Anda di halaman 1dari 16

PELAJARI

( KELOMPOK 1 – 4 )

A. KELOMPOK 1
“ ANALISIS RESIKO BENCANA DAN DAMPAK PSIKOLOGIS AKIBAT
BENCANA “

1. Pengertian
Manajemen Resiko Bencana adalah proses identifikasi , analisis dan kuantifikasi
keboleh jadian kerugian (probability of losses ) agar digunakan untuk mengambil
tindakan pencegahan atau mitigasi dan pemulihan.

2. Faktor Penentu Risiko Bencana


a. Ancaman/bahaya (Hazard) = H Kejadian yang berpotensi mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat sehingga menyebabkan timbulnya
korban jiwa, kerusakan harta benda, kehilangan rasa aman, kelumpuhan
ekonomi dan kerusakan lingkungan serta dampak psikologis.
b. Capanility/ Kemampuan
Kemampuan adalah kondisi masyarakat yang memiliki kekuatan dan
kemampuan dalam mengkaji dan menilai ancaman serta bagaimana
masyarakat dapat mengelola lingkungan dan sumberdaya yang ada, dimana
dalam kondisi ini masyarakat sebagai penerima manfaat dan penerima risiko
bencana menjadi bagian penting dan sebagai actor kunci dalam pengelolaan
lingkungan untuk mengurangi risiko bencana dan ini menjadi suatu kajian
dalam melakukan manajemen bencana berbasis masyarakat (Comunity Base
Disaster Risk Management).
c. Risiko (risk)
Risiko adalah besarnya kerugian atau kemungkinan terjadi korban manusia,
kerusakan dan kerugian ekonomi yg disebabkan oleh bahaya tertentu di suatu
daerah pada suatu waktu tertentu.
3. Langkah-Langkah Analisa Resiko
a. Pengenalan dan pengkajian bahaya
b. Pengenalan kerentanan
c. Analisis kemungkinan dampak bencana
d. Pilihan tindakan penanggulangan bencana
e. Mekanisme penanggulangan dampak bencana
f. Alokasi tugas dan peran instansi

4. Peran Perawat Analisis Resiko


a. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
1) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari
2) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian
3) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di RS
4) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian
5) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan.
6) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular
maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan
lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa.
7) Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak anak, dapat dilakukan
dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain
8) Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan
kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi.

5. Dampak Psikologis
a. Tahap Tanggap Darurat.
Penyintas tampak tertegun, linglung, bingung, apatis dan tatapan mata yang
kosong. Mereka menolak realita, dengan mengatakan ini hanya mimpi,
beberapa yang lain marah jika mendengar orang lain membicarakan tentang
anggta keluarganya yang meninggal bahkan menduh mereka adalah
pembohong. Namun hal itu juga tidak lama, penyintas akan mengalami
perasaan takut yang sangat kuat, disertai dengan rangsangan fisiologis:
jantung berdebar-debar, ketegangan otot, nyeri otot, gangguan gastrointestinal
atau sakit magh. Beberapa kemudian akhirnya menjadi depresif ataupun
kebalikannya menjadi aktif secara berlebihan.
b. Tahap Pemulihan
Pada fase ini kekecewaan dan kemarahan sering menjadi gejala dominan yang
sangat terasa. Pada tahap ini berbagai gejala pascatrauma muncul, misalnya
"Pasca Trauma Stress Disorder," "Disorder Kecemasan Generalized,"
"Abnormal Dukacita, " dan " Post Traumatic Depresi ".
1) Emosi : Mudah menangis ataupun kebalikkannya yakni mudah marah,
emosinya labil, mati rasa dan kehilangan minat untuk melakukan aktivitas,
gelisah, perasaan ketidakefektifan, malu dan putus asa.
2) Pikiran : Mimpi buruk, mengalami halusinasi ataupun disasosiasi, mudah
curiga (pada penyintas kasus bencana karena manusia), sulit konsentrasi,
menghindari pikiran tentang bencana dan menghindari tempat, gambar,
suara mengingatkan penyintas bencana; menghindari pembicaraan tentang
hal itu
3) Tubuh : Sakit kepala, perubahan siklus mensruasi, sakit punggung,
sariawan atau sakit magh yang terus menerus sakit kepala, berkeringat dan
menggigil, tremor, kelelahan, rambut rontok, perubahan pada siklus haid,
hilangnya gairah seksual, perubahan pendengaran atau penglihatan, nyeri
otot
4) Perilaku : Menarik diri, sulit tidur, putus asa, ketergantungan, perilaku
lekat yang berlebihan atau penarikan social, sikap permusuhan,
kemarahan, merusak diri sendiri, perilaku impulsif dan mencoba bunuh
diri.
c. Tahap Rekonstruksi
Satu tahun atau lebih setelah bencana, Selama fase ini, walaupun banyak
penyintas mungkin telah sembuh, namun beberapa yang tidak mendapatkan
pertolongan dengan tepat menunjukkan gejala kepribadian yang serius dan
dapat bersifat permanen. Pada tahap ini risiko bunuh diri dapat meningkatkan,
kelelahan kronis, ketidakmampuan untuk bekerja, kehilangan minat dalam
kegiatan sehari-hari, dan kesulitan berpikir dengan logis.
B. KELOMPOK 2
“ MANAJEMEN RESIKO BENCANA “

1. Pengertian
Manajemen risiko bencana adalah upaya untuk mengurangi bahaya atau
konsekuensi yang dapat terjadi pada penghidupan masyarakat yang disebabkan,
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda, dan dampak psikologis dengan cara tindakan persiapan sebelum
bencana terjadi, dukungan, dan membangun kembali masyarakat saat setelah
bencana terjadi.

2. Tujuan
a. Mempersiapkan diri menghadapi semua bencana atau kejadian yang tidak
diinginkan.
b. Menekan kerugian dan korban yang dapat timbul akibat dampak suatu
bencana atau kejadian.
c. Meningkatkan kesadaran semua pihak dalam masyarakat atau organisasai
tentang bencana sehingga terlibat dalam proses penanganan bencana
d. Melindungi anggota masyarakat dari bahaya atau dampak bencana sehingga
korban dan penderitaan yang dialami dapat dikurangi.

3. Manfaat
a. Evaluasi dari program pengendali bencana akan dapat memberikan gambaran
mengenai keberhasilan dan kegagalan operasi perusahaan
b. Memberikan sumbangan bagi peningkatan keuntungan perusahaan
c. Ketenangan hati yang dihasilkan oleh manajemen bencana yang baik akan
membantu meningkatkan produktifitas dan kinerja
d. Menunjukkan tanggungjawab sosial perusahaan terhadap karyawan,
pelanggan dan masyarakat luas.
4. PROSES SIKLUS MANAJEMEN RISIKO BENCANA
a. Pra bencana
1) Kesiapsiagaan Kesiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui
langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
2) Peringatan dini Peringatan dini disampaikan dengan segera kepada semua
pihak, khususnya mereka yang potensi terkena bencana akan kemungkinan
datangnya suatu bencana di daerahnya masing-masing.
3) Mitigasi Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 21 tahun 2008, mitigasi
bencana adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik
melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan
kemampuan menghadapi ancaman bencana.
b. Saat bencana
1. Tanggap darurat
Menurut PP No. 11, langkah-langkah yang dilakukan dalam kondisi
tanggap darurat antara lain:
a) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumberdaya, sehingga dapat diketahui dan diperkirakan magnitude
bencana, luas area yang terkena dan perkiraan tingkat kerusakannya.
b) Penentuan status keadaan darurat bencana.
c) Berdasarkan penilaian awal dapat diperkirakan tingkat bencana
sehingga dapat pula ditentukan status keadaan darurat. Jika tingkat
bencana terlalu besar dan berdampak luas, mungkin bencana tersebut
dapat digolongkan sebagai bencana nasional.
d) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana.
2. Penanggulangan
a) Evakuasi dan pengungsi (Evacuation and migration)
b) Pencarian dan Penyelamatan (Search and rescue – SAR)
c) Penilaian paska bencana (Post-disaster assessment)
d) Respon dan Pemulihan (Response and relief)
e) Logistik dan suplai (Logistics and supply) Manyalurkan bantuan
logistik kepada korban bencana.
f) Manajemen Komunikasi dan Informasi (Communication and
information management) Memberikan informasi dan komunikasi
kepada media massa mengenai jumlah kerugian korban bencana
g) Respon dan pengaturan orang selamat (Survivor response and coping)
Melakukan mendata jumlah korban bencana yang selamat baik. Ibu
Hamil, anakanak dan orang Manula.
h) Keamanan (Security) Mamberikan pelayanan keamanan terhadap
korban jiwa, baik itu harta benda dan yang lain.
i) Manajemen pengoperasian emergensi (Emergency operations
management) Melakukan manajemen pengoperasian emergenci pada
saat terjadinya bencana
c. Pasca Bencana
Rekonstruksi dan Rehabilitasi

5. PROSES MANAJEMEN RESIKO BENCANA


a. Identifikasi Bencana
Identifikasi bencana dilakukan dengan melihat berbagai aspek yang ada
disuatu daerah atau perusahaan, seperti lokasi, jenis kegiatan, kondisi
geografis, cuaca, alam, aktivitas manusia, dan industry, sumberdaya alam serta
sumber lainnya yang berpotensi menimbulkan bencana. Identifikasi bencana
ini dapat didasarkan pada pengalaman bencana sebelumnya dan prediksi
kemungkinan suatu bencana yang dapat terjadi.
b. Penilaian dan Evaluasi Risiko Bencana
Berdasarkan hasil identifikasi bencana dilakukan penilaian kemungkinan dan
skala dampak yang mungkin ditimbulkan oelh bencana tersebut. Dengan
demikian dapat diketahui, apakah potensi sebuah bencana di suatu daerah
tergolong tinggi atau rendah.
c. Pengendalian
1) Mengurangi kemungkinan
Strategi pertama adalah dengan mengurangi kemungkinan terjadinya
bencana. Semua bencana pada dasarnya dapat dicegah, namun untuk
bencana alam terdapat pengecualian.
2) Mengurangi dampak atau keparahan
Jika kemungkinan bencana tidak dapat dikurangi atau dihilangkan, maka
langkah yang harus dilakukan adalah mengurangi keparahan atau
konsekuensi yang ditimbulkan.

C. KELOMPOK 3
“ MANAJEMEN KEP. BENCANA PADA KELOMPOK RENTAN “

1. Pengertian
Menurut UU No 24/2007, pasal 55, ayat 2 Kelompok rentan dalam situasi
bencana adalah individu atau kelompok yang terdampak lebih berat diakibatkan
adanya kekurangan dan kelemahan yang dimilikinya yang pada saat bencana
terjadi menjadi beresiko lebih besar, meliputi: bayi, balita, dan anak-anak; ibu
yang sedang mengandung / menyusui; penyandang cacat (disabilitas); dan orang
lanjut usia.

2. Tindakan sesuai kelompok rentan


a. Mempersiapkan peralatan-peralatan kesehatan sesuai dengan kebutuhan
kelompok-keompok rentan tersebut, contohnya ventilisator untuk anak, alat
bantu untuk individu yang cacat, alat-alat bantuan persalinan, dll.
b. Melakukan pemetaan kelompok-kelompok rentan
c. Merencanakan intervensi-intervensi untuk mengatasi hambatan informasi dan
komunikasi
d. Menyediakan transportasi dan rumah penampungan yang dapat diakses
e. Menyediakan pusat bencana yang dapat diakses.

3. Sumber Daya Kelompok Rentan


a. Terbentuknya desa siaga dan organisasi kemasyarakatan yang terus
mensosialisasikan kesiapsiagaan terhadap bencana terutama untuk area yang
rentan terhadap kejadian bencana.
b. Kesiapan rumah sakir atau fasilitas kesehatan menerima korban bencana dari
kelompok berisiko baik itu dari segi fasilitas maupun ketenagaan seperti :
beberapa jumlah incubator untuk bayi baru lahir, tempat tidur untuk pasien
anak, ventilator anak, fasilitas persalinan, fasilitasperawatan pasien dengan
penyakit kronis, dsb
c. Adanya symbol – symbol atau bahasa yang bisa dimengerti oleh individu-
individu dengan kecacatan tentang peringatan bencana, jalur evakuasi, lokasi
pengungsian dll.
d. Adanya system support berpa konseling dari ahli-ahli voluntir yang khusus
menangani kelompok beresiko untuk mencegah dan mengidentifikasi dini
kondisi depresi pasca bencana pada kelompok tersebut sehingga intervensi
yang sesuai dapat diberikan untuk merawat mereka.
e. Adanya agensi-agensi baik itu dari pemerintah maupun non pemerintah (NGO)
yang membantu korban bencana terutama kelompok-kelompok beresiko
seperti: agensi perlindungan anak dan perempuan, agency pelacakan keluarga
korban bencana ( tracking centre), dll.

4. Lingkungan yang sesuai untuk kelompok rentan


a. Menciptakan kondisi/ lingkungan yang memungkinkan ibu menyusui untuk
terus memberikan ASI kepada anaknya dengan cara memberikan dukungan
moril, menyediakan konsultasi laktasi dan pencegahandepresi.
b. Membantu anak kembali melakukan aktivitas - aktivitas regular
sebagaimana sebelum kejadian bencana seperti : penjagaan kebersihan diri,
belajar/ sekolah, dan bermain.
c. Melibatkan lansia dalam aktivitas-aktivitas social dan program lintas generasi
misalnya dengan remaja dan anak-anak untuk mengurangi resiko isolasi social
dan depresi.
d. Menyediakan informasi dan lingkungan yang kondusif untukindividudengan
keterbatasan fisik, misalnya area evakuasi yang dapat diakses oleh mereka.
e. Adanya fasilitas-fasilitas perawatan untuk korban dengan penyakit kronis dan
infeksi.
D. KELOMPOK 4
“ PERSIAPAN DALAM MENGHADAPI BENCANA “

1. Definisi Persiapan / Kesiapsiagaan Bencana


Persiapan bencana adalah satu set doktrin untuk menyiapkan masyarakat
untuk menghadapi bencana alam atau buatan manusia ( Wikipedia ). Menurut
Randolph Kent (1994) Kesiapsiagaan bencana mencakup “ peramalan dan
pengambilan keputusan tindakan – tindakan pencegahan sebelum munculnya
ancaman.

2. Tujuan
a. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia dalam melaksanakan Standart
Operasional Prosedur (SOP) yang telah dibuat.
b. Mengkaji kemampuan peralatan penunjang komunikasi sistem peringatan dini,
penunjang evakuasi, serta penunjang tanggap darurat.
c. Mengkaji kerja sama antar institusi/organisasi lokal.

3. Tindakan Persiapan / kesiapsiagaan


a. Gempa Bumi
b. Tsunami
c. Kebakaran
d. Banjir
e. Tanah longsor
f. Letusan Gunung Api

Anda mungkin juga menyukai