Alamat korespondensi: ISSN 2252-6978
Jalan Perhubungan I No. 5 Tangerang Selatan Banten 15221 Indonesia
E-mail: dk.agung01@gmail.com
12
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
PENDAHULUAN
antara dua variabel 𝑋 dan 𝑌 secara data
Wilayah Indonesia dilewati oleh garis kontinue .
ekuator dunia yang menyebabkan Indonesia Koefisien Korelasi Pearson merupakan
menjadi daerah konvektif paling aktif. didukung korelasi parametrik, maka disyaratkan variabel
dengan wilayah perairan Indonesia yang sangat 𝑋 dan 𝑌 berdistribusi normal.
luas yang menghasilkan awan–awan Untuk mengetahui suatu data
cumulonimbus yang merupakan awan berdistribusi normal atau tidak, dapat
penyebab utama kejadian petir dan juga menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
hujan.kerapatan petir di Indonesia bervariasi Berdasarkan Daniel (1989) pada buku Applied
antara 5 sampai dengan 15 sambaran petir per Nonparametric Statistics, berikut langkah-
kilometre persegi per tahun, sedangkan di eropa langkahnya:
dan jepang hanaya berkisar antara 1 sampai a. Hipotesis
dengan 3 petir per kilometre persegi per tahun. H0 : 𝐹(𝑥)= 𝐹0 (𝑥) , untuk semua 𝑥 ∈
Petir merupakan gejala listrik alami (−∞, ∞)
dalam atmosfer bumi yang tidak dapat (data berdistribusi Normal)
dicegah.petir didefinisikan sebagai pelepasan H1 : 𝐹(𝑥)≠ 𝐹0 (𝑥) untuk sekurang-kurangnya
muatan listrik dengan arus yang cukup tinggi satu 𝑥 ∈ (−∞, ∞)
dan bersifat sangat singkat yang biasanya terjadi (data tidak berdistribusi Normal)
pada saat awan Cumolonimbus (Cb). b. Statistik uji
Aktivitas kelistrikan atmosfer sendiri 𝐷 = sup |𝑆(𝑥)−𝐹0 (𝑥)|
menunjukkan adanya korelasi antara jumlah 𝑥
sambaran petir dan curah hujan. Dari sudut c. Kriteria uji
pandang spasial, sambaran petir awan ke tanah H0 ditolak jika 𝐷 ≥ 𝑑(1−𝛼⁄ ) atau p-value < α
2
(CG) umumnya terjadi didaerah dimana curah Koefisien Korelasi Pearson memiliki
hujan tinggi terjadi. Selain itu, sambaran petir karekteristik yang dianggap memenuhi
merupakan peristiwa yang berhubungan dengan persyaratan sebagai suatu ukuran antara dua
hujan , jika sambaran petir dihasilkan oleh variabel X dan Y. Karakteristik tersebut
badai (storm) dimana sebanding dengan Menurut Daniel (1989) adalah :
akumulasi curah hujan , maka tingkat sambaran 1. Jika nilai-nilai 𝑋 yang besar cenderung
petir dapat digunkan sebagai sarana untuk berpasangan dengan nilai Y yang besar
mengukur curah hujan. (demikian pula untuk 𝑋 dan 𝑌 yang kecil),
Penelitian kali ini bertujuan untuk ukuran korelasi disini harus positif dan
mengetahui hubungan antara jumlah sambaran mendekati 1 dengan semakin nyatanya
petir dengan curah hujan yang terjadi, apakah kecenderungan tersebut. Dalam situasi
besar nya curah hujan yang turun sebanding begini, hubungan antara 𝑋 dan 𝑌 kita sebut
dengan petir yang menyambar. Wilayah kota pertalian langsung
Manado diambil sebagai daerah penelitian. 2. Jika nilai-nilai 𝑋 yang kecil cenderung
Kota Manado terletak di ujung pulau Sulawesi berpasangan dengan nilai 𝑌 yang besar
dan merupakan kota terbesar di belahan (demikian pula sebaliknya), ukuran korelasi
Sulawesi Utara sekaligus sebagai Ibukota disini harus negatif dan mendekati -1 dengan
propinsi Sulawesi Utara. Secara geografis Kota semakin nyatanya kecenderungan tersebut.
Manado terletak di antara 1°25’88”-1°39’50” Dalam situasi begini, hubungan antara 𝑋
LU dan 124°47’00”-124°56”00” Bujur Timur. dan 𝑌 kita sebut pertalian invers.
Perhitungan nilai korelasi antara 3. Jika nilai-nilai 𝑋 yang besar memiliki
frekuensi sambaran petir dan intensitas hujan kecenderungan yang sama untuk
dihitung menggunakan Koefisien Korelasi berpasangan baik dengan nilai-nilai 𝑌 yang
Pearson. Koefisien Korelasi Pearson yang besar, maka ukuran korelasi harus
pertama kali ditemukan oleh Karl Pearson ini, mendekati nol. Dalam hal itu, 𝑋 dan 𝑌 tidak
digunakan untuk menentukan hubungan linier berkaitan, dan karena itu disebut bebas. Jika
13
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
𝑋 dan 𝑌 bebas, korelasi antara keduanya yang didapat dari Stasiun Geofisika Manado
pasti nol, tetapi korelasi yang bernilai nol memiliki ekstensi .ldc , harus dikonversi ke
tidak selalu menyatakan ketidakterkaitan. ekstensi .kml lalu ke .csv agar dapat terbaca di
program Ms Excel untuk kemudian diolah
Rumus korelasi: menggunakan program Arcgis 10.2.2. Dalam
𝑆𝑆𝑋𝑌 penelitian ini, rekaman petir yang dipakai
𝑅𝑋𝑌 = (1)
√𝑆𝑆𝑋𝑋 𝑆𝑆𝑌𝑌 adalah rekaman petir di daratan saja. Untuk
dimana: mendapatkan data frekuensi petir per bulan di
∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑋𝑖 ∑𝑖=1 𝑌𝑖
wilayah daratan di Kota Manado digunakan
𝑆𝑆𝑋𝑌 = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 𝑌𝑖 -
𝑛 tool clip pada Arcgis 10.2.2.
2
(∑𝑛
𝑖=1 𝑌)
𝑆𝑆𝑋𝑋 = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 2 -
𝑛
2
(∑𝑛
𝑖=1 𝑌𝑖 )
𝑆𝑆𝑌𝑌 = ∑𝑛𝑖=1 𝑌 2 -
𝑛
Negatif Sempurna -1
Negatif Kuat -1 < 𝑅 ≤ -0,9
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Negatif Moderat -0,9 < 𝑅 < -0,5
Negatif Lemah -0,5 ≤ 𝑅 < 0 Data rekaman petir dalam format .csv
kemudian diseleksi untuk mendapatkan data
Tidak Berkorelasi 0
rekaman petir pada radius sensor Lightning
Positif Lemah 0 < 𝑅 ≤ 0,5 Detector menggunakan program Lightning Data
Positif Moderat 0,5 < 𝑅 < 0,9 Processing. Dari data tersebut kemudian dapat
Positif Kuat 0,9 ≤ 𝑅 < 1 dihitung jumlah sambaran petir jenis CG + dan
CG – pada wilayah jangkauan sensor. Setelah
Positif Sempurna 1
didapatkan data rekaman hanya pada wilayah
jangkauan sensor, kemudian data disajikan
Jika nilai 𝑅 positif, maka untuk variabel dalam bentuk peta kerapatan petir
𝑋 bernilai naik maka variabel 𝑌 bernilai naik menggunakan program Arcgis 10.2.2. Wilayah
pula. Sebaliknya jika nilai 𝑅 negatif, maka yang memiliki kerapatan tertinggi akan dipilih
untuk variabel 𝑋 bernilai naik, variabel 𝑌 akan penulis sebagai lokasi penelitian ini. Peta
bernilai turun. begitu pula sebaliknya. Dalam kerapatan petir pada jangkauan sensor akan
penelitian ini terdapat 2 variabel, yakni ditampilkan pada bab selanjutnya. Setelah
frekuensi sambaran petir (𝑋) dan intensitas menentukan wilayah yang akan dijadikan lokasi
hujan (𝑌). penelitian, langkah selanjutnya adalah
menghitung frekuensi sambaran pada lokasi
METODE EKSPERIMEN yang ditentukan. Perhitungan frekuensi
sambaran dapat dihitung menggunakan
Pengambilan dan Pengolahan Data Petir program Arcgis 10.2.2.
Data petir didapat dari sensor Lightning
Detector Stasiun Geofisika Manado yang terletak Pengambilan Data Hujan
di koordinat 1,44 LU dan 124,84 BT (Gambar Data intensitas curah hujan diperoleh
1). Jangkauan rekaman yang dicapai sensor dari Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi
adalah 0,5o ke arah utara, selatan, barat, timur Manado. Besarnya jumlah intensitas hujan
dari koordinat sensor. Dalam hal ini, Kota dapat diukur menggunakan penakar hujan
Manado terjangkau oleh sensor Lighting Detector otomatis atau menggunakan penakar hujan
Stasiun Geofisika Manado. Data rekaman petir Obs. Posisi penakar hujan dapat dilihat pada
14
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
Gambar 1 . Ada 2 cara untuk mendapatkan menggunakan program Lightning Data Processing
data intensitas hujan. Yakni, dengan menyurat untuk dihasilkan data frekuensi sambaran petir
secara langsung atau mengunduh melalui laman pada lokasi jangkauan sensor LD Stasiun
resmi milik BMKG. Dalam penelitian ini, Geofisika Manado. Berikut merupakan data
penulis mengunduh data intensitas hujan tahun frekuensi petir pada wilayah jangkauan sensor
2016 di Kota Manado melalui laman resmi LD Stasiun Geofisika Manado tahun 2016.
BMKG di http://dataonline.bmkg.go.id/home.
Data yang diperoleh berupa data intensitas Tabel 2. Tabel frekuensi Sambaran Petir pada
hujan harian dalam satuan mm. Untuk itu, data Wilayah Jangkauan Sensor LD Stasiun
perlu diolah menjadi data intensitas hujan Geofisika Manado Tahun 2016
bulanan agar dapat dicari korelasinya terhadap Bulan CG + CG - Total
frekuensi petir per bulan. Januari 1 4074 4075
Berikut adalah diagram alir dalam Februari 1 2272 2273
penelitian ini. Maret 1 2078 2079
April 2 12496 12498
Mulai
Mei 3 29930 29933
Juni 4 18226 18230
Data Intensitas Hujan dan Data
Petir di BMKG Manado Juli 3 26628 26631
Agustus 3 5214 5217
Konversi Data Petir
September 8 10211 10219
(.Idc .kml .csv)
Oktober 3 21575 21578
November 11 38694 38705
Petir CG + dan CG –
Desember 7 48584 48591
pada Wilayah Jangkauan Sensor Total 47 219982 220029
Peta Kerapatan Petir
15
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
16
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
17
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)
18