Anda di halaman 1dari 15

1.

DEFINISI

Efusi pleura merupakan akumulasi cairan abnormal pada rongga pleura. Hal ini dapat
disebabkan oleh peningkatan produksi cairan ataupun berkurangnya absorbsi. Efusi pleura
merupakan manifestasi penyakit pada pleura yang paling sering dengan etiologi yang bermacam-
macam mulai dari kardiopulmoner, inflamasi, hingga keganasan yang harus segera dievaluasi dan
diterapi.

Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain
cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Efusi pleura adalah pengumpulan cairan di dalam rongga pleura akibat transudasi atau eksudasi
yang berlebihan dari permukaan pleura (Suzanne Smeltzer: 2001).

2. ETIOLOGI

Menurut Hudak dan Gallo (1998 : 562) penyebab efusi pleura adalah
1. Peningkatan tekanan negatif intra pleura
2. Penurunan tekanan osmotik koloid darah
3. Peningkatan tekanan kapiler subpleural
4. Ada inflamasi atau neoplastik
Efusi pleura merupakan proses penyakit primer yang jarang terjadi, tetapi biasanya merupakan
penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Menurut Brunner & Suddart. 2001, terjadinya efusi
pleura disebabkan oleh 2 faktor yaitu:
 Infeksi
Penyakit-penyakit infeksi yang menyebabkan efusi pleura antara lain: tuberculosis,
pnemonitis, abses paru, abses subfrenik. Macam-macam penyakit infeksi lain yang
dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
o Pleuritis karena Virus dan mikoplasma
Efusi pleura karena virus atau mikoplasma agak jarang. Bila terjadi jumlahnya
pun tidak banyak dan kejadiannya hanya selintas saja. Jenisjenis virusnya adalah :
Echo virus, Coxsackie virus, Chlamidia, Rickettsia, dan mikoplasma. Cairan efusi
biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000 per cc.
o Pleuritis karena bakteri Piogenik
Permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri yang berasal dari jaringan
parenkim paru dan menjalar secara hematogen, dan jarang yang melalui penetrasi
diafragma, dinding dada atau esophagus. Aerob : Streptococcus pneumonia,
Streptococcus mileri, Saphylococcus aureus, Hemofilus spp, E. coli, Klebsiella,
Pseudomonas spp. Anaerob : Bacteroides spp, Peptostreptococcus, Fusobacterium.
o Pleuritis Tuberkulosa
Permulaan penyakit ini terlihat sebagai efusi yang bersifat eksudat. Penyakit
kebanyakan terjadi sebagai komplikasi tuberkulosis paru melalui fokus subpleura
yang robek atau melalui aliran getah bening.
Cairan efusi yang biasanya serous, kadang-kadang bisa juga hemoragis. Jumlah
leukosit antara 500-2000 per cc. mula-mula yang dominan adalah sel
polimorfonuklear, tapi kemudian sel limfost. Cairan efusi sangat sedikit
mengandung kuman tuberculosis.
o Pleura karena Fungi
Pleuritis karena fungi amat jarang. Biasanya terjadi karena penjalaran infeksi
fungi dari jaringan paru. Jenis fungi penyebab pleuritis adalah : aktinomikosis,
koksidioidomikosis, aspergillus, kriptokokus, histoplasmosis, blastomikosis, dll.
Patogenesis timbulnya efusi pleura adalah karena reaksi hipersensitivitas lambat
terhadap organisme fungi.
o Pleuritis karena parasit
Parasit yang dapat menginfeksi ke dalam rongga pleura hanyalah amoeba.
Bentuk tropozoit datang dari parenkim hati menembus diafragma terus ke parenkim
paru dan rongga pleura. Efusi pleura karena parasit ini terjadi karena peradangan
yang ditimbulkannya. Di samping ini dapat terjadi empiema karena karena ameba
yang cairannya berwarna khas merah coklat.di sini parasit masuk ke rongga pleura
secara migrasi dari perenkim hati. Dapat juga karena adanya robekan dinding abses
amoeba pada hati ke arah rongga pleura.
 Non infeksi
Sedangkan penyakit non infeksi yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain: Ca
paru, Ca pleura (primer dan sekunder), Ca mediastinum, tumor ovarium, bendungan jantung
(gagal jantung), perikarditis konstruktifa, gagal hati, gagal ginjal. Adapun penyakit non infeksi
lain yang dapat menyebabkan efusi pleura antara lain:
a. Efusi pleura karena gangguan sirkulasi
1. Gangguan Kardiovaskuler
Payah jantung (decompensatio cordis) adalah penyebab terbanyak timbulnya
efusi pleura. Penyebab lainnya dalah perikarditis konstriktiva dan sindrom vena kava
superior. Patogenesisnya dalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik
dan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas reabsorbsi pembuluh darah
subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun (terhalang) sehingga filtrasi
cairan ke rongga pleura dan paru-paru meningkat.
2. Emboli Pulmonal
Efusi pleura dapat terjadi pada sisi paru yang terkena emboli pulmonal. Keadaan
ini dapat disertai infark paru ataupun tanpa infark. Emboli menyebabkan turunnya
aliran darah arteri pulmonalis, sehingga terjadi iskemia maupun kerusakan parenkim
paru dan memberikan peradangan dengan efusi yang berdarah (warna merah). Di
samping itu permeabilitas antara satu atau kedua bagian pleura akan meningkat,
sehingga cairan efusi mudah terbentuk.
Cairan efusi biasanya bersifat eksudat, jumlahnya tidak banyak, dan biasanya
sembuh secara spontan, asal tidak terjadi emboli pulmonal lainnya. Pada efusi pleura
denga infark paru jumlah cairan efusinya lebih banyak dan waktu penyembuha juga
lebih lama
3. Hipoalbuminemia
Efusi pleura juga terdapat pada keadaan hipoalbuminemia seperti sindrom
nefrotik, malabsorbsi atau keadaan lain dengan asites serta anasarka. Efusi terjadi
karena rendahnya tekana osmotic protein cairan pleura dibandingkan dengan tekanan
osmotic darah. Efusi yang terjadi kebanyakan bilateral dan cairan bersifat transudat.

b. Efusi pleura karena neoplasma


Neoplasma primer ataupun sekunder (metastasis) dapat menyerang pleura dan
umumnya menyebabkan efusi pleura. Keluhan yang paling banyak ditemukan adalah sesak
nafas dan nyeri dada. Gejala lain adalah adanya cairan yang selalu berakumulasi kembali
dengan cepat walaupun dilakukan torakosentesis berkali-kali. Terdapat beberapa teori
tentang timbulnya efusi pleura pada neoplasma, yakni :
o Menumpuknya sel-sel tumor akan meningkatnya permeabilitas pleura terhadap air
dan protein
o Adanya massa tumor mengakibatkan tersumbatnya aliran pembuluh darah vena
dan getah bening, sehingga rongga pleura gagal memindahkan cairan dan protein
o Adanya tumor membuat infeksi lebih mudah terjadi dan selanjutnya timbul
hipoproteinemia.

c. Efusi pleura karena sebab lain


Efusi pleura dapat terjadi karena trauma yaitu trauma tumpul, laserasi, luka tusuk pada
dada, rupture esophagus karena muntah hebat atau karena pemakaian alat waktu tindakan
esofagoskopi.
1. Uremia
Salah satu gejala penyakit uremia lanjut adalah poliserositis yang terdiri dari
efusi pleura, efusi perikard dan efusi peritoneal (asites). Mekanisme penumpukan
cairan ini belum diketahui betul, tetapi diketahui dengan timbulnya eksudat terdapat
peningkatan permeabilitas jaringan pleura, 8 perikard atau peritoneum. Sebagian
besar efusi pleura karena uremia tidak memberikan gejala yang jelas seperti sesak
nafas, sakit dada, atau batuk.
2. Miksedema
Efusi pleura dan efusi perikard dapat terjadi sebagai bagian miksedema. Efusi
dapat terjadi tersendiri maupun secara bersama-sama. Cairan bersifat eksudat dan
mengandung protein dengan konsentrasi tinggi.
3. Limfedema
Limfedema secara kronik dapat terjadi pada tungkai, muka, tangan dan efusi
pleura yang berulang pada satu atau kedua paru. Pada beberapa pasien terdapat juga
kuku jari yang berwarna kekuning-kuningan.
4. Reaksi hipersensitif terhadap obat
Pengobatan dengan nitrofurantoin, metisergid, praktolol kadang-kadang
memberikan reaksi/perubahan terhadap paru-paru dan pleura berupa radang dan dan
kemudian juga akan menimbulkan efusi pleura.
5. Efusi pleura idiopatik
Pada beberapa efusi pleura, walaupun telah dilakukan prosedur diagnostic
secara berulang-ulang (pemeriksaan radiologis, analisis cairan, biopsy pleura), kadang-
kadang masih belum bisa didapatkan diagnostic yang pasti. Keadaan ini dapat
digolongkan daloam efusi pleura idiopatik. (Asril Bahar, 2001)

d. Efusi pleura karena kelainan Intra-abdominal


Efusi pleura dapat terjadi secara steril karena reaksi infeksi dan peradangan yang
terdapat di bawah diafragma, seperti pankreatitis, pseudokista pancreas atau eksaserbasi
akut pankreatitis kronik, abses ginjal, abses hati, abses limpa, dll. Biasanya efusi terjadi pada
pleura kiri tapi dapat juga bilateral. Mekanismenya adalah karena berpindahnya cairan yang
kaya dengan enzim pancreas ke rongga pleura melalui saluran getah bening. Efusi disini
bersifat eksudat serosa, tetapi kadang-kadang juga dapat hemoragik. Efusi pleura juga sering
terjadi setelah 48-72 jam pasca operasi abdomen seperti splenektomi, operasi terhadap
obstruksi intestinal atau pascaoperasi atelektasis.
6. Sirosis Hati
Efusi pleura dapat terjadi pada pasien sirosis hati. Kebanyakan efusi pleura timbul
bersamaan dengan asites. Secara khas terdapat kesamaan antara cairan asites dengan
cairan pleura, karena terdapat hubungnan fungsional antara rongga pleura dan rongga
abdomen melalui saluran getah bening atau celah jaringan otot diafragma.
7. Sindrom Meig
Tahun 1937 Meig dan Cass menemukan penyakit tumor pada ovarium (jinak atau
ganas) disertai asites dan efusi pleura. Patogenesis terjadinya efusi pleura masih belum
diketahui betul. Bila tumor ovarium tersebut dioperasi, efusi pleura dan asitesnya pun
segera hilang. Adanya massa di rongga pelvis disertai asites dan eksudat cairan pleura
sering dikira sebagai neoplasma dan metastasisnya.
8. Dialisis Peritoneal
Efusi pleura dapat terjadi selama dan sesudah dilakukannya dialysis peritoneal.
Efusi terjadi pada salah satu paru maupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari
rongga peritoneal ke rongga pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti
dengan samanya komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

3. FAKTOR RESIKO
4. KLASIFIKASI

Berdasarkan jenis cairan yang terbentuk, cairan pleura dibagi menjadi :

a. Transudat

Transudat Dalam keadaan normal cairan pleura yang jumlahnya sedikit itu adalah
transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara tekanan kapiler hidrostatik dan
koloid osmotik menjadi terganggu, sehingga terbentuknya cairan pada satu sisi pleura akan
melebihi reabsorbsi oleh pleura lainnya. Biasanya hal ini terdapat pada:

9. Meningkatnya tekanan kapiler sistemik


10. Meningkatnya tekanan kapiler pulmonal
11. Menurunnya tekanan koloid osmotik dalam pleura
12. Menurunnya tekanan intra pleura

Penyakit-penyakit yang menyertai transudat adalah:

- Gagal jantung kiri (terbanyak)


- Sindrom nefrotik
- Obstruksi vena cava superior
- Asites pada sirosis hati (asites menembus suatu defek diafragma atau masuk melalui
saluran getah bening)
b. Eksudat

Eksudat merupakan cairan pleura yang terbentuk melalui membran kapiler yang permeable
abnormal dan berisi protein transudat. Terjadinya perubahan permeabilitas membrane adalah
karena adanya peradangan pada pleura misalnya: infeksi, infark paru atau neoplasma. Protein
yang terdapat dalam cairan pleura kebanyakan berasal dari saluran getah bening. Kegagalan aliran
protein getah bening ini akan menyebabkan peningkatan konsentrasi protein cairan pleura,
sehingga menimbulkan eksudat. Penyakit yang menyertai eksudat, antara lain: infeksi
(tuberkulosis, pneumonia) tumor pada pleura, infark paru, karsinoma bronkogenik radiasi,
penyakit dan jaringan ikat/ kolagen/ SLE (Sistemic Lupus Eritematosis).

(Hadi Halim, 2001: 787-788)


5. EPIDEMIOLOGI
Efusi pleura sering terjadi di negara-negara yang sedang berkembang, salah satunya di
Indonesia. Hal ini lebih banyak diakibatkan oleh infeksi tuberkolosis.
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap tahunnya. Sementara pada
populasi umum secara internasional, diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa
efusi pleura. Secara keseluruhan, insidensi efusi pleura sama antara pria dan wanita. Namun
terdapat perbedaan pada kasus-kasus tertentu dimana penyakit dasarnya dipengaruhi oleh jenis
kelamin. Misalnya, hampir dua pertiga kasus efusi pleura maligna terjadi pada wanita. Dalam hal
ini efusi pleura maligna paling sering disebabkan oleh kanker payudara dan keganasan
ginekologi. Sama halnya dengan efusi pleura yang berhubungan dengan sistemic lupus
erytematosus, dimana hal ini lebih sering dijumpai pada wanita.
Di Amerika Serikat, efusi pleura yang berhubungan dengan mesotelioma maligna lebih
tinggi pada pria. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya paparan terhadap asbestos. Efusi
pleura yang berkaitan dengan pankreatitis kronis Universitas Sumatera Utara insidensinya lebih
tinggi pada pria dimana alkoholisme merupakan etiologi utamanya. Efusi rheumatoid juga
ditemukan lebih banyak pada pria daripada wanita. Efusi pleura kebanyakan terjadi pada usia
dewasa. Namun demikian, efusi pleura belakangan ini cenderung meningkat pada anak-anak
dengan penyebab tersering adalah pneumonia

6. TANDA DAN GEJALA


Gejala yang paling sering ditemukan (tanpa menghiraukan jenis cairan yang terkumpul
ataupun penyebabnya) adalah sesak nafas dan nyeri dada (biasanya bersifat tajam dan semakin
memburuk jika penderita batuk atau bernafas dalam). Kadang beberapa penderita tidak
menunjukkan gejala sama sekali. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan: batuk, cegukan,
pernafasan yang cepat dan nyeri perut. Sekitar 25% penderita efusi pleura keganasan tidak
mengalami keluhan apapun pada saat diagnosis ditegakkan.

Biasanya manifestasi klinisnya adalah yang disebabkan oleh penyakit dasar. Pneumonia
akan menyebabkan demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis, sementara efusi malignan dapat
mengakibatkan dispnea dan batuk. Ukuran efusiakan menentukan keparahan gejala. Pada
kebanyakan penderita umumnya asimptomatis atau memberikan gejala demam, ringan ,dan
berat badan yang menurun seperti pada efusi yang lain. Dan anamnesa didapatkan :
- Sesak nafas bila lokasi efusi luas. Sesak napas terjadi pada saat permulaan pleuritis
disebabkan karena nyeri dadanya dan apabila jumlah cairanefusinya meningkat, terutama
kalau cairannya penuh
- Rasa berat pada dada.
- Berat badan menurun pada neoplasma Batuk pada umumnya non produktif dan ringan,
terutama apabila disertai dengan proses tuberkulosis di parunya, batuk berdarah pada
karsinoma bronchus atau metastasis
- Demam subfebris pada TBC, dernarn menggigil pada empiema

Dari pemeriksaan fisik didapatkan (pada sisi yang sakit) :

- Dinding dada lebih cembung dan gerakan tertinggal


- Vokal fremitus menurun.
- Perkusi dull sampal flat
- Bunyi pernafasan menrun sampai menghilang
- Pendorongan mediastinum ke sisi yang sehat dapat dilihat atau diraba pada treakhea

Nyeri dada pada pleuritis :


Simptom yang dominan adalah sakit yang tiba-tiba seperti ditikam dandiperberat oleh
bernafas dalam atau batuk. Pleura visceralis tidak sensitif, nyeri dihasilkan dari pleura parietalis
yang inflamasi dan mendapat persarafan darinervus intercostal. Nyeri biasanya dirasakan pada
tempat-tempat terjadinya pleuritis, tapi bisa menjalar ke daerah lain :
- Iritasi dari diafragma pleura posterior dan perifer yang dipersarafi oleh G. Nervuis
intercostal terbawah bisa menyebabkan nyeri pada dada dan abdomen.
- Iritasi bagian central diafragma pleura yang dipersarafi nervus phrenicus menyebabkan
nyeri menjalar ke daerah leher dan bahu
7. PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal hanya terdapat 10-20 ml cairan di dalam rongga pleura. Jumlah cairan di
rongga pleura tetap, karena adanya tekanan hidrostatis pleura parietalis sebesar 9 cm H2O.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi apabila tekanan osmotik koloid menurun misalnya pada
penderita hipoalbuminemia dan bertambahnya permeabilitas kapiler akibat ada proses keradangan
atau neoplasma, bertambahnya tekanan hidrostatis akibat kegagalan jantung dan tekanan negatif
intra pleura apabila terjadi atelektasis paru. Effusi pleura berarti terjadi pengumpulan sejumlah
besar cairan bebas dalam kavum pleura. Kemungkinan penyebab efusi antara lain (1) penghambatan
drainase limfatik dari rongga pleura, (2) gagal jantung yang menyebabkan tekanan kapiler paru dan
tekanan perifer menjadi sangat tinggi sehingga menimbulkan transudasi cairan yang berlebihan ke
dalam rongga pleura (3) sangat menurunnya tekanan osmotik kolora plasma, jadi juga
memungkinkan transudasi cairan yang berlebihan (4) infeksi atau setiap penyebab peradangan
apapun pada permukaan pleura dari rongga pleura, yang memecahkan membran kapiler dan
memungkinkan pengaliran protein plasma dan cairan ke dalam rongga secara cepat.

8. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
a. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologik mempunyai nilai yang tinggi dalam menegakkan diagnosis efusi
pleura, meskipun tidak berguna dalam menentukan faktor penyebabnya. Pada foto toraks
terlihat perselubungan homogen dengan batas atas yang cekung atau datar, dan sudut
kostofrenikus yang tumpul, cairan dengan jumlah yang sedikit hanya akan
memberikan gambaran berupa penumpulan sudut kostofrenikus. Cairan berjumlah
kurang dari 100 ml tidak akan terlihat pada foto toraks yang dibuat dengan teknik biasa.
Bayangan homogen baru dapat terlihat jelas apabila cairan efusi lebih dari 300 ml. Apabila
cairan tidak tampak pada foto postero-anterior (PA), maka dapat dibuat foto pada posisi
dekubitus lateral.
Di bawah ini beberapa pemeriksaan radiologis yang lazim dilakukan :
 Rontgen Dada
Permukaan cairan yang terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan
seperti kurva, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi daripada bagian
medial. Bila permukaannya horizontal dari lateral ke medial, pasti terdapat udara dalam
rongga tersebut yang dapat berasal dari luar atau dalam paru-paru sendiri. Kadang – kadang
sulit membedakan antara bayangan cairan bebas dalam pleura dengan adhesi karena
radang (pleuritis). Perlu pemeriksaan foto dadadengan posisi lateral dekubitus. Cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi.Cairan dalam pleura bisa juga tidak membentuk kurva,
karena terperangkap atau terlokalisasi. Keadaan ini sering terdapat pada daerah bawah
paru-paru yang berbatasan dengan permukaan atas diafragma. Cairan ini dinamakan juga
sebagai efusi subpulmonik. Gambarannya pada sinartembus sering terlihat sebagai
diafragma yang terangkat. Jika terdapat bayangan dengan udaradalam lambung, ini
cenderung menunjukkan efusi subpulmonik. Begitu juga dengan bagiankanan dimana efusi
subpulmonik sering terlihat sebagai bayangan garis tipis (fisura) yang berdekatan
dengan diafragma kanan. Untuk jelasnya bisa dilihat dengan foto lateral dekubitus. Sehingga
gambaran perubahan efusi tersebut menjadi nyata.
Gambaran efusi pleura pada radiografi toraks posisi tegak sebagaimana
yang lazim diketahui adalah:
- Penumpulan sinus kostofrenikus bila cairan >500 ml pada Foto PA, dan
>200 ml pada fotolateral
- Meniscus sign
- Serta perselubungan luas yang mungkin disertai pendorongan jantung dan
medistinum.
Hal yang agak berbeda dijumpai pada posisi supine dengan ditemukannya
tanda-tanda radiologikberupa:

- Peningkatan densitas hemitoraks yang terkena


- Meniscus sign
- Hilangnya bayangan atau batas hemidiafragma
- Berkurangnya ketajaman gambaran vaskuler di daerah basal paru5) apical
capping
- Penebalan fisura minor.

Hal tersebut tentu saja tidak terlepas dari sifat cairan yang bergerak
menyesuaikan dengan perubahan posisi penderita. Karena berbagai kondisi, terpaksa
dilakukan posisi foto supine seperti pada penderita dengan kondisi kritis atau
kesadaran menurun, pasien tidak dapat dimobilisasi, bayi dan anak-anak
dengan penyakit yang dapat menyebabkan efusi pleura.

 CT scan dada
CT scan dengan jelas menggambarkan paru-paru dan cairan dan bisa
menunjukkan adanyapneumonia, abses paru atau tumor.
 USG dada
USG bisa membantu menentukan lokasi dari pengumpulan cairan yang
jumlahnya sedikit,sehingga bisa dilakukan pengeluaran cairan.
b. Torakosentesis
Penyebab dan jenis dari efusi pleura biasanya dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaanterhadap contoh cairan yang diperoleh melalui torakosentesis (pengambilan
cairan melaluisebuah jarum yang dimasukkan diantara sela iga ke dalam rongga dada dibawah
pengaruhpembiusan lokal).
c. Analisa cairan pleura
Bila efusi pleura telah didiagnosis, penyebabnya harus diketahui, kemudian cairan
pleura diambildengan jarum, yaitu melalui thorakosentesis. Setelah didapatkan cairan
efusi dilakukan pemeriksaan seperti:
- Komposisi kimia seperti protein, laktat dehidrogenase (LDH), albumin, amylase,
pH, dan glucose
- Dilakukan pemeriksaan gram, kultur, sensitifitas untuk mengetahui kemungkinan
terjadi infeksi bakteri
- Pemeriksaan hitung sel
- Sitologi untuk mengidentifikasi adanya keganasan
d. Biopsi
Diagnosis dari Pleuritis TB secara umum ditegakkan dengan analisis cairan pleura dan biopsi
pleura. Biopsi pleura parietal telah menjadi tes diagnositik yang paling sensitif untuk Pleuritis TB.
Pemeriksaan histopatologis jaringan pleura menunjukkan peradangan granulomatosa, nekrosis
kaseosa, dan BTA positif. Pada sekitar 20% penderita, meskipun telah dilakukan pemeriksaan
menyeluruh, penyebab dari efusi pleura tetap tidak dapat ditentukan. Biopsi pleura perlu dipikirkan
setelah hasil pemeriksaan sitologik ternyata negatif. Diagnosis keganasan dapat ditegakkan
dengan biopsi pleura tertutup pada 60% penderita. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa biopsi
yang dilakukan berulang (dua sampai empat kali) dapat meningkatkan diagnosis sebesar 24%. Biopsi
pleura dapat dilakukan dengan jarum.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS

Untuk mencegah terjadinya lagi efusi pleura setelah aspirasi (pada efusi pleura maligna), dapat
dilakukan pleurodesis yaitu melengketnya pleuraviseralis dan pleura parietalis. Zat-zat yang dipakai
adalah tertrasiklin (terbanyak dipakai), bleomisin, korinebakterium parvum, Tio-tepa, dan 5-
Fluorourasil. Pengobatan pada penyakit tuberkulosis (pleuritis tuberkulosis) dengan menggunakan
OAT dapat menyebabkan cairan efusi diserap kembali, tapi untuk menghilangkan eksudat ini dengan
cepat dapat dilakukan torakosintesis. Umumnya cairan diresolusi dengan sempurna, tapi kadang-
kadang dapat diberikan kortikosteroid secara sistemik (Prednison 1 mg/kg BB selama 2 minggu
kemudian dosis diturunkan secara perlahan).

Efusi yang terinfeksi perlu segera dikeluarkan dengan memakai pipa intubasi melalui sela iga.
Bila cairan pus kental hingga sulit keluar atau bila empiemanya multilokular, perlu tindakan operatif
atau sebelumnya dapat dibantu dengan irigasi cairan garam fisiologis atau larutan antiseptik
(betadine). Pengobatan sistemik hendaknya segera diberikan dengan diiringi pengeluaran cairan
yang adekuat.

a. Pengobatan Kausal
Pleuritis TB diberi pengobatan anti TB. Dengan pengobatan ini cairan efusi dapat diserap
kembali untuk menghilangkan dengan cepat dilakukan thoraxosentesis. Pleuritis karena bakteri
piogenik diberi kemoterapi sebelum kultur dan sensitivitas bakteri didapat, ampisilin 4 x 1 gram
dan metronidazol 3 x 500 mg. Terapi lain yang lebih penting adalah mengeluarkan cairan efusi
yang terinfeksi keluar dari rongga pleura dengan efektif.
b. Thoraxosentesis
indikasinya :
- Menghilangkan sesak yang ditimbulkan cairan
- Bila terapi spesifik pada penyakit primer tidak efektif atau gagal·
- Bila terjadi reakumulasi cairan
Kerugiannya: hilangnya protein, infeksi, pneumothoraxs.
c. Water Sealed Drainage
Penatalaksanaan dengan menggunakan WSD sering pada empyema dan efusi maligna.
Indikasi WSD pada empyema :
- Nanah sangat kental dan sukar diaspirasi
- Nanah terus terbentuk setelah 2 minggu
- Terjadinva piopneumothoraxs
d. Chest tube
Jika efusi yang akan dikeluarkan jumlahnya banyak, lebih baik dipasang selang dada
(chest tube), sehingga cairan dapat dialirkan denganlambat tapi sempurna. Tidaklah
bijaksana mengeluarkan lebih dari 500 ml cairan sekaligus. Selang dapat diklem selama
beberapa jam sebelum 500 mllainnya dikeluarkan. Drainase yang terlalu cepat akan
menyebabkan distres pada pasien dan di samping itu dapat timbul edema paru.
e. Pleurodesis

Pleurodesis dimaksudkan untuk menutup rongga pleura sehingga akan mencegah


penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi pleura
yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan. Sebelum dilakukan pleurodesis cairan
dikeluarkan terlebih dahulu melalui selang dada dan paru dalam keadaan mengembang.

Pengobatan pembedahan mungkin diperukan untuk :

 Hematoraks terutama setelah trauma


 Empiema
 Pleurektomi yaitu mengangkat pleura parietalis
Tindakan ini jarang dilakukan kecuali pada efusi pleura yang telah mengalami kegagalan
setelah mendapat tindakan WSD, pleurodesis kimiawi, radiasi dankemoterapi sistemik,
penderita dengan prognosis yang buruk atau padaempiema atau hemotoraks yang tak
diobati
 Ligasi duktus torasikus, atau pleuropritoneal shunting
Yaitu menghubungkan rongga pleura dengan rongga peritoneum sehingga cairan pleura
mengalir ke rongga peritoneum. Hal ini dilakukan terutama bila tindakan torakosentesis
maupun pleurodesis tidak memberikan hasil yang memuaskan; misalnya tumor atau
trauma pada kelenjar getah bening.
10. PENCEGAHAN

Lakukan pengobatan yang adekuat pada penyakit-penyakit dasarnya yang dapat menimbulkan
efusi pleura. Merujuk penderita ke rumah sakit yang lebih lengkap bila diagnosa kausal belum dapat
ditegakkan

11. KOMPLIKASI
a. Infeksi
Pengumpulan cairan dalam ruang pleura dapat rrangakibatkaninfeksi (empiema primer),
dan efus pleura dapat menjadi terinfeksi setelahtindakan torasentesis {empiema sekunder).
Empiema primer dan sekunder harus didrainase dan diterapi dengan antibiotika untuk
mencegah reaksifibrotik. Antibiotika awal dipilih gambaran klinik. Pilihan antibiotika
dapatdiubah setelah hasil biakan diketahui.
b. Fibrosis
Fibrosis pada sebagian paru-paru dapat mengurangi ventilasi denganmembatasi
pengembangan paru. Pleura yang fibrotik juga dapat menjadisumber infeksi kronis,
menyebabkan sedikit demam. Dekortikasi-reseksi pleura lewat pembedahan-mungkin
diperlukan untuk membasmi infeksidan mengembalikan fungsi paru-paru. Dekortikasi paling
baik dilakukandalam 6 minggu setelah diagnosis empiema ditegakkan, karena selama jangka
waktu ini lapisan pleura masih belum terorganisasi dengan baik (fibrotik) sehingga
pengangkatannya lebih mudah
Daftar Pustaka

1. Price, Sylvia A. dan Lorraine M. Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Vol 2. Ed. 6. Jakarta EGC.
2. Halim H. Penyakit-penyakit pleura, dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit dalam, Jilid II, edisi ke-3.
Gaya Baru. Jakarta. 2001
3. HANLEY, M. E. & WELSH, C. H. 2003. Current diagnosis & treatment in pulmonary medicine.
[New York]: McGraw-Hill Companies.
4. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K Marcellus S, Setiati S. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. EdisiV
jilid III. Jakarta : Interna Publishing; 2009. p: 2329-31
5. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999
6. Smeltzer suzanne dan Brenda Bare. 2001. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart Edisi
8. Jakarta : EGC
7. Syamsuhidayat R. & Jong W. D (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC
8. Mitchell, Kuman, Abbas & Fausto. Dasar Patologis Penyakit Edisi : 7. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai