Anda di halaman 1dari 10

RINGKASAN EKSEKUTIF

KAJIAN STRATEGI IMPLEMENTASI/TAHAPAN PENGEMBANGAN JARINGAN


JALAN TOL DALAM KOTA BANDUNG
(Kantor Litbang dengan LPPM-ITB)
Tahun 2003

A. Latar belakang
Bandung saat ini telah menyandang gelar kota Metropolitan, dimana: (1)
cakupan interaksi kota telah melampaui batas-batas wilayah administrasi kota
Bandung mencapai Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, dan Kota Cimahi,
dan (2) jumlah penduduk Kota Bandung sudah lebih dari 2,25 juta jiwa (plus wilayah
sub-urban total menjadi lebih dari 5,5 juta jiwa).
Salah satu masalah terbesar di Kota Bandung adalah pada sektor transportasi
yang dicirikan oleh tingginya tingkat kemacetan, pada jam sibuk kecepatan
kendaraan rata-rata hanya ± 15 km/jam. Kemacetan ini selain diakibatkan oleh tata
ruang yang sentralistrik sehingga porsi permintaan perjalanan kepusat kota sangat
besar, juga disebabkan oleh suplai jaringan jalan yang sangat terbatas (± 3% dari
luas area), itupun tidak semuanya digunakan untuk kepentingan lalulintas karena
banyak on-street parking, pasar tumpah, dan PKL.
Sulitnya pengendalian perkembangan kota Bandung dan membengkaknya
kebutuhan prasarana juga dipengaruhi oleh tingginya kunjungan wisata “domestik”
saat week-end, serta tingginya arus migrasi untuk mencari kerja dan pendidikan.
Pengembangan jalan Tol Cikampek-Purwakarta-Padalarang (Cipularang) dan
rencana pembangunan Tol Bandung-Cirebon memacu kekhawatiran semakin tak
terkendalinya pembangunan di Kota Bandung dan sekitarnya.
Studi implementasi pengembangan jalan tol dalam kota Bandung ini
dilatarbelakangi oleh semakin mendesaknya kebutuhan penambahan kapasitas
jaringan jalan dan antisipasi pengembangan jalan tol antar kota dan pertumbuhan
permintaan perjalanan di masa yang akan datang

B. Rencana-Rencana Pengembangan Jalan Tol di Kota Bandung


Beberapa usulan pengembangan jaringan jalan tol dalam kota sudah pernah
luncurkan, contoh : Studi Inner Toll Bandung (1995), dan di tahun 2000 dilakukan
sejumlah studi paralel tentang Toll Doule Decker, Tol ujung Berung-Gede Bage, dan
Toll Dalam Kota Bandung. Kabupaten Bandung juga merencanakan jalan tol antara
Pasir Koja-Soreang dan Gedebage-Majalaya. Sayangnya studi-studi tersebut tidak
direncanakan dalam satu plaform yang sama, setidaknya terdapat beberapa bagi
krusial yang harus diperjelas :
 Rencana-rencana jalan tol tersebut tidak dikembangkan dalam konsep jaringan
jalan tol dalam kota yang jelas, atau kurang terintegrasi.
 Karena rencana jalan tol tersebut dilakukan secara independent satu dengan
lain, maka dampak saling mempengaruhu diantara rencana tersebut tidak dapat
dijelaskan, akibatnya kemungkinan besar terjadi over-estimasi kelayakan
ekonomi dan finansial yang dilakukan.
 Tidak terdapat kerangka implementasi atau tahapan investasi yang jelas
diantara rencana-rencana tersebut.

1
C. Maksud dan Tujuan

Studi ini dimaksudkan untuk melakukan review rencana-rencana jalan tol di Kota
Bandung yang pernah dilakukan sebelumnya dalam suatu rangkaian studi yang
komprehensif. Sedangkan tujuan dari studi ini secara lebih spesifik ditujukan untuk :
1. Memperoleh gambaran terstruktur secara jaringan dari rencana jalan tol dalam
kota Bandung yang pernah di studi sebelumnya,
2. Mengetahui pengaruh rencana-rencana jalan tol dalam kota tersebut terhadap
pemecahan masalah lalulintas didalam jaringan jalan tol di kota Bandung, baik
secara keseluruhan maupun secara individual setiap ruas jalan,
3. Teridentifikasinya tingkat kelayakan investasi/finansial dan kelayakan ekonomi
rencana jalan tol dalam kota baik secara keseluruhan maupun secara individual
setiap ruas jalan
4. Diperoleh rekomendasi implementasi/tahapan pelaksanaan konstruksi dan
operasi dari rencana-rencana jalan tol tersebut.

D. Metodologi

Urutan kegiatan dalam studi ini dapat dilihat pada Gambar. Secara umum
tahapan pelaksanaan pekerjaan studi ini terdiri dari : Tahap Persiapan, Tahap
Pengumpulan Data, Tahap Analisis dan Tahap Finalisasi.

2
Mulai
Administrasi dan personal Kajian data sekunder

Tahap Persiapan Pemantapan Metodologi Identifikasi Kebutuhan


Data Survey

Kerangka Analisis Pengenalan Wilayah Studi


Laporan Pendahuluan
Persiapan Sumber Daya Survey

Survey Primer : Survey Sekunder :


Tahap Pengumpulan - Pengamatan lalulintas, - Data Jaringan
Data koridor - Data Sosial Ekonomi, dll
- wawancara

Alternatif Pemilihan Pola Model Jaringan Jalan


Laporan Antara Jaringan

Model Pengusahaan Jalan Tol

AMK Pemilihan Pola Jaringan Evaluasi Ekonomi & Finansial


Tahap Analisis
Analisis Kesesuaian Model
Pengusahaan

Laporan Akhir Jaringan terpilih dan tahapan Indikasi kelayakan


Sementara
Rekomendasi Sistem Investasi

Tahap Finalisasi Perbaikan Laporan

Selesai

3
Tahap analisis terdiri dari beberapa bagian utama, yakni : (1) Analisis pemilihan
koridor jaringan jalan tol dalam kota, (2) Analisis dampak/kelayakan ekonomi dan
finansial, (3) Analisis pentahapan pengembangan jaringan jalan tol dalam kota, (4)
Analisis sistem pengusahaan jalan tol. Mekanisme analisis disampaikan dalam
Gambar berikut ini.

Data Survey Primer Data Jaringan Jalan Sosial Ekonomi, dan RTRW
- Lalulintas Metropolitan (Kab/Kota) Kab/Kota Bandung
- Wawancara Bandung

Struktur Jaringan Jalan


(Hirarki, kondisi, kinerja)

Alternatif & Konsep jaringan


jalan tol
Model Jaringan Jalan :
- Zona & jaringan
- Bangkitan Perjalanan
Analisis Multi Kriteria - Sebaran Perjalanan
Pemilihan Koridor - Pembebanan lalulintas

Estimasi Biaya Estimasi Dampak


(Studi,Konstruksi,OM) Manfaat/Pendapatan Tol

Evaluasi Kelayakan Ekonomi


dan Finansial

Rekomendasi :
- Tahapan Implementasi
- Sistem Pengusahaan

E. STRATEGI INVESTASI
 Konsep Umum Strategi Investas
Dalam pengembangan jaringan jalan tol dalam Kota Bandung, bagaimanapun
juga diperlukan peran swasta, karena biaya investasinya yang sangat tinggi, hal
ini mengarah kepada privatisasi penyelenggaraan infrastruktur jalan.
Pendekatan BOT (Build Operate and Transfer) merupakan mekanisme yang
paling sering diaplikasi dalam sistem infrastruktur. Pada prinsifnya, pengelola
dengan mekanisme ini dilakukan oleh pihak pemerintah dan kerjasama dengan

4
pihak swasta seperti misalnya dalam hal pembagian saham, dll. Besarnya
pembagian porsi saham antara pemerintah dan swasta pada skema BOT yang
sudah dilakukan di negara lain berkisar antara 50-70% (Pemerintah) dan 20-
50% (swasta), namun hal ini masih belum baku sesuai dengan skema investasi
yang diperlukan. Porsi pemerintah terutama diperlukan untuk membiayai
pembangunan infrastrutur dan porsi swasta digunakan untuk membiayai operasi
dan pemeliharaan.

 Kelembagaan BOT untuk pengelolaan Jalan Tol di Kota Bandung


Dalam memainkan posisinya sebagai pemerintah daerah, Pemda Kota Bandung
perlu mempersiapkan perangkat kelembagaan yang solid dan independen
dalam mengelola rangkaian proyek ini. Pada Gambar tersaji lingkungan
penyelenggaraan pengembangan infrastruktur, dari sisi Legalitas, Kelembagaan
dan SDM. Pada prinsipnya wewenang dan tanggung jawab dari setiap instansi
adalah berbeda-beda tergantung pada peran dan lingkup tugasnya masing-
masing. Untuk menciptakan koordinasi yang ada, maka perlu di bentuk suatu
badan khusus untuk mengelola penyelenggaraan pengembangan infrastruktur
ini yang sifatnya merupakan perwakilan dan gabungan dari unsur-unsur terkait.

Presiden/Wapres

Menteri Menteri Menteri Menteri Negara


Keuangan Dalam Negeri Perhubungan Riset dan Teknologi

Menteri
Menteri MenteriLuar Menteri Perencanaan
Lingkungan Negeri KIMPRASWIL Pembangunan
Hidup

Pemerintah
Daerah Propinsi

Pemerintah
Daerah Kota
Bandung
Swasta/investor

Badan Pengoperasian BUMN :


Jalan Tol Daerah/Kota - PT KAI
- PT Jasa Marga
BUMD : - PT TELKOM
- PDAM - PT PLN
- Bank PD - dll
- Kebersihan
Masyarakat
- Parkir
- dll

5
 Pilihan Mekanisme Pelaksanaan

a. SISTEM JARINGAN JALAN TOL


Pada sistem ini, mekanisme dan pembagian peran yang umum diadopsi
adalah :
- Pihak Pemerintah menyediakan lahan dalam bentuk Right Of Way
(ROW)
- Pihak Swasta membangun jaringan jalan
- Pihak Swasta memelihara jaringan jalan pada tingkat pelayanan yang
disepakati bersama
- Pihak Swasta memungut biaya tol berdasarkan penghematan biaya
(penghematan Biaya Operasi Kendaraan, Biaya Waktu dan lain-lain)
yang dirasakan oleh pengguna, dengan parameter-parameter dan cara
penghitungan yang telah disepakati bersama
- Pihak Swasta memungut biaya tol selama masa konsesi yang telah
disepakati bersama
- Pihak Swasta menyerahkan jaringan jalan pada pemerintah, setelah
masa konsesi

b. Tahapan Investasi
Selanjutnya bila ditinjau dari tahapan investasi, maka secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
- Investasi Bertahap
Pada investasi bertahap investor akan melakukan negosiasi untuk setiap
tahap pekerjaan. Hal ini dilakukan untuk mengantisipasi fluktuasi kondisi
ekonomi suatu wilayah. Investor dapat hanya melakukan investasi pada
tahapan tertentu, yang pada tahapan operasional akan mendapatkan
kompensasi proposional, diperhitungkan dari kontribusinya terhadap
system yang dibangun, selama masa konsensi.
- Investasi Langsung
Pada investasi langsung investor melakukan negosiasi untuk seluruh
jaringan yang akan dibangun dan mendapatkan kompensasi atau hak
menarik sendiri biaya tol, selama masa konsesi.

c. Lingkup Investasi
Selanjutnya bila ditinjau dari lingkup investasi, maka secara garis besar
dapat dibagi menjadi 2 (dua) bagian, yaitu :
- Investasi Segmental
Serupa dengan investasi bertahap, investasi dengan pola segmental ini
juga dapat melibatkan beberapa investor, yang memiliki keterkaitan
(interest) berbeda atau kemampuan terbatas. Investasi segmental ini
biasanya dilakukan untuk ruas jalan yang relatife panjang dan biasanya
secara jelas dapat dipisahkan beban lalu lintas yang melaluinya. Namun
demikian beban lalu lintas yang melaluinya sulit untuk dipilah-pilah, maka
pembagian kompensasi dilakukan berdasarkan proporsi investasi yang
ditanamkan dan dikoordinasikan oleh sebuah badan tertentu, seperti
otorita (non tol) atau unit pengelola bersama (tol) selama masa konsensi.
- Investasi Jaringan
Investasi menyeluruh merupakan hal yang paling sering dilakukan. Pada
pola ini investor akan melakukan investasi pada seluruh proses mulai
dari persiapan pembangunan sampai operasional jalan tol.

6
Selanjutnya investor akan menerima seluruh kompensasi atau hak atas
pemungutan biaya tol, selama masa konsensi.

F. KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
a. Umum
Saat ini kondisi lalu lintas di Kota Bandung sudah sangat parah, hasil simulasi
jaringan jalan menunjukan bahwa kecepatan rata-rata di jam bekisar 22 s.d 23
km/jam. Angka ini sudah pada ujung standar pelayanan minimal operasi jaringan
jalan, yang idealnya berada pada kisaran 25 km/jam. Konsumsi waktu
perjalanan system di jam puncak mencapai 62 ribu smp km/jam, dan jarak
perjalanan kurang lebih 1,4 juta smp km/jam. Jika dibandingkan dengan kondisi
ideal maka pemborosan biaya transpormasi kurang lebih 13%.
Salah satu penyebab masalah kemacetan ini adalah suplai jaringan jalan yang
sangat kurang. Di Kota Bandung suplai jaringan jalan saat ini hanya sekitar
932,7 km dengan komposisi 85% adalah jalan local yang lebarnya antara 3-6 m
yang dalam operasinya sering dipaksakan menjadi jalan-jalan kolektor. Angka
penyedian jalan ini sepadan denga 3,2% dari area pelayanan di Kota Bandung.
Jika dibandingkan suplai ini dengan kondisi kota lain di dunia, maka terlihat
sangatlah jauh, misalnya jika dibandingkan dengan kondisi penyedian jalan di
London sekitar 22% dari luas area, dan New York sekitar 24% (Sinsap et al,
1988 dan Poboon et al, 1994).
Untuk mengejar ketertinggalan penyiapan jaringan jalan tersebut, sangat sulit
jika hanya mengandalkan dana dari pemerintah Daerah. Salah satu alternatifnya
adalah dengan mengundang para investor swasta dengan mengembangkan
jarungan jalan tol dalam Kota Bandung.

B. Pengembangan Koridor Jalan Tol dalam Kota Bandung


Berbagai studi terdahulu pernah dilakukan untuk mencoba menyusun
kerangka jaringan jalan tol dalam Kota Bandung, mulai dari studi SPCI (1995),
Studi Tol Dalam Kota Bandung (DTK. 2002), Studi Doubel Decker (DTK, 2002).
Namun hasil studi tersebut belum mampu merekomendasikan system jaringan
jalan tol yang kompak, efisien, dan layak dari sisi pengusahaan.
Dalam studi ini pengembangan alternative korodor jalan tol dilakukan
dengan merujuk hasil studi terdahulu yang dielaborasikan dengan hasil
wawancara stakeholders baik dari kalangan pengguna, pemerintah, dan
profesional. Pemilihan alternative koridor dilakukan dengan Analisa Multi Kriteria
(AMK) dengan menggunakan kriteria berikut : Keterpaduan Hirarki Jaringan
Jalan, Integrasi dengan Tata Ruang & Ekonomi Wilayah, Penghematan Biaya
Transportasi, Dampak Sosial, Dampak Lingkungan, dan Efisiensi Biaya
Penyedian Jalan Tol.
Hasil AMK merekomdasikan 2 korodor Barat-Timur yakni Trase Pasteur –
Cileunyi dan Trase Perpanjang Double Decker, serta 3 koridor Utara-Selatan,
Yakni : Trase Cikutra – Terusan Buah Batu, Trase Sukajadi – Kopo, Trase
Ujungberung – Gedebage.

7
C. Analisis Kelayaklan Ekonomi Finansial
Hasil analisis ekonomi untuk setiap alternative trase jalan tol dalam Kota
Bandung menunjukan angka yang sangat tinggi, rata-rata diatas 40%. Hal ini
menunjukan bahwa kondisi pelayanan jaringan jalan di Kota Bandung saat ini
dan masa datang sudah mencapai taraf yang memprihatinkan, yang ditunjukan
oleh besarnya nilai penghematan Biaya Operasi Kendaraan dan Nilai Waktu jika
dilakukan penambahan kapasitas jaringan jalan sekecil apapun.
Tingkat kelayakan ekonomi koridor Barat-Timur jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan koridor Utara-Selatan. Barat-Timur II : Perpanjang Double
Decker memberikan indicator EIRR tertinggi mencapai 159,68%, disusul oleh
Barat-Timur I : Pasteur-Suci-Cibiru-Cileunyi dengan EIRR sebesar135,59%.
Sedangkan untuk koridor utara-selatan nilai tertinggi diberikan oleh Utara-
Selatan II : Cikutra-Kiaracondong-Terusan Buahbatu dengan EIRR sekitar 81%,
sedangkan koridor lainnya hanya mencapai angka sekitar 40-50%.
Hasil yang kontras ditunjukan dari hasil analisis kelayakan financial dimana
rata-rata FIRR untuk setiap trase jalan tol tidak lebih dari 20%, yang merupakan
batas psikologis kelayakan operasi jalan tol. Secara lebih detail terlihat bahwa
hanya korodor barat-timur saja yang dapat dikatakan mendekati layak untuk
dioperasikan dengan FIRR sekitar 20%, sedangkan untuk korodor utara-selatan
hanya alternative Utara-Selatan II : Cikutra-Kiaracondong-Terusan Buahbatu
yang memberikan FIRR diatas 10%.
Dengan melihat hasil evaluasi kelayakan ini maka dicoba untuk melakukan
pengembangan system jaringan jalan tol dalam Kota Bandung secara bertahap,
dengan tahapan sebagai berikut :
 Tahun 2007 dioperasikan jalan tol Barat-Timur I : Pasteur-Suci-Cibiru-
Cileunyi
 Tahun 2012 dioperasikan jalan tol Utara-Selatan I : Setiabudhi-Pasirkaliki-
Kopo dan Utara-Selatan II : Cikutra-Kiaracondong-terusan Buahbatu
 Tahun 2017 dioperasikan jalan tol Utara-Selatan III : Ujungberung-Gedebage
Dengan system operasi open system sebesar Rp 3.000,- /smp (Tahun 2007),
Rp. 5.000,- /smp (Tahun 2012), Rp. 7.500,- /smp (Tahun 2017), diperoleh nilai
FIRR sekitar 20,49%.

Rekomendasi
a. Percepatan pengembangan jaringan jalan di Kota Bandung sudah sangat
mendesak, sehingga sangat tepat jika diundang peran swasta untuk ikut serta
melalui pangembangan jaringan jalan tol,
b. Pengembangan jaringan jalan tol di Kota Bandung direkondasikan secara
bertahap dengan tahapan dan scenario pengoperasian sebagai berikut :
1. Untuk koridor Barat-Timur sebaiknya dipilih salah satu ruas jalan agar tidak
saling menggangu kelayakan finansialnya, apalagi saat ini sudah ada jalan
tol Padaleunyi, direkomendasikan :
o Sebaiknya dipilih yang memiliki FIRR yang lebih tinggi, yakni Barat-Timur
I : Pasteur-Suci-Cibiru-Cileunyi,
o Apalagi untuk koridor Barat-Timur II : Double Decker : Cimindi-
Gedebage-Cibiru sangat bermasalah dengan penyediaan lahanya
karena harus berkoordinasi dengan PT. KAI dan Dephub.
o Barat-Timur II : Doule Decker : Cimindi-Gedebage-Cibiru konstruksinya
sulit ketika di atas jalan rel,

8
2. Dalam jangka panjang Tol Padaleunyi tidak terelakan lagi akan menjadi
bagian jalan tol dalam Kota Bandung,
3. Untuk koridor Utara-Selatan dapat dibangun setelah Tahun 2007, dan secara
prinsip justru diperlukan untuk memperkuat jaringan jalan utara selatan kota
Bandung agar pembangunan ke wilayah selatan Bandung terhambat,
4. Sistem pentarifan sebaiknya dilakukan secara open-system, dimana setiap
pengguna jalan tol hanya sekali diwajibkan membayar ketika memasuki jalan
tol.
5. Tahapan yang paling realistis adalah :
 Tahun 2007 dioperasikan jalan tol Barat-Timur I : Pasteur-Suci-Cibiru-
Cileunyi
 Tahun 2012 dioperasikan jalan tol Utara-Selatan I : Setiabudhi-
Pasirkaliki-Kopo dan Utara-Selatan II : Cikutra-Kiaracondong-Terusan
Buahbatu
 Tahun 2017 dioperasikan jalan tol Utara-Selatan III : Ujungberung-
Gedebage (jika memungkinkan).

6. Untuk mensinergikan pembangunan jaringan jalan tol dalam kota Bandung


idealnya disusun suatu PMU (Project Management Unit) yang
beranggotakan stakeholders terkait.

9
10

Anda mungkin juga menyukai