Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Urine (dari bahasa Latin Urina) adalah cairan biasanya steril oleh-produk dari tubuh
dikeluarkan oleh ginjal melalui proses yang disebut buang air kecil dan dikeluarkan melalui
uretra. Metabolisme sel menghasilkan banyak oleh-produk, yang kaya akan nitrogen, yang
memerlukan penghapusan dari aliran darah. Ini oleh-produk yang akhirnya dikeluarkan dari
tubuh dalam proses yang dikenal sebagai berkemih, metode utama untuk buang air-larut bahan
kimia dari tubuh. Bahan kimia ini dapat dideteksi dan dianalisis dengan urine. Kondisi penyakit
tertentu dapat menyebabkan patogen-terkontaminasi urin.
Tujuan penyajian makalah ini adalah untuk mengetahui lebih lanjut mengenai Urinel.
Pemahaman yang lebih baik akan membantu dalam memahami proses berkemih/mikturisi.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana penjelasan dari Urine?
2. Apa faktor yang mempengaruhi proses urinasi?
3. Bagaimana pembentukan urine?
4. Apa yang dimaksud dengan mikturisi?
5. Bagaimana transport urine dari ginjal melalui ureter menuju kandung kemih?
6. inhibisi proses mikturisi oleh otak?

1.3. Tujuan dan Manfaat


Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas kelompok yang di berikan oleh
dosen mata kuliah BIOKIMIA dan untuk menambah wawasan kita tentang apa yang akan di
bahas dalam makalah ini

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Urine
2.1.1Pengertian
Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang
kemudian akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Eksreksi urine diperlukan
untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk
menjaga homeostasis cairan tubuh. Urine disaring didalam ginjal, dibawa melalui ureter
menuju kandung kemih, akhirnya dibuang keluar tubuh melalui uretra.

Ciri – Ciri urine normal:


1. Volume
Urine rata – rata : 1L – 1,5L setiap hari; tergantung luas permukaan tubuh dan intake cairan.
2. Warna
Kuning bening oleh adanya urobilinogen. Secara normal warna dapat berubah, tergantung
jenis bahan/obat yang dimakan.
3. Bau
Urine baru memiliki bau khas sebab adanya asam – asam yang mudah menguap. Urine
yang lama baunya tajam sebab adanya NH3 dari pemecahan ureum dalam urine. Bau yang
busuk karena adanya nanah dan kuman – kuman. Sedangkan bau yang manis karena
adanya asetan.
4. Berat jenis urine
Normal : 1,002-1,045
Rata – rata : 1,008
5. pH urine
kurang lebih pH = 6 atau sekitar 4,8 – 7,5 dengan rekasi pada kertas lakmus: urine asam:
merah, urine basa: biru.
2.2 Faktor yang Mempengaruhi Proses Urinasi
Proses pembentukan urin dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan faktor
eksternal.

a. Faktor Internal
1) Hormon Antideuritik (ADH)

2
Hormon antideuritik dikeluarkan oleh kelenjar saraf hipofifis (neuroehipofisis). Pengeluaran
hormon ini ditentukan oleh reseptor khusus di dalam otak yang secara terus menerus
mengendalikan tekananan osmotik darah (kesetimbangan konsentrasi air dalam darah). Oleh
karena itu, hormon ini akan mempengaruhi proses reabsorpsi air pada tubulus kontortus
distal, sehingga permeabilitas sel terhadap air akan meningkat. Oleh karena cara bekerja dan
pengaruhnya inilah, hormon tersebut disebut sebagai hormon antideuritik.
Jika tekanan osmotik darah naik, yaitu pada saat dalam keadaan dehidrasi atau kekurangan
cairan tubuh (saat kehausan atau banyak mengeluarkan keringat), konsentrasi air dalam darah
akan turun. Akibat dari kondisi tersebut, sekresi ADH meningkat dan dialirkan oleh darah
menuju ke ginjal. ADH selain meningkatkan permeabilitas sel terhadap air, juga mengkatkan
permeabilitas saluran pengumpul, sehingga memperbesar sel saluran pengumpul. Dengan
demikian air akan berdifusi ke luar dari pipa pengumpul, lalu masuk ke dalam darah. Keadaan
tersebut akan berusaha memulihkan konsentrasi air dalam darah. Namun akibatnya, urine
yang dihasilkan menjadi sedikit dan lebih pekat.

2) Hormon Insulin
Hormon insulin adalah hormon yang dikeluarkan oleh pulau langerhans dalam pankreas.
Hormon insulin berfungsi mengatur gula dalam darah. Penderita kencing manis (diabetes
mellitus) memiliki konsentrasi hormon insulin yang rendah, sehingga kadar gula dalam darah
akan tinggi. Akibatnya terjadi gangguan reabsorpsi didalam urine masih terdapat glukosa.

3) Saraf
Stimulus pada saraf ginjal akan menyebabkan penyempitan duktus afferen. Hal ini
menyebabkan aliran darah ke glomerulus menurun dan tekanan darah menurun sehingga
filtrasi kurang efektif. Hasilnya urine yang diproduksi meningkat.

4) Tonus otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah otot
kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam kontraksi
pengontrolan pengeluaran urine.

5) Usia
Pengeluaran urine usia balita lebih sering karena balita belum bisa mengendalikan rangsangan
untuk miksi dan makanan balita lebih banyak berjenis cairan sehingga urine yang dihasilkan

3
lebih banyak sedangkan pengeluaran urin pada lansia lebih sedikit karena setelah usia 40
tahun, jumlah nefron yang berfungsi biasanya menurun kira-kira 10% tiap tahun.

b. Faktor Eksternal
1) Zat-zat diuretik
Misalnya teh, kopi, atau alkohol dapat menghambat reabsorpsi ion Na+. Akibatnya ADH
berkurang sehingga reabsorpsi air terhambat dan volume urin meningkat.

2) Suhu lingkungan
Ketika suhu sekitar dingin, maka tubuh akan berusaha untuk menjaga suhunya dengan
mengurangi jumlah darah yang mengalir ke kulit sehingga darah akan lebih banyak yang
menuju organ tubuh, di antaranya ginjal. Apabila darah yang menuju ginjal jumlahnya
samakin banyak, maka pengeluaran air kencing pun banyak

3) Gejolak emosi dan stress


Jika seseorang mengalami stress, biasanya tekanan darahnya akan meningkat sehingga
banyak darah yang menuju ginjal. Selain itu, pada saat orang berada dalam kondisi emosi,
maka kandung kemih akan berkontraksi. Dengan demikian, maka timbullah hasrat ingin
buang air kecil.

4) Jumlah air yang diminum


Jumlah air yang diminum tentu akan mempengaruhi konsentrasi air dalam darah. Jika
meminum banyak air, konsentrasi air dalam darah akan tinggi, dan kosentrasi protein dalam
darah menurun, sehingga filtrasi menjadi berkurang. Selain itu, keadaan seperti ini
menyebabkan darah lebih encer, sehingga sekresi ADH akan berkurang. Menurunnya
filtrasi dan berkurangnya ADH akan menyebabkan menurunnya penyerapan air, sehingga
urine yang dihasilkan akan meningkat dan encer.

5) Kondisi penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.

4
6) Life Style dan aktivitas
Seorang yang suka berolahraga, urine yang terbentuk akan lebih sedikit dan lebih pekat
karena cairan lebih banyak digunakan untuk membentuk energi sehingga cairan yang
dikeluarkan lebih banyak dalam bentuk keringat.

2.3 Pembentukan Urine


Terdapat 3 hal penting yang berhubungan dengan proses pembentukan urin, yaitu :

a. Filtrasi (penyaringan)
Filtrasi terjadi di badan Malpighi yang di dalamnya terdapat glomerulus yang
dikelilingi sangat dekat oleh kapsula Bowman. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan
tekanan oncotik (gaya tarik sifat atau sistem koloid agar air tetap berada dalam plasma darah
di intravaskuler. Arti lain dari tekanan onkotik adalah tekanan osmotic yang dihasilkan oleh
protein (albumin)) dari cairan di dalam Bowman space (area antara glomerulus dan kapsula
bowman; merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke
segmen pertama dari tubulus proksimal) merupakan kekuatan untuk proses filtrasi. Proses
filtrasi terjadi ketika darah yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat – zat lain serta sel
– sel darah dan molekul protein masuk ke glomerulus, tekanan darah menjadi tinggi sehingga
mendorong air dan komponen – komponen yang tidak dapat larut, melewati pori – pori
endothelium kapiler glomerulus, kecuali sel – sel darah dan molekul protein. Kemudian menuju
membran dasar dan melewati lempeng filtrasi, masuk ke dalam ruang kapsula Bowman. Hasil
filtrasi dari glomerulus dan kapsula Bowman disebut filtrat glomerulus atau urine primer. Urine
primer ini mengandung: air, protein, glukosa, asam amino, urea, dan ion anorganik. Glukosa,
ion anorganik dan asam amino masih diperlukan tubuh.

b. Reabsorpsi (penyerapan kembali)


Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat
glomerulus akan direabsorpsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi
penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna
seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan
bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urine. Tiap hari tabung ginjal mereabsorpsi lebih
dari 178 liter air, 1200 gr garam, dan 150 gr glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini
direabsorpsi beberapa kali. Reabsorpsi terjadi di tubulus kontortus proksimal dan lengkung

5
Henle serta menghasilkan urine sekunder (filtrate tubulus). Proses tahap ini dilakukan oleh sel
– sel epithelium di seluruh tubulus ginjal. Banyaknya zat yang direabsorpsi tergantung
kebutuhan tubuh saat itu. Zat – zat yang direabsorpsi antara lain: glukosa, asam amino, ion ion
Na+, K+, Ca2+, Cl-, HCO3-, dan HbO42-, sedangkan kadar urea menjadi lebih tinggi.
Proses rebasorpsi : mula – mula urine primer masuk dari glomerulus ke tubulus kontortus
proksimal, kemudian mulai direabsoprsi hingga mencapai lengkung Henle. Zat – zat yang
direabsorpsi di sepanjang tubulus ini adalah glukosa ion Na+, air dan ion Cl-. Setiba di lengkung
Henle, volume filtrate telah berkurang. Hasil tahap reabsorpsi ini dinamakan urine sekunder
atau filtrat tubulus.

c. Augmentasi (pengeluaran)
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus
kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam,
2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warna
dan bau pada urine. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang
bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh.
Karbondioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang
berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila
kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai
sebagai dapar (penjaga kestabilan pH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk
berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel.
Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara
disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu
dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang
dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi
jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urine. Asam urat merupakan
sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya
racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah.
Proses augmentasi: urine sekunder masuk ke dalam tubulus kontortus distal, dalam tubulus
kontortus distal, pembuluh darah mengandung zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsorpsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke
tubulus kolektivus ke pelvis renalis disini terjadi urine sesungguhnya. Kantung kemih

6
merupakan tempat penyimpanan sementara urine. Jika kantung kemih sudah penuh oleh urine,
maka urine harus dikeluarkan dari tubuh, melalui saluran uretra.

2.4 Mikturisi

Mikturisi adalah proses pengosongan kandung kemih setelah terisi dengan urine. Mikturisi
melibatkan 2 tahap yaitu:
a. kandung kemih terisi secara progresif (terus menerus) hingga tegangan pada dindingnya
meningkat melampaui nilai ambang batas; keadaan ini akan mencetuskan tahap kedua
b. adanya kemih atau, jika gagal, setidaknya akan menyebabkan keinginan berkemih yang
disadari. Meskipun refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat autonom
(tak sadar), refleks ini dapat dihambat atau difasilitasi oleh pusat – pusat di korteks serebri
atau batang otak.

Refleks mikturisi
Seiring dengan pengisian kandung kemih, mulai tampak peningkatan kontraksi
mikturisi. Kontraksi ini dihasilkan dari refleks regang yang dipicu oleh reseptor regang
sensorik di dalam dinding kandung kemih. Sinyal sensorik dari reseptor regang kandung kemih
dikirimkan ke segmen sakralis dari medulla spinalis melalui saraf pelvis, dan kemudian
dikembalikan secara refleks ke kandung kemih melalui serabut saraf parasimpatis dengan
menggunakan persarafan yang sama.
Bila kandung kemih hanya terisi sebagian, kontraksi mikturisi ini biasanya akan
berelaksasi secara spontan dalam waktu kurang dari semenit, otot detrusor (otot yang melapisi
dinding kandung kemih) berhenti berkontraksi, dan tekanan turun kembali ke nilai dasar.
Ketika kandung kemih terus terisi, refleks mikturisi menjadi semakin sering dan menyebabkan
kontraksi otot detrusor yang lebih kuat.
Sekali refleks mikturisi dimulai, refleks ini bersifat “regenerasi sendiri”, yang artinya :
kontraksi awal kandung kemih akan mengaktifkan reseptor regang yang menyebabkan
peningkat impuls sensorik yang lebih banyak ke kandung kemih dan uretra posterior, sehingga
menyebabkan peningkatan refleks kontraksi kandung kemih selanjutnya; jadi siklus ini akan
berulang terus – menerus sampai kandung kemih mencapai derajat kontraksi yang cukup kuat.
Kemudian, setelah beberapa detik sampai lebih dari semenit, refleks yang bergenerasi sendiri
ini mulai kelelahan dan siklus regeneratif pada refleks mikturisi menjadi terhenti,

7
memungkinkan kandung kemih berelaksasi. Jadi, refleks mikturisi merupakan sebuah siklus
yang lengkap yang terdiri dari:
a. Kenaikan tekanan secara cepat dan progresif
b. Periode tekanan menetap
c. Kembalinya tekanan kandung kemih ke nilai tonus basal (tingkat ketegangan kontraktil yang
tersisa di pembuluh darah)

Bila refleks mukturisi yang telah terjadi tidak mampu mengosongkan kandung kemih,
elemen persarafan pada refleks ini biasanya akan tetap dalam keadaan terinhibisi selama
beberapa menit hingga 1 jam atau lebih, sebelum terjadi mikturisi berikutnya. Bila kandung
kemih terus – menerus diisi, akan terjadi refleks mikturisi yang semakin sering dan semakin
kuat. Bila refleks mikturisi sudah cukup kuat, akan memicu refleks lain yang berjalan melalui
saraf pudendus ke sfingter eksterna untuk menghambatnya. Jika inhibisi ini lebih kuat di dalam
otak dari pada sinyal konstruksi volunter ke sfingter eksterna, maka akan terjadi pengeluaran
urine, jika tidak, pengeluaran urine tidak akan terjadi hingga kandung kemih terus terisi dan
refleks mikturisi menjadi lebih kuat lagi

2.5 Transport Urine dari Ginjal Melalui Ureter Menuju Kandung Kemih
Setiap ginjal terdiri dari sekitar 1 juta unit penyaring (nefron). Sebuah nefron
merupakan suatu struktur yang menyerupai mangkuk dengan dinding yang berlubang (kapsula
Bowman), yang mengandung seberkas pembuluh darah (glomerulus).
Darah yang masuk ke glomerulus memiliki tekanan yang tinggi. Sebagian besar bagian
darah yang berupa cairan disaring melalui lubang – lubang kecil pada dinding pembuluh darah
di dalam glomerulus dan pada lapisan dalam kapsula Bowman; sehingga yang tersisa hanya sel
– sel darah dan molekul – molekul yang besar (misalnya protein).
Cairan yang disaring (filtrat) masuk ke dalam rongga Bowman (daerah yang terletak
diantara lapisan dalam dan lapisan luar kapsula Bowman) dan mengalir ke dalam tubulus
kontortus proksimal (tabung/saluran di bagian hulu yang berasal dari kapsula Bowman);
natrium, air, glukosa dan bahan lainnya yang ikut tersaring diserap kembali dan dikembalikan
ke darah. Ginjal juga menggunakan energi secara selektif menggerakkan molekul – molekul
tersebut dibuang ke dalam air kemih meskipun ukurannya cukup besar untuk dapat melewati
lubang – lubang pada penyaring glomerulus.
Bagian berikutnya dari nefron adalah ansa Henle/lengkung Henle. Ketika cairan
melewati lengkung Henle, natrium dan beberapa elektrolit lainnya di pompa keluar sehingga

8
cairan yang tersisa menjadi semakin pekat. Cairan yang pekat ini akan mengalir ke dalam
tubulus kontortus distal di dalam tubulus distal, semakin banyak jumlah natrium yang dipoma
keluar.
Cairan dari beberapa nefron mengalir ke dalam suatu saluran pengumpul (duktus
kolektivus). Di dalam duktus kolektivus, cairan terus melewati ginjal sebagai cairan yang
pekat, atau jika masih encer, maka air akan diserap dari air kemih dan dikembalikan ke dalam
darah, sehingga air kemih menjadi lebih pekat. Tubuh mengendalikan konsentrasi air kemih
berdasarkan kebutuhannya terhadap air melalui hormon – hormon yang kerjanya
mempengaruhi fungsi ginjal.
Air kemih/urine yang terbentuk di ginjal mengalir ke bawah melalui ureter menuju ke
kandung kemih. Ureter adalah pipa/tabung berotot yang mendorong sejumlah urine dalam
gerakan bergelombang (kontraksi).
Setiap ureter akan masuk ke dalam kandung kemih melalui suatu sfingter. Sfingter
adalah suatu struktur muskuler (berotot) yang bisa membuka (sehingga urine bisa lewat) dan
menutup. Urine yang secara teratur mengalir dari ureter akan terkumpul di dalam kandung
kemih. Kandung kemih ini bisa mengembang, dimana ukurannya secara bertahap membesar
untuk menampung jumlah urine yang semakin bertambah. Jika kandung kemih telah penuh,
maka akan dikirim sinyal saraf ke otak, yang menyampaikan pesan untuk berkemih.
Selama berkemih, sfingter lainnya yang terletak diantara kandung kemih dan uretra
akan membuka sehingga air kemih mengalir keluar. Secara bersamaan, dinding kandung kemih
berkontraksi sehingga terjadi tekanan yang mendorong urine menuju uretra. Tekanan ini dapat
diperbesar dengan cara mengencangkan otot – otot perut. Sfingter pada pintu masuk kandung
kemih tetap menutup rapat untuk mencegah aliran balik air kemih ke ureter.

2.6 Inhibisi Proses Mikturisi oleh Otak


Refleks mikturisi adalah refleks medulla spinalis yang bersifat otonom, tetapi dapat
dihambat atau difasilitasi oleh pusat di otak. Pusat ini meliputi:

1. Pusat fasilitasi dan inhibisi yang kuat di batang otak, terutama terletak di pons, dan
2. Beberapa pusat yang terletak di korteks serebri yang terutama bersifat inhibisi tetapi
dapat berubah menjadi eksitasi.

Refleks mikturisi merupakan penyebab dasar berkemih, tetapi biasanya pusatnya yang lebih
tinggi yang akan melakukan kendali akhir untuk mikturisi sebagai berikut:

9
1. Pusat yang lebih tinggi menjada agar refleks mikturisi tetap terhambat sebagian, kecuali
bila mikturisi diinginkan.
2. Pusat yang lebih tinggi dapat mencegah mikturisi, bahkan jika terjadi refleks mikturisi,
dengan cara sfingter kandung kemih eksterna terus – menerus melakukan kontraksi tonik
hingga saat yang tepat datang dengan sendirinya.
3. Jika waktu berkemih tiba, pusat kortikal dapat memfasilitasi pusat mikturisi sacral
(susunan saraf pusat) untuk membantu memulai refleksi mikturisi dan pada saat yang sama
menghambat sfingter eksterna sehingga pengeluaran urine dapat terjadi.

Pengeluaran urin secara volunter biasanya dimulai dengan cara berikut: Mula-mula,
orang tersebut secara volunter mengkontraksikan otot perutnya, yang akan meningkatkan
tekanan di dalam kandung kemih dan memungkinkan urin tambahan memasuki leher kandung
kemih dan uretra posterior dalam keadaan di bawah tekanan, sehingga meregangkan
dindingnya. Hal ini memicu reseptor regang, yang mencetuskan refleks mikturisi dan secara
bersamaan menghambat sfingter uretra eksAterna. Biasanya seluruh urin akan dikeluarkan, dan
menyisakan tidak lebih dari 5 sampai 10 mL urine didalam kandung kemih.

10
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN

DENGAN PENYAKIT BATU GINJAL

NAMA ANGGOTA:

1. LATANIYA AULIYA RIZKY (19301052)


2. YENI NUR JAMIL AZIZAH (19301051)
3. SHINTIA LEGA UTAMI (19301053)
4. DHIMAS OKTHAVIAN ARISANDHI (19301054)
5. ELVA NURI SAKINAH (19301055)
6. TASYA DWINTA (19301056)
7. SELPI TIARA ARISKA (19301057)
8. PUTRI LESMANA (19301058)
9. SERLI DIANI (19301059)
10. GUSTIA MEGA NANDA (19301060)

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN TANJUNGKARANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI SARJANA TERAPAN TANJUNGKARANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

11
LAPORAN ASKEP
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN
GANGGUAN KEBUTUHAN ELIMINASI URIN
Nn. F

Tanggal Pengkajian :Senin, 10 juli 2017 No.Register :


Jam Pengkajian : Tanggal MRS :Rabu, 5 Juli 2017
Ruang/Kelas :Cempaka

IDENTITAS
1. Identitas Pasien
Nama : Nn. F
Umur :26 Tahun
Jenia Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pedagang
Gol. Darah :O
Alamat : Jawa

2. Identitas Penanggup Jawab


Nama : Tn. RK
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamaan : Laki-laki
Agama : Islam
Pekerjaan : PNS
Alamat : Jiwa
Hubungan dengan Klien : Suami Nn. F

KELUHAN UTAMA

Nyeri Perut

12
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Klien datang ke IGD RSUD Dr. Soedirman Kebumen pada hari sabtu 5 juli 2017 jam
12.50 WIB dengan keluhan penurunan kesadaran sejak ± 7 jam sebelum masuk Rs, batuk +,
lemas +, kondisi semakin menurun kesadaran dengan GGS 4 E,M,Va. TTV : TD.146/96
mmHg, N; 96x/menit,. Kemudian pasien langsung dipindahka ke ruang intansif care unit.
Untuk mendapatkan penangan secara baik. Klien dipindahkan ke ruang perawatan Cempaka
stelah kondisi membaik pada 9 juli 2017 jam 19:30 WIB dengan keluhan nyeri perut, pusing,.
Kemudiam dilakukan pengkajian pada tanggal 10 juli 207 jam 08:30 WIB. Klien masih
mengeluh nyeri perut, pusing. P : Klien mengeluh nyeri perut, Q: nyeri seperti ditusuk-tusuk,
R: nyeri dibagian perut bagian bawah, S: Skala Nyeri 3, T: Nyeri pas\da saat mau BAK dan di
mispeksi. Klien mengatakn tidak bisa tidur karena sering merasa ingin BAK tapi keluar sedikit-
sedikit. Klien mengatakan baru pertama melakukan hemodiolisa. Riwayat hemodialiso 2 kali.
Klien mengatakn tidak ada gangguan tidur dan makan. TTV :TD: 140?60 mmHG,
N:104x/menit, RR:24x/menit, Hb:6,29/dl, Ureum: 98 mg/dl, Creatinin H 6,10 mg/dl akral
dingin. TB; 165cm, BB:70 Kg.

RIWAYAT KESEHATAN DAHULU

Klien mengatakan sebelumnya pernah dirawat di RSUD Dr. Soedirman Kebumen 10


tahun yang selalu sekitar 2007 dengan Diabetes Melitos GDS: 400 mg/dl. Pada 10 tahun lalu
terapi melitusnya sudah dinyatakan sembuh.

RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA

Klien mengatakan didalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit seperti dirinya
: penyakit kronis ataupun penyakit menular lainnya seperti hipertensi, Diabetes melitus, TBC,
Hepatitis dll.

13
POLA FUNGSIONAL MENURUT VIRGINIA HENDERSON

a. Pola Oksigenasi
Sebelum Sakit : Klien Mengatakan dapat bernafas dengan normal, tidak ada
gangguan. Tanpa alat bantu pernafasan.
Saat Dikaji : Klien mengatakan dapat bernafas dengan normal, terapi
terkadang merasa sesak RR:24x/menit
b. Pola Nutrisi
Sebelum Sakit : Klien mengatakan makan 3x/hari dengan porsi nasi dan lauk
pauk seadanya dan minum-minuman berwarna
Saat Dikaji : Klien mengatakan tidak mengalami penurunan nafsu makan,
makan 2x/sehari mengahabiskan makan 1 porsi.
c. Pola Eliminasi
Sebelum Sakit : Klien mengatakan BAK 4-5x/hari dengan warna kuning jernih,
BAB 1x/hari dengan konsistensi padat,warna kuning.
Saat Dikaji : klien mengatakan BAK 4-5x/hari dengan registrasi padat,
warna kuning
d. Pola Istirahat Tidur
Sebelum Sakit : klien mengatakan sehari tidur 7-8 jam/hari. Tanpa adanya
gangguan, jarang tidur siang.
Saat dikaji :Klie mengatakan bisa tidur siang 2-4 jam, dan tidur malam 2-3
jam.
e. Pola Aman dan Nyaman
Sebelum Sakit : Klien mengatakan sebelum sakit merasa aman dan nayaman
tidak ada gangguan
Saat Dikaji :Klien mengatakan merasa merasa tidak nyaman berada di RS
dan ingin cepat sembuh dan pulang .

f. Pola Mempertahankan Suhu Tubuh


Sebelum sakit :Klien mengatakan jika ingin memakai jaket dan selimut, jika
panas pasien hanya memakai baju tipis
Saat Dikaji : Klien mengatakan tidak pernah merasa dingin, tidak pernah
memakai selimut.

14
g. Pola belajar
Sebelum Sakit :Klien mengatakan mendapat informasi dari telivisi,radio,dan
koran.

Saat dikaji : Klien mengatakan mendapat informasi tentang penyakitnya


dari perawat dan dokter, dan keluarga mengatakan masih
bingung dengan penyakitnya
h. Pola rekreasi
Sebelum dikaji: Klien mengatakan sebelum sakit mengisi waktu luangnya untuk
berkumpul dengan keluarga
Saat dikaji: Klien mengatakan hanya tiduran di tempat tidur dan berbincang-bincang
dengan keluarga
i. Pola spiritual
Sebelum sakit: Klien mengatakan beragama Islam dan menjalankan sholat 5 waktu
Saat dikaji: Klien mengatakan tidak bisa beribadah seperti biasanya, hanya tiduran
j. Pola komunikasi
Sebelum sakit: Klien mengatakan dapat berkomunikasi dengan orang dengan baik
Saat dikaji: Klien mengatakan dapat berkomunikasi dengan baik
k. Pola berpakaian
Sebelum sakit: Klien mengatakan memilih dan memakai pakaian secara mandiri
Saat dikaji: Klien mengatakan dalam memilih dan memakai pakaian dibantu oleh
keluarganya
l. Pola aktivitas
Sebelum sakit: Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas/kegiatan tanpa bantuan
orang lain
Saat dikaji: Klien mengatakan tidak dapat bergerak bebas karena terpasang IFVD RL
di tangan kiri.
m. Pola bekerja
Sebelum sakit: Klien mengatakan bekerja sebagai supir, pulang pagi
Saat dikaji: Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan bekerja seperti semula untuk
mebiayai anak dan istrinya
n. Pola personal hygiene
Sebelm sakit : Klien mengatakan mandi 2x/hari dan selalu gosok gigi, keramas
2x/1minggu
Saat dikaji :Klien mengatakan hanya diseka keluarganya pagi dan seka

15
8. Pemeriksaan fisik

a. Keadaan umum: Baik


b. Kesadaran: Composmotis
c. TB/BB: 156/40kg
d. Tanda-tanda vital:
1. Tekanan darah: 140/60mmHg
2. Nadi: 104x/menit
3. RR: 24x/menit
4. Suhu: 36,5°c
e. Pemeriksaan head to toe
1. Kepala: Mesoseptial, bersih, tidak ada lesi, tidak ada hematoma
2. Mata: Simestis, konjangtiva anemis dex-sin, sklera an ikterik dex-sin, pupil
isokor, ukuran pupil 2mm, reflek cahaya(+/+), tidak ada adema palpebra
3. Hidung: Simetrus, tidak ada polip, tidak ada pernafasan cuping hidung, fungsi
penciuman baik
4. Telinga: Simetris, tidak ada penumpukan serumen berlebih, pendengaran
berfungsi dengan baik
5. Mulut: Mukosa bibir kering, lidah tampak bersih, terdapat cories gigi
6. Dada:
1. Paru-paru
Inspeksi: tidak ada jejos, simetris
Palpasi: tidak ada ayentekan, vocalfremitur teraba sama
Perkusi: sonor
Auskultasi: vesikuler
2. Jantung
Inspeksi: tidak tampak pulsasi jantung
Palpasi: nyeri tekan(-), Ictus cordisteraba di ICS 6
Perkusi: pekak diseluruh jantung
Auskultasi: S1 > S2, lub-dub, regular, tidak ada suara jantung tambahan
3. Abdomen
Inspeksi: supel, tidak ada jejas, asites (+)
palpasi: ada myeri terkait ginjal dextra el sinistro teraba
Perkusi: Thympani

16
Auskultas: bising usus (+) 30x/menit
Genetia: venka ipnnari tidak ada distensi kandung kemih, tidak terpasang DC,
tetapi terpasang pampers, produksiurin 300 cc/24jam, warna urin kerus
Kulit: tugor kulit kering, tidak terdapat lesi ekstermitas
Atas: terpasang IFVO RL 10 tpm di tangan kiri, edema (+/+) di kaki, CRI 3
detik, kekuatan otot dextra senistra (55/55)

9. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 9 juli 2017 jam 08.00 WIB

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


Henloglobil L 6,2 9/dl 13,2-7,3
Leukosit 9,0 1013/Ul 3,8–10,6
Hematokrit L.19 % 40-52
Eritrosit L 2,3 10^ 3/Ul 150-440
MCH 27 p9 26- 34
MCHC 32 9/dl 32-36
MCV 85 fl 80-100
Dift Count
Eosinosil 1,80 % 2-4
Basofil 0,10% 0-1
Netrofil 77,60% 50-70
Limfosit 9,60% 22-40
Monosit 10,90% 2-8
Kimia Klinik
Ureum H 98 mg/dl 10-50
Creatinin H 6,1O mg/dl 0,9-1,3

*Pemeriksaan Penunjang Lainnya


EKG : Normal, sinus rhytim, prolonged Qr
USG : CKD
Thorax : Tidak ada edema pulmo, tampak normal

17
10. Terapi Obat
Nacl 0,9% IVFO 10tpm
Bactesyn IV 2x1,5 mg
Metronidazole IV 3x500 mg
Citicolin IV 2x1ampul
PRC Gol A IV 2kolf
Nilai GFR 13,547 ml/mnt/1,73 m2

18
B. ANALISA DATA
Data Fokus Problem Etiologi
Ds : -Klien mengatakan lemas Kelebihan Kegagalan
-Klien mengatakan BAK volume cairan Mekanisme
jarang dan sedikit. Regulasi

Do :
-Terdapat edema diekstermitas
-Pitting edema 12 mm
-Balance cairan
-minum 6 gelas/hari (1200cc)
-makan (200 cc)
-Metabolisme (350 cc/kgBB/24
jam)
-Terapi obat (50 cc)
-Infus (100 cc)
=>Jumlah Intake 1900 cc
 Output
- Urine (500 cc/24 jam)
- BAB (150 cc)
- IWL (1050 cc/kgBB/24
jam)
 Output + IWL = 1100
cc/kgBB/24 jam)
 Intake – Output + IWL =
1900 – 1600 = 300 cc/24
jam
TTV = TD = 140/60 mmHg
N = 104 x / menit
R = 24 x /menit
C = 36,5 0C
-Uream/Creatmin 98/H,610
mg/dl

19
DS : Nyeri Akut Agen Cideia
-klien mengatakan nyeri perut Biologis
pada
Bagian bawah
P = klien mengatakan nyeri perut
Q = Nyeri seperti ditusuk-tusuk
R = Nyeri dibagian perut bawah
Sebelah kanan
S = Skala nyeri 3
T = Nyeri pada saat mau BAK
Do :
-klien terlihat menyingrai
kesakitan
-klien terlihat memegangi
perutnya
-perut bagian kanan bawah
membesar
TTV :
TD = 140/60 mmHg
N = 104 x /menit
R = 24 x /menit
S = 36,50C
DS : Defisiensi Kurangnya
-Klien mengatakan tidak paham peng- infor-
Tentang penyakitnya etahuan masi
-keluarga klien mengatakan
belum
Mengerti bagaimana kebutuhan
Nutrisi dan cairan.
-klien mengatakan keluarganya
Sebelumnya tidak ada yg
menderita
Penyakit seperti ini.

20
Do :
-klien gagal ginjal kronik post
HD 2x 1 minggu
-keluarga terlihat cemas dengan
kondisi klien
-Pendidikan klien dari keluarga
rendah

C. Prioritas Diagnosa Keperawatan :


1). Nyeri akut berhubungan dengan cedera biologis
2). Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
3). Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi.

21
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi TTD


1 Setelah dilakukan tindakan 1) Gunakan tehnik
keperawatan 3 x 24 jam teraupetik untuk
diharapkan Nyeri akut mengetahui
dapat berkurang dengan pengalaman
kriteria hasil : nyeri klien tiap
- Klien mampu 8 jam
mengontrol nyeri (mengevaluasi
(penyebab, tehnik skala nyeri
mengurangi nyeri). klien).
- Nyeri berkurang 2) Ajarkan tehnik
non
farmakologi.
3) Ajarkan tehnik
nafas dalam
(sesuai
kebutuhan
klien).
4) Ajarkan tehnik
relaksasi
distraksi (sesuai
kebutuhan
klien).
5) Berikan
analgetik untuk
mengurangi
nyerinya
(cotorolax 3x30
mg atau sesuai
edven dokter)
6) Evaluasi
keefektifan,

22
control nyeri
tiap 8 jam
7) Tingkatkan
istirahat.
2 Setelah dilakukan tindakan Fluid management dan
keperawatan 3x24 jam Fluid monitoring
diharapkan masalah 1) Pertahankan
kelebihan volume cairan catatan intake
dapat berkurang dan dan output yang
teratasi dengan kriteria akurat (catat
hasil : semua intake
- Klien terbebas dari dan output
edema, efusi, klien).
anasarka, tidak ada 2) Monitoring hasil
dyspnea, bunyi Hb yang sesuai
nafas bersih. dengan retensi
- Tidak ada distensi cairan.
vena jugularis. 3) Monitoring vital
- Vital sign dalam sign tiap 8 jam.
batas normal. 4) Monitoring
indikasi
kelebihan cairan
(cracles, cup,
edema, distensi,
asnes).
5) Monitor
masukan
makanan/cairan.
6) Kolaborasi
pemberian
diuretic
(furosemide
3x10 mg sesuai

23
dengan edven
dokter).
7) Monitor BC tiap
8 jam.

Setelah dilakukan tindakan Teching : Disiese


keperawatan 3x24 jam Proses
diharapkan masalah 1) Berikan
difisiensi pengetahuan penilaian
dapat teratasi dengan tentang tingkat
kriteria hasil : pengetahuan
- Menyatakan pasien tentang
pemahaman tentang proses penyakit
penyakit yang spesifik.
- Klien dan keluarga 2) Gambarkan
mampu tanda dan gejala
menjelaskan yang biasa
kembali apa yang muncul pada
dijelaskan penyakit.
perawat/tim 3) Sediakan
kesehatan. informasi pada
pasien tentang
kondisi pasien.
4) Berikan
pendidikan
kesehatan
tentang penyakit
gagal ginjal
kronis.

24
E. IMPLEMENTASI
No Implementasi Respon TTD
1 1) Memposisikan pasien S = klien mengatakan masih
untuk memaksimalkan sesak nafas
vanulasi (posisi semi O = posisi klien semi powler
poler)

2) melakukan aukultasi S = --
suara nafas, catat adanya O = tidak terdapat suara nafas
suara nafas tambahan tambahan
setiap 8 jam

3) memonitoring respon S = klien mengatakan sesak


status O tiap 8 jam berkurang menggunakan Nem
02 Lpm
O = RR = 42 x 1 menit
2 4) mempertahankan S = --
catatan intake dan output O = memantau intek dan output
yang akurat pasien selama 24 jam

5) memonitoring / S = --
mengatur O = TO = 170/100 mmHg 2,45
vital sign setiap 8 jam x/m
N = 90 x/m r x 36,3 ‘c

6) memberikan makanan S = klien mengatakaun mual


yang terpilih memberikan O = klien terlihat mengtaaskan
makanan sesuai eduan 2-3 sendok
dalam gizi

7) hitung BC S = --

25
O = ro: 160/90mmHg r x 36,5
8) mengukur vital sign ‘c
pasien
S = klien mengatakan merasa
mual jika di suntik
9) memberikan terapi obat O = obat masuk
Iv Ronatidin 2x500mg
Iv Firosen 3x40mg
p/o Calos 3x10mg
p/o Calsium Karbonat
3x500mg
p/o Lucid 3x20mg
3 10) memberikan makanan S = klien masih mengatakan
yang terpilih (sesuai aduan mual
dokter) O = klien terlihat
menghabiskan ½ porsi

11) menghitung balance S = --


cairan O = BS jam 14:00 = +
416,4cc/kg BD
21:00 = +
83,8cc/kg
06:00 = - 150cc/kg
4 1) mengganti spel dan S = klien mengetahui lebih
meja. nyaman
Pulihkan tempat tidur O = tempat tidur dan meja klien
bersih dan rapih

2) menimbang BB setiap S = --
24 jam O = BB = 40kg

3) mengukur vital sign S = --


O = TD : 180/120mmHg

26
N : 110x/menit S x 36,3
‘c
4) memberikan trapi obat
kepeda klien S = --
O = obat masuk tidak ada
reaksi alergi
- Romatidin 2x5omg
- Asam Nefenamol
3x10mg
- Foresedim 2x40mg
- Amlodipin p/o 3x10mg
- Calos p/o 3x500mg
- Calsium Karbonat
3x500mg
- Lucid 3x20mg
5 5) memonitoring respon S = klien mengatakan masih
dan setatus O2 setiap 8 sesak nafas
jam O = setatus oksigen lancar dan
baik
RR 40X/menit

6) mempertahankan S = klien mengatakan minum 1


catatan intake output yang gelas BAK + 200cc
akurat O = catat setiap intake output
pasien

7) aulkustasi suara nafas, S = --


catat adanya suara nafas O = tidak dapat suara nafas
tambhan tambahan

6 8) mengukur vital sign S = --


O = TD : 150/100 mmHg

27
9) pasien di antarkan N : 90x1menit
hemodisila R : 40x1menit 5x36,0 ‘c

10) menjemput pasien S = --


hemodialisa O = pasien sudah terlihat mulai
bosan melakukan hemodialisa

11) memasukan trapi obat S = --


O = obat masuk tidak ada alergi
obat
- Asam mofenomat
3x10mg
- Amlodipin p/o
3x10mg
- Calos p/o 3x500mg
- Calsium Karbonat p/o
3x500mg
- Lucid p/o 3x20mg
7 1) mengganti dan S = klien mengatakan lebih
mambersihkan tempat nyaman
tidur klien O = seprei dan tempet tidur
bersih
2) mempertahankan S = --
catatan intake output yang O = catat semua intake dan
akurat output pasien

3) memposisikan pasien S = --
untuk memaksimalkan O = posisi pasien semi powler
vemilasi

S = klien mengatakan masih


sesak

28
4) mengauskulasi suara O = tidak ada suatu nafas
nafas catat adanya suara tambahan
nafas tambahan RR: 38x/menit
S = TD: 190/90mmHg R:
38x/m
5) mengatur vital sign O = N 90x/m S : 36,0 ‘c

S = pasien mengatakan masih


merasa mual
6) menyuapi makan pasien O = klien mengatakan ½ posisi
yang di sediakan

S = --
O = obat masuk
7) memasukan terapi obat - Fuesenmid 3x40 mg
- p/o Calos 3x10 mg
3 - p/o Calsium
karbonat 3x500 mg
- p/o Lucid 3x20 mg

S = --
O = klien terlihat lebih paham
8) mengajarkan pasien
bagaimana membut S = klien selalu mengatakan
jika setelah BAK,BAB.
9) memonitor masuknya Minum, makan
makanan/minuman O = klien kooperatif

S = --
O = BB 40kg
10) menimbang BB pasien
S = --
O = posisi pasin semi powler

29
11) memposisikan pasien
untuk memaksimalkan
ventilasi S = --
O = TD : 150/100 mmHg R:
12) mengatur vital sign 38x/m
N :100x/m S: 36,0’c

30
F. EVALUASI KEPERAWATAN

No. Evaluasi TTD


1 S : Klien mengatakan nyeri perut.
-Nyeri seperti ditusuk-tusuk.
-Nyeri dibagian perut kanan bawah.
-Skala nyeri 3.
-Saat mau BAK/dan dipegang.
O:- Klien terlihat memegangi daerah nyerinya.
- Klien terlihat menyeringai kesakitan.
TTV=TD=140/60 mmNg R=24x/menit
V =104x/menit S=36,5℃
A : Tidak ditemukan masalah baru pada nyeri akut.
P : Lanjutkan intervensi
- Ajarkan tehnik non farmakologi
- Monitor vital sign
- Evaluasi keefektifan nyeri
- Berikan analgetik sesuai edven dokter
2. S : Klien mengatakan kedua kakinya bengkok
O : Terdapat pitting edema ekstermitas ± 2 mm.
BC jam 14.00 = +66 cc/kgBB/8jam
Jam 21.00 = -268 cc/kgBB/8jam
Jam 06.00 = -400 cc/kgBB/8jam
A : Tidak ditemukan masalah baru.
Pada kelebihan volume cairan.
P : Lanjutkan Intervensi
- Pertahankan catatan intake dan output yang
akurat.
- Monitor vital sign.
- Kaji lokasi dan luar edema.
- B C / 24 jam
3 S : Klien dan keluarga mengatakan sudah sedikit
mengerti tentang penyakit dan pembatasan cairan.
O : Keluarga terlihat lebih tenang dan tidak bingung.

31
A : Tidak ditemukan masalah baru pada difestensi
pengetahuan.
P : Lanjutkan Intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan
- Berikan informasi tentang kondisi klien
kepada keluarga secara berkala.
1 S : Klien mengatakan nyeri perut
- Klien mengatakan nyeri perut
- Nyeri seperti ditusuk-tusuk
- Nyeri dibagian perut kanan bawah
- Skala nyeri 2
- Saat mau BAK dan dipegang (inspeksi)
O:- Klien terlihat memegangi daerah yang sakit.
- Klien terlihat gelisah
TTV = TD = 145/100 mmHg
N = 86x/menit
R = 24x/menit S = 36,5℃
A : Tidak ditemukan masalah baru pada nyeri akut.
P : Lanjutkan Intervensi
- Ajarkan tehnik non farmakologi
- Monitor vital sign
- Monitor keefektifan nyeri
- Berikan analgetik sesuai edvan dokter

32
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Urine atau air seni atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal.
2. Pembentukan urine melalui 3 proses: filtrasi, reabsorpsi dan augmentasi
3. Saluran yang dilewati oleh darah setelah difiltrasi oleh glomeruli dari awal hingga akhir
sebagai berikut: glomerulus → kapsula Bowman → tubulus kontortus proksimal → loop
of Henle → tubulus kontortus distal → tubulus koligen → tubulus collectivus → kaliks
minor → kaliks mayor → pelvis renalis →ureter → vesica urinaria → urethra.
B. Saran
Dengan ditulisnya makalah ini diharapkan agar penulis serta pembaca dapat memahami dan
mengerti mengenai urine, guna menambah wawasan dalam dunia medis.

33
DAFTAR PUSTAKA

Nurarif, Amin Huda & Hardhi Kusuma. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Price, S.A. & Wilson L.M.(2009). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses Penyakit. Edisi
Keempat. Jakarta:EGC Smeltzer & Bare. (2008). Textbook of Medical Surgical Nursing
(11th ed). Philladelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

Wayan, P.S.Y.,S.Herawati.(2012). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Vol III Ed 4.


Jakarta:EGC.

Asmadi. (2008). Konsep dasar keperawatan, Jakarta: EGC

34

Anda mungkin juga menyukai