Anda di halaman 1dari 24

1

A. Konsep Dasar Gagal Ginjal Kronik (Chronic Kidney Desease)


1.1 Definisi
Gagal ginjal kronis(Chronic Kidney Desease) adalah kerusakan ginjal
progresif yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah
nitrogen lainnya yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak
dilakukan dialisis atau transplantasi ginjal) (Aprianti 2012:47).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur
ginjal yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik
uremik) di dalam darah (Muttaqin, 2011:166).
Gagal ginjal kronis (GGK) atau penyakit ginjal tahap akhir merupakan
gangguan fungsi ginjal yang progesif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan sampah nitrogen lain dalam darah.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
Gagal ginjal kronis (chronic renal failure) adalah destruksi struktur ginjal yang
progresif dan terus menerus yang berakibat fatal dimana kemampuan tubuh gagal
untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit
dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di dalam darah

Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Ginjal
Sistem perkemihan merupakan suatu rangkaian organ yang terdiri dari
ginjal, ureter, vesika urinaria, dan uretra. Ginjal yang terus menerus menghasilkan
urine, dan berbagai saluran dan reservoir yang dibutuhkan untuk membawa urine
keluar.
2

Ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak di kedua


sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal
kiri karena tertekan ke bawah oleh hati. Kutub atasnya terletak setinggi iga
kesebelas. Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, didepan dua iga terakhir, dan tiga otot besar-transversus abdominis,
kuadratus lumborum, dan psoas mayor.
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian :

a. Bagian dalam (interna) medula. Substansia medularis terdiri dari


pyramid renalis yang jumlahnya antara 8-16 buah yang mempunyai
basis sepanjang ginjal, sedangkan apeksnya menghadap ke sinus
renalis.
b. Bagian luar (eksternal) korteks. Substansia kortekalis berwarna coklat
merah, konsistensi lunak dan bergranula. Substansia ini tepat dibawah
tunika fibrosa, melengkung sepanjang basis piramid yang berdekatan
dengan sinus renalis, dan bagian dalam diantara piramid dinamakan
kolumna renalis.
c. Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal
d. Procesus renalis, yaitu bagian pyramid/yang menonjol kea rah
korteks
e. Hilus renalis, yaitu suatu bagian atau area di mana pembuluh darah,
serabut saraf atau duktus memasuki atau meninggalkan ginjal
f. Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus
pengumpul dan calix minor
g. Calix minor, yaitu percabangan dari calix major
h. Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis
3

i. Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang


menghubungkan antara calix major dan ureter
j. Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.
Ginjal dibungkus oleh suatu massa jaringan lemak yang disebut
kapsula adipose atau peritoneal feet. Bagian yang paling tebal terdapat
pada tepi ginjal memanjang melalui hilus renalis.
Satuan fungsional ginjal dinamakan nefron, mempunyai lebih
kurang 1.3 juta nefron, selama 24 jam dapat menyaring 170 liter
darah, Nefron terdiri dari bagian :
a. Glomerulus
Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler yang
terletak di dalam kapsula bowman dan menerima darah dari
arteriol aferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui
arteriol eferen.Filtrasi glomerulus adalah proses dimana sekitar
20% plasma yang masuk ke kapiler glomerulus menembus kapiler
untuk masuk ke ruang interstisium, kemudian ke dalam kapsula
bowman. Pada ginjal yang sehat, sel darah merahatau protein
plasma hamper tidak ada yang mengalami filtrasi.Proses filtrasi
menembus glomerulus serupa dengan yang terjadi pada proses
filtrasi diseluruh kapiler lain. Hal yang berbeda pada ginjal adalah
bahwa kapiler glomerulus sangat permeable terhadap air dan zat-
zat terlarut yang berukuran kecil ( Muttaqin& Sari, 2011).
b. Tubulus proksimal konvulta
Tubulus ginjal yang langsung berhubungan dengan kapsula
bowman dengan panjang 15mm dan diameter 55um. Bentuknya
berkelok-kelok menjalar dari korteks ke bagian medula dan
kembali ke kortkes sekitar 2/3 dari natrium yang terfiltrasi
diabsorpsi secara isotonis bersama klorida.
4

c. Gelung henle
Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke segmen tipis selanjutnya
ke segmen tebal penjangnya 12mm, total panjang ansa henle 2-14
mm. klorida secara aktif diserap kembali pada cabang asendens
mempertahankan kenetralan listrik.
d. Tubulus distal konvulta
Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang berkelok-kelok dan
letaknya jauh dari kapsula bowman, panjagnya 55mm. tubulus
distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus koligens
yang oanjangnya 20mm.
e. Duktus koligen medula ini saluran yang secara metabolic tidak
aktif. Pengaturan secara halus dari eksresi natrium urine terjadi
disini dengan aldosteron yang paling berperan terhadap reabsorpsi
natrium (Syaifuddin,2002)

Fisiologi Ginjal

Fungsi utama ginjal adalah untuk regulasi volume, osmolalitas, elektrolit,


dan konsentrasi asam basa cairan tubuh dengan mengeksresikan air dan elektrolit
dalam jumlah yang cukup untuk mencapai keseimbangan elektrolit dan cairan
tubuh total dan untuk mempertahankan konsentrasi normalnya dalam cairan
ekstraselular (ECF).

Menurut Sylvia A Price, ginjal terdiri dari dua fungsi utama, yaitu:
a. Fungsi Eksresi
1) Mempertahankan osmolalitas plasma dengan mengubah-ubah
eksresi air.
2) Mempertahankan volume dan tekanan darah dengan mengubah-
ubah eksresi Na+
3) Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit
individu dalam rentang normal.
4) Mempertahankan PH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembal HCO2.
5

b. Fungsi Noneksresi
Mensintesis dan mengaktifkan hormone :
1) Renin : Penting dalam pengaturan tekanan darah
2) Eritropetin : Merangsang produksi sel-sel darah merah
oleh sumsum tulang belakang.
3) Prostaglandin : Sebagian besar adalah vasodilatasi bekerja
secara local.

1.2 Etiologi
Menurut Muttaqin, 2012: 166) etiologi dari gagal ginjal kronis yaitu sebagai
berikut:
1.2.1 Penyakit dari Ginjal
1) Infeksi kuman: pyelonefritis,
Infeksi ginjal atau pielonefritis terjadi karena berpindahnya bakteri dari
kandung kemih ke ginjal, yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman atau
nyeri.Infeksi ginjal biasanya merupakan komplikasi dari infeksi saluran kemih.
Bakteri akan memasuki tubuh manusia melalui kulit yang berada di sekitar uretra,
lalu berpindah dari uretra menuju kandung kemih, sebelum akhirnya menginfeksi
ginjal.

2) Batu ginjal: nefrolitiasis


Penyakit batu ginjal atau nefrolitiasis adalah suatu kondisi ketika material
keras yang menyerupai batu terbentuk di dalam ginjal. Material tersebut berasal
dari sisa zat-zat limbah di dalam darah yang disaring oleh ginjal yang kemudian
mengendap dan mengkristal seiring waktu.
3) Kista di ginjal: polcystis kidney.
Merupakan penyakit keturunan berupa munculnya kista (kantong berisi
cairan) yang berkelompok di dalam ginjal. Penyakit ginjal polikistik tidak ganas,
namun dapat mengakibatkan penurunan fungsi ginjal.
6

4) Trauma langsung pada ginjal.


Terkena pukulan berat langsung pada ginjal, dapat mengakibatkan penyakit
ginjal.
5) Sumbatan: batu, tumor, penyempitan/striktur.
Obstruksi urinaria atau sumbatan pada sistem perkemihan dapat menjadi
sebuah presentasi adanya gangguan kesehatan pada saluran perkemihan ringan
hingga kondisi kesehatan yang serius. dapat menyebabkan gagal ginjal.
1.2.2 Penyakit Umum di Luar Ginjal
1) Penyakit sistemik: diabetes melius, hipertensi.
Ketika tubuh memiliki kadar gula yang terlalu tinggi atau lebih sering
disebut dengan kondisi diabetes maka akan menyebabkan ginjal bekerja terlalu
keras. Ginjal akan menyerap darah dalam jumlah yang lebih tinggi sehingga
menyebabkan pembuluh darah yang bertugas menyaring darah bisa bekerja terlalu
banyak. Kemudian setelah beberapa lama ginjal tidak mampu menyaring semua
bagian limbah dari darah dan menyebabkan kebocoran. Akibatnya maka urin
mengandung protein yang seharusnya tinggal dalam tubuh. Ginjal akan
kehilangan fungsinya dengan ditandai penemuan protein tinggi dalam urin. Ginjal
tidak bisa bekerja lagi kemudian terjadilah gagal ginjal.
Tekanan darah tinggi membuat pembuluh darah bekerja terlalu keras karena
aliran darah yang terlalu kuat. Kondisi ini dapat menyebabkan pembuluh darah
rusak termasuk pembuluh darah yang ada pada bagian ginjal. Arteri besar dan
pembuluh darah kecil yang menuju ginjal dapat rusak. Kemudian secara perlahan
ginjal mengalami penurunan fungsi dan menyebabkan banyak cairan limbah yang
menumpuk pada ginjal
2) Obat-obatan.
Kebiasaan mengkonsumsi berbagai jenis obat-obatan yang mengandung
bahan lithium dan siklosporin dapat memicu terjadinya gagal ginjal. Hal ini
disebabkan karena ginjal bekerja terlalu keras untuk menyaring semua limbah
yang dihasilkan dari sisa obat dalam tubuh. Akibat yang paling parah dari
kebiasaan minum obat berlebihan adalah gagal ginjal
7

3) Dehidrasi
Dehidrasi adalah sebuah kondisi ketika tubuh tidak memiliki jumlah cairan
yang cukup dan menyebabkan sistem metabolisme tubuh menjadi terganggu. Ada
beberapa tahapan dehidrasi mulai dari tahap ringan, berat hingga sangat parah.
Dehidrasi bisa tergantung pada berat badan dan jumlah cairan yang hilang dari
tubuh. Tanda pertama dehidrasi adalah ketika tubuh terus merasa haus dan urin
berwarna lebih keruh. Selain itu, dehidrasi juga bisa ditandai dengan sakit kepala
tiba-tiba, lelah, mulut dan bibir lebih kering, jumlah urin yang lebih
kecil.Dehidrasi yang lebih parah dapat menyebabkan gangguan ginjal kronis
karena tidak ada cairan yang bisa diserap oleh ginjal. Penyakit ginjal kronis bisa
berujung pada gagal ginjal

1.3 Patofisiologi
Pada awal perjalanannya, keseimbangan cairan, penanganan garam, dan
penimbunan produk sisa masih bervariasi dan bergantung pada bagian ginjal yang
sakit.Sampai fungsi ginjal turun kurang dari 25% normal, manifestasi klinis gagal
ginjal kronis mungkin minimal karena nefron-nefron lain yang sehat mengambil
alih fungsi nefron yang rusak. Nefron yang tersisa meningkatkan laju filtrasi,
reabsorbsi, dan sekresinya serta mengalami hipertrofi dalam proses tersebut.
Seiring dengan makin banyaknya nefron yang mati, nefron yang tersisa
menghadapi tugas yang semakin berat, sehingga nefron-nefron tersebut ikut rusak
dan akhirnya mati. Sebagian dari siklus kematian ini tampaknya berkaitan dengan
tuntutan pada nefron-nefron yang ada untuk meningkatkan reasorbsi protein.
Seiring dengan penyusutan progresif nefron, terjadi pembentukkan jaringan
parut dan penurunan aliran darah ginjal.Pelepasan renin dapat meningkat dan
bersama dengan kelebihan beban cairan, dapat menyebabkan hipertensi.Hipertensi
mempercepat gagal ginjal, mungkin dengan meningkatkan filtrasi (karena
tuntutan untuk reasorbsi) protein plasma dan menimbulkan stress
oksidatif.Kegagalan ginjal membentuk eritropoietin dalam jumlah yang adekuat
sering kali menimbulkan anemia dan keletihan akibat anemia berpengaruh buruk
pada kualitas hidup.Selain itu, anemia kronis dapat menyebabkan penurunan
oksigenasi jaringan di seluruh tubuh dan mengaktifkan refleks-refleks yang
8

ditujukan untuk meningkatkan curah jantung guna memperbaiki


oksigenasi.Refleks ini mencakup aktivasi susunan saraf simpatis dan peningkatan
curah jantung.Akhirnya, perubahan tersebut merangsang individu yang menderita
gagal ginjal mengalami gagal jantung kongestif sehingga penyakit ginjal kronis
menjadi satu faktor risiko yang terkait dengan penyakit jantung (Corwin,
2009:729).
Menurut (Muhammad, 2012:34), perjalanan umum gagal ginjal kronis dapat
dibagi menjadi 4 stadium, yaitu sebagai berikut.
1.3.1 Stadium I (Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antar 40%– 75%))
Tahap inilah yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik dan laju
filtrasi glomerulus 40-50% tetapi, sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi. Pada
tahap ini penderita ini belum merasakan gejala gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini kreatinin
serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas normal dan penderita
asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih yang lama atau
dengan mengadakan test GFR yang teliti.
1.3.2 Stadium II (Insufiensi ginjal (faal ginjal antar 20% – 50%))
Pada tahap ini penderita dapat melakukan tugas tugas seperti biasa padahal
daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pada stadium ini pengobatan harus cepat
dalam hal mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, gangguan jantung dan
pencegahan pemberian obat-obatan yang bersifat mengganggu faal ginjal. Bila
langkah- langkah ini dilakukan secepatnya dengan tepat dapat mencegah penderita
masuk ketahap yang lebih berat. Pada tahap ini lebih dari 75% jaringan yang
berfungsi telah rusak. Kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda, tergantung dari kadar protein
dalam diet.Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai meningkat melebihi
kadar normal.
1.3.3.Stadium III (Gagal Ginjal (faal ginjal kurang dari 10%))
Pada tahap ini laju filtrasi glomerulus 10-20% normal, BUN dan kreatinin
serum meningkat.Semua gejala sudah jelas dan penderita masuk dalam keadaan
dimana tak dapat melakukan tugas sehari - hari sebagaimana mestinya. Gejala-
9

gejala yang timbul antara lain mual, muntah, nafsu makan berkurang, sesak nafas,
pusing, sakit kepala, air kemih berkurang, kurang tidur, kejang-kejang dan
akhirnya terjadi penurunan kesadaran sampai koma. Oleh karena itu, penderita
tidak dapat melakukan tugas sehari-hari.
1.3.4 Stadium IV (End Stage Meal Disease (ESRD)
Sltadium akhir timbul pada sekitar 90% dari massa nefron telah hancur.
Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin mungkin sebesar 5-
10 ml/menit atau kurang.Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan
meningkat dengan sangat mencolok sebagai penurunan. Pada stadium akhir gagal
ginjal, penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam tubuh.
Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang dari 500/hari
karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit mula mula menyerang
tubulus ginjal, kompleks menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia
dan gejala-gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem
dalam tubuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal
kecuali ia mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
10

1.4 Manifestasi Klinis


Menurut (Muhammad, 2012:40), manifestasi klinis pada Gagal Ginjal
Kronik(Chronic Kidney Desease)yaitu sebagai berikut:
1.4.1 Gangguan pada Gastrointestinal
1) Anoreksia, mual/muntah akibat adanya gangguan metabolisme protein dalam
usus dan terbentuknya zat toksik.
2) Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur yang
kemudian diubah menjadi ammonia oleh bakteri, sehingga napas penderita
berbau ammonia.
1.4.2 Sistem Kardiovaskular
1) Hipertensi
Merupakan keadaan dimana tekanan darah berada di atas batas normal, yaitu di
atas 120/80 mmHg. Peningkatan tekanan darah berkepanjangan akan merusak
pembuluh darah di sebagian besar tubuh. Di dalam ginjal terdapat jutaan pembuluh
darah kecil yang berfungsi sebagai penyaring guna mengeluarkan produk sisa darah.
Jika pembuluh darah di ginjal rusak, maka kemungkinan aliran darah berhenti
membuang limbah dan cairan ekstra dari tubuh. Bila ekstra cairan di dalam pembuluh
darah menigkat, maka bisa meningkatkan tekanan darah.
2) Dada terasa nyeri dan sesak napas.
Sakit didada bisa akibat nyeri urat-otot, sendi tulang atau mungkin juga karena
ada gangguan jantung atau gangguan paru-paru. Nyeri dada merupakan salah satu
gejala yang tidak boleh di anggap remeh, karena salah satu nyeri dada adalah
serangan jantung yang berpotensi mengancam jiwa sehingga penting sekali untuk
dapat mengenalinya agar segera mencari pertolongan dengan cepat dan tepa.
3) Gangguan irama jantung akibat sklerosis dini.
4) Edema
Edema meliputi vasokonstriksi rena (agen antiinflamasi nonsteroid dan
siklosporin), dilatasi arteriol (vasodilator), peningkatan reabsorpsi natrium ginjal
(hormon steroid) dan kerusakan kapiler (interleukin).
11

1.4.3 Gangguan Sistem Saraf dan Otak


1) Miopati, kelainan dan hipertrofi otot.
2) Ensepalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, dan konsentrasi terganggu.
1.4.4 Gangguan Sistem Hematologi dan Kulit
1) Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2) Kulit pucat kekuningan akibat anemia dan penimbuann urokrom.
3) Gatal-gatal akibat toksik uremik.
4) Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5) Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
1.4.5 Gangguan Sistem Endokrin:
1) Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
2) Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki dan
gangguan sekresi imun.
1.4.6 Gangguan pada Sistem Lain
1) Tulang mengalami osteodistrofi renal.
2) Asidosis metabolik.

1.5 Komplikasi
Menurut (Corwin, 2009:730), komplikasi dari penyakit gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut.
1.5.1 Pada gagal ginjal progresif, terjadi beban volume, ketidakseimbangan elektrolit,
asidosis metabolik, azotemia, dan uremia.
1.5.2 Pada gagal ginjal stadium 5 (penyakit stadium akhir), terjadi azotemia dan
uremia berat. Asidosis metabolik memburuk, yang secara mencolok merangsang
kecepatan pernapasan.
1.5.3 Hipertensi, anemia, osteodistrofi, hiperkalemia, ensefalopati uremik, dan
pruritus (gatal) adalah komplikasi yang sering terjadi.
12

1.5.4 Penurunan pembentukan eriropoietin dapat menyebabkan sindrom anemia


kardiorenal, suatu trias anemia yang lama, penyakit kardiovaskular, dan penyakit
ginjal yang akhirnya menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas.
1.5.6 Dapat terjadi gagal jantung kongestif.
1.5.7 Tanpa pengobatan dapat terjadi koma dan kematian.

1.6 Pemeriksaan Diagnostik


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:172), pemeriksaan diagnostik yang dilakukan
pada pasien dengan gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut.
1.6.1 Laju Endap Darah (LED)
Meninggi yang diperberat oleh adanya anemia, dan hipoalbuminemia.
1.6.2 Ureum dan kreatinin
Meninggi,biasanya perbandingan antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1.
Ingat perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan saluran cerna, demam, luka
bakar luas, pengobatan steroid, dan obstruksi saluran kemih. Perbandingan ini
berkurang: ureum lebih kecil dari kreatinin, pada diet rendah protein, dan tes Klirens
Kreatinin yang menurun.
1.6.3 Natrium
Natrium sering dijadikan salah satu indikator gangguan pada jantung, ginjal
ndan penyakit gondok. Beberapa diagnosis pen yakit seperti gangguan ginjal disertai
pembengkakkan pada kaki dan atau seluruh badan, pembengkakkan jantung,
pembengkkan pada peru yang berisi cairan, diare yang berkepanjangan, dan olah raga
dengan keringat yang berlebihan.
1.6.4 Kalium
Seperti halnya natrium, kalium juga merupakan indikator adanya gangguan
metabolisme cairan tubuh, terutamamelibatkanjantung dabn gagal ginjal. Kadar
kalium bisa menurun pada orang-orang yang menderita diabetes melitus (kencing
manis), diare yang berkepanjangan, muntah-muntah, dan penyakit ginjal.
13

1.6.5 Magnesium
Magnesium terdapat di dalam tulang dan otot. Kadarnya bisa meninggi pada
pasien dengan kelainan iramajantung atau gagal ginjal. Orang yang sering
mengkonsumsi alkohol biasanyaa mengalami penurunan kadar magnesium. Begitu
pula halnya kasus-kasus malnutrisi atau kekurangan gizi.
1.6.6 Gula Darah Sewaktu
Pemeriksaan ini biasanya hanya diperiksa sewaktu-waktu. Tidak ada
pemeriksaan khusus.

1.6.7 Pemeriksaan Analisa Gas Darah (AGD/ BGA)


Gas darah arteri memungkinkan utnuk pengukuran pH (dan juga keseimbangan
asam basa), oksigenasi, kadar karbondioksida, kadar bikarbonat, saturasi oksigen, dan
kelebihan atau kekurangan basa

1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien dengan Gagal Ginjal adalah sebagai berikut.
1.7.1 Pencegahan
Pencegahan mencakup perubahan gaya hidup dan jika diperlukan, obat untuk
mengontrol hipertensi, obat pengontrol glikemik yang baik bagi penderita diabetes,
dan jika mungkin menghindari obat-obat nefrotoksik. Pemakaian lama analgesik yang
mengandung kodein dan obat-obat anti-inflamasi non steroid (NSAID) harus
dihindari, khususnya pada individu yang mengalami gangguan ginjal.Diagnosis dini
dan pengobatan lupus eritematosus sistemik dan penyakit lainnya yang diketahui
merusak ginjal amat penting. Selain itu, pada semua stadium pada gagal ginjal kronik
pencegahan infeksi perlu dilakukan (Elizabeth corwin, 2009:731).

1.7.2 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Arif Muttaqin, 2011:173), tujuan penatalaksanaan adalah menjaga
keseimbangan cairan elektrolit dan mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut.
14

1) Dialisis. Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia;menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan; dan
membantu penyembuhan luka.
2) Koreksi hiperkalemi. Mengendalikan kalium darah sangat penting karena
hiperkalemi dapat menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus
diingat adlah jangan menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan
darah, hiperkalemia juga dapat didiagnosis dengan EKG dan EEG. Bila terjadi
hiperkalemia, maka pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium,
pemberian Na bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
3) Koreksi anemia. Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor
defisiensi, kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat
diatasi. Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggi Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi koroner.
4) Koreksi asidosis. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus
dihindari. Natrium bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika
diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialysis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
5) Pengendalian hipertensi. Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan
vasodilator dilakukan. Mengurangi intake garam dalam mengendalikan
hipertensi harus hati-hati karena tidak semua gagal ginjal disertai retensi
natrium.
6) Transplantasi ginjal. Dengan pencangkokkan ginjal yang sehat ke pasien GGK,
maka seluruh faal ginjal diganti dengan ginjal yang baru.
15

1.7.3 Penatalaksanaan Keperawatan


Menurut (Price, 2011:965), penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan
gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut:
1) Pengaturan Diet Protein
Pembatasan tidak hanya mengurangi kadar BUN dan mungkin juga hasil
metabolisme protein toksik yang belum diketahui, tetapi juga mengurani asupan
kalium, fosfat, dan produksi ion hydrogen yang berasal dari protein.
Mempertahankan keseimbangan protein pada diet protein 20g mungkin
dilakukan, menyediakan protein dalam nilai biologik yang tertinggi dan kalori
yang memadai.
2) Pengaturan Diet Kalium
Jumlah yang diperbolehkan dalam diet adalah 40 hingga 80 mEq/hari. Tindakan
yang harus dilakukan adalah dengan tidak memberikan obat-obatan atau
makanan yang tinggi kandungan kalium.
3) Pengaturan Diet Natrium Dan Air
Jumlah natrium yang biasanya diperbolehkan adalah 40 hingga 90 mEq/hari.
Tapi asupan natrium yang optimal harus ditentukan secara individual pada setiap
pasien untuk mempertahankan hidrasi yang baik.

2.2 Konsep Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah tahap awal dari proses keeprawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk
menegvaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001:17).
Menurut (Arif Muttaqin, 2011:171), pengkajian yang dapat dilakukan pada
pasien dengan gagal ginjal kronik adalah adalah sebagai berikut:
2.2.1.1 Keluhan utama
Keluhan utama yang di dapat biasanya bervariasi, mulai dari urine output
sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai penurunan kesadaran, tidak ada
16

selera makan anoreksia), mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas berbau
(ureum), dan gatal pada kulit.

2.2.1.2 Riwayat Kesehatan Sekarang


Kaji onset penurunan urine output, penurunan kesadaran, perubahan pola napas,
kelemahan fisik, adanya perubahan kulit, adanya napas berbau ammonia, dan
perubahan pemenuhan nutrisi. Kaji sudah kemana saja klien meminta pertolongan
untuk mengatasi masalahnya dan mendapat pengobatan apa.
2.2.1.3 Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji adanya riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah
jantung, penggunaan obat-obat nefrotoksik Benign Prostatic Hyperplasia, dan
prostatektomi.Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem
erkemihan yang berulang, penyakit diabetes mellitus, dan penyakit hipertensi pada
masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab.Penting untuk dikaji mengenai
riwayat pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis
obat kemudian dokumentasikan.
2.2.1.4 Psikososial
Adanya perubahan fungsi struktur tubuh dan adanya tindakan dialysis akan
menyebabkan penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya
perawatan, banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan, gangguan konsep diri (gambaran diri) dan gangguan peran
pada keluarga (self esteem).
2.2.1.5 Keadaan umum, penampilan cukup rapi, pasien tampak meringis
2.2.1.6 Pemeriksaan Fisik
Menurut (Muttaqin, 2012:171-172), pemeriksaan fisik pada pasien dengan
gagal ginjal kronis adalah sebagai berikut:
1) B1 (Breathing)
Klien bernapas engan bau urine (feter urenik) sering didapatkan pada fase ini.
Respons uremia didipatakan adanya pernapasan kussmaul. Pola napas cepat dan
17

dalam merupakan upaya untuk melakukan pembuangan koarbon dioksida yang


menumpuk di sirkulasi.
2) B2 (Blood)
Pada kondisi uremia berat, tindakan auksultasi perawatat akan menemukan
adanya friction rub yang merupakan tanda khas efusi perikardial. Didapatkan tanda
dan gejala gagal jantung kongestif, TD meningkat, akral dingin, CRT >3 detik,
palpitasi, nyeri dada atau angina dan sesak napas, gangguan irama jantung, edema
penurunan perfusi perifer sekunder dari penurunan curah jantung akibat hiperkalemi,
dan gangguan konduksi elektrikal otot ventrikel.
Pada sistem hematologi sering didapatkan anemia. Anemia sebagai akibat dari
penurunan produksi eripoetin, lesi gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah
merah, dan kehilangan darah.
3) B3 (Brain)
Didapatkan pemurunan tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan
proses pikir dan disoreintasi. Klien sering didapatkan adanya kejang, adanya
neuropati perifer, kram otot dan nyeri otot.
4) B4 (Bladder)
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut). Abdomen
kembung, diare, atau konstipasi.Perubahan warna urine, contoh kuning pekat, merah,
coklat, berawan. Oliguria, dapat menjadi anuria.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya mual dan muntah, anoreksia dan diare sekunder dari bau
mulut amonia, peradangan mukosa mulut, dan ulkus saluran cerna sehingga sering
didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.
6) B6 (Bone)
Didapatkan adanya nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki
(memburuk saat malam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, demam (sepsis,
dehidrasi), petekie, fraktur tulang, jaringan lunak, dan sendi keterbatasan gerak sendi.
Didapatkan adanya kelemahan fisiksecara umum sekunder dari anemia dan
penurunan perfusi perifer dari jaringan.
18

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon
manusia (status kesehatan atau bresiko perubahan pola) dari individu atau kelompok
dimana perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi,
mencegah dan merubah (Nursalam, 2001:35).
Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan gagal ginjal
kronik adalah sebagai berikut:
2.2.2.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut
(Surhayanto, 2009:193).
2.2.2.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis (Surhayanto, 2009:193).
2.2.2.3 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium (Muttaqin, 2011:174).
2.2.2.4 Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan infeksi
2.2.2.5 Nyeri akut berhubungan dengan peradangan
2.2.2.6 Defisit perawatan diri (kuku) berhubungan dengan kelemahan.

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Intervensi keperawatan diartikan sebagai suatu dokumentasi tulisan tangan
dalam menyelesaikan masalah, tujuan, dan intervensi (Nursalam, 2001:51).
2.2.3.1 Perubahan nutrisi: kurang dari pemenuhan tubuh berhubungan
dengananoreksia, mual muntah pembatasan diet dan perubahan membran mukosa
mulut.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam, maka masukan nutrisi yang adekuat dapat
dipertahankan.
Kriteria evaluasi:
1) Berat badan stabil
2) Nafsu makan meningkat
19

3) Tidak ditemukan edema


Intervensi:
1) Kaji status nutrisi: perubahan berat badan, nilai laboratorium (BUN, kreatinin,
protein, besi, dan transferin).
Rasional:Menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan evaluasi
intervensi.
2) Kaji pola diet nutrisi: riwayat diet, makanan kesukaan, dan hitung kalori.
Rasional:Pola diet dulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam menyusun
menu.
3) Kaji faktor yang merubah dalam masukan nutrisi: mual, muntah, anoreksia, diet
yang tidak menyenangkan, depresi, kurang memahami pembatasan, stomatitis.
Rasional:Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau
dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.
4) Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian makanan dengan protein yang
mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, daging, produk susu.
Rasional:Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen
yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.
5) Jelaskan alasan pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kreatinin.
Rasional:Meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet urea,
kreatinin dengan penyakit ginjal.
6) Kolaborasi dengan keluarga dalam pemberian makan dengan porsi kecil tapi
sering.
Rasional:Meminimalkan anoreksia dan mual yang berhubungan dengan status
uremik/menurunnya peristaltik.
2.2.3.2 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam pasien dapat berpartisipasi dalam aktivitas yang
dapat ditoleransi.
20

Kriteria evaluasi:
1) Berkurangnya keluhan lelah.
2) Perasaan lebih berenergi.
3) Frekuensi pernapasan dan frekuensi jantung kembali dalam rentang normal
setelah penghentian aktivitas.
Intervensi:
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan: anemia, ketidakseimbangan cairan
dan elektrolit, retensi produk sampah, depresi.
Rasional:Menyediakan informasi mengenai indikasi tingkat keletihan.
2) Bantu pasien dalam beraktivitas bila pasien tidak mampu melakukannya
sendiri.
Rasional:Agar bertahap secara mandiri dan tidak ketergantungan dengan orang
lain.
3) Anjurkan aktivitas alternatif pada saat istirahat.
Rasional:Mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat
ditoleransi dan istirahat yang cukup.
4) Anjurkan untuk istirahat setelah dialisis.
Rasional:Istirahat yang adekuat setelah dialisis dianjurkan, bagi banyak pasien
yang melelahkan.
5) Kolaborasi dengan dokter bila keluhan kelelahan menetap.
Rasional: Ini dapat menandakan kemajuan kerusakan ginjal dan perlunya
penilaian tambahan dalam terapi.
2.2.3.3 Aktual/resiko tinggi terhadap kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan volume urine, retensi cairan dan natrium.
Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.
Kriteria evaluasi:
1) Klien tidak sesak napas.
2) Edema ekstremitas berkurang.
3) Piting edema (-).
4) Produksi urine >600 ml/hari.
21

Intervensi:
1) Kaji adanya edema ekstremitas
Rasional:Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
2) Istirahatkan/anjurkan klien untuk tirah baring pada saat edema masih terjadi.
Rasional:Menjaga klien dalam keadaan tirah baring selama beberapa hari
mungkin diperlukan untuk meningkatkan dieresis yang bertujuan mengurangi
edema.
3) Kaji tekanan darah.
Rasional:Sebagai ssalah satu cara untuk mengetahui peningkatan jumlah cairan
yang dapat diketahui dengan meningkatkan beban kerja jantung yang dapat
diketahui dari meningkatnya tekanan darah.
4) Ukur intake dan output.
Rasional:Penurunan curah jantung, mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air, dan penurunan urine output.
5) Timbang berat badan.
Rasional:Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan gangguan
keseimbangan cairan.
6) Berikan oksigen tambahan dengan kanula nasal/masker sesuai dengan indikasi.
Rasional:Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia
7) Kolaborasi :
a) Berikan diet tanpa garam.
Rasional:Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan volume
plasma.
b). Berikan diet rendah protein tinggi kalori.
Rasional:Diet rendah protein untuk menurunkan insufisiensi renal dan retensi
nitrogen yang akan meningkatkan BUN. Diet tinggi kalori untuk cadangan
energy dan mengurangi katabolisme protein.
c). Berikan diuretic, contoh: furosemide, spironolakton, hidronolakton.
22

Rasional:Diuretik bertujuan untuk menurunkan volume plasma dan


menurunkan retensi cairan di jaringan sehingga menurunkan resiko terjadinya
edema paru.
2.2.3.4 Nyeri akut berhubungan dengan trauma infeksi jaringan.
Intervensi :
1) Kaji keadaan umum pasien dan memonitortanda-tanda vital
Rasional : Keadaan umum pasien cukup, tanda-tanda vital pasien normal
2) Kaji nyeri pasien
Rasional : untuk mengetahui skala nyeri pasien
3) Berikan posisi yang nyaman dari pasien
Rasional : dengan posisi nyaman pasien dapat beristirahat.
4) Ajarkan latihan teknik relaksasi dan distraksi
Rasional : Untuk mengurangi nyeri pasien
5). Kolaboasi dalam pemberian analgetik

Rasional : Untuk mengurangi nyeri pasien.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Tahap awal tindakan keperawatan menuntut perawat mempersiapkan segala
sesuatu yang diperlukan dalam tindakan. Persiapan tersebut meliputi kegiatan-
kegiatan :Review tindakan keperawatan yang diidentifikasi pada tahap
perencanaan,menganalisa pengetahuan dan keterampilan keperawatan yang
diperlukan, mengetahui komplikasi dari tindakan keperawatan yang mungkin
timbul,menentukan dan mempersiapkan peralatan yang diperlukan, mempersiapkan
lingkungan yang konduktif sesuai dengan yang akan dilaksanankan mengidentifikasi
aspekhukum dan etik terhadap resiko dari potensial tindakan.
23

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaannyasudah berhasil dicapai, yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa,
perencanaan, dan pelaksanaan tindakan.
24

DAFTAR PUSTAKA

Aprianti (2012).Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Gagal


Ginjal.http://www.skripsipedia.com
Muhammad, As’adi. 2012. Serba-Serbi Gagal Ginjal. Yogyakarta: DIVA press.
Muttaqin Arif dan Sari Kumala. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Sudoyo, Aru W dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna
Publishing
.

Anda mungkin juga menyukai