Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN KASUS INFARK MIOKARD


AKUT (IMA)

I. DEFINISI

Infark miokard akut adalah penyakit jantung yang disebabkan


oleh karena sumbatan pada arteri koroner. Sumbatan akut terjadi oleh
karena adanya aterosklerotik pada dinding arteri koroner sehingga
menyumbat aliran darah ke jaringan otot jantung. (M. Black, Joyce, 2014 :
343)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran


darah ke otot jantung terganggu. (M. Black, Joyce, 2014: 343)

Infark Miokard Akut diklasifikasi berdasarkan EKG 12 sandapan menjadi:


a. STEMI (ST-segmen Elevasi miokard infark) : Oklusi parsial dari
arteri koroner akibat thrombus dari plak atherosclerosis, tidak
disertai adanya elevasi segmen ST pada EKG.
b. NSTEMI (Non ST –segmen Elevasi Miokard Infark) : Oklusi total
dari arteri koroner menyebabkan area infark yang lebih luas
meliputi seluruh ketebalan miokardium, yang ditandai dengan
adanya elevasi segmen ST pada EKG.
II. ETIOLOGI

Penyebab IMA paling sering adalah oklusi lengkap atau


hampir lengkap dari arteri coroner, biasanya dipicu oleh ruptur plak
arterosklerosis yang rentan dan diikuti pleh pembentukan trombus.
Ruptur plak dapat dipicu oleh faktor-faktor internal maupun eksternal.
(M.Black, Joyce, 2014 : 343)

Factor internal antara lain karakteristik plak, seperti ukuran dan


konsistensi dari inti lipid dan ketebalan lapisan fibrosa , serta kondisi
bagaimana plak tersebut terpapar, seperti status koagulasi dan derajat
vasokontriksi arteri. Plak yang rentan paling sering terjadi pada area
dengan stenosis kurang dari 70 % dan ditandai dengan bentuk yang
eksentrik dengan batas tidak teratur; inti lipid yang besar dan tipis ;dan
pelapis fibrosa yang tipis. (M. Black, Joyce, 2014: 343)

Factor eksternal berasal dari aktivitas klien atau kondisi


eksternal yang memengaruhi klien. Aktivitas fisik berat dan stress
emosional berat, seperti kemarahan, serta peningkatan respon system
saraf simpatis dapat menyebabkan rupture plak. Pada waktu yang
sama, respon system saraf simpatis akan meningkatkan kebutuhan oksigen
miokardium. Peneliti telah melaporkan bahwa factor eksternal, seperti
paparan dingin dan waktu tertentu dalam satu hari, juga dapat
memengaruhi rupture plak. Kejadian coroner akut terjadi lebih sering
dengan paparan terhadap dingin dan pada waktu –waktu pagi hari.
Peneliti memperkirakan bahwa peningkatan respon system saraf simpatis
yang tiba-tiba dan berhubungan dengan faktor-faktor ini dapat berperan
terhadap ruptur plak. Peran inflamasi dalam memicu ruptur plak masih
dalam penelitian. (M. Black, Joyce, 2014 : 343)

Apapun penyebabnya, ruptur plak aterosklerosis akan


menyebabkan (1) paparan aliran darah terhadap inti plak yang kaya
lipid, (2) masuknya darah ke dalam plak, menyebabkan plak
membesar, (3) memicu pembentukan trombus, dan (4) oklusi parsial atau
komplet dari arteri coroner.(M.Black, Joyce, 2014 :344)

Angina tak stabil berhubungan dengan oklusi parsial jangka


pendek dari arteri coroner, sementara IMA berasal dari oklusi
lengkap atau signifikan dari arteri coroner yang berlangsung lebih
dari 1 jam. Ketika aliran darah berhenti mendadak, jaringan
miokardium yang disuplai oleh arteri tersebut akan mati. Spasme
arteri coroner juga dapat menyebabkan oklusi akut. Faktor risiko yang
memicu serangan jantung pada klien sama untuk semua tipe PJK.
(M.Black, Joyce, 2014 : 344)

III. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis yang berhubungan dengan IMA berasal dari


iskemia otot jantung dan penurunan fungsi serta asidosis yang terjadi.
Manifestasi klinis utama dari IMA adalah nyeri dada yang serupa dengan
angina pectoris tetapi lebih parah dan tidak berkurang dengan nitrogliserin.
Nyeri dapat menjalar ke leher, rahang, bahu, punggung atau lengan kiri.
Nyeri juga dapat ditemukan di dekat epigastrium, menyerupai nyeri
pencernaan. IMA juga dapat berhubungan dengan manifestasi klinis yang
jarang terjadi berikut ini. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)

a. Nyeri dada yang berlangsung selama 20 menit atau lebih, perut,


punggung, atau lambung yang tidak khas
b. Mual atau pusing
c. Sesak napas dan kesulitan bernapas.
d. Kecemasan, kelemahan, atau kelelahan yang tidak dapat dijelaskan
e. Palpitasi, kringat dingin, pucat

Wanita yang mengalami IMA sering kali datang dengan satu atau lebih
manifestasi yang jarang terjadi di atas. (M.Black, Joyce, 2014 : 346)

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI


a. Anatomi

b. Fisiologi

Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh


dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida).
Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah
yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke
dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan
membuang karbondioksida; jantung kemudian mengumpulkan darah
yang kaya oksigen dari paru-paru dan memompanya ke jaringan di
seluruh tubuh.

1. Atrium Kanan

Atrium kanan berada pada bagian kanan jantung dan terletak


sebagian besar di belakang sternum. Darah memasuki atrium kanan
melalui

- Vena cava superior pada ujung atasnya


- Vena cava inferior pada ujung bawahnya
- Sinus coronarius (vena kecil yang mengalirkan darah dari
jantung sendiri)
Auricula dextra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium,
terletak pada bagian depan pangkal aorta dan arteria
pulmonalis. Pada sisi kiri atrium lubang atrioventrikular kanan
membuka ke dalam ventrikel kanan
2. Ventrikel kanan

Ventrikel kanan adalah ruang berdinding tebal yang membentuk


sebagian besar sisi depan jantung. Valva atrioventricular dextra
(tricuspidalis) mengelilingi lubang atrioventrikular kanan, pada sisi
ventrikel. Katup ini, seperti katup jantung lain, terbentuk dari
selapis tipis jaringan fibrosa yang ditutupi pada setiap sisinya oleh
endocardium.Katup trikuspidalis terdiri dari tiga daun katup. Basis
setiap daun katup melekat pada tepi lubang. Tepi bebas setiap daun
katup melekat pada chordae tendineae (tali jaringan ikat tipis) pada
penonjolan kecil jaringan otot yang keluar dari myocardium dan
menonjol ke dalam ventrikel. Lubang pulmonalis ke dalam arteria
pulmonalis berada pada ujung atas ventrikel dan dikelilingi oleh
valva pulmonalis,terdiri dari tiga daun katup semilunaris.
3. Atrium kiri

Atrium kiri adalah ruang berdinding tipis yang terletak pada bagian
berlakang jantung. Dua vena pulmonalis memasuki atrium kiri
pada tiap sisi, membawa darah dari paru. Atrium membuka ke
bawah ke dalam ventrikel kiri melalui lubang atrioventrikular.
Auricula sinistra adalah penonjolan runcing kecil dari atrium,
terletak pada sisi kiri pangkal aorta.

4. Ventrikel kiri

Ventrikel kiri adalah ruang berdinding tebal pada bagian kiri dan
belakang jantung. Dindingnya sekitar tiga kali lebih tebal daripada
ventrikel kanan. Valva atrioventrikular sinistra (mitralis)
mengelilingi lubang atrioventrikular kiri pada bagian samping
ventrikel, katup ini memiliki dua daun katup mendapat nama yang
sama dengan topi (mitre uskup), tepinya melekat pada chordae
tendineae, yang melekat pada penonjolan kerucut myocardium
dinding ventrikel. Lubang aorta membuka dari ujung atas ventrikel
ke dalam aorta dan dikelilingi oleh ketiga daun katup aorta, sama
dengan katup pulmonalis.

5. Myocardium

Myocardium membentuk bagian terbesar dinding jantung.


Myocardium tersusun dari serat – serat otot jantung, yang bersifat
lurik dan saling berhubungan satu sama lain oleh cabang – cabang
muscular. Serat mulai berkontraksi pada embrio sebelum saraf
mencapainya, dan terus berkontraksi secara ritmis bahkan bila
tidak memperoleh inervasi.

6. Endocardium

Endocardium melapisi bagian dalam rongga jantung dan menutupi


katup pada kedua sisinya. Terdiri dari selapis sel endotel, di
bawahnya terdapat lapisan jaringan ikat, licin dan mengkilat.
7. Pericardium

Pericardium adalah kantong fibrosa yang menutupi seluruh


jantung. Pericardium merupakan kantong berlapis dua, kedua
lapisan saling bersentuhan dan saling meluncur satu sama lain
dengan bantuan cairan yang mereka sekresikan dan melembabkan
permukaannya. Jumlah cairan yang ada normal sekitar 20 ml. Pada
dasar jantung (tempat pembuluh darah besar, limfatik, dan saraf
memasuki jantung) kedua lapisan terus berlanjut. Terdapat lapisan
lemak di antara myocardium dan lapisan pericardium di atasnya.

8. Arteri coronaria

Kedua arteria coronaria, kanan dan kiri, menyuplai darah untuk


dinding jantung. Arteri ini keluar dari aorta tepat di atas katup aorta
dan berjalan ke bawah masing-masing pada permukaan sisi kanan
dan kiri jantung, memberikan cabang ke dalam untuk myocardium.
Arteri ini menyuplai masing – masing sisi jantung tetapi memiliki
variasi individual dan pada beberapa orang, arteria coronaria dextra
menyuplai sebagian ventrikel kiri. Arteri ini memiliki relatif sedikit
anastomosis antara arteria dextra dan sinistra.
V. PATOFISIOLOGI
a. Pathway
b. Narasi

IMA dapat dianggap sebagai titik akhir dari PJK. Tidak


seperti iskemia sementara yang terjadi dengan angina, iskemia
jangka panjang yang tidak berkurang akan menyebabkan
kerusakan ireversibel terhadap miokardium. Sel-sel jantung dapat
bertahan dari iskemia selama 15 menit sebelum akhirnya mati.
Manifestasi iskemia dapat dilihat dalam 8 hingga 10 detik
setelah aliran darah turun karena miokardium aktif secara
metabolic. Ketika jantung tidak mendapatkan darah dan
oksigen, sel jantung akan menggunakan metabolisme anaerobic,
menciptakan lebih sedikit adenosine trifosfat (ATP) dan lebih
banyak asam laktat sebagai hasil sampingannya. Sel miokardium
sangat sensitif terhadap perubahan pH dan fungsinya akan
menurun. Asidosis akan menyebabkan miokarium menjadi lebih
rentan terhadap efek dari enzim lisosom dalam sel. Asidosis
menyebabkan gangguan sistem konduksi dan terjadi disritmia.
Kontraktilitas juga akan berkurang, sehingga menurunkan
kemampuan jantung sebagai suatu pompa. Saat sel miokardium
mengalami nekrosis, enzim intraselular akan dilepaskan ke
dalam aliran darah, yang kemudian dapat dideteksi dengan
pengujian laboratorium. (M.Black, Joyce, 2014 :345)

Dalam beberapa jam IMA, area nekrotik akan meregang


dalam suatu proses yang disebut ekspansi infark. Ekspansi ini
didorong juga oleh aktivasi neurohormonal yang terjadi pada
IMA. Peningkatan denyut jantung, dilatasi ventrikel, dan
aktivasi dari system renin-angiotensin akan meningkatkan preload
selama IMA untuk menjaga curah jantung. Infark transmural akan
sembuh dengan menyisakan pembentukan jaringan parut di
ventrikel kiri, yamg disebut remodeling. Ekspansi dapat terus
berlanjut hingga enam minggu setelah IMA dan disertai oleh
penipisan progresif serta perluasan dari area infark dan non
infark. Ekspresi gen dari sel-sel jantung yang mengalami
perombakan akan berubah, yang menyebabkan perubahan
structural permanen ke jantung. Jaringan yang mengalami
remodelisasi tidak berfungsi dengan normal dan dapat berakibat
pada gagal jantung akut atau kronis dengan disfungsi ventrikel kiri,
serta peningkatan volume serta tekanan ventrikel. Remodeling
dapat berlangsung bertahun-tahun setelah IMA. (M.Black,
Joyce,2014 : 345)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. EKG : menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi.
Menyatakan tipe/sumber disritmia dan efek ketidakseimbangan
elektrolit dan obat jantung.
2. Monitor Holter : Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk
menentukan dimana disritmia disebabkan oleh gejala khusus bila
pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk
mengevaluasi fungsi pacu jantung/efek obat antidisritmia
3. Foto dada : Dapat menunjukkan pembesaran bayangan jantung
sehubungan dengan disfungsi ventrikel atau katup
4. Skan pencitraan miokardia : dapat menunjukkan aea
iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi
normal atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa
5. Tes stres latihan : dapat dilakukan utnnuk mendemonstrasikan latihan
yang menyebabkan disritmia.
6. Elektrolit : Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan
magnesium dapat mnenyebabkan disritmia
7. Pemeriksaan obat : Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya
obat jalanan atau dugaan interaksi obat contoh digitalis, quinidin.
8. Pemeriksaan tiroid : peningkatan atau penururnan kadar tiroid serum
dapat menyebabkan.meningkatkan disritmia
9. Laju sedimentasi : Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi
akut contoh endokarditis sebagai faktor pencetus disritmia.
10. GDA/nadi oksimetri : Hipoksemia dapat
menyebabkan/mengeksaserbasi disritmia
VII. PENATALAKSANAAN

Prinsip penatalaksanaannya adalah mengembalikan aliran darah


koroner untuk menyelamatkan jantung dari infark miokard,
membatasi luasnya infark miokard, dan mempertahankan fungsi
jantung.

Pada prinsipnya, terapi pada kasus ini di tujukan untuk mengatasi


nyeri angina dengan cepat, intensif dan mencegah berlanjutnya
iskemia serta terjadinya infark miokard akut dan kematian
mendadak. Oleh karena setiap kasus berbeda derajat keparahan
atau rriwayat penyakitnya, maka cara terapi yang baik adalah
individualisasi dan bertahap, dimulai dengan masuk rumah sakit
(ICCU) dan istirahat total (bed rest). (Huda Nurarif dan Kusuma, 2015
: 25)

A. Tatalaksana awal yang dilakukan tidak berbeda dengan


sindroma koroner akut, yaitu:
1. Pemberian oksigen bila ada tanda hipoksia dan saturasi
oksigen dipertahankan 93-96%.
2. Pemberian analgesic: nitrat sublingual atau spray dapat
diberikan dalam interval 3-5 menit namun tidak diberikan
bila keadaan hipotensi. Morfin diberikan dengan dosis
2-4 mg secara intravena dan dapat diulang dalam 5-10
menit
3. Pemberian aspirin dan klopidogrel

Dosis inisial aspirin adalah 16—320 mg yang pada


umumnya sediaannya dapat dikunyah, sedangkan dosis
klopidogrel inisial adalah 300-600 mg perhari dan
klopidogrel 75 mg perhari.

B. Terapi reperfusi bertujuan untuk mengembalikan perfusi


sesegera mungkin. Pada kasus NSTEMI, terapi reperfusi dapat
ditunda sesuai dengan stratifikasi risiko. Berdasarkan onset
serangannya , terapi reperfusi dilakukan secepatnya. Sesuai
panduan yang dikeluarkan oleh European Society of
Cardiology (ESC), berdasarkan onset serangannya, terapi
reperfusi dilakukan pada keadaan infark miokard akut sebagai
berikut:
1) Kurang 12 jam

Pada pasien yang datang dengan onset keluhan


kurang dari 12 jam, terapi reperfusi dilakukan
pada seluruh pasien dengan gejala dan elevasi
segmen ST dan LBBB baru yang persisten.

2) Lebih dari 12 jam dan terdapat proses iskemik


yang sedang berlangsung

Pada pasien yang datang setelah 12 jam dari onset,


maka dapat diutamakan untuk dilakukan primary
PCI.

Pada pasien yang datang dalam rentang 12 – 24


jam setelah onset, PCI dapat dipertimbangkan
untuk dilakukan pada pasien yang kondisinya
stabil.

Sedangkan pada pasien yang datang setelah lebih


dari 24 jam, tidak dianjurkan dilakukan PCI
walaupun sebelumnya telah dilakukan terapi
fibrinolisis.
C. Primary Percutaneus Coronary Intervention (pPCI)

Indikasi dilakukan primary PCI adalah :

1. Diutamakan dilakukan dalam kurang dari 120 menit setelah


kontak dengan petugas medis
2. Pasien dengan gagal jantung akut yang berat atau syok
kardiogenik, kecuali pada kondisi yang diakibatkan oleh
keterlambatan prosedur PCI.

Aspek-aspek dalam prosedur PCI yang harus diperhatikan


antara lain:

1. Diutamakan pemasangan stent pada semua kasus


dibandingkan hanya dengan angioplasti dengan balon.
2. Tindakan primary PCI hanya terbatas pada pembuluh darah
yang memiliki lesi, kecuali bila dibarengi syok kardiogenik
atau iskemik yang menetap setelah PCI.
3. Akses melalui radial diutamakan dibandingkan femoral dan
dilakukan oleh dokter yang berpengalaman.
4. Aspirasi trombus secara rutin diutamakan untuk dilakukan
5. Penggunaan rutin alat proteksi distal tidak
direkomendasikan
6. Penggunaan rutin intraaortic baloon pump (IABP) selain
pada syok kardiogenik tidak direkomendasikan.

D. Fibrinolisis

Terapi reperfusi dengan fibrinolisis adalah dengan memberikan


agen farmakologis yang bertujuan melisiskan trombus.
Fibrinolisis sangat penting terutama bila tidak terdapat fasilitas
untuk PCI. Dalam beberapa panduan disebutkan untuk
pemberian terapi fibrinolisis pra rumah sakit namun hal ini
tidak umum dilakukan.
Fibrinolisis dapat dilakukan dengan pemberian:

1. Streptokinase 1,5 juta unit yang dilarutkan dengan 100 ml


Dekstrosa 5% atau normal salin, diberikan selama 30-60
menit.
2. Alteplase 15 mg melalui intravena dan dilanjutkan 0,75
mg/kgBB untuk 30 menit berikutnya dan 0,6 mg/kgBB
untuk 60 menit berikutnya.
3. Pemberian Streptokinase atau alteplase diberikan diikuti
pemberian heparin

VIII. MASALAH KEPERAWATAN


1. Nyeri akut
2. Perfusi perifer tidak efektif
3. Penurunan curah jantung
4. Gangguan pertukaran gas
5. Intoleransi aktivitas

IX. ASKEP secara TEORI


1. Pengkajian
a. Anamnesa

Nama, alamat, umur >40tahun, jenis kelamin pada laki-laki lebih


tinggi dari pada wanita, pekerjaan, agama, suku, bangsa ras pada
kulit hitam , status penderita, tanggal dan jam masuk di Rumah
Sakit, diagnosa medis, No. register, serta tempat tanggal lahir.

b. Keluhan utama

Pasien Infark Miokard Akut mengeluh nyeri pada dada substernal,


yang rasanya tajam dan menekan sangat nyeri, terus menerus
dan dangkal. Nyeri dapat menyebar ke belakang sternum
sampai dada kiri, lengan kiri, leher, rahang, atau bahu kiri. Nyeri
miokard kadang-kadang sulit dilokalisasi dan nyeri mungkin
dirasakan sampai 30 menit tidak hilang dengan istirahat atau
pemberian nitrogliserin (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)

c. Riwayat penyakit sekarang

Adanya keluhan sesak nafas, batuk, anureksia, mual muntah, nyeri


hebat selama 30 menit, dan mejalar menjalar ke lengan (umumnya
ke kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan epigastrium.

d. Riwayat penyakit dahulu

Riwayat penyakit dahulu yang menunjang terjadinya infark


miokard biasanya hipertensi, bedah jantung, riwayat penyakit DM,
thrombosis

e. Riwayat kesehatan/penyakit keluarga

Riwayat penyakit jantung keluarga, diabetes mellitus,


peningkatan kolesterol darah, kegemukan, hipertensi, yang
beresiko diturunkan secara genetik berdasarkan kebiasaan
keluarganya. (Ni Luh Gede Y, 2011 : 94)

2. Pengkajian persistem
a. B 1 : Breathing (Pernafasan/Respirasi)
1) Pola napas : Dinilai kecepatan, irama, dan kualitas
2) Bunyi napas: Bunyi napas normal; Vesikuler, broncho
vesikuler
3) Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan
adanya atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura
4) Penurunan atau hilangnya bunyi napas dapat menunjukan
adanya atelektasis, pnemotorak atau fibrosis pada pleura
5) Rales (merupakan tanda awal adanya CHF. emphysema)
merupakan bunyi yang dihasilkan oleh aliran udara yang
melalui sekresi di dalam trakeobronkial dan alveoli
6) Ronchi (dapat terjadi akibat penurunan diameter saluran
napas dan peningkatan usaha napas)
7) Bentuk dada : Perubahan diameter anterior – posterior (AP)
menunjukan adanya COPD
8) Ekspansi dada : Dinilai penuh / tidak penuh, dan
kesimetrisannya
9) Ketidaksimetrisan mungkin menunjukan adanya atelektasis,
lesi pada paru, obstruksi pada bronkus, fraktur tulang iga,
pnemotoraks, atau penempatan endotrakeal dan tube
trakeostomi yang kurang tepat
10) Pada observasi ekspansi dada juga perlu dinilai : Retraksi
dari otot-otot interkostal, substrernal, pernapasan abdomen,
dan respirasi paradoks (retraksi abdomen saat inspirasi). Pola
napas ini dapat terjadi jika otot-otot interkostal tidak mampu
menggerakan dinding dada
11) Sputum: Sputum yang keluar harus dinilai warnanya, jumlah
dan konsistensinya. Mukoid sputum biasa terjadi pada
bronkitis kronik dan astma bronkiale; sputum yang purulen
(kuning hijau) biasa terjadi pada pnemonia, brokhiektasis,
brokhitis akut; sputum yang mengandung darah dapat
menunjukan adanya edema paru, TBC, dan kanker paru
12) Selang oksigen: Endotrakeal tube, Nasopharingeal tube,
diperhatikan panjangnya tube yang berada di luar.
13) Parameter pada ventilator: Volume Tidal
b. B 2 : Bleeding (Kardiovaskuler / Sirkulasi)
1) Irama jantung : Frekuensi ..x/m, reguler atau irregular
2) Distensi Vena Jugularis
3) Tekanan Darah : Hipotensi dapat terjadi akibat dari
penggunaan ventilator
4) Bunyi jantung : Dihasilkan oleh aktifitas katup jantung
5) Pengisian kapiler : normal kurang dari 3 detik
6) Nadi perifer : ada / tidak dan kualitasnya harus diperiksa.
Aritmia dapat terjadi akibat adanya hipoksia miokardial
7) PMI (Point of Maximal Impuls): Diameter normal 2 cm,
pada interkostal ke lima kiri pada garis midklavikula.
Pergeseran lokasi menunjukan adanya pembesaran ventrikel
pasien hipoksemia kronis.
8) Edema : Dikaji lokasi dan derajatnya
c. B 3 : Brain (Persyarafan/Neurologik)

Tingkat kesadaran: Penurunan tingkat kesadaran pada pasien dengan


respirator dapat terjadi akibat penurunan PCO2 yang menyebabkan
vasokontriksi cerebral. Akibatnya akan menurunkan sirkulasi
cerebral

d. B 4 : Bladder (Perkemihan – Eliminasi Uri/Genitourinaria)


1) Urine : warna, jumlah, dan karakteristik urine, termasuk berat
jenis urine.
2) Penurunan jumlah urine dan peningkatan retensi cairan dapat
terjadi akibat menurunnya perfusi pada ginjal
3) Distesi kandung kemih
e. B 5 : Bowel (Pencernaan – Eliminasi Alvi/Gastrointestinal)
1) Rongga mulut: Penilaian pada mulut adalah ada tidaknya lesi
pada mulut atau perubahan pada lidah dapat menunjukan
adanya dehidarsi.
2) Bising usus: Ada atau tidaknya dan kualitas bising usus harus
dikaji sebelum melakukan palpasi abdomen. Bising usus
dapat terjadi pada paralitik ileus dan peritonitis. Lakukan
observasi bising usus selama ± 2 menit. Penurunan motilitas
usus dapat terjadi akibat tertelannya udara yang berasal dari
sekitar selang endotrakeal dan nasotrakeal.
3) Distensi abdomen: Dapat disebabkan oleh penumpukan
cairan. Asites dapat diketahui dengan memeriksa adanya
gelombang air pada abdomen. Distensi abdomen dapat juga
terjadi akibat perdarahan yang disebabkan karena
penggunaan IPPV. Penyebab lain perdarahan saluran cerna
pada pasien dengan respirator adalah stres, hipersekresi
gaster, penggunaan steroid yang berlebihan, kurangnya terapi
antasid, dan kurangnya pemasukan makanan.
4) Nyeri:

Dapat menunjukan adanya perdarahan gastrointestinal,


Pengeluaran dari NGT : jumlah dan warnanya dan adanya
mual dan muntah

f. B 6 : Bone (Tulang – Otot – Integumen)


1) Warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor kulit
2) Perlu dikaji adanya lesi, dan dekubitus
3. Pada pemeriksaan EKG
a. Fase hiperakut (beberapa jam permulaan serangan)
Elevasi yang curam dari segmen ST
Gelombang T yang tinggi dan lebar
VAT memanjang
Gelombang Q tampak
b. Fase perkembangan penuh (1-2 hari kemudian)
Gelombang Q patologis
Elevasi segmen ST yang cembung ke atas
Gelombang T yang terbalik (arrowhead)
c. Fase resolusi (beberapa minggu / bulan kemudian)
Gelombang Q patologis tetap ada
Segmen ST mungkin sudah kembali iseolektris
Gelombang T mungkin sudah menjadi normal
Pada pemeriksaan darah (enzim jantung CK & LDH)
4. Diagnosa keperawatan
a) Nyeri akut
b) Perfusi perifer tidak efektif
c) Penurunan curah jantung
d) Intoleransi aktivitas
5. Rencana keperawatan
No Diagnose NIC NOC
1. Nyeri akut 1) Keluhan nyeri 1. identifikasi lokasi ,
menurun karakteristik, durasi,
2) Meringis frekuensi , kualitas ,
menurun intensitas nyeri
3) Gelisah 2. identifikasi skala nyeri
menurun 3. identifikasi factor yang
4) Kesulitan tidur memperberat dan
menurun memperingan nyeri
5) Perasaan depresi 4. berikan teknik
(tertekan ) nonfarmakologis untuk
menurun mengurangi rasa nyeri
5. control lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
6. pertimbangkan jenis dan
sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
meredakan nyeri
7. jelaskan penyebab, periode,
dan pemicu nyeri
8. jelaskan strategi meredakan
nyeri
9. anjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
10. ajarkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
11. kolaborasi pemberian
analgetik
2. Perfusi 1) Denyut nadi 1) Periksa sirkulasi perifer
perifer tidak perifer 2) Identifikasi factor risiko
efektif meningkat gangguan sirkulasi
2) Warna kulit 3) Monitor panas, kemerahan,
pucat menurun nyeri, atau bengkak pada
3) Akral membaik ekstremitas
4) Turgor kulit 4) Hindari pemasangan infuse
membaik atau pengambilan darah d
5) Kelemahan otot area keterbatasan perfusi
menurun 5) Hindari pengukuran tekanan
darah pada ekstremitas
dengan keterbatasan perfusi
6) Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet pada
area cedera
7) Lakukan hidrasi
8) Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun
kolesterol
9) Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan
DAFTAR PUSTAKA

M. Black. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika

Huda Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan


Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Jakarta : MediAction Publishing

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, standar diagnosa keperawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta 2018

TIM pokja SLKI DPP PPNI, standar diagnosa keperawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta 2018

TIM pokja SIKI DPP PPNI, standar diagnosa keperawatan Indonesia.


Edisi 1. Jakarta 2018

https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/infark-miokard-
akut/penatalaksanaan

Anda mungkin juga menyukai