Anda di halaman 1dari 6

Analisis PDRB

Perkembangan PDRB DIY mengalami peningkatan dari tahun 2014 sampai dengan
tahun 2018. Peningkatan ini terjadi pada PDRB yang dihitung atas dasar harga berlaku (PDRB
nominal) maupun dengan menggunakan perhitungan harga konstan (PDRB riil). Apabila
dicermati angka-angkanya, peningkatan ini dapat dikatakan signifikan dengan rata-rata 9,6
triliun rupiah per tahun untuk PDRB atas harga berlaku, dan rata-rata peningkatan sebesar
4,6225 triliun untuk PDRB yang dihitung atas dasar harga konstan. Grafik di bawah ini
menunjukkan perkembangan PDRB baik nominal maupun riil pada periode 2014-2018.

Sumber: BPS, diolah

Gambar Perkembangan PDRB DIY Tahun 2014-2018

Dari gambar di atas ditunjukkan bahwa peningkatan PDRB atas dasar harga berlaku
antara tahun 2017-2018 (periode satu tahun) telah mencapai 10,7 trilliun rupiah. Pencapaian
PDRB tahun 2018 ini merupakan PDRB yang tertinggi selama lima tahun terakhir. Jika
melihat grafik yang menggambarkan PDRB DIY yang menggunakan perhitungan atas dasar
harga konstan, polanya tidak jauh berbeda dengan yang dihitung menggunakan harga konstan,
yaitu dalam lima tahun terakhir mengalami peningkatan dan PDRB tahun 2018 merupakan
capaian tertinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Antara tahun 2017-2018 tercapai
peningkatan sebesar 5,7 trilliun rupiah.
DISTRIBUSI PDRB DIY MENURUT PENGELUARAN
TAHUN 2018
8. Net Ekspor Antar
7. Impor Luar 1. Pengeluaran
Daerah
Negeri Konsumsi Rumah
-14%
4% Tangga
6. Ekspor Luar
43%
Negeri
4%
5. Perubahan
Inventori
1%

4. Pembentukan
Modal Tetap Bruto
21%
3. Pengeluaran
2. Pengeluaran
Konsumsi
Konsumsi LNPRT
Pemerintah
2%
11%

1. Konsumsi Rumah Tangga

Secara umum dan mencari ciri khas perekonomian Indonesia, konsumsi rumah tangga
menjadi penggerak utama roda perekonomian dari sisi pengeluaran. Demikian pula dengan
perekonomian DIY, sebagian besar digerakkan oleh konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2018,
nilai konsumsi rumah tangga tercatat sebesar Rp 86,7 triliun dari total nilai PDRB DIY yang
sebesar Rp129,2 triliun atau mencapai sekitar 66,8 persen. Pangsa konsumsi rumah tangga ini
menurun dibanding dengan pangsa 2017 yang sebesar 68,3 persen. Porsi konsumsi rumah
tangga yang relatif tinggi dalam pengeluaran PDRB di satu sisi menguntungkan karena
mencerminkan aktivitas ekonomi bergairah dan permintaan domestik biasanya lebih stabil.
Namun, di sisi lain perlu disadari bahwa komponen ini bersifat konsumtif sehingga dalam
jangka panjang tidak akan menggerakkan investasi sebagai penggerak ekonomi yang ideal.
Oleh karena itu harus ada kesesuaian dengan komponen lainnya dalam menggerakkan aktivitas
ekonomi dari sisi pengeluaran

Bila dilihat lebih jauh menurut jenis barang yang dikonsumsi rumah tangga, selama
periode 2010-2018 persentase konsumsi nonmakanan selalu lebih besar dibandingkan
konsumsi makanan. Pada tahun 2018, porsi konsumsi makanan sebesar 27,8 persen terhadap
total PDRB. Membaiknya pendapatan rumah tangga memberikan dampak pada peningkatan
permintaan dan konsumsi yang lebih tinggi untuk barang dan jasa, baik dari sisi kuantitas
maupun kualitasnya.

1. Konsumsi Pemerintah

Menurut tatanan kehidupan bernegara, lembaga eksekutif pemerintah bukan hanya


sebagai penyusun regulasi atau pembuat kebijakan dalam mengatur kehidupan bernegara,
namun juga sebagai pelaksana kegiatan ekonomi melalui instrumen belanja pemerintah. Peran
pemerintah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih sangat dibutuhkan,
seperti sebagai penyelenggara pendidikan, kesehatan, dan juga pemberdayaan ekonomi
masyarakat. Peran pemerintah juga bisa hadir dalam bentuk intervensi program yang
diperuntukkan membantu penduduk yang berpenghasilan rendah berupa subsidi atau dalam
bentuk hibah. Kegiatan-kegiatan tersebut selain membutuhkan anggaran yang tertuang dalam
RAPBN/RAPBD, juga memerlukan biaya operasional yang merupakan pengeluaran untuk
konsumsi penyelenggaraan administrasi pemerintahan atau disingkat Konsumsi Pemerintah.

Pengeluaran konsumsi pemerintah (Government-G) dalam pembentukan PDRB DIY


atas dasar harga berlaku tercatat sebesar Rp21,3 triliun pada tahun 2018 atau memberikan
kontribusi sebesar 16,44 persen terhadap PDRB. Selama periode 2010-2018, kontribusi
konsumsi pemerintah cenderung meningkat meskipun relatif datar. Indikasi ini menegaskan
bahwa peran pemerintah dalam menggerakkan perekonomian DIY cukup stabil, baik melalui
kebijakan perencanaan maupun dalam tahapan implementasi pembangunan tahun demi tahun.

2. Investasi

Kesinambungan pembangunan dan pertumbuhan ekonomi memerlukan penanaman modal


atau investasi untuk menggerakkanya. Investasi dipenuhi dari penanaman modal domestik
maupun asing. Investasi digunakan untuk membiayai aktivitas kegiatan produksi barang dan
jasa pada seluruh sektor ekonomi. Adanya peningkatan investasi baru sudah seharusnya akan
mampu menciptakan lapangan pekerjaan baru sehingga dapat memberi peluang penambahan
penyerapan tenaga kerja. Dengan demikian peningkatan investasi selain dapat memacu
pertumbuhan ekonomi juga mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk melalui peluang
kerja yang diciptakan
PMTB menggambarkan investasi fisik domestik yang telah direalisasikan pada tahun
tertentu secara kumulatif, sedangkan inventori (stok) menggambarkan output suatu sektor yang
belum selesai diproses, berbentuk barang setengah jadi, barang input yang belum digunakan,
atau juga berbentuk barang jadi yang belum terjual. Untuk selanjutnya, jika disebut investasi
fisik maka sudah merupakan gabungan/penjumlahan antara PMTB dan perubahan inventori.

Pada tahun 2018 nilai PMTB di DIY mencapai Rp43,17 triliun atau naik sekitar Rp6
triliun dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang sebesar Rp37,1 triliun. Peningkatan
tersebut lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang naik sekitar Rp3,68 triliun. Sementara
secara total investasi fisik 2018 sebesar Rp44,6 triliun. Selama lima tahun terakhir, investasi
fisik di DIY terus berkembang. Naiknya investasi tersebut sebagai dampak dan berkaitan
dengan pesatnya perkembangan lapangan usaha industri pengolahan, konstruksi, perdagangan,
penyediaan akomodasi dan makan minum, informasi dan komunikasi, dan jasa-jasa.
Pertumbuhan komponen PMTB tahun 2018 mencapai sebesar 10,17 persen. Pertumbuhan
tersebut lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yang sebesar 4,97 persen.

Peran investasi terhadap perekonomian daerah selama lima tahun terakhir menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Kontribusi investasi fisik terhadap PDRB menurut
pengeluaran tahun 2014 sebesar 30,94 persen naik menjadi 34,35 persen di tahun 2018.
Peningkatan kontribusi tersebut didominasi oleh komponen PMTB yang naik dari 29,88 persen
menjadi 33,24 persen.

3. Ekspor dan Impor

Kinerja pemerintah dalam mendorong pembangunan kepariwisataan serta industri


kreatif dan inovatif ditunjukkan dengan makin berkembangnya industri kerajinan khas DIY
baik industri makanan/minuman maupun industri barang dan jasa lain. Sebagian produk
industri tersebut menjadi komoditas ekspor. Sebaliknya, oleh karena Yogyakarta menjadi
destinasi utama kegiatan wisata dan pendidikan, dampak kegiatan ekonomi yang timbul adalah
DIY menjadi pusat pemasaran bagi produk-produk dari daerah lain atau dari impor luar negeri.

Nilai ekspor luar negeri Provinsi DIY tahun 2018 tercatat sebesar 8,7 triliun rupiah.
Pada periode 2014-2018, DIY selalu mengalami surplus perdagangan luar negeri. Di tahun
2018 surplus perdagangan luar negari DIY sebesar 1,7 triliun rupiah, tertinggi selama 5 tahun
terakhir.
Selama kurun waktu 2010-2018 nilai komponen ekspor neto antarprovinsi DIY bernilai
negatif. Artinya, nilai impor barang dan jasa yang masuk DIY melebihi nilai ekspor barang dan
jasa. Hal ini menunjukkan bahwa pasokan barang dan jasa dari luar provinsi jauh lebih besar.
Tingginya konsumsi impor ini, untuk DIY lebih banyak bernilai positif karena menggerakkan
sektor produksi yang ada. Namun perkembangan ekspor antarprovinsi perlu dipantau karena
menjadi beban bagi perencanaan bila hanya menjadi pasar ekspor barang/jasa dari luar DIY.
Kekurangan pasokan kebutuhan barang dan jasa seharusnya menjadi peluang bagi
produsen/penyedia dari lokal DIY dengan mengoptimalkan potensi dan sumber daya yang ada.

Kecenderungan meningkatnya impor luar negeri di satu sisi mengurangi cadangan


devisa yang tersedia, namun di sisi lain peningkatan impor berupa barang modal mencerminkan
adanya geliat peningkatan permintaan produksi. Hal ini juga akan mendorong peningkatan
investasi dan output bila dilihat dari sisi produksi. Net ekspor antardaerah cenderung menurun,
artinya nilai arus barang dan jasa yang masuk lebih besar dibandingkan dengan yang keluar.
Sisi positifnya, kondisi tersebut menunjukkan bahwa permintaan untuk konsumsi akhir
maupun konsumsi antara meningkat karena menggeliatnya ekonomi DIY. Namun menurunnya
porsi net ekspor antar daerah juga bisa bermakna terbatasnya penyediaan untuk memenuhi
konsumsi internal daerah.

Oleh karena itu kondisi ini dapat menjadi pendorong bagi unit-unit produksi untuk
mengoptimalkan kapasitas produksi atau meningkatkan kualitas produksi sehingga memiliki
daya saing lebih terhadap produk luar daerah. Demikian pula seharusnya juga menjadi ruang
untuk optimalisasi peran pemerintah dengan akurasi kebijakan perencanaan maupun terobosan
implementasinya. Net Ekspor antar daerah tahun 2018 meningkat 142,22 milyar.

Berdasarkan analisis diatas, pertumbuhan komponen-komponen pengeluaran selama


periode 2010-2018 terlihat masih menunjukkan arah perkembangan yang belum baik. Dalam
kurun waktu ini pertumbuhan masih lebih banyak dikendalikan oleh konsumsi rumah tangga.

Harrod-Domar mengungkapkan bahwa pembentukan modal dipandang sebagai


pengeluaran yang akan menambah kesanggupan suatu perekonomian untuk menghasilkan
barang dan sebagai pengeluaran yang akan menambah permintaan efektif dari masayarakat
(Badrudin, 2017). Berdasarkan data diatas kontribusi terbesar PDRB DIY masih berasal dari
konsumsi rumah tangga, Padahal menurut teori Harrod-Domar, investasi menjadi komponen
utama yang dapat menggerakkan komponen-komponen pembentuk PDRB yang lain. Maka
dari itu, pemerintah provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebaiknya mulai meningkatkan
investasi yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta

Kesimpulan dan Saran


Kesimpulan

1. Nilai PDRB atas dasar harga berlaku tahun 2018 sebesar 129,88 triliun rupiah, bertambah
sekitar 10,7 triliun rupiah dibanding tahun 2018 yang sebesar 119,13 triliun rupiah.
Sementara bila dibandingkan dengan tahun 2010 bertambah sekitar 65,2 triliun rupiah.
2. Nilai PDRB atas dasar harga konstan tahun 2018 sebesar 98,02 triliun rupiah, bertambah
sebanyak 5,7 triliun rupiah dari 92,3 triliun rupiah di tahun 2017.
3. Struktur PDRB menurut Pengeluaran didominasi oleh komponen pengeluaran konsumsi
rumah tangga dengan kontribusi sebesar 66,8 persen. Artinya, tingkat konsumsi masyarakat
sangat berpengaruh terhadap aktivitas ekonomi atau pembentukan PDRB. Pengaruh
terbesar berikutnya adalah investasi, baik pemerintah maupun swasta, yang ditunjukkan
oleh kontribusi komponen pembentukan modal tetap bruto (PMTB) yaitu 33,24 persen.
Komponen pengeluaran pemerintah menjadi penyumbang terbesar ketiga dengan
kontribusi 16,44 persen.

Saran

1. Mengalihkan pengeluaran konsumsi menjadi pengeluaran pada komponen investasi agar


menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang berdampak lebih baik.
2. Terus mengupayakan proyek dan investasi berskala besar untuk mengungkit gerak laju
perekonomian

3. Melakukan efisiensi agar investasi yang dilakukan memiliki efek yang lebih positif
terhadap komponen-komponen lain, dan pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuh
PDRB DIY dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi DIY.

Anda mungkin juga menyukai