Anda di halaman 1dari 36

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera

yang dimilikinya. Pengetahuan tiap orang akan berbeda-beda tergantung

dari bagaimana penginderaanya masing-masing terhadap objek. Terdapat

6 tingkatan pengetahuan :

1. Tahu

Pengetahuan yang dimiliki hanya sebatas berupa mengingat kembali

apa yang pernah dipelajari sebelumnya, sehingga pada tahap ini

merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan pada tahap ini

adalah seperti menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan

menguraikan. Contoh pada tahapan ini : seseorang dapat menyebutkan

definisi pengetahuan atau menguraikan gejala suatu penyakit.

2. Memahami

Pengetahuan pada tahapan ini dapat diartikan suatu kemampuan

dalam menjelaskan objek atau sesuatu dengan benar. Seseorang yang

telah mengerti tentang materi yang didapatkan dapat menjelaskan,

menyimpulkan, dan menginterpretasikan suatu objek yang telah

dipelajarinya tersebut. Contohnya dapat menjelaskan tentang bahaya

seks berganti-ganti pasangan.

5
6

3. Aplikasi

Pengetahuan yang dimiliki pada tahapan ini adalah mampu

mengaplikasikan atau menerapkan ilmu yang dipelajarinya pada situasi

kondisi nyata atau sebenarnya. Misalnya setia pada satu pasangan.

4. Analisis

Kemampuan menjabarkan suatu materi kedalam komponen-

komponen yang terdapat kaitannya satu dengan yang lain. Kemampuan

analisis yang dimiliki seperti dapat menggambarkan, memisahkan, dan

mengelompokkan, membedakan atau membandingkan.Contoh pada

tahap ini yaitu dapat membedakan defenisi HIV dan AIDS.

5. Sintesis

Kemampuan seseorang dalam mengaitkan berbagai unsur

pengetahuan yang ada menjadi satu pola baru yang lebih menyeluruh.

Kemampuan sintesis yang dimaksud yaitu seperti menyusun,

merencanakan, mengkategorikan, mendesain, dan menciptakan.

Contohnya menyusun alur tatalaksana pasien HIV.

6. Evaluasi

Kemampuan seseorang untuk melakukan penilaian terhadap suatu

materi atau objek. Evaluasi dapat digambarkan sebagai proses

merencanakan, memperoleh, dan menyediakan informasi yang sangat

diperlukan untuk membuat alternative keputusan. Tahapan pengetahuan

ini didapatkan setelah seseorang telah melalui berbagai proses mencari,


7

bertanya, mempelajari atau berdasarkan pengalaman (Kemenkes RI,

2018).

2.2 Remaja

2.2.1 Definisi

Banyak sekali sudut pandang yang dapat digunakan untuk

mendefinisikan remaja. Kata remaja berasal dari bahasa Latin

adolescence yang berarti to grow (Golinko, 1984 dalam Jahja 2011).

Banyak tokoh yang telah mendefinisikan remaja, seperti De Brun

mendefinisikan remaja adalah periode pertumbuhan antara masa

kanak-kanak dan dewasa.

Papalia dan Olds tidak memberikan pengertian remaja secara

eksplisit namun secara implicit melalui pengertian remaja. Papila dan

Olds menyatakan remaja adalah masa transisi perkembangan antara

masa kanak-kanak dan dewasa yang pada umumnya telah dimulai

sejak usia 12 atau 13 tahun dan akan berakhir pada usia akhir belasan

tahun atau awal usia dua puluh tahun. Sedangkan Anna Freud,

berpendapat bahwa pada masa remaja telah terjadi proses

perkembangan yang meliputi perubahan-perubahan yang berkaitan

dengan perkembangan psikoseksual, dan juga terjadi perubahan dalam

hubungan dengan orangtua dan cita-cita mereka, yang dimana

pembentukan cita-cita adalah proses pembentukan orientasi masa

depan.

WHO memberikan batasan mengenai remaja secara konseptual.

WHO mengemukakan ada tiga kriteria yang digunakan ; biologis,


8

psikologis, dan social ekonomi, yakni : (1) Individu yang berkembang

saat pertama kali menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya

sampai pada saat remaja mencapai kematangan seksual. (2) individu

yang telah mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi

dari kanak-kanak menjadi dewasa, dan (3) telah terjadi peralihan dari

ketergantungan sosial ekonomi pada keadaan yang lebih mandiri

(Putro, 2017).

Wirawan menjelaskan bahwa untuk mendefinisikan remaja harus

disesuaikan dengan adat dan budaya setempat, sehingga di Indonesia

digunakan batasan 11-24 tahun dan belum menikah dengan

pertimbangan-pertimbangan :

1. Usia 11 tahun merupakan usia dimana pada umumnya tanda-tanda

sekunder mulai terlihat.

2. Pada masyarakat Indonesia, usia 11 tahun telah dianggap akil

baligh, baik menurut adat maupun agama.

3. Pada usia 11 tahun mulai Nampak tanda-tanda perkembangan jiwa

seperti tercapainya identitas ego (menurut Ericson), fase genital

dari perkembangan psikoseksual (menurut Freud), dan telah

tercapainya puncak perkembangan kognitif (menurut Piaget),

maupun moral (menurut Kohlberg)

4. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, untuk memberikan

mereka peluang yang sampai batas usia tersebut masih bergantung

pada orangtua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai

orangtua.
9

5. Dalam pengertian tersebut, status perkawinan sangat menentukan

apakah individu masih digolongkan sebagai remaja atau telah

dewasa (Putro, 2017).

2.2.2 Fase Remaja

A. Remaja awal

Fokus perhatian remaja pada fase ini ialah pada masa sekarang

dan teman sebaya. Perhatian utamanya ialah pada perubahan fisis

dan normalitas. Pada tahap ini remaja masih tidak konsisten dalam

upaya mencari kemandirian. Anak remaja awal ini sulit sekali

untuk diajak bicara karena seringkali mereka menjawab pertanyaan

dengan jawaban yang pendek dan sepotong-potong. Remaja mulai

terbiasa dengan konsep pemikiran abstrak.

B. Remaja pertengahan

Merupakan waktu yang paling sulit bagi orangtua yang

berkontak dengan remaja. Kemampuan kognitif sudah matang,

melalui pemikiran abstrak remaja dapat bereksperimen dengan

perasaan mereka dan perasaan orang lain. Mereka berusaha

menggali arti orangtua dan budaya dengan melakukan tindakan-

tindakan yang terkadang bertentangan dengan norma yang ada.

Sebagian remaja menggali nilai ini hanya sebatas dalam pemikiran

mereka, namun sebagian remaja melakukannya dengan melawan

perintah orangtua. Banyak pula yang melakukan tindakan-tindakan

yang beresiko seperti melakukan hubungan seksual diluar nikah,


10

penyalahgunaan obat, atau melanggar aturan lalu lintas. Usaha

remaja untuk mandiri biasanyacukup mengkhawatirkan keluarga,

guru atau orang lain yang bertanggungjawab atas mereka. Remaja

ini beresiko tinggi untuk mengalami mortalitas dan morbiditas

akibat akibat kecelakaan, bunuh diri ataupun pembunuhan.

C. Remaja akhir

Ditandai dengan kemampuan berpikir operasional, termasuk

pemikiran-pemikiran tentang masa depan yaitu pendidikan,

pekerjaan, dan seksual. Remaja pada tahap ini biasanya lebih

berkomitmen pada pasangan seksualnya daripada masa remaja

tengah (Nelson, 2014).

2.2.4 Karakteristik Masa Remaja

Masa remaja ditanda dengan adanya perubahan baik perubahan

fisik maupun psikis yang mungkin dapat menimbulkan masalah

tertentu bagi remaja. Apabila tidak disertai dengan upaya pemahaman

diri dengan pengarahan diri secara tepat, bahkan dapat menjurus pada

tindakan kenakalan remaja dan criminal. Sebagai periode yang

penting, masa remaja memiliki karakteristik yang khas disbanding

dengan periode-periode perkembangan lainnya. Adapun rinciannya

sebagai berikut :

A. Masa remaja sebagai periode yang penting

Tahapan ini dianggap sebagai masa penting karena memiliki

dampak langsung dan jangka panjang dari apa yang terjadi pada di
11

masa ini. Tahapan ini juga memiliki dampak penting pada

perkembangan fisik dan psikologis individu, dimana terjadi

perkembangan fisik dan psikologis yang cepat dan penting.

Keadaan ini menuntut individu untuk menyesuaikan diri secara

mental dan pentingnya menetapkan suatu sikap, nilai-nilai dan

juga minat yang baru (Astuti, 2018).

B. Masa remaja sebagai masa peralihan

Peralihan bukan berarti putus dari yang telah terjadi

sebelumnya tetapi peralihan dari tahap perkembangan

sebelumnya ke tahap perkembangan selanjutnya. Menurut

Osterrieth susunan psikis remaja berasal dari masa kanak-kanak

dan banyak cirri umum yang dianggap sebagai cirri khas masa

remaja telah ada pada akhir masa kanak-kanak. Dalam masa

peralihan status individu tidak jelas dan juga terdapat keraguan

akan peran yang harus dilakukan. Pada masa peralihan ini remaja

bukanlah kanak-kanak maupun dewasa. Status yang tidak jelas

ini menguntungkan karena member kesempatan remaja untuk

mencoba gaya hidup yang berbeda dan menetukan perilaku, nilai

dan juga sifat yang paling sesuai dengan dirinya (Astuti, 2018).

C. Masa remaja sebagai periode perubahan

Perubahan sikap dan perilaku remaja sejajar dengan tingkat

perubahan fisik. Beberapa perubahan yang sama dan bersifat

universal : (1)Tingginya emosi : yang intesitasnya bergantung


12

pada perubahan fisik dan psikologisnya. (2) perubahan tubuh,

minat dan peran yang diharapkan kelompok sosial. Bagi remaja

awal masalah baru yang timbul tampak lebih sulit untuk

diselesaikan disbanding dengan masalah sebelumnya. Remaja

masih merasa ditimbun masalah sampai dapat menyelesaikan

dengan kepuasannya sendiri. (3) Dengan berubahnya minat dan

perilaku maka nilai-nilai juga akan berubah. Apa yang dianggap

penting pada masa kanak-kanak kini tidak lagi penting pada masa

remaja. (4) Remaja cenderung menginginkan dan menuntut

kebebasan, tetapi mereka seringkali takut untuk bertanggung

jawab akan akibat dan meragukan kemampuan mereka untuk

dapat mengatasi masalah yang dihadapi (Astuti, 2018).

D. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Masa remaja seringkali sulit untuk diatasi baik remaja laki-laki

maupun remaja perempuan. Ada 2 alasan bagi kesulitan tersebut

: (1) sepanjang masa kanak-kanak, sebagian masalah kanak-

kanak diselesaikan oleh orangtua, guru maupun orang dewasa

disekitar mereka. Sehingga pada masa remaja tidak

berpengalaman dan tidak mampu menyelesaikan masalah yang

dihadapinya. (2) Karena remaja merasa telah mandiri, menolak

bantuan orangtua dan guru. Karena tidak mampu menyelesaikan

masalahnya sendiri menurut cara yang mereka yakini, banyak

remaja pada akhirnya percaya bahwa penyelesainnya tidak selalu


13

sesuai dengan keinginan mereka atau yang seharusnya (Astuti,

2018).

E. Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Remaja lambat laun menginginkan identitas diri dan merasa

tidak puas lagi menjadi sama dengan teman-temannya dalam

segala hal seperti sebelumnya. Salah satu cara untuk mengangkat

diri sendiri sebagai individu adalah dengan menjadi beda atau

unggul dari teman-temannya seperti : kepemilikan kendaraan,

pakaian, dan barang-barang lain yang mudah terlihat. Dengan

remaja menarik perhatian pada diri sendiri dan agar dipandang

sebagai individu yang beda ataupun unggul disbanding remaja

lain (Astuti, 2018).

F. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Tanggapan stereotip remaja adalah anak-anak yang tidak rapi,

tidak dapat dipercaya dan cenderung rusak serta berperilaku

merusak menyebabkan orang dewasa yang harus membimbing

dan mengawasi kehidupan remaja muda yang takut bertanggung

jawab dan tidak bersikap simpatik kepada perilaku remaja yang

normal. Stereotip juga mempengaruhi konsep dan sikap diri pada

dirinya sendiri (Astuti, 2018).

G. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Keinginan dan cita-cita yang tidak realistik menyebabkan

meningginya emosi. Semakin tidak realistik keinginan dan cita-


14

citanya maka akan semakin marah. Remaja akan merasa sakit hati

dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau tidak

berhasil dalam mencapai tujuan yang ditetapkannya sendiri

(Astuti, 2018).

H. Masa remaja adalah ambang ari masa dewasa

Pada saat remaja dianggap mendekati maa yang dianggap

dewasa secara hukum, mereka merasa cemas dengan stereitip

remaja dan menciptakan impresi bahwa mereka mendekati

dewasa. Mereka berpendapat bahwa berpakaian dan berperilaku

seperti orang dewasa seringkali tidaklah cukup. Sehingga mereka

mulai untuk memperhatikan perilaku atau symbol yang

berhubungan dengan status orang dewasa seperti merokok,

mengkonsumsi minuman beralkohol, menggunakan obat-obatan

terlarang, bahkan melakukan hubungan seksual (Astuti, 2018).

2.2.4 Ciri-ciri Remaja Yang Lebih Rinci

1. Perkembangan Fisik

Perubahan dramatis dalam bentuk dan ciri-ciri fisik

berhubungan erat dengan mulainya pubertas. Aktivitas kelenjar

pituitari pada saat ini berakibat dalam sekresi hormon yang

meningkat, dengan efek fisiologis yang tersebar luas. Hormon

pertumbuhan memproduksi dorongan pertumbuhan yang cepat,

yang membawa tubuh mendekati tinggi dan berat dewasanya

dalam sekitar dua tahun. Dorongan pertumbuhan terjadi lebih awal


15

pada pria daripada wanita, juga menandakan bahwa wanita lebih

dahulu matang secara seksual daripada pria. Pencapaian

kematangan seksual pada gadis remaja ditandai oleh kehadiran

menstruasi dan pada pria ditandai oleh produksi semen. Hormon-

hormon utama yang mengatur perubahan ini adalah androgen pada

pria dan estrogen pada wanita, zat-zat yang juga dihubungkan

dengan penampilan ciri-ciri seksual sekunder : rambut wajah,

tubuh, dan kelamin dan suara yang mendalam pada pria; rambut

tubuh dan kelamin, pembesaran payudara, dan pinggul lebih lebar

pada wanita. Perubahan fisik dapat berhubungan dengan

penyesuaian psikologis; beberapa studi menganjurkan bahwa

individu yang menjadi dewasa di usia dini lebih baik dalam

menyesuaikan diri daripada rekan-rekan mereka yang menjadi

dewasa lebih lambat (Astuti, 2018).

2. Perkembangan kognitif

Kekuatan pemikiran remaja yang sedang berkembang

membuka cakrawala kognitif dan cakrawala sosial yang baru.

Pemikiran mereka semakin abstrak, logis, dan idealistis; lebih

mampu menguji pemikiran diri sendiri, pemikiran orang lain dan

apa yang orang lain dan apa yang oranglain pikirkan tentang

mereka. Perkembangan anak sangat dipengaruhi oleh stimulus

yang di berikan pada anak tersebut, semakin banyak anak

mendapatkan stimulus, semakin banyak anak belejar hal baru dan

mengakibatkan semakin kuat juga sinapsis neuron yang ada di


16

dalam otak anak, hal tersebut dapat merangsang anak tumbuh

dengan kemampuan yang jauh lebih baik dan optimal (Astuti,

2018).

A. Pemikiran operasional formal

Piaget yakin bahwa pemikiran operasional formal,

berlangsung antara usia 11-15 tahun. Pemikiran operasional

formal lebih abstrak, idealistis, dan logis daripada pemikiran

operasional konkret. Piaget yakin bahwa remaja semakin

mampu menggunakan pemikiran deduktif hipotesis yaitu

konsep operasional formal piaget, yang menyatakan bahwa

remaja memiliki kemampuan kognitif untuk mengembangkan

hipotesis, atau dugaan terbaik, mengenai cara memecahkan

masalah, seperti persamaan aljabar. Kemudian mereka

menarik kesimpulan secara sistematis, atau menyimpulkan

pola mana yang diterapkan dalam memecahkan masalah. Jadi,

pada tahap ini anak sudah mampu meninjau masalah dari

berbagai sudut pandang dan mempertimbangkan alternatif

atau kemungkinan dalam memecahkan masalah, bernalar

berdasarkan hipotesis, menggabungkan sejumlah informasi

secara sistematis, menggunakan rasio dan logika dalam

abstraksi, memahami arti simbolik, dan membuat perkiraan di

masa depan. Dengan mengetahui tahap perkembangan

kognitif tersebut, diharapkan orang tua dan guru dapat

mengembangkan kemampuan kognitif dan intelektual anak


17

dengan tepat sesuai dengan usia perkembangan kognitifnya.

Peserta didik usia SD/MI, misalnya, berada pada tahap konkret

operasional. Untuk mengembangkan kemampuan

koginitifnya, terutama pembentukan pengertian dan konsep,

dilakukan dengan menggunakan benda-benda konkret atau

menggunakan alat peraga dalam pembelajaran (Astuti, 2018).

B. Kognisi sosial

Perubahan-perubahan yang mengesankan dalam kognisi

sosial menjadi ciri perkembangan remaja. Remaja

mengembangkan suatu egosentrisme khusus, mulai berpikir

rentang kehidupan tidak ubahnya seperti cara para ahli teori

kepribadian berpikir tentang kepribadian, dan memantau dunia

sosial mereka dengan cara-cara canggih. Pemikiran remaja

bersifat egosentris. David Elkind (1976) yakin bahwa

egosentrisme remaja (adolescent egosentrism) memiliki dua

bagian: penonton khayalan dan dongeng pribadi. Penonton

khayalan (imaginary audience) ialah keyakinan remaja bahwa

orang lain memperhatikan dirinya sebagaimana halnya dengan

dirinya sendiri.

Dongeng pribadi ialah bagian dari egosentrisme remaja

yang meliputi perasaan unik seorang anak remaja. Perasaan

unik pribadi remaja membuat mereka merasa bahwa tidak

seorangpun dapat mengerti bagaimana perasaan mereka

sebenarnya. Misalnya : seorang anak perempuan remaja


18

menganggap bahwa ibunya tidak mungkin dapat merasakan

sakit yang dia rasakan karena pacarnya memutuskan hubungan

dengannya (Astuti, 2018).

C. Pengambilan keputusan

Masa remaja ialah masa semakin meningkatnya

pengambilan keputusan. Remaja yang lebih tua lebih

kompeten dalam mengambil keputusan dibanding remaja yang

lebih muda, dimana mereka lebih kompeten daripada anak-

anak. Kemampuan untuk mengambil keputusan tidak

menjamin kemampuan itu akan diterapkan, karena dalam

kehidupan nyata, luasnya pengalaman adalah penting. Remaja

perlu lebih banyak peluang untuk mempraktekkan dan

memdiskusikan keputusan yang realistis. Dalam beberapa hal,

kesalahan pengambilan keputusan pada remaja mungkin

terjadi ketika dalam realitas yang menjadi masalah

adalah orientasi masyarakat terhadap remaja dan kegagalan

untuk memberi mereka pilihan-pilihan yang memadai (Astuti,

2018).

3. Perkembangan Seksual

Perkembangan awal kemasakan seksual secara biologis dapat

terjadi pada usia 10 tahun hingga 14 tahun. Hal tersebut diiringin

perubahan yang terjadi terkait hormonal maupun secara fisik.

Selain itu proses perubahan hormonal pada remaja juga

mengakibatkan meningkatnya interaksi sosial remaja dengan


19

lawan jenis, serta lebih merani memunculkan ekspresi psikoseksual

pada lawan jenisnya. Perubahan fisik yang terjadi pada masa

pubertas bertanggung-jawab atas munculnya dorongan seks.

Pemuasan dorongan seks masih dipersulit dengan banyaknya tabu

sosial, sekaligus juga kekurangan pengetahuan yang benar tentang

seksualitas. Pada umumnya anak mengalami ketertarikan dengan

lawan jenis di usia 10 sampai dengan 12 tahun, kemudian mereka

mengalami pengalaman fantasi seksual dengan lawan jenis 1 tahun

berikutnya.

Namun sejak tahun 1960-an, aktivitas seksual telah meningkat

di antara remaja; studi akhir menunjukkan bahwa hampir 50 persen

remaja di bawah usia 15 dan 75 persen di bawah usia 19

melaporkan telah melakukan hubungan seks. Terlepas dari

keterlibatan mereka dalam aktivitas seksual, beberapa remaja tidak

tertarik pada, atau tahu tentang, metode Keluarga Berencana atau

gejala-gejala Penyakit Menular Seksual (PMS). Akibatnya, angka

kelahiran tidak sah dan timbulnya penyakit kelamin kian

meningkat (Astuti, 2018).

4. Perkembangan Emosional

Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak-

kanak ke masa dewasa. Pada masa ini, remaja mengalami

perkembangan mencapai kematangan fisik, mental, sosial dan

emosional. Umumnya, masa ini berlangsung sekitar umur 13-18

tahun, yaitu masa anak duduk di bangku sekolah menegah. Masa


20

ini biasanya di rasakan sebagai masa sulit, baik bagi remaja sendiri

maupun bagi keluarga, atau lingkungan. Berada pada masa

peralihan antara masa anak-anak dan masa dewasa, status remaja

agak kabur, baik bagi dirinya maupun bagi lingkunganya. Conny

Semiawan (1989) mengibaratkan : terlalu besar untuk serbet terlalu

kecil untuk taplak meja karna sudahbukan anak-anak lagi, tetapi

juga belum dewasa. Masa remaja biasanya memiliki energi yang

besar, emosi berkobar-kobar, sedangkan pengendalian diri belum

sempurna. Remaja juga sering mengalami perasaan tidak

aman,tidak tenang, dan khawatir kesepian.

Psikolog Amerika G. Stanley Hall mengatakan bahwa masa

remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari perubahan

fisik yang cepat dan luas yang terjadi sewaktu pubertas. Psikolog

Amerika kelahiran Jerman Erik Erikson memandang

perkembangan sebagai proses psikososial yang terjadi seumur

hidup (Astuti, 2018).

2.3 HIV/AIDS

2.3.1 Definisi

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan retro virus RNA

yang menyerang sel limfosit T-helper (CD4) dan tipe sel lain.

Perjalanan awal virus ini menimbulkan sindrom virus pada bulan

pertama, yaitu demam, nyeri otot, dan limfadenopati. Replikasi virus

yang yang cepat pada tahap ini menyebabkan CD4 menurun drastic dan

muatan virus tinggi. Saat tubuh sedang membentuk respon imun,


21

muatan virus menurun dan jumlah sel CD4 meningkat. Tubuh terus

memproduksi sel CD4 untuk mengganti sel yang mati akibat virus. Pada

periode ini dapat berlangsung selama 10 tahun atau lebih

(Benson,2008)

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS), menurut Marx

yang dimaksud dengan AIDS adalah sekumpulan gejala dan infeksi

atau sindrom yang timbul karena rusaknya sistem kekebalan tubuh

manusia akibat infeksi virus HIV. Akibat menurunnya sistem

kekebalan tubuh seseorang maka akan sangat mudah terjangkit

penyakit lainnya seperti TBC, kandidiasis, radang pada kulit, radang

pada paru, radang saluran pencernaan , radang otak dan kanker (Zeth,

2010).

2.3.2 Epidemiologi dan Prevalensi

HIV diketahui terus meningkat setelah ditemukannya infeksi

zoonotik dengan infeksi Simian Immunodeficiency Viruses dari

primate di Afrika. Sub-saharan Afrika khususnya Afrika selatan

memiliki masalah global HIV tertinggi yaitu 70,8%. Prevalensi

penyakit ini setiap tahun diketahui semakin meningkat. Pada tahun

2002 prevalensi global HIV/AIDS adalah 31 juta dan pada tahun 2012

menjadi 35,3 juta. Selain pada dewasa, HIV juga dapat menginfeksi

anak-anak. HIV masih menjadi kontributor terbesar dalam penyebab

global burden disease (Yuliyanasari, 2016).

Sejak pertama ditemukan tahun 1987 sampai Desember 2017,

HIV/AIDS telah dilaporkan oleh 421 (81,9%) dari 514 kabupaten/kota


22

diseluruh provinsi di Indonesia. Adanya HIV/AIDS pertama kali

ditemukan pada Provinsi Bali, sedangkan yang terakhir melaporkan

adalah Provinsi Sulawesi Barat pada tahun 2012.

Jumlah kasus HIV yang dilaporkan dari tahun 2005 sampai dengan

2017 mengalami kenaikan setiap tahunnya. Jumlah infeksi HIV yang

dilaporkan sampai Juni 2018 sebanyak 301.959 (47% dari estimasi

ODHA tahun 2018 sebanyak 640.443). 5 Provinsi dengan jumlah

infeksi HIV tertinggi adalah DKI Jakarta (55.099), diikuti Jawa Timur

(43.399), Jawa Barat (31.293), Papua (30.699), dan Jawa Tengah

(24.757) (Kemenkes RI, 2018).

2.3.3 Etiologi

HIV merupakan infeksi virus yang dapat ditularkan melalui

hubungan seksual, melalui darah atau dari ibu ke anak selama

kehamilan, persalinan, atau menyusui. HIV menghancurkan sel CD4,

yaitu sel darah putih tertentu yang berperan besar dalam membantu

tubuh memerangi penyakit. Sistem kekebalan tubuh akan melemah

karena lebih banyak sel CD4 ysng rusak atau mati. Seseorang dengan

virus HIV didalam tubuhnya bisa bertahun-tahun sebelum akhirnya

berkembang menjadi AIDS. Seseorang yang terinfeksi HIV akan

mengalami AIDS ketika jumlah CD4 turun dibawah 200 atau

mengalami komplikasi dengan indikasi AIDS.

HIV dapat ditularkan melalui darah, air mani, atau cairan vagina

yang terinfeksi. Namun seseorang tidak akan terinfeksi HIV hanya

dengan kontak biasa seperti memeluk, mencium, atau berjabat tangan


23

dengan seseorang yang telah terinfeksi HIV/AIDS. HIV juga tidak

dapat ditularkan melalui udara, air atau gigitan serangga. Seseorang

dapat terinfeksi dengan HIV melalui beberapa cara :

A. Dengan melakukan hubungan seks. Seseorang dapat terinfeksi

virus HIV jika melakukan hubungan seks dengan lawan jenis, anal,

atau oral dengan pasangan yang telah terinfeksi HIV. Darah, air mania

tau cairan vagina masuk kedalam tubuh pasangan yang belum

terinfeksi HIV. Virus ini dapat masuk kedalam tubuh melalui luka di

rectum atau vagina saat aktivitas seksual.

B. Dalam beberapa kasus melalui transfuse darah juga dapat

menularkan virus HIV kepada seseorang. Namun rumas sakit maupun

bank darah telah memiliki sisitem tertentu untuk menanggulangi

resiko penularan ini, jadi pada transfuse darah sangat kecil resikonya.

C. HIV dapat ditularkan melalui berbagi jarum suntik yang telah

terkontaminasi dengan darah seorang terinfeksi.

D. Selama kehamilan, persalinan atau melalui menyusui Ibu yang

terinfeksi dapat menginfeksi bayinya. Tetatpi dengan menerima

pengobatan sebelum dan selama kehamilannya akan menurunkan

resiko penularan kepada bayinya (Ermawan, 2018).

2.3.4 Klasifikasi

Menurut WHO

1. Stadium I

Pada stadium ini bersifat asimptomatik, aktivitas normal dan

dijumpai adanya limfadenopati generalisata.


24

2. Stadium II

Pada stadium ini bersifat simptomatik, berat badan mulai

menurun <10%. Terdapat kelainan kulit dan mukosa yang ringan

seperti Dermatitis seboroik, Prorigo, Onikomikosis, Ulkus yang

berulang dan Khelitis angularis, Herpes zoster dalam 5 tahun

terakhir. Serta adanya infeksi saluran napas bagian atas seperti

Sinusitis bakterialis.

3. Stadium III

Pada umumnya kondisi tubuh menjadi lemah, aktivitas ditempat

tidur <50%, berat badan menurun >10%, diare kronis yang

berlangsung lebih dari 1 bulan, demam berkepanjangan lebih dari

1 bulan, TB paru dalam 1 tahun terakhir, infeksi bacterial yang

berat seperti Pneumonia dan Piomiostis.

4. Stadium IV

Pada umumnya kondisi tubuh lebih melemah, aktivitas di

tempat tidur <50%, terjadi HIV wasting syndrome, semakin

bertambahnya infeksi oportunistik seperti Pneumonia

Pneumocystis carinii, Toksoplasmosi otak, Diare Kriptosporidosis

ekstrapulmonal, Retinitis virus sitomegalo, Herpes simpleks

mukomutan >1 bulan, Leukoensefalopati multifocal progresif,

Mikosis diseminata seperti histopamosis, Kandidiasis di

esophagus, trakea, bronkus dan paru. Tuberkulosis diluar paru

seperti Limfoma, Sarkoma Kaposi, serta Ensefalopati HIV

(Ermawan,2018).
25

2.3.5 Penegakkan Diagnosis

A. Anamnesa

1) Identitas pasien, untuk mengetahui resiko penularan.

2) Riwayat perilaku berisiko, dapat diketahui dari aktivitas

seksual, penggunaan narkoba suntik, pengguna tato, riwayat

tansfusi darah.

3) Riwayat keluhan

B. Pemeriksaan fisik

1) Pemeriksaan pernafasan

Sistem respirasi merpakan salah satu dari bagian tubuh yang

paling sering bermasalah bagi pasien HIV. Seperti

Tuberkulosis, sinusitis, Pneumonia, Penicillosis dan Malignasi/

keganasan.

2) Pemeriksaan genital untuk melihat ada tidaknya Infeksi

Menular Seksual

3) Pemeriksaan mulut dan Gastrointestinal

Penyakit gastrointestinal sering dijumpai pada penderita

HIV. Penyakit rongga mulut, disfagia, odinofagia, diare, nyeri

abdomen, ikterus disebabkan oleh infeksi oportunistik.

4) Pemeriksaan mata

Komplikasi di mata diketahui sebagai salah satu cara untuk

mengenalipasien penderita AIDS. Contoh komplikasi di mata

Herpes zoster oftalmikus, Sarcoma Kaposi, Molluscum

cantagiosum dll.
26

5) Pemeriksaan kulit

Kondisi yang berhubungan dengan dermatologi sering

dijumpai pada semua stadium infeksi HIV (Kamarulzaman,

2014).

C. Pemeriksaan penunjang

Merupakan bagian dari proses klinik untuk menentukan

diagnosis. Diagnosis HIV ditegakkan oleh pemeriksaan

laboratorium.

1. Tes serologi

Tes serologi terdiri atas :

a) ELISA generasi pertama tes HIV

Tes ELISA umumnya merupakan alat penapisan / skrining

HIV pertama.

b) Tes cepat

Tes cepat telah menjadi terkenal untuk diagnosis HIV pada

keadaan sumber daya terbatas, daerah terpencil atau di

lapangan.

c) Tes Western Bolt

Tes ini merupakan tes konfirmasi hanya dilakukan jika tes

cepat atau ELISA memberikan hasil positif (Kamarulzaman,

2014).

2. Tes virologist Polymerase Chain Reaction (PCR)

Tes virologis direkomendasikan untuk mendiagnosis anak

berumur kurang dari 18 bulan. Tes virologis yang dianjurkan:


27

HIV DNA kualitatif dari darah lengkap atau Dried Blood Spot

(DBS),dan HIV RNA kuantitatif dengan menggunakan plasma

darah. Bayi yang diketahui terpajan HIV sejak lahir dianjurkan

untuk diperiksa dengan tes virologis paling awal pada umur 6

minggu. Pada kasus bayi dengan pemeriksaan virologis

pertama hasilnya positif, maka terapi ARV harus segera

dimulai; pada saat yang sama dilakukan pengambilan sampel

darah kedua untuk pemeriksaan tes virologis kedua.

Tes virologis terdiri atas:

a. HIV DNA kualitatif (EID)

Tes ini mendeteksi keberadaan virus dan tidak bergantung

pada keberadaan antibodi

HIV. Tes ini digunakan untuk diagnosis pada bayi.

b. HIV RNA kuantitatif

Tes ini untuk memeriksa jumlah virus di dalam darah, dan

dapat digunakan untuk pemantauan terapi ARV pada

dewasa dan diagnosis pada bayi jika HIV DNA tidak

tersedia (Menkes, 2014).

2.3.6 Diagnosis banding

a) Lesi putih dimukosa mulut dapat merupakan gambaran yang khas

yang berhubungan dengan cara-cara orang merokok. Pada

seorang perokok terdapat bercak-bercak keratosis yang terlihat

pada area dimana ludah terkumpul.


28

b) Lupus vulgaris, menunjukkan adanya bercak-bercak dimulut

sebagai akibat dari adanya TBC yang post primair.

c) Kandidosis, disebabkan karena jamur ragi candida albicans. Lesi-

lesi putih menyerang membrane mukosa mulut dan jaringan

epitel dibawahnya.

2.3.7 Terapi

Meskipun belum ada obat yang mampu membunuh virus penyebab

AIDS, pengobatan yang dapat meningkakan harapan dan kualitas

hidup pasien sudah lama diperkenalkan. Pengobaan ini dilakukan

dengan pemberian kombinasi obat-obat antiretroviral. Walaupun

hanya sekeiar separuh penderita HIV/AIDS yang elah menerima erapi

antiretroviral pada akhir tahun 2016, Pengobatan ini memiliki tingkat

keberhasilan yang menjanjikan. Laporan UNAIDS juga menunjukkan

tren yang bagus, dimana presentase penggunaan obat antiretroviral

dikalangan penderita HIV/AIDS meningkat dari tahun ke tahun

(Raveinal, 2017).

ART lini pertama untuk anak usia 5 tahun keatas, dewasa, ibu

hamil dan menyusui.

Table 1. Terapi ARV lini pertama Dewasa

(Permenkes, 2014)

No Terapi Obat
1 Paduan pilihan TDF + 3TC + (atau EFV)
2 Paduan alternatif AZT + 3TC + EFV (atau NVP)
TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
29

Tabel 2. Antiretroviral untuk terapi HIV Nucleoside


(Permenkes 2014)

No Obat Dosis
1 Zidovudin (AZT) 200 mg / 8 jam atau 300 mg 2x/hari
2 Didanosin (ddI) Buffered → Butuh 2 tablet untuk
mencapai buffering adekuat terhadap
asam lambung. Harus diberikan dalam
keadaan lambung kosong.
≥60kg : 200 mg 2x / hari ; ˂60kg : 125
mg 2x / hari
Enteric coated
≥60 kg : 400 mg / hari ; ˂60 kg : 250 mg
/ hari
3 Zalcitabin (ddC) 0,75 mg 3x / hari
4 Stavudin (d4T) ≥ 60 kg : 40mg 2x / hari ; ˂60kg : 30 mg
2x/ hari
5 Lamivudin (3TC) 150 mg 2x / hari, atau 300 mg / hari
6 Emtricitabin 200 mg / hari
7 Tenofovir (TDV) 300 mg 4x/ hari

Tabel 3. Terapi Non-Nucleoside Reverse Transcriptase Inhibitor

(Permenkes 2014)

No Obat Dosis
1 Nevirapin (NVP) 200 mg / hari selama 14 hari lalu 200
mg 2x / hari, atau
400 mg extended release / hari
2 Efavirenz (EFV) 600 mg sebelum tidur

Tabel 4. Protease Inhibitor

(Permenkes 2014)

No Obat Dosis
1 Lopinavir / ritonavir 400 mg / 100 mg 2x / hari
30

Tabel 5. Entry Inhibitor

(Permenkes, 2014)

No Obat Dosis
1 Enfuvirtid 90mg subkutan 2x / hari
2 Maraviroc 150-600 mg 2x / hari tergantung obat
penyerta

Tabel 6. Integrase Inhibitor

(Permenkes, 2014)

No Obat Dosis
1 Raltegravir 400 mg 2x / hari
2 Elvitegravir 150 mg

2.3.8 Komplikasi

Infeksi HIV memperlemah sistem kekebalan tubuh membuatnya

sangat rentan terhadap banyak infeksi dan jenis kanker tertentu.

Infeksi yang umum terjadi pada HIV/AIDS antara lain :

1) Tuberkulosis

Di Negara-negara berkembang, TB adalah infeksi oportunistik

paling umum yang terkait dengan HIV dan penyebab utama

kematian diantara orang-orang dengan AIDS


31

2) Sitomegalovirus

Virus herpes umum ini ditularkan ke cairan tubuh seperti air

liur, darah, air seni, air mani dan air susu ibu. Sistem kekebalan

tubuh yang sehat menonaktifasikan virus. Jika sitem kekebalan

tubuh melemah, virus akan muncul kembali, menyebabkan

kerusakan pada mata, saluran pencernaan, paru-paru, atau organ

tubuh lainnya.

3) Kandidiasis

Kandidiasis adalah infeksi yang berhubungan dengan HIV. Ini

menyebabkan radang dan lapisan putih tebal diselaput lender

mulut, lidah, kerongkongan atau vagina.

4) Meningitis kriptokokal.

Meningitis adalah pembengkakan selaput dan cairan yang

mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (meninges).

Meningitis kriptokokus adalah infeksi sistem saraf pusat yang

umum yang terkait dengan HIV, disebabkan oleh jamur.

5) Toksoplasmosis

Infeksi berpotensi mematikan ini disebabkan oleh toksoplasma

gondii, parasit yang menyebar terutama dari kucing. Kucing yang

terinfeksi melewati parasit di tinja mereka dan parasit kemudian

menyebar ke hewan dan manusia lainnya.

6) Kriptosporidiosis

Infeksi ini disebabkan oleh parasit usus yang biasa ditemukan

pada hewan. Kriptosporidiosis bisa masuk ke dalam tubuh ketika


32

seseorang menelan makanan atau air yang terkontaminasi. Parasit

itu tumbuh diusus dan saluran empedu, yang menyebabkan diare

kronis yang parah pada orang dengan AIDS.

7) Kanker yang umum terjadi pada HIV/AIDS

a) Tumor sarcoma Kaposi dinding pembuluh darah, kanker ini

jarang terjadi pada orang yang tidak terinfeksi HIV, namun

umum pada orang HIV positif

b) Sarkoma Kaposi biasanya muncul sebagai lesi merah muda,

merah atau ungu pada kulit dan mulut. Pada orang dengan kulit

yang lebih gelap, lesi bisa terlihat coklat tua atau hitam.

Sarkoma Kaposi juga dapat mempengaruhi organ dalam,

termasuk saluran pencernaan dan paru-paru.

c) Limfoma, jenis kanker ini berasal dari sel darah putih dan

biasanya pertama kali muncul di kelenjar getah bening. Tanda

awal yang paling umum adalah pembengkakan kelenjar getah

bening yang tidak menyakitkan dileher, ketiak, atau pangkal

paha.

8) Sindroma wasting, regimen pengobatan agresif telah mengurangi

jumlah kasus sindrom wasting, namun masih mempengaruhi

banyak orang penderita AIDS. Sindroma ini didefinisikan sebagai

kehilangan setidaknya 10% berat badan, sering disertai diare,

kelemahan kronis, dan demam.


33

9) Komplikasi neurologis, meskipun AIDS tampaknya tidak

menginfeksi sel-sel saraf, hal itu dapat menyebabkan gejala

neurologis seperti kebingungan, kelupaan, depresi, kegelisahan

dan kesulitan berjalan. Salah satu komplikasi neurologis yang

paling umum ialah kompleks demensia AIDS, yang menyebabkan

perubahan perilaku dan berkurangnya fungsi mental.

10) Penyakit ginjal, HIV terkait nefropati adalah radang filter kecil

diginjal yang menghilangkan kelebihan cairan dan limbah dari

aliran darah, serta meneruskannya ke urin. Akibat predisposisi

genetik, resiko pengembangan jauh lebih tinggi pada orang kulit

hitam (Ermawan, 2018).

2.3.9 Rehabilitasi sosial

Menurut Direktorat Pelayanan dan Rehabilitasi sosial, rehabilitasi

sosial adalah proses-proses pemilihan secara terpadu meliputi aspek

fisik, mental, dan sosial agar penyalahguna dapat kembali

melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.

Menurut Badiklit Kesos adapun standarisasi pelayanan rehabilitasi

sosial yang harus dimiliki setiap panti sosial atau LSM, meliputi :

a) Tahap pendekatan awal, pada pendekatan awal dilaksanakan

kegiatan sosialisasi program, penjaringan/penjangkauan calon

klien, seleksi calon klien, penerimaan dan registrasi serta

konferensi kasus.

b) Tahap pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment), pada

tahap ini dilaksanakan kegiatan analisis kondisi klien, keluarga,


34

lingkungan, karakteristik masalah, sebab dan implikasi masalah,

kapasitas mengatasi masalah dan sumber daya serta konferensi

kasus.

c) Tahap perencanaan program pelayanan, pada tahap ini

dilaksanakan kegiatan penetapan tujuan pelayanan, penetapan jenis

pelayanan yang dibutuhkan oleh klien dan sumber daya yang akan

digunakan.

d) Tahap pelaksanaan pelayanan, pada tahap pelaksanaan pelayanan

terdapat beberapa bentuk kegiatan yang dapat diberikan sesuai

kebutuhan, karakteristik dan permasalahan klien, sebagai berikut:

1) Bimbingan fisik dan kesehatan

a. Pemeliharaan fisik dan kesehatan

b. Terapi fisik

c. Pemeliharaan kebugaran

d. Pelayanan menu dalam rangka peningkatan

e. Orientasi mobilitas

2) Bimbingan mental dan psikologis

a. Bimbingan keagamaan

b. Bimbingan kedisiplinan dan budi pekerti

c. Bimbingan psikososial

3) Bimbingan sosial

a. Bimbingan Daily Living Activity (DLA)

b. Bimbingan relasi sosial

c. Bimbingan integritas sosial


35

d. Bimbingan rekreasi

4) Bimbingan perlatihan keterampilan

a. Bimbingan Usaha Ekonomi Produktif (UEP)

b. Bimbingan keterampilan kerja

c. Bimbingan pengelolaan usaha

d. Bimbingan wirausaha

e. Bimbingan kesenian

5) Bimbingan pendidikan

a. Bimbingan paket belajar klien

b. Bimbingan beasiswa

c. Bantuan pendidikan

d. Bimbingan individu

e. Pelayanan konseling Individu

f. Pelayanan terapi sosial

6) Bimbingan kelompok

a. Dinamika kelompok

b. Pelayanan konseling kelompok

7) Penyiapan lingkungan sosial

a. Penyiapan lingkungan keluarga

b. Penyiapan lingkungan disekitar kehidupan klien (tetangga,

teman sebaya, dan masyarakat sekitar)

c. Penyiapan lingkungan sosial klien secara luas (sekolah,

dunia usaha dan lain sbagainya)

d. Praktek belajar kerja


36

e. Instalansi produk (workshop)

e) Tahap pasca pelayanan rehabilitasi sosial

Bentuk pelaksanaan pelayanan rehabilitasi sosial terdiri dari:

1) Penghentian pelayanan, penghentian layanan dilakukan setelah

klien selesai mengikuti proses pelayanan dan telah mencapai hasil

pelayanan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan.

2) Rujukan, kegiatan rujukan dilaksanakan apabila klien

membutuhkan pelayanan lainnya yang tidak tersedia di dalam

panti.

3) Pemulangan dan penyaluran, Kegiatan pemulangan dan

penyaluran dilaksanakan setelah klien dinyatakan berhenti atau

selesai mengikuti proses pelayanan. Proses pemulangan yaitu

klien dikembalikan kepada pihak keluaraga atau sanak saudara

dan lingkungan tempat klien tinggal. Proses penyaluran yaitu

klien disalurkan kepada perusahaan/tempat kerja/instansi yang

berminat memperkerjakan klien sesuai dengan bidang dan jenis

keterampilan yang telah dimiliki klien.

4) Pembinaan lanjut, berupa kegiatan untuk memonitor dan

memantau klien sesudah mereka bekerja kembali kekeluarga

Menurut Direktorat Jendral Pelayanan Dan Rehabilitasi

Sosial,proses pelayanan rehabilitasi sosial meliputi:

1) Pendekatan awal: meliputi pendataan dan identifikasi, orientasi

dan motivasi.

2) Seleksi dan penerimaan.


37

3) Pengungkapan dan pemahaman masalah (Assesment): meliputi

kondisi fisik, kondisi mental, kondisi sosial, kondisi intelektual,

dan kondisi kecacatan.

4) Penyuluhan, bimbingan, motivasi, keluarga, dan masyarakat.

5) Bimbingan fisik, mental, sosial, intelektual, dan keterampilan.

6) Resosilsasi

7) Bimbingan lanjut

8) Supervisi, monitoring dan evaluasi.

9) Terminasi

Selain proses pelayanan rehabilitasi, terdapat juga bentuk-bentuk

pelayanan rehabilitasi sosial. Bentuk-bentuk pelayanan rehabilitasi

sosial menurut Direktorat Jenderal dan Rehabilitasi Sosial, meliputi:

1) Bimbingan sosial, yang bentuknya tukar pendapat, pemberian

motivasi dan dukungan serta konseling.

2) Bimbingan mental dan spiritual, yang bentuknya ceramah

agama, bimbingan rohani dan bimbingan budi pekerti.

3) Bimbingan keterampilan, yang bentuknya magang, latihan kerja

dan praktek kerja

4) Advokasi sosial, yang bentuknya pembelaan dan keberpihakan

seperti pembelaan terhadap stigma dan diskriminasi

(Widiyawati, 2018).

2.3.10 Prognosis

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, tidak ada obat untuk

infeksi HIV. Saat ini obat-obatan tertentu dapat meningkatkan


38

prospek dan tingkat kelangsungan hidup secara substansial. Upaya

pencegahan telah mengurangi infeksi HIV pada anak kecil dan

berpotensi membatasi infeksi pada populasi lain.

Terapi antiretrovirus dapat memperpanjang usia harapan hidup

rata-rata, dan banyak orang dengan HIV memiliki harapan hidup

berpuluh-puluh tahun dengan perawatan yang tepat. Obat-obatan

membantu sistem kekebalan tubuh pulih dan melawan infeksi, serta

mencegah terjadinya kanker. Antiretroviral harus dikonsumsi secara

teratur dengan dosis yang tepat, agar virus tidak menjadi resisten dan

menimbulkan manifestasi AIDS (Ermawan, 2018).

2.3.11 Edukasi

Edukasi kesehatan pada remaja dalam upaya pencegahan

penyakit HIV/AIDS disekolah bisa dilakukan dengan memakai

media kelompok siswa peduli HIV/AIDS yang dilatih dan dibina

dengan baik oleh guru. Selanjutnya kelompok ini diharapkan dapat

membagikan informasi kepada teman-teman disekitarnya atau siswa

siswi yang lain dengan program-program kegiatan yang telah

disusun.

2.4 HIV/AIDS Pada Remaja

Ditemukan prevalensi yang tinggi pada penduduk paling beresiko.

Mereka adalah pengguna narkoba suntik (52%), penjaja seks (9%),

homoseksual (5%). Peningkatan penularan HIV yang sangat tajam ini

dipicu oleh peningkatan penggunaan narkoba suntik diawal tahun 2000

dan hubungan seksual beresiko. Jika tidak dilakukan intervensi yang


39

intensif, diperkirakan pada tahun 2020 total kumulatif infeksi baru HIV

dapat mencapai 1,7 juta orang. Kementrian kesehatan (2010) melaporkan

bahwa sampai dengan akhir tahun 2010 terdapat kasus AIDS sejumlah

24.131 dengan angka kematian 4.539. Kasus AIDS tertinggi terdapat pada

kelompok usia muda (15-29 tahun), yaitu 50,5 persen. Meningkatnya

jumlah remaja penderita HIV/AIDS dimungkinkan karena keterbatasan

akses informasi dan layanan kesehatan yang berdampak pada rendahnya

pengetahuan tentang HI/AIDS yang benar. Menurut Komisi

Penanggulangan AIDS (2011) pemahaman remaja tentang HIV/AIDS

masih sangat minim, padahal remaja termasuk kelompok usia yang rentan

dengan perilaku beresiko.

Laporan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2007) menunjukkan

bahwa prevalensi nasional yang pernah mendengar istilah HIV/AIDS

sebesar 44,4%, dan 13,9% diantaranya yang mengetahui dengan benar

penularan HIV dan AIDS. Selanjutnya menurut Suryoputro (2006)

mengemukakan bahwa peningkatan aktifitas seksual dikalangan kaum

remaja, tidak diiringi dengan penngkatan pengetahuan tentang kesehatan

seksual dan reproduksi termasuk HIV/AIDS, penyakit menular seksual

dan alat-alat kontrasepsi.nPenelitian Sucipto (2007) terhadap 88 remaja

menunjukkan bahwa 55,7 persen remaja berpengetahuan baik, 42 persen

berpengetahuan sedang dan 2,3 persen memiliki pengetahuan rendah.

Sebanyak 55,7 persen remaja memiliki perilaku seksual yang berisiko

tertular HIV/ AIDS dan 44,3 persen berperilaku tidak berisiko (Sudikno,

2010).
40

2.4 Kerangka Konseptual

Pengetahuan siswa – siswi kelas XI tentang HIV/AIDS Di SMA


Negeri 1 Sentani

Pengetahuan siwa – siswi tentang :

a. Penyebab HIV/AIDS
b. Geala HIV/AIDS
c. Pencegahan HIV/AIDS
d. Penularan HIV/AIDS

2.4 Hipotesis

Hipotesis penelitian ini adalah kesimpulan sementara penelitian,

standar dengan dugaan sementara, yang kebenarannya akan dibuktikan

dalam penelitian tersebut (Notoatmodjo, 2010). Rumusan hipotesis

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pengetahuan siswa siswi kelas XI tentang HIV/AIDS di SMA Negei 1

Sentani baik.

Anda mungkin juga menyukai