Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam kehidupan sehari-hari penampilan merupakan tolak ukur yang

dapat terlihat dari pribadi seseorang, dengan penampilan yang rapi, bersih dan

serasi akan menjadikan seseorang bagus dipandang mata. Menciptakan badan

bersih dan rapi dapat dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan

menggosok gigi, namun menggosok gigi bukanlah hal yang mudah bagi

semua orang seperti anak berkebutuhan khusus karena menggosok gigi

membutuhkan teknik atau cara tertentu agar mendapatkan hasil yang baik.

Salah satu yang mengalami keterbatasan dalam menggosok gigi

adalah anak tunagrahita khususnya anak tunagrahita sedang. Anak tunagrahita

sedang yaitu mereka yang termasuk dalam kelompok ini meskipun

kecerdasan dan adaptasi perilaku dibawah tunagrahita ringan. Mereka dapat

belajar keterampilan disekolah untuk tujuan-tujuan fungsional dan mencapai

penyesuaian sebagai pekerja dengan bantuan. Keterlambatan intelektual yang

dialami anak menyebabkan anak mengalami gangguan perkembangan dan

akademiknya sehingga anak mengalami hambatan baik dalam segi bahasa,

emosi, sosial dan akademiknya.

Akan tetapi hambatan yang dimiliki anak bukan berarti anak tidak bisa

mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Untuk menunjang potensi

yang ada pada anak tunagrahita sedang maka diperlukan layanan pendidikan

khusus, dengan adanya layanan pendidikan khusus ini diharapkan anak

1
mampu mencapai perkembangan seoptimal mungkin dan dapat menyesuaikan

diri dalam kehidupan bermasyarakat.

Dalam berbagai keterbatasan anak tunagrahita sedang maka

dibutuhkan usaha oleh guru untuk menggali, mengembangkan potensial dan

setiap komponen agar dapat dikembangkan seoptimal mungkin, salah satunya

dalam bina diri anak tunagrahita sedang yaitu dalam memperkenalkan tata

cara menggosok gigi agar anak terlihat lebih bersih dan ketika anak berbicara

dan tersenyum mulut anak tidak berbau dan gigi anak terlihat putih.

Salah satu cara yang dapat membantu anak tunagrahita sedang dalam

menggosok gigi adalah melalui metode demonstrasi yang dilakukan oleh anak

beserta bimbingan dari guru.

B. Fokus Penulisan

Melihat kemampuan anak dalam menggosok gigi dan usaha yang

dilakukan guru masih dapat dioptimalkan, maka pengamatan ini dapat

difokuskan pada mengenalkan cara mengggosok gigi melalui metode

demonstrasi bagi anak tunagrahita sedang.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan focus pengamatan, maka dapat

dirumuskan permasalahan pengamatan yaitu, “Bagaimanakah Cara

Menggosok Gigi melalui Metode Demonstrasi bagi anak Tunagrahita

sedang”.

2
D. Tujuan Penulisan

Berkaitan dengan permasalahan tersebut, maka penulisan ini bertujuan

untuk :

1. Mengenalkan cara menggosok gigi pada anak tunagrahita sedang.

2. Mendeskripsikan kemampuan anak tunagrahita sedang dalam menggosok

gigi dengan metode latihan.

E. Manfaat Penulisan

Hasil dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Bagi Guru

Sebagai alternative pilihan metode yang dapat digunakan dalam kegiatan

pembelajaran dan mengoptimalkan kemampuan anak tunagrahita sedang

dalam hal menggosok gigi

2. Bagi Sekolah

Sebagai bahan pertimbangan bagi sekolah untuk menyediakan alat untuk

menggosok gigi dan menyediakan waktu tertentu untuk menggosok gigi

yang dapat dilakukan setiap minggunya.

3. Bagi Anak

Sebagai kegiatan yang dapat terasa lebih menyenangkan dalam menggosok

gigi karena guru juga ikut saat mengajarkan pada anak.

4. Bagi Penulis

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang metode demonstrasi

yang dapat digunakan dalam proses belajar mengajar, khususnya bagi anak

tunagrahita sedang.

3
BAB II

KAJIAN TEORI

A. Menggosok Gigi

Menggosok gigi adalah salah satu cara yang dilakukan dalam usaha

menjaga kebersihan pada badan/organ tubuh agar terlihat menyenangkan dan

indah. Menggosok gigi adalah suatu rutinitas yang dilakukan paling kurang

dua kali sehari, karena gigi yang ada akan terlihat bersih dan sehat jika telah

digosok, karena yang perlu diperhatikan kebersihan dan kesehatannya agar

setiap orang yang melihat merasa nyaman badan tidak berada di dekat kita.

Sebelum kita menggosok gigi yang terlebih dahulu yang dilakukan

adalah menyiapkan alat dan bahan untuk menggosok gigi.

1. Alat dan bahan untuk menggosok gigi adalah pasta gigi, sikat gigi, air,

gayung, lap tangan/handuk.

Materi kegiatan dalam menggosok gigi adalah :

a. Mengisi ember dengan air bersih

b. Sikat gigi diberi pasta gigi

c. Menggosok gigi ke atas dan ke bawah

d. Berkumur-kumur hingga bersih

2. Cara melatih menggosok gigi :

a. Guru mempraktekkan kepada anak untuk menggosok gigi

b. Guru bersama siswa mengambil peralatan menggosok gigi

c. Siswa dan guru mengambil ember dan menuangkan air hangat

d. Siswa memberi pasta gigi pada sikat gigi

4
e. Siswa dan guru menggosok gigi dengan aturan yang benar dimulai

dari bagian depan, samping kiri dan kanan, bagian atas sebelah kiri

dan kanan

f. Kemudian berkumur-kumur dengan air bersih

g. Siswa melap bagian mulut yang basah karena air

h. Guru menerangkan tentang manfaat menggosok gigi

i. Guru memberikan cara yang benar dalam hal menggosok gigi

Menyiram Sikat gigi Menggosok Berkumur

Ember diberi gigi ke atas kumur

dengan air pasta gigi ke bawah hingga

matang bersih

B. Anak Tunagrahita Sedang

1. Pengertian Anak Tunagrahita Sedang

Anak tunagrahita mengalami hambatan dan keterbelakangan

mental jauh dibawah rata-rata sedemikian rupa sehingga mengalami

kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial,

karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus (Direktorat PLB,

2004).

5
Sedangkan menurut Amin dalam Maria J Wantah ( 2007 : 11 )

anak yang termasuk dalam kategori tunagrahita sedang pada umumnya

tidak dapat mengikuti pelajaran di SD. Apabila belajar, mereka tidak dapat

mengikuti pelajaran tersebut. Dari segi perkembangan bahasa anak

tersebut sangat terbatas, jika dibandingkan dengan anak tunagrahita

ringan. Kehidupan mereka sangat bergantung pada orang lain, tetapi

mereka dapat membedakan hal yang berbahaya dan tidak berbahaya.

Namun mereka masih memiliki potensi untuk belajar memelihara diri dan

menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Menurut Moh. Amin (1995:23) anak tunagrahita sedang dapat

belajar disekolah untuk tujuan-tujuan fungsional, mencapai suatu tingkat

tanggung jawab sosial, dan mencapai penyesuaian sebagai pekerja dengan

bantuan. Mereka mampu memperoleh keterampilan mengurus diri sendiri

seperti berpakaian, berganti pakaian, mandi, menggunakan WC, makan,

melindungi dir dari bahaya, dapat mengadakan adptasi sosial dirumah dan

dilingkungannya, dapat belajar keterampilan dasar akademis (membaca

tanda, berhitung sederhana, mengenal nomor), dan bekerja dalam tempat

kerja terlindung atau pekerjaan rutin dubawah pengawasan.

2. Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang

Menurut Moh. Amin (1995:39) anak tunagrahita sedang hampir

tidak bisa mempelajari pelajaran-palajaran akademik, mereka pada

umumnya belajar secara membeo bukan dengan pengertian. Perkembagan

bahasanya lebih terbatas dari anak tunagrahita ringan. Mereka hampir

6
selalu bergantung pada perlindungan orang lain, tetapi dapat membedakan

bahaya dan bukan bahaya. Mereka masih mempunyai potensi untuk belajar

memelihara diri dan menyesuaikan diri terhadap lingkungan, dan dapat

mempelajari beberapa pekerjaan yang mempunyai arti ekonomi. Pada

umur dewasa mereka baru mempunyai kecerdasan yang sama dengan anak

umur 7 tahun atau 8 tahun.

Pada fungsi mental mereka mengalami kesukaran dalam

mengalami memusatkan perhatian. Jangkauan perhatiannya sangat sempit

dan cepat beralih sehingga kurang tangguh dalam menghadapi tugas.

Pelupa dan mengalami kesukaran mengungkapkan kembali suatu ingatan.

Kehidupan emosinya lemah mereka jarang sekali menghayati perasaan

bangga, tanggung jawab dan hak sosial. Dorongan biolagis pada umumnya

berkembang dengan baik kecuali hubungan heteroseksual tetapi kehidupan

penghayatannya terbatas pada perasaan-perasaan senang , takut, marah,

benci, dan kagum.

3. Prinsip-prinsip Pembelajaran Anak Tunagrahita

Selain prinsip-prinsip pembelajaran secara umum, pembelajaran

bagi anak tunagrahita sedang juga memperhatikan prinsip-prinsip

pembelajaran secara khusus. Menurut Mudito (2004), prinsip-prinsip

pembelajaran bagi anak tunagrahita yaitu:

7
a. Prinsip Kasih Sayang

Untuk mengajarkan anak tunagrahita membutuhkan kasih sayang

yang tulus dari guru. Guru hendaknya berbahasa yang lembut,

penyabar, rela berkorban, ramah dan berprilaku baik dan supel sehingga

siswa tertarik untuk belajar dan timbul kepercayaan dan akhirnya siswa

bersemangat untuk belajar.

b. Prinsip Keperagaan

Anak tunagrahita kesulitan dalam berfikir abstrak, dengan segala

keterbatasannya itu siswa lebih mudah tertarik dalam belajar dengan

menggunakan benda-benda konkrit maupun berbagai alat peraga

(model) yang sesuai.

c. Prinsip Habilitasi dan Rehabilitasi

Meskipun dalam bidang akademik siswa tunagrahita memiliki

kemampuan yang terbatas. Namun dalam bidang-bidang lainnya

mereka masih memiliki kemampuan atau potensi yang masih dapat

dikembangkan (habilitasi). Rehabilitasi adalah usaha yang dilakukan

dengan berbagai macam bentuk dan cara, sedikit demi sedikit

mengembalikan kemampuan yang hilang atau belum berfungsi optimal.

C. Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah suatu metode yang digunakan untuk

menggambarkan suatu proses. Menurut Drs. Syaiful Bahri Djamarah

8
(2000:2001) adalah suatu metode yang digunakan untuk memperlihatkan

suatu proses atau cara kerja suatu benda yang berkanaan dengan bahan

pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan bahwa Metode Demonstrasi adalah

suatu cara penyajian bahan palajaran dengan mempertunjukkan secara

langsung objeknya atau cara melakukan melakukan sesuatu atau

mempertunjukkan proses penggunaannya dengan mendemonstrasikan cara

proses pembuatannya.

Langkah-langkah Metode Demonstrasi :

1. Guru mengadakan kegiatan, memperagakan suatu proses dan

setelah itu melakukan demonsrtasi dengan baik

2. Murid menyaksikan dengan nyata, mendengarkan, melihat dan

mempraktekkan cara gogok gigi

Kelebihan Metode Demonstrasi, menurut Syaiful Djamarah dkk

(1996:103) adalah

1. Dapat membantu pengajaran lebih jelas dan lebih konkrit

sehingga menghindari variabelisme

2. Siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari

3. Prose pengajaran lebih baik

4. Siswa diransang untuk aktif mengamati penyesuaian antara

teori dan kenyataan dan mencoba melakukannya sendiri

9
BAB III

PEMBAHASAN

A. Mengenalkan cara menggosok gigi pada anak tunagrahita sedang dalam

mata pelajaran PMDS.

Hasil makalah ini dilakukan di salah satu sekolah dasar yang berada

di Kota Solok yang terletak di Jln Tembok Kecamatan Tanjung Harapan

Kota Solok . Ditinjau dari segi fisiknya sekolah ini cukup memadai untuk

tempat berlangsungnya proses pembelajaran, sekolah ini merupakan SDLB

yang cukup terkenal Kota Solok, karena satu-satunya sekolah negeri SDLB

diwilayah ini. Fasilitas cukup memadai walupun dengan ruang kelas, ruang

majelis guru dan ruang kepala sekolah. Sesuai dengan penelitian yang akan

dilakukan, dilokasi penelitian disamping sebagai pengajar juga sebagai

peneliti guna mengumpulkan data tentang kemampuan siswa dalam pelajaran

PMDS tentang menggosok gigi melalui metode demonstrasi dengan subjek

penelitian berjumlah lima orang yang terdiri dari dua orang siswa laki-laki dan

tiga orang siswa perempuan.

Kelas memiliki ukuran yang cukup luas yang terdiri dari dua local.

Satu yang terdapat alat-alat belajar dengan meja dan kursi guru, kursi murid,

lemari dan meja belajar siswa, papan tulis. Kelas ini memiliki WC yang

digunakan para siswanya setiap harinya. Penelitian diadakan .Berdasarkan

karakteristiknya siswa tergolong tunagrahita sedang, anak tersebut mengalami

hambatan dalam PMDS dan sering terlihat tidak bersih.

10
Berdasarkan identifikasi dan studi lapangan, anak tunagrahita

mengalami hambatan dalam mata pelajaran PMDS dan dalam kehidupan

sehari-harinya anak juga tidak terlalu diperhatikan kebersihan badannya

terutama gigi, padahal terkadang orang tua selalu mengingatkan anak-

anaknya.

Langkah pertama dalam pengambilan data adalah melakukan tes awal.

Tes ini dilakukan untuk mengetahui kemampuan siswa sebelum diberikan

perlakuan (treatment). Setelah dilakukan tes awal, langkah selanjutnya adalah

memberikan perlakuan, dalam hal ini bentuk perlakuanya action research

pada pelajaran PMDS dengan metode demonstrasi.

Kegiatan pembelajaran dilakukan pada pagi hari dan sebelum masuk

kelas anak melaksanakan senam pagi secara bersama-sama. Anak yang

belajar didalam kelas masuk ke kelas masing-masing. Anak tunagrahita

sedang yang dibimbing oleh peneliti langsung belajar dalam ruang kelas, lima

siswa yang bermasalah dalam menggosok gigi dibimbing secara individual,

adapun anak yang diberi bimbingan itu adalah MN, FP, RAN, SR, BP.

Pembelajaran PMDS tentang menggosok gigi tidak terlalu mendapat

perhatian dan hanya diajarkan sepintas lalu saja dan biasanya tidak langsung

dipraktekkan, karena metode yang diberikan oleh guru kurang memotivasi

belajar siswa.

B. Mendeskripsikan kemampuan anak tunagrahita sedang dalam

menggosok gigi dengan metode latihan

1. Deskripsi Pelaksanaan Pengamatan

Proses pengambilan data dilakukan dengan observasi, diskusi, tes dan

11
dokomentasi, Data yang diperoleh melalui observasi berbentuk catatan

lapangan yang bersingkat CL.

Melalui data dideskripsi berkenaan dengan permasalahan yang di

ajukan dalam makalah tentang mengenalkan tata cara menggosok gigi melalui

metode demonstrasi bagi anak tunagrahita sedang.

Obeservasi pertama dilakukan pada hari Senin tanggal 5 Maret 2018,

selasa tanggal 6 Maret 2018, hari kamis tanggal 8 Maret 2018 dan Jumat 9

Maret 2018 . Dalam pelaksanaannya terlebih dahulu guru memberikan

materi dalam kelas, setelah anak paham tentang menggosok gigi dan

mendemonstrasikan tanpa air. Pelaksanaan dilakukan melalui peta konsep dan

diamati oleh kolabolator. Pembelajaran menggosok gigi sudah dilakukan

untuk meningkatkan pemahaman anak tentang pentingnya menjaga

kebersihan gigi.

Dalam penyusunan Program Pembelajaran, guru pembimbing yang

telah membuat program pembelajaran ini dalam penyusunannya memberikan

pengajaran Pendidikan Menolong Diri Sendiri dengan Standar Kompetensi

menjaga kebersihan dan kerapian badan/diri. Jadi dalam pelaksanaannya

guru membuat 2 kali pertemuan yaitu :

pertemuan I. 4 kali pertemuan : pada tanggal 5, 6, 7 dan 8 Maret

2018. Pertemuan ke II 3 kali pertemuan : senin 12 Maret, selasa 13 Maret

2018, dan Rabu 14 Maret 2018.

2. Media yang digunakan

Agar kegiatan pembelajaran mengalami kemudahan dalam penerapan

pembelajaran menggosok gigi. Terlebih dahulu anak diberi penjelasan

12
mengenai manfaat menggosok gigi dan melakukannya bersama-sama dengan

guru dan peneliti.

P :
E Anak tunagrahita sedang Perencanaan I Pelaksanaan
kurang menjaga
R
kebersihan badan Merencanakan Tindakan I
T
terutama gigi yang intervensi dengan
Menggunakan
E terlihat kurang bersih menyusun RPP, format metode
observasi penilaian, demonstrasi
m
dan alat bantu lainnya
u
yang mendukung
a Observasi I
n
Refleksi I Analisa I Proses Tindakan

Anak tunagrahita guru dan kolaborator Penggunaan


sedang belum bisa menganalisa proses metode
menggosok gigi tindakan dan hasil yang demonstrasi
dengan baikdan benar hendak dicapai. dalam menggosok
gigi dengan benar
dan baik

Permasalahan :

Anak merasa jenuh setelah tiga kali


tindakan anak masih belum mampu
menggosok gigi dengan baik

Penelitian dilanjutkan ke pertemuan II

Gambar 4.1 Skema Pertemuan

1. Perencanaan Pertemuan I

Sebelum pembelajaran dilaksanakan, untuk meningkatkan

pembelajaran PMDS bagi anak tunagrahita ringan melalui metoda

demonstrasi, tindakan diawali dengan perencanaan disusun berdasarkan

kondisi awal anak yang tidak dapat menggosok gigi dengan benar.

Perencanaan disusun dengan kolabolator, sebelum melakukan tindakan

13
terlebih dahulu penulis mempersiapkan RPP, penyediaan media dan alat

pembelajaran, seperti yang tertera dibawah ini :

a. Mengadakan tes kemampuan awal anak tentang menggosok gigi

dengan bertanya secara lisan kepada anak tentang menjaga kebersihan

mulut dan gigi.

b. Menyusun rancangan pembelajaran dengan materi PMDS yaitu

kebersihan dan kerapian badan/diri.

c. Memberikan pembelajaran kepada anak tentang tatacara menggosok

gigi dengan benar

d. Menggosok gigi secara bersama dengan siswa

2. Tindakan Pertemuan I

Tindakan pada Pertemuan I dilakukan sebanyak empat kali

pertemuan yaitu 5 Maret, 6 Maret, 7 Maret, dan 8 Maret 2018, dengan

waktu dua kali 5 menit untuk satu kali pertemuan. Keempat kali pertemuan

ini adalah mempersiapkan perangkat yaitu rancangan pembelajaran, media

yang telah didiskusikan dengan kolaborator. Mengawali tindakan peneliti

melakukan appersepsi, sambil melakukan tanya jawab ”Siapa yang

menggosok gigi sebelum pergi sekolah?” kemudian anak serentak

menjawab ”saya buk”. Guru menuliskan mata pelajaran dan kegiatan yang

akan dilakukan dipapan tulis dan meragakannya dengan cara membacakan

terlebih dahulu. Anak diberi penjelasan terlebih dahulu tentang pentingnya

menjaga kebersihan dan dijelaskan juga cara menggosok gigi yang baik dan

benar agar terlihat bersih, guru memperagakan cara menggosok gigi setelah

14
anak memperhatikan guru lalu anak mencoba satu persatu dan guru

membetulkan tangan anak apabila salah dalam memegang pasta gigi.

3. Observasi Pertemuan I

Berdasarkan tindakan yang diberikan peneliti pada Pertemuan I

sebanyak empat kali pertemuan, beberapa hal yang dapat dicatat oleh

kolaborator pada awal pertemuan keenam seorang anak sedikit ragu untuk

melaksanakan intruksi dari peneliti, disebabkan karena anak belum

terbiasa belajar dengan dua orang guru yaitu peneliti dan kolaborator.

Setelah dijelaskan akhirnya anak dapat memahami suasana saat itu.

Proses pembelajaran pada Pertemuan I berjalan sesuai rencana yang

telah dirancang bersama kolaborator, ada gangguan karena salah satu anak

berdarah giginya karena salah melakukan cara menggosok gigi, dalam

beberapa kali pelaksanaan sudah banyak terjadi perubahan empat orang

anak sudah mampu sendiri menggosok gigi.

4. Refleksi

Berdasarkan hasil pemikiran yang dilakukan kolaborator, setelah

melaksanakan tindakan pada Pertemuan I, kegiatan belajar berlangsung

dengan rencana yang sudah ditentukan,. Refleksi pada Pertemuan I siswa

bisa memegang sikat gigi, memberi odol tetapi belum benar cara mengosok

giginya makanya peneliti meneruskan pada Pertemuan II. Pada refleksi

Pertemuan II siswa sudah bisa menggosok gigi dengan benar walaupun

masih terbalik arahnya

15
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

Proses pembelajaran PMDS menggosok gigi melalui metode

demonstrasi dapat berjalan dengan baik dengan adanya kerjasama guru

dengan kolaborator. Berdasarkan hasil tindakan yang telah diberikan pada

Pertemuan I sebanyak empat kali pertemuan, Pertemuan II tiga kali

pertemuan terhadap anak tunagrahita. Di peroleh hasil yang bervariasi pada

anak sesuai dengan kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan oleh 5 orang

anak memperoleh hasil yang berbeda-beda anak menjadi lebih rajin

menggosok gigi dan terlihat lebih bersih giginya dan merasa senang dengan

pembelajaran yang diberikan guru.

B. Implikasi

Berdasarkan hasil pelaksanaan pembelajaran ini mempunyai dampak

langsung, untuk peningkatan kemampuan kualitas guru dan profesional guru

dalam mengajarkan PMDS menggosok gigi bagi anak tunagrahita sedang

agar anak bisa lebih nampak bersih dan sehat dan mulut anak juga tidak

berbau.

16
DAFTAR PUSTAKA

Azhar Arsyad.1997.Media Pengajaran.Jakarta: PT.Raja Grafindo Persada

Danik. 2006.Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Surabaya:Putera Harsa

Dirjen Pendidikan Nasional.2003.Media Pembelajaran.Jakarta:Depdiknas

Elizabeth B. Hurlock. 1978. Perkembangan Anak. Jakarta. Erlangga

Juang Sunanto (2005), Pengantar Penelitian dengan Subjek Tunggal. Universitas


of Tsukuba. CRICED.
James W. Tawney (1997) Single Subject Research in Special Education,
Colombia: Ohio.
Juang S, Koji T, & Hideo N (2006), Pengantar Penelitian dengan Subjek
Tunggal. Bandung: UPI Press.
Mohamad Djumiar A.Widya. 2004.Gerak Dasar Atletik Dalam
Bermain.Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada
Moh. Amin, 1995. Orthopaedagogik Anak Tunagrahita. Jakarta: Depdiknas Dirjen
Dikti PPTG.
Pupuh Fathurrohman (2007). Strategi Belajar dan Mengajar, Jakarta: Buni
Aksara.
Tarigan (2001). Kamus Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka.

SoIna (2006). Materi Menggosok Gigi, Pekanbaru: Diklat Pelatihan, Tidak

diterbitkan

Sutjihati Soemantri (1996). Psikologi Anak Luar Biasa, Jakarta: Depdiknas Dirjen

Dikti PPTG.

17
18

Anda mungkin juga menyukai