama sirkadian
meningkat

Perubahan termostat
tubuh

Infiltrat di Prostaglandin
bagian apex paru Berat Badan menurun

Hipotalamus
Pemecahan lemak
Bakteri Aerob MTB
meningkat
berkumpul di fokus
tersebut
IL-1

Pemecahan enzim LPL

Merupakan daerah Pelepasan pirogen


kaya O2 endogen oleh
kuman
IL-1, IL-4, TNF-alfa

Terhirup
lewat Alveoli TUBERKULOSIS
Droplet Masuk ke Kuman Proses Peningkatan Kaviti non
kuman saluran paru berkembang biak inflamasi Monosit PARU Sarang eksudatif Sarang keju dini Kaviti sklerotik
sklerotik
pernafasan PRIMER

semakin
Ruang penghasil Pembentukan banyak Tuberkel Sembuh dengan Kuman Sarang
sputum ruang di dalam paru
fokus ghon dormant Sarang enkapsulasi Lesi eksudatif
Proliferatif
Hiperproduksi
sel goblet Meluas Infeksi primer
Inflamasi Batuk Berdahak Open healed
pada large airway, (bakteremia) pada alveoli cavity
sel submukosa
pada narrow airway

Sikatrik Sarang
Peritoneum Mengalami pengapuran
perkejuan

Gangguan Mengganggu
GI Tract Kalsifikasi perfusi dan difusi
di paru TUBERKULOSIS
PARU
POST-PRIMER
BB menurun Anoreksia
Suplai oksigen
menurun

+ infeksi
Kurang gizi
kuman
Takipneu

Limfopenia

MANIFESTASI KLINIS

Gejala respiratorik:
Gejala Sistemik:
-batuk>=2 minggu Gejala tuberkulosis ekstraparu:
-Demam
-batuk darah Tergantung organ yang terlibat
-Malaise, keringat malam,
-Sesak nafas
anoreksia, berat badan menurun
-Nyeri dada

PEMERIKSAAN
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Bakteriologi Pemeriksaan Radiologik -Pemeriksaan BACTEC
-PCR
-Pemeriksaan Serologi

TATALAKSANA

OAT KDT
Panduan OAT

46
SOAP

Subjective
Laki-laki, 35 tahun
KU: Batuk sejak 3 minggu yang lalu
RPS:
- Batuk berdahak kuning tidak disertai darah
- Demam tidak terlalu tinggi seminggu lalu
- Sejak 3 bulan terakhir, sakit demam, sering berkeringat malam, nafsu makan dan berat badan
menurun

RPD: -
RPK: Istri TB paru
RSE: -
Objective
Pada pemeriksaan Fisik dan Tanda Vital:
Keadaan umum : tampak sakit sedang ; BB : 50 kg
Tanda Vital : TD= 120/80 mmHg (normotensi), Nadi = 82x/menit (normal), RR= 24x/menit
(takipneu), suhu= 37,80C (hipertermi)
Leher : pembesaran kelejar getah bening (-)
Rongga mulut : Faring : hiperemis (-), Tonsil : hiperemis (-) , T1/T1 (normal)
Jantung : ictus cordis tidak tampak, gallop (-)
Paru : Inspeksi : bentuk dada normal, gerakan simetris
Palpasi : nyeri tekan dada (-), deviasi trakea (-), fremitus taktil (N/N)
Perkusi : Sonor/Sonor
Auskultasi : vesikuler/vesikuler, ronki +/+ di apeks paru, wheezing -/-
Abdomen : supel , nyeri tekan (-)
Extremitas : akral hangat, edema -/-

Pemeriksaan Penunjang Darah Lengkap:


Hb : 15 g/dL (normal)
Ht : 39,4 % (normal)
Leukosit : 10.000 sel/mm3 (normal)

47
Diff Count : 1/3/5/50/25/8 (monosit meningkat)
Limfosit : 160/µL (limfopenia)
Trombosit : 296.000 sel/mm3 (normal)
LED : 10 mm/jam (normal)

Tes Fungsi ginjal (dbn)


Ureum : 18 mg/dl (10-50 mg/dl)
Kreatinin : 0,8 mg/dl (0,6-1,3)
Gula darah (dbn)
GDS : 93 mg/dl (70-150)
Tes fungsi hati (dbn)
SGOT : 24,7 U/I (≤38 U/I)
SGPT : 34,3 U/I (≤41 U/I)

Foto Rontgen PA: Terdapat gambaran infiltrat di bagian apeks paru


BTA SPS : -
Assessment 1
WDx: Tuberkulosis Paru
DDx:
1. Bronkiektasis
2. Pneumonia

Planning 1
1. Pemeriksaan dahak biakan : Mycobacterium tuberculosis (+)
Assessment 2
Tuberkulosis Paru Kategori 1
Planning 2
Tata Laksana Farmakologis
OAT KDT Kategori 1
3 Tablet 4KDT (RHZE) + 3 Tablet 2KDT (RH)
Tata Laksana Non-Farmako
 Istirahat cukup
 Rutin kontrol
 Jangan putus obat

48
DAFTAR PUSTAKA
Kementrian Kesehatan RI. 2014. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Jakarta: Kementrian
Kesehatan RI.
Persatuan Dokter Paru Indonesia. 2006. Tuberkulosis Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta: Persatuan Dokter Paru Indonesia.
Simbolon, D. 2007. Faktor Risiko Tuberculosis Paru di Kabupaten Rejang Lebong. Jurnal Kesehatan
Masyarakat Nasional 2(3): 112-9.
WHO-Prevention and Control for TB: Including MDR-TB and XDR-TB. 2008.
https://www.who.int/hiv/pub/guidelines/malawi.pdf

https://emedicine.medscape.com/article/230802-overview

https://www.tbfacts.org/tb-prevention/

49

Anda mungkin juga menyukai