Anda di halaman 1dari 7

UPJ 6 (2) (2017)

Unnes Physics Journal


http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/upj
Korelasi Frekuensi Sambaran Petir Terhadap Intensitas Curah Hujan di Kota
Manado Tahun 2016
Deka Agung Pratama, Rosi Budi Kurniawan, Octadini Rahma Dica
Prodi Geofisika Sekolah Tinggi Meteorologi Kimatologi dan Geofisika
Kampus Pusat, Tangerang Selatan, Banten 15221
Info Artikel Abstrak
Diterima Desember 2017 Petir merupakan peristiwa pelepasan muatan akibat adanya perbedaan potensial. Petir dapat
Disetujui Januari 2018 terjadi karena adanya awan petir atau dapat juga disebut sebagai awan cumulonimbus. Dalam
Dipublikasikan Februari proses terbentuknya awan petir, di dalamnya terdapat proses kondensasi. Ketika awan sudah
2018 tidak mampu menampung air yang terbentuk akibat kondensasi, maka air tersebut akan jatuh
dalam bentuk hujan. Ketika terjadi hujan, terkadang disertasi sambaran petir. Penelitian ini
Keywords:
bertujuan untuk mengetahui korelasi antara frekuensi sambaran petir terhadap jumlah intensitas
Petir, Intensitas Hujan,
hujan. Data frekuensi sambaran petir diambil dari sensor Lightning Detector Stasiun Geofisika
Frekuensi Sambaran
Manado pada tahun 2016. Data jumlah intensitas curah hujan didapat dari Stasiun Meteorologi
Sam Ratulangi Manado. Perhitungan frekuansi sambaran petir dihitung per bulan di Kota
Manado dengan menggunakan aplikasi Arcgis 10.2.2. Metode yang digunakan dalam perhitungan
korelasi adalah Koefisien Korelasi Pearson. Frekuensi sambaran petir dimisalkan sebagai variabel
𝑋 dan nilai intensitas hujan dimisalkan sebagai variabel 𝑌. Setelah dilakukan perhitungan,
didapat nilai Rs sebesar 0,674 yang artinya antara variabel 𝑋 (frekuensi sambaran) dengan
variabel 𝑌 (intensitas hujan) terdapat hubungan linier positif moderat sebesar 0.674.

© 2017 Universitas Negeri Semarang


Alamat korespondensi: ISSN 2252-6978
Jalan Perhubungan I No. 5 Tangerang Selatan Banten 15221 Indonesia
E-mail: dk.agung01@gmail.com

12
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

PENDAHULUAN
antara dua variabel 𝑋 dan 𝑌 secara data
Wilayah Indonesia dilewati oleh garis kontinue .
ekuator dunia yang menyebabkan Indonesia Koefisien Korelasi Pearson merupakan
menjadi daerah konvektif paling aktif. didukung korelasi parametrik, maka disyaratkan variabel
dengan wilayah perairan Indonesia yang sangat 𝑋 dan 𝑌 berdistribusi normal.
luas yang menghasilkan awan–awan Untuk mengetahui suatu data
cumulonimbus yang merupakan awan berdistribusi normal atau tidak, dapat
penyebab utama kejadian petir dan juga menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov.
hujan.kerapatan petir di Indonesia bervariasi Berdasarkan Daniel (1989) pada buku Applied
antara 5 sampai dengan 15 sambaran petir per Nonparametric Statistics, berikut langkah-
kilometre persegi per tahun, sedangkan di eropa langkahnya:
dan jepang hanaya berkisar antara 1 sampai a. Hipotesis
dengan 3 petir per kilometre persegi per tahun. H0 : 𝐹(𝑥)= 𝐹0 (𝑥) , untuk semua 𝑥 ∈
Petir merupakan gejala listrik alami (−∞, ∞)
dalam atmosfer bumi yang tidak dapat (data berdistribusi Normal)
dicegah.petir didefinisikan sebagai pelepasan H1 : 𝐹(𝑥)≠ 𝐹0 (𝑥) untuk sekurang-kurangnya
muatan listrik dengan arus yang cukup tinggi satu 𝑥 ∈ (−∞, ∞)
dan bersifat sangat singkat yang biasanya terjadi (data tidak berdistribusi Normal)
pada saat awan Cumolonimbus (Cb). b. Statistik uji
Aktivitas kelistrikan atmosfer sendiri 𝐷 = sup |𝑆(𝑥)−𝐹0 (𝑥)|
menunjukkan adanya korelasi antara jumlah 𝑥
sambaran petir dan curah hujan. Dari sudut c. Kriteria uji
pandang spasial, sambaran petir awan ke tanah H0 ditolak jika 𝐷 ≥ 𝑑(1−𝛼⁄ ) atau p-value < α
2
(CG) umumnya terjadi didaerah dimana curah Koefisien Korelasi Pearson memiliki
hujan tinggi terjadi. Selain itu, sambaran petir karekteristik yang dianggap memenuhi
merupakan peristiwa yang berhubungan dengan persyaratan sebagai suatu ukuran antara dua
hujan , jika sambaran petir dihasilkan oleh variabel X dan Y. Karakteristik tersebut
badai (storm) dimana sebanding dengan Menurut Daniel (1989) adalah :
akumulasi curah hujan , maka tingkat sambaran 1. Jika nilai-nilai 𝑋 yang besar cenderung
petir dapat digunkan sebagai sarana untuk berpasangan dengan nilai Y yang besar
mengukur curah hujan. (demikian pula untuk 𝑋 dan 𝑌 yang kecil),
Penelitian kali ini bertujuan untuk ukuran korelasi disini harus positif dan
mengetahui hubungan antara jumlah sambaran mendekati 1 dengan semakin nyatanya
petir dengan curah hujan yang terjadi, apakah kecenderungan tersebut. Dalam situasi
besar nya curah hujan yang turun sebanding begini, hubungan antara 𝑋 dan 𝑌 kita sebut
dengan petir yang menyambar. Wilayah kota pertalian langsung
Manado diambil sebagai daerah penelitian. 2. Jika nilai-nilai 𝑋 yang kecil cenderung
Kota Manado terletak di ujung pulau Sulawesi berpasangan dengan nilai 𝑌 yang besar
dan merupakan kota terbesar di belahan (demikian pula sebaliknya), ukuran korelasi
Sulawesi Utara sekaligus sebagai Ibukota disini harus negatif dan mendekati -1 dengan
propinsi Sulawesi Utara. Secara geografis Kota semakin nyatanya kecenderungan tersebut.
Manado terletak di antara 1°25’88”-1°39’50” Dalam situasi begini, hubungan antara 𝑋
LU dan 124°47’00”-124°56”00” Bujur Timur. dan 𝑌 kita sebut pertalian invers.
Perhitungan nilai korelasi antara 3. Jika nilai-nilai 𝑋 yang besar memiliki
frekuensi sambaran petir dan intensitas hujan kecenderungan yang sama untuk
dihitung menggunakan Koefisien Korelasi berpasangan baik dengan nilai-nilai 𝑌 yang
Pearson. Koefisien Korelasi Pearson yang besar, maka ukuran korelasi harus
pertama kali ditemukan oleh Karl Pearson ini, mendekati nol. Dalam hal itu, 𝑋 dan 𝑌 tidak
digunakan untuk menentukan hubungan linier berkaitan, dan karena itu disebut bebas. Jika

13
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

𝑋 dan 𝑌 bebas, korelasi antara keduanya yang didapat dari Stasiun Geofisika Manado
pasti nol, tetapi korelasi yang bernilai nol memiliki ekstensi .ldc , harus dikonversi ke
tidak selalu menyatakan ketidakterkaitan. ekstensi .kml lalu ke .csv agar dapat terbaca di
program Ms Excel untuk kemudian diolah
Rumus korelasi: menggunakan program Arcgis 10.2.2. Dalam
𝑆𝑆𝑋𝑌 penelitian ini, rekaman petir yang dipakai
𝑅𝑋𝑌 = (1)
√𝑆𝑆𝑋𝑋 𝑆𝑆𝑌𝑌 adalah rekaman petir di daratan saja. Untuk
dimana: mendapatkan data frekuensi petir per bulan di
∑𝑛 𝑛
𝑖=1 𝑋𝑖 ∑𝑖=1 𝑌𝑖
wilayah daratan di Kota Manado digunakan
𝑆𝑆𝑋𝑌 = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 𝑌𝑖 -
𝑛 tool clip pada Arcgis 10.2.2.
2
(∑𝑛
𝑖=1 𝑌)
𝑆𝑆𝑋𝑋 = ∑𝑛𝑖=1 𝑋𝑖 2 -
𝑛
2
(∑𝑛
𝑖=1 𝑌𝑖 )
𝑆𝑆𝑌𝑌 = ∑𝑛𝑖=1 𝑌 2 -
𝑛

TABEL 1. Tabel klasifikasi untuk nilai R


Arti 𝑹𝒔 Interval nilai 𝑹𝒔

Negatif Sempurna -1
Negatif Kuat -1 < 𝑅 ≤ -0,9
Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian
Negatif Moderat -0,9 < 𝑅 < -0,5
Negatif Lemah -0,5 ≤ 𝑅 < 0 Data rekaman petir dalam format .csv
kemudian diseleksi untuk mendapatkan data
Tidak Berkorelasi 0
rekaman petir pada radius sensor Lightning
Positif Lemah 0 < 𝑅 ≤ 0,5 Detector menggunakan program Lightning Data
Positif Moderat 0,5 < 𝑅 < 0,9 Processing. Dari data tersebut kemudian dapat
Positif Kuat 0,9 ≤ 𝑅 < 1 dihitung jumlah sambaran petir jenis CG + dan
CG – pada wilayah jangkauan sensor. Setelah
Positif Sempurna 1
didapatkan data rekaman hanya pada wilayah
jangkauan sensor, kemudian data disajikan
Jika nilai 𝑅 positif, maka untuk variabel dalam bentuk peta kerapatan petir
𝑋 bernilai naik maka variabel 𝑌 bernilai naik menggunakan program Arcgis 10.2.2. Wilayah
pula. Sebaliknya jika nilai 𝑅 negatif, maka yang memiliki kerapatan tertinggi akan dipilih
untuk variabel 𝑋 bernilai naik, variabel 𝑌 akan penulis sebagai lokasi penelitian ini. Peta
bernilai turun. begitu pula sebaliknya. Dalam kerapatan petir pada jangkauan sensor akan
penelitian ini terdapat 2 variabel, yakni ditampilkan pada bab selanjutnya. Setelah
frekuensi sambaran petir (𝑋) dan intensitas menentukan wilayah yang akan dijadikan lokasi
hujan (𝑌). penelitian, langkah selanjutnya adalah
menghitung frekuensi sambaran pada lokasi
METODE EKSPERIMEN yang ditentukan. Perhitungan frekuensi
sambaran dapat dihitung menggunakan
Pengambilan dan Pengolahan Data Petir program Arcgis 10.2.2.
Data petir didapat dari sensor Lightning
Detector Stasiun Geofisika Manado yang terletak Pengambilan Data Hujan
di koordinat 1,44 LU dan 124,84 BT (Gambar Data intensitas curah hujan diperoleh
1). Jangkauan rekaman yang dicapai sensor dari Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi
adalah 0,5o ke arah utara, selatan, barat, timur Manado. Besarnya jumlah intensitas hujan
dari koordinat sensor. Dalam hal ini, Kota dapat diukur menggunakan penakar hujan
Manado terjangkau oleh sensor Lighting Detector otomatis atau menggunakan penakar hujan
Stasiun Geofisika Manado. Data rekaman petir Obs. Posisi penakar hujan dapat dilihat pada

14
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

Gambar 1 . Ada 2 cara untuk mendapatkan menggunakan program Lightning Data Processing
data intensitas hujan. Yakni, dengan menyurat untuk dihasilkan data frekuensi sambaran petir
secara langsung atau mengunduh melalui laman pada lokasi jangkauan sensor LD Stasiun
resmi milik BMKG. Dalam penelitian ini, Geofisika Manado. Berikut merupakan data
penulis mengunduh data intensitas hujan tahun frekuensi petir pada wilayah jangkauan sensor
2016 di Kota Manado melalui laman resmi LD Stasiun Geofisika Manado tahun 2016.
BMKG di http://dataonline.bmkg.go.id/home.
Data yang diperoleh berupa data intensitas Tabel 2. Tabel frekuensi Sambaran Petir pada
hujan harian dalam satuan mm. Untuk itu, data Wilayah Jangkauan Sensor LD Stasiun
perlu diolah menjadi data intensitas hujan Geofisika Manado Tahun 2016
bulanan agar dapat dicari korelasinya terhadap Bulan CG + CG - Total
frekuensi petir per bulan. Januari 1 4074 4075
Berikut adalah diagram alir dalam Februari 1 2272 2273
penelitian ini. Maret 1 2078 2079
April 2 12496 12498
Mulai
Mei 3 29930 29933
Juni 4 18226 18230
Data Intensitas Hujan dan Data
Petir di BMKG Manado Juli 3 26628 26631
Agustus 3 5214 5217
Konversi Data Petir
September 8 10211 10219
(.Idc .kml  .csv)
Oktober 3 21575 21578
November 11 38694 38705
Petir CG + dan CG –
Desember 7 48584 48591
pada Wilayah Jangkauan Sensor Total 47 219982 220029
Peta Kerapatan Petir

Penentuan Lokasi Penelitian


Dari data di atas diperoleh jumlah
sambaran petir tahun 2016 pada wilayah
Perhitungan Frekuensi Petir di jangkauan sensor LD Stasiun Geofisika
Lokasi Penelitian menggunakan
Arcgis 10.2.2 Manado sebanyak 220.029 sambaran dengan
total sambaran CG + sebanyak 47 sambaran
Korelasi Pearson dan CG - sebanyak 219.982 sambaran. Jumlah
sambaran terbanyak yakni pada Bulan
Analisis Desember yakni 48.591 sambaran (7 sambaran
CG + dan 48.584 CG -). Sedangkan jumlah
Selesai sambaran paling sedikit yakni pada Bulan
Maret yakni sebanyak 2079 sambaran (1
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian sambaran CG + dan 2078 sambaran CG -).
Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa
HASIL DAN PEMBAHASAN frekuensi petir CG - terlihat mendominasi di
setiap bulannya.
Pengolahan Data Setelah didapatkan data frekuensi petir
Data rekaman petir yag didapat dari pada wilayah jangkaun sensor, selanjutnya
Stasiun Geofisika Manado memiliki format .ldc harus ditentukan wilayah mana yang akan
yang kemudian diuabah ke dalam ekstensi .kml dicari korelasinya terhadap intensitas curah
menggunakan program LD/2000. Data .kml hujan. Penentuan lokasi penelitian didapat
tersebut kemudian diubah menjadi ekstensi .csv dengan membuat peta kerapatan petir pada
menggunakan program Ms. Excel . Data .csv wilayah jangkauan sensor. Peta kerapatan petir
tersebut kemudian diubah menjadi ekstensi .xls dibuat dengan cara interpolasi menggunakan
program Arcgis 10.2.2 dengan data masukan

15
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

yang berasal dari data .xls yang dihasilkan oleh


program Lighting Data Processing. Data tersebut Dari data di atas diketahui bahwa jumlah
merupakan data grid dari titik yang berjarak sambaran di Kota Manado pada tahun 2016
0,010 antar titik . sebanyak 3218 sambaran. Jumlah sambaran
terbanyak terjadi pada bulan Desember yakni
920 sambaran, sedangkan paling sedikit pada
Bulan Februari sebanyak 4 sambaran.
Data yang dibutuhkan selanjutnya
adalah data intensitas curah hujan di wilayah
Kota Manado. Data tersebut diambil dari
Stasiun Meteorologi Sam Ratulangi Manado.
Berikut data intensitas curah hujan bulanan
Kota Manado tahun 2016.

Tabel 4. Intensitas Curah Hujan Kota Manado


Tahun 2016
Intensitas
Bulan
Gambar 2. Peta Kerapatan Petir (mm)
Januari 186,4
Dari peta di atas dapat terlihat bahwa Februari 184,3
wilayah frekuensi sambaran tertinggi terdapat
Maret 35,1
pada wilayah Kota Manado yakni sebanyak 181
April 175,6
– 240 sambaran/km2. Setelah diketahui bahwa
Kota Manado memiliki frekuensi sambaran Mei 298,3
petir tertinggi, kemudian perlu didapatkan data Juni 487,2
frekuensi sambaran petir hanya pada wilayah Juli 230,5
daratan Kota Manado. Agustus 45,8
Untuk mendapatkan data frekuensi
September 338,6
sambaran petir pada wilayah daratan Kota
Oktober 185,4
Manado digunakan fitur clip pada Arcgis 10.2.2.
Setelah dilakukan pengolahan dihasilkan data November 300
sebagai berikut. Desember 703,8

Tabel 3. Tabel Frekuensi Sambaran Petir di Korelasi Pearson


Kota Manado Tahun 2016 Setelah didapat data frekuensi sambaran
Bulan Total Sambaran petir dan intensitas hujan di Kota Manado,
Januari 38 maka sebelum dilakukan perhitungan korelasi,
Februari 4 diuji normalitas terlebih dahulu. Berdasarkan
Maret 5 hasil output SPSS 16.0, diperoleh:
April 44
Mei 182 Tabel 5. Output Uji Normalitas
Juni 155
Juli 638
Agustus 65
September 228
Oktober 394
November 545
Desember 920
Total 3218 a. Hipotesis
H0 : data berdistribusi Normal

16
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

H1 : data tidak berdistribusi Normal Dari Tabel 6. didapatkan nilai 𝑆𝑆𝑋𝑌 =


b. Taraf sigifikansi 406452,8, 𝑆𝑆𝑋𝑋 = 959523,7 dan 𝑆𝑆𝑋𝑋 =
α = 5%  0,05 378774,25 Selanjutnya, nilai korelasi dihitung
c. Statistik uji menggunakan persamaan (1).
𝐷 = sup |𝑆(𝑥)−𝐹0 (𝑥)| = 0,221 Setelah dilakukan perhitungan,
𝑥 didapatkan nilai R sebesar 0,674205127.
p-value x = 0,110 Berdasarkan Tabel 1, nilai tersebut masuk ke
dalam kategori positif moderat, Hal tersebut
𝐷 = sup |𝑆(𝑦)−𝐹0 (𝑦)| = 0,178 berarti bahwa antara variabel X (frekuensi
𝑦
sambaran petir) dengan variabel Y (intensitas
p-value y = 0,200
curah hujan) terdapat hubungan linier positif
d. Kriteria uji
moderat sebesar 0,674. Hasil ini juga sama
H0 ditolak jika p-value < α
persis dengan yang diperoleh menggunakan
e. Keputusan
SPSS
H0 diterima karena p-value x (0,110) > α
(0,05) dan p-value y (0,200) > α (0,05)
Tabel 7. Output Perhitungan Korelasi Pearson
f. Kesimpulan
Pada taraf signifikansi 5% H0 diterima,
sehingga data 𝑥 dan 𝑦 berdistribusi normal

Karena sudah diketahui bahwa data 𝑋


dan 𝑌 berdistribusi normal, maka selanjutnya
perhitungan korelasi antara 2 variabel tersebut
dapat dicari. Frekuensi sambaran petir
dimisalkan dalam variabel X dan intensitas
hujan dimisalkan dalam variabe Y. Korelasi
Sehingga dapat disimpulkan bahwa kenaikan
yang digunakan adalah korelasi Pearson ini
jumlah frekuensi sambaran petir sebanding
menentukan hubungan linier (langsung) antara
dengan kenaikan intensitas curah hujan.
dua variabel 𝑋 dan 𝑌 pada data kontinue
Berikut ditampilkan perhitungan penentuan
SIMPULAN
nilai korelasi antara variabel X dan variabel Y:

Berdasarkan data yang didapat, diperoleh nilai


Tabel 6. Perhitungan Korelasi
korelasi antara frekuensi sambaran petir
Bulan X Y XY XX YY terhadap intensitas curah hujan sebesar 0,674.
Januari 38 186,4 7083,2 1444 34744,96 Nilai tersebut masuk dalam kategori hubungan
Februari 4 184,3 737,2 16 33966,49
linier positif moderat. Hubungan positif ini
Maret 5 35,1 175,5 25 1232,01
menunjukkan bahwa jumlah frekuensi
April 44 175,6 7726,4 1936 30835,36
sambaran petir berpengaruh terhadap intensitas
Mei 182 298,3 54290,6 33124 88982,89
curah hujan. Dengan semakin bertambahnya
Juni 155 487,2 75516 24025 237363,8
frekuensi sambaran petir, maka jumlah
Juli 638 230,5 147059 407044 53130,25
intensitas curah hujan juga akan meningkat
Agustus 65 45,8 2977 4225 2097,64
September 228 338,6 77200,8 51984 114650
Oktober 394 185,4 73047,6 155236 34373,16 DAFTAR PUSTAKA
November 545 300 163500 297025 90000
Desember 920 703,8 647496 846400 495334,4 Daniel, W.W. 1989. Statistika Non Parametrik
jumlah 3218 3171 1256809 1822484 1216711 Terapan. Alex Tri K, W., penerjemah.
Jakarta : PT Gramedia. Terjemahan dari
: Applied Nonparametrics Statistic

Haryono, T.(2013).Alat Perlindungan Peralatan

17
Deka Agung Pratama et al / Unnes Physics Journal 6 (1) (2017)

Listrik dan Bangunan terhadap Sambaran


Petir:UGM.Yogyakarta

Labrada, C.R.(1999).Lightning / Precipitation


Relationship on a Global Basis.Massachussets:
Massachussets Institute of Technology.

Soula, S.(1998).The CG lightning activity of storm


causing a flashflood.Geophysics, Res.Lett, 25,
1181-1184.

Tjasyono, B.(2006).Meteorologi Indonesia I.


Jakarta:Badan Meteorologi dan Geofisika.

Zoro, R.(2000).Analisis Karakteristik Petir dan


Cuaca di Wilayah di Daerah Tropis.Jurnal
Teknik Tegangan Tinggi Indonesia, Vol. 2,
No. 1. Bandung:Teknik Elektro, Institut
Teknologi Bandung.

18

Anda mungkin juga menyukai