LP Stemi Napis
LP Stemi Napis
Di susun oleh :
Imroatun Nafisah
(14401.16.17019)
PAJARAKAN- PROBOLINGGO
2018-2019
LAPORAN PENDAHULUAN
“STEMI”
1.2 Etiologi
1. Faktor penyebab :
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah : Aterosklerosis, Spasme, Arteritis
2). Faktor sirkulasi : Hipotensi, Stenosos aurta, Insufisiensi
3) . Faktor darah: Anemi, Hipoksemia, Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :Aktifitas berlebihan, Emos, Makan
terlalu banyak, Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada : Kerusakan miocard,
Hypertropimiocard, Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi :
a. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : usia lebih dari 40
tahun
- Jenis kelamin : insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita
meningkat setelah menopause hereditas
- Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam.
b. Faktor resiko yang dapat diubah :
1) Mayor : Hyperlipidemia, Hipertensi, Merokok, Diabetes, Obesitas,
Diet tinggi lemak jenuh, kalor
2) Minor: Inaktifitas fisik, Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif,
ambisius, kompetitif). Stress psikologis berlebihan.
1.4 Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
a. Disfungsi ventrikuler
Setelah STEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark
dan non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan
bulan atau tahun pasca infark. Segera setelah infark ventrikel kiri
mengalami dilatasi.Secara akut, hasil ini berasal dari ekspansi infark al ;
slippage serat otot, disrupsi sel miokardial normal dan hilangnya jaringan
dalam zona nekrotik.
Selanjutnya, terjadi pula pemanjangan segmen noninfark, mengakibatkan
penipisan yang didisprosional dan elongasi zona infark. Pembesaran
ruang jantung secara keseluruhan yang terjadi dikaitkan ukuran dan
lokasi infark, dengan dilatasi tersebar pasca infark pada apeks ventikrel
kiri yang yang mengakibatkan penurunan hemodinamik yang nyata, lebih
sering terjadi gagal jantung dan prognosis lebih buruk. Progresivitas
dilatasi dan konsekuensi klinisnya dapat dihambat dengan terapi inhibitor
ACE dan vasodilator lain. Pada pasien dengan fraksi ejeksi < 40 % tanpa
melihat ada tidaknya gagal jantung, inhibitor ACE harus diberikan.
b. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan ( puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan
mortalitas, baik pada awal ( 10 hari infark ) dan sesudahnya. Tanda klinis
yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3
dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
c. Gagal jantung
d. Syok kardiogenik
e. Perluasan IM
f. Emboli sitemik/pilmonal
g. Perikardiatis
h. Ruptur
i. Ventrikrel
j. Otot papilar
k. Kelainan septal ventrikel
l. Disfungsi katup
m. Aneurisma ventrikel
n. Sindroma infark pascamiokardias
1.5 Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara
mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik yang sudah
ada sebelumnya. STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara
cepat pada lokasi injury vaskular, dimana injury ini di cetuskan oleh faktor-
faktor seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. Pada sebagian besar
kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau
ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi trombus mural pada lokasi ruptur yang mengakibatkan oklusi arteri
koroner. Penelitian histologis menunjukkan plak koroner cenderung
mengalami ruptur jika mempunyai fibrous cap yang tipis dan inti kaya lipid
(lipid rich core). Pada STEMI gambaran patologis klasik terdiri dari
fibrin rich red trombus, yang dipercaya menjadi dasar sehingga STEMI
memberikan respon terhadap terapi trombolitik. Selanjutnya pada lokasi
ruptur plak, berbagai agonis (kolagen, ADP, efinefrin, serotonin) memicu
aktivasi trombosit, yang selanjutnya akan memproduks i dan melepaskan
tromboxan A2 (vasokontriktor lokal yang poten). Selain aktivasi trombosit
memicu perubahan konformasi reseptor glikoprotein IIb/IIIa.
Pathway
Nekrosis
Intoleransi
aktifitas
Kegagalann pompa jantung
COP turun
c. Echocardiography (Ekokardiografi)
Ekokardiografi adalah prosedur yang menggunakan gelombang suara
ultra untuk mengamati struktur jantung dan pembuluh darah, juga dapat
menilai fungsi jantung.
d. Angiografi korener
Merupakan cara dengan menggunakan sinar X dan kontras yang
disuntikan kedalam arteri koroner melalui kateter untuk melihat
adanya penyempitan diarteri koroner.
e. Multislice Computed Tomograpy Scanning (MSCT)
CT menghasilkan tampilan secara tomografi (irisan) digital dari sinar X
yang menembus organ. Sinar X yang menembus diterima oleh detektor
yang mengubahnya menjadi data elektrik dan diteruskan ke sistem
komputer untuk diolah menjadi tampilan irisan organ-organ tubuh.
f. Cardiac Magnetic Resonance Imaging (Cardiac MRI)
Merupakan salah satu teknik pemeriksaan diagnostik dalam ilmu
kedokteran, yang menggunakan interaksi proton-proton tubuh dengan
gelombang radio-frekuensi dalam medan magnet (sekitar 0,64-3 Tesla)
untuk menghasilkan tampilan penampang (irisan) tubuh.
g. Radionuclear Medicine
Dengan menggunakan radio aktif dimasukan kedalamtubuh pasien,
kemudian dideteksi dengan menggunakan kamera gamma atau
kamera positron, sehingga pola tampilan yang terjadi berdasrkan pola
organ yang memancarkan sinar gamma
1.7 Penatalaksanaan
1 Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
- Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
- Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
- Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
- Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
- Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
- Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera
dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
2. Infark Ventrikel Kanan
nfark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali)
atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
- Pertahankan preload ventrikel kanan.
- Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
- Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
- Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak repon dengan atropin.
- Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
- Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel
kiri.
- Pompa balon intra-aortik.
- Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
- Penghambat AC
- Reporfus
- Obat trombolitik
- Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
- Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
1) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30
detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi
dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j;
jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu
shock ketiga 360J.
2) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal
100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
3) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah
satu regimen berikut:
4) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap
5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
5) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
6) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
7) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya)
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
1) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi
DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil
harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J ( klas I)
2) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg.
IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
1.7 Penatalaksanaan
1. Syok kardiogenetik
Penatalaksana syok kardiogenetik:
- Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan norepinefrin.
- Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda syok
diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
- Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak terdapat tanda
syok diberikan dobutamin dosis 2-20 ug/kgBB/menit.
- Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau CABG,
direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan elevasi ST atau
LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam IMA dan ideal untuk
revaskularisasi yang dapat dikerjakan dalam 18 jam syok, kecuali jika
terdapat kontraindikasi atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
- Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI dengan syok
kardiogenik yang tak ideal dengan trapi invasif dan tidak mempuyai
kontraindikasi trombolisis.
- Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik dengan segera
dangan terapi farmakologis, bila sarana tersedia.
5. Infark Ventrikel Kanan
nfark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda gejala ventrikel
kanan yang berat (distensi vena jugularis, tanda kussmaul s, hepatomegali)
atau tanda hipotensi. Penatalaksana infark ventrikel kanan:
- Pertahankan preload ventrikel kanan.
- Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I selanjutnya
200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg (13,6cmH20).
- Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.
- Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus dikoreksi. Pacu
jantung sekuensial A-V pada blok jantung derajat tinggi simtomatik
yang tidak repon dengan atropin.
- Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat setelah loading
volume.
- Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi ventrikel
kiri.
- Pompa balon intra-aortik.
- Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
- Penghambat AC
- Reporfus
- Obat trombolitik
- Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
- Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien tertentu dengan
penyakit multivesel).
6. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel
Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi ventrikular dapat
terjadi tampa tanda bahaya aridmia sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
8) Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih dari 30
detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik) harus diterapi
dengan DC shock unsynchoronizer menggunakan energi awal 200 j;
jika gagal harus diberikan shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu
shock ketiga 360J.
9) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang diikuti
dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg ) harus diretapi dengan shock synchoronized energi awal
100 J. Energi dapat ditingkatkan jika dosis awal gagal.
10) Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani angina,
edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90 mmHg) diterapi salah
satu regimen berikut:
11) Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-0,75mg/kg tiap
5-10 menit sampai dosis loding total maksimal 3 mg/kg. Kemudian
loading selanjutnya dengan infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
12) Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit, dilanjutkan dosis
pemeliharaan 1 mg/kg/jam.
13) Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5 ml/kgBB 20-60
menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit selama 6 jam dan
kemudian infus pemeliharaan 0,5 mg/menit.
14) Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J ( anestasi
sebelumnya).
7. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
3) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless diberikan terapi
DC shock unsynchoronized dengan energi awal 200 J jika tak berhasil
harus diberikan shock kedua 200 sampai 300 J dan jika perlu shock
ketiga 360 J ( klas I)
4) Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang refraksi
terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron 300 mg atau 5/kg.
IV bolus dilanjutkan pengulangan shock unsynchoronized. (klas Iia)
2) Morfin
Indikasi : nyeri berat, edema pulmoner, nyeri berhubungan dengan
infark miokard.
3) Streptokinase
Indikasi : pengobatan trombosit koroner yang berkaitan dengan
AMI.
Dosis : dewasa 15 rb IU
4) Nitragliserin
Disarankan pada 24 – 48 jam pertama AMI dengan gagal jantung,
infark anterior luas, hipertensi lebih dari 48 jam pertama bila
ditemui angina berulang.
5) Aspilet
Indikasi : Sebagai pencegahan dan pengobatan berbagai keadaan
trombosis atau agregasi platelet (pembekuan darah) yang terjadi
pada tubuh terutama pada saat mengalami serangan jantung atau
pada penyakit jantung dan pasca stroke.
Dosis : 2 tablet 80 mg sampai dengan 4 tablet 80 mg yang
diberikan 1 kali sehari (terutama saat serangan) dan 1 tablet 80 mg
yang diberikan 1 kali sehari
6) Lopidogrel
Indikasi : menurunkan risiko dari penyakit jantung dan stroke,
mengobati nyeri dada (akibat serangan jantung atau angina yang
tidak stabil), mencegah pembekuan darah setelah prosedur tertentu
(seperti pemasangan stent jantung).
Dosis : Dewasa: Untuk ST-elevasi MI: kombinasi dengan aspirin:
75 mg satu kali sehari. Dosis awal : 300 mg untuk pasien kurang
dari umur 75 tahun. Lanjutkan pengobatan setidaknya selama 4
minggu. Untuk angina tidak stabil, non-ST-elevasi MI: kombinasi
dengan aspirin: Dosis awalnya, 300 mg, dilanjutkan dengan 75 mg
satu kali sehari hingga 12 bulan
c. Non farmakologi
1) Istirahat baring 24 – 48 jam
Aktivitas istirahat baring selama 24-48 jam untuk mengurangi
kebutuhan oksigen, kemudian ditingkatkan secara bertahap.
2) Diet
Diet untuk pasien dengan gangguan ini adalah rendah kolesterol
dan garam. Selanjutnya diberi diet jantung (karbohidrat kompleks
50-55% dari kalori), makanan tinggi kalium (buah,sayur),
magnesium (sayur hijau, kacang, makanan laut) dan serat (buah
segar, sereal).
3) Oksigen
Diberikan bila didapatkan bendungan paru (gagal jantung)
desaturasi oksigendarah arteri kurang dari 90% oksigen juga
disarankan diberi pada semua penderita IMA dalam 2-3 jam
pertama.Tidak jelas apakah pemberian IMA tanpa komplikasi
setelah 3-6 jam bermanfaat.
4) Terapi trombolitik
Terapi trombilitik diindikasikan pada IMA dengan elevasi segmen
ST kurng dari 12 jam, pada penderita berusia kurang dari 75 tahun.
Manfaat lebih besar pada penderita dengan IMA anterior, diabetes,
hipotensi (TD sistol < 100mm Hg);takikardia> 100X/menit dan
bila terapi diberikan dini dalam 3 jam pertama. Walaupun
demikian manfaat masih dapat dicapai pada IMA sampai 12 jam
setelah sarapan.