Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

APPENDISITIS
Disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Bedah Profesi Ners

Oleh
Annisaa’ Khoiriyah
NIM. P1905002

PROGRAM PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH KLATEN
TAHUN 2019/2020
LAPORAN PENDAHULUAN APPENDISITIS

A. PENGERTIAN
Appendisitis merupakan suatu kondisi dimana infeksi terjadi di umbai cacing.
Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi banyak kasus memerlukan
laparotomy dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi. Sebagai penyakit yang
paling sering memerlukan tindakan bedah kedaruratan, appendicitis merupakan
keadaan inflamasi dan obstruksi pada apendiks vermiformis. Appendiks vermiformis
yang disebut pula umbai cacing atau lebih dikenal dengan nama usus buntu,
merupakan kantung kecil yang buntu dan melekat pada sakum (Nurfaridah, 2015)
Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis dan merupakan
penyebab abdomen akut yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur
baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-
30 tahun (Mansjoer, 2010).

B. ETIOLOGI
Menurut Nuzulul (2009), Apendisitis belum ada penyebab yang pasti atau spesifik
tetapi ada factor prediposisi yaitu:
1. Factor yang tersering adalah obstruksi lumen. Pada umumnya obstruksi
ini terjadi karena:
a. Hiperplasia dari folikel limfoid, ini merupakan penyebab terbanyak.
b. Adanya faekolit dalam lumen appendiks
c. Adanya benda asing seperti biji-bijian
d. Striktura lumen karena fibrosa akibat peradangan sebelumnya.
2. Infeksi kuman dari colon yang paling sering adalah E. Coli dan Streptococcu
3. Laki-laki lebih banyak dari wanita. Yang terbanyak pada umur 15-30 tahun
(remaja dewasa). Ini disebabkan oleh karena peningkatan jaringan limpoid pada
masa tersebut.
4. Tergantung pada bentuk apendiks:
a. Appendik yang terlalu panjang
b. Massa appendiks yang pendek
c. Penonjolan jaringan limpoid dalam lumen appendiks
d. Kelainan katup di pangkal appendiks
C. TANDA DAN GEJALA
Menurut Wijaya A.N dan yassie (2003),tanda dan gejala appendicitis adalah :
1. Nyeri pindah ke kanan bawah dan menunjukkan tanda rangsangan peritoneum
local dititik Mc. Burney : nyeri tekan , nyeri lepas , defans muskuler.
2. Nyeri rangsangan peritoneum tidak langsung
3. Nyeri pada kuadran kanan bawah saat kuadaran kiri bawah ditekan
4. Nyeri kanan bawah bila dikanan disebelah kiti dilepas
5. Nyeri kanan bawah bila peritoneum bergerak seperti nafas dalam, berjalan, batuk ,
mengedan.
6. Nafsu makan menurun.
7. Demam yang tidak terlalu tinggi.
8. Biasanya terdapat konstipasi , tapi kadang – kadang terjadi diare.
Gejala – gejala permulaan pada appendistis yaitu nyeri atau perasaan tidak enak
sekitar umbilicus diikuti oleh anoreksia , nausea dan muntah , gejala ini umumnya
berlangsung lebih dari 1 atau 2 hari. Dalam beberapa jam nyeri bergeser ke kuadran
kanan bawah dan mungkin terdapat nyrri tekan sekitar Mc.Burney , kemudian dapat
timbul spasme otot dan nyeri lepas. Biasanya ditemukan demam ringan dan leukosit
meningkat bila rupture appendiks terjadi nyeri sering sekali hilang secara dramatis
untuk sementara.

D. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Menurut Mansjoer (2007) , pemeriksaan diaknostik dibagai menjadi :
1. Pemeriksaan Fisik
2. Pemeriksaan Laboratorium
pada pemeriksaan laboratorium darah ditemukan kenaikan sel darah putih
(leukosit)hingga sekitar 10.000 – 18.000 /mm3.
3. Pemeriksaan Radiologi.

E. PEMERIKSAAN MEDIS
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita Appendisitis meliputi
penanggulangan konservatif , operasi , dan pencegahan tersier (Mansjoer , 2007 ) :
1. Penanggulangan Konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak
mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik.
2. Operasi
Bila diagnose sudah tepat dan jelas ditemukan Appendisitis maka tindakan yang
dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi ).
3. Pencegahan Tersier
Tujuan utama dari pencegahan tersier yaitu mencegah terjadinya komplikasai
adalah infeksi luka dan abses intraperitonium.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi terjadi akibat ketrlambatan penanganan Appendisitis. Faktor
keterlambatan dapat beralal dari penderita dan tenaga medis. Faktor penderita
meliputi pengetahuan dan biaya , sedangkan tenaga medis meliputi kesalahan
diagnose , menunda diagnose , terlambat merujuk ke rumah sakit , dan melakukan
penaggulanggan . (Mansjoer ,2007)
1. Abses
Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di
kuadran kanan bawah atau darah pelvis.
2. Perforasi
Perforasi adalah pecahnya appendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar
ke rongga perut.
3. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum , merupakan komplikasi berbahaya yang
dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronis.

G. PATOFISIOLOGI
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus
yang diproduksi mukosa mengalami bendungan. Makin lama mukus tersebut makin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan penekanan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan ulserasi
mukosa. Pada saat inilah terjadi terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut akan
menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus dinding.
Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.
Kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang
diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila
dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua
proses di atas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang disebut infiltrat apendikularis.
Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak,
karena omentum lebih pendek dan apediks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan
terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah
ada gangguan pembuluh darah (Mansjoer, 2007)
H. PATHWAY
I. PROSES KEPERAWATAN
1. Pengkajian
(Pre Appendiktomi)
a. Aktivitas
Gejala : Malaise
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi
c. Eliminasi
Gejala : konstipasi pada awitan awal, diare (kadang-kadang)
Tanda : distensi abdomen, nyeri tekan/nyeri lepas, penurunan bising usus
d. Makanan/cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah
e. Myeri/kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen sekitar epigastrum dan umbilicus
f. Keamanan
Tanda : demam
(Post Appendiktomi)
a. Sirkulasi
Gejala : riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit vaskuler perifer
b. Integritas ego
Tanda : perasaan takut, cemas
c. Makanan/cairan
Gejala : insufisiensi pancreas, malnutrisi, membrane mukosa kering
d. Pernafasan
Gejala : infeksi, batuk
e. Keamanan
Gejala : deman, defisiensi imun, infeksi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d insisi pembedahan
b. Resiko infeksi b.d post operasi insisi pembedahan
c. Hipertermia b.d proses inflamasi
d. Ansietas b.d prosedur operasi
e. Deficit safe care b.d luka insisi
f. Perdarahan b.d insisi pembedahan
3. Intervensi Keperawatan
Dx. Keperawatan NOC NIC
Nyeri akut b.d insisi Tujuan : nyeri hilang dan 1. Kaji nyeri secara
pembedahan terkontrol komperhensif
a. Ekspresi wajah 2. Ajarkan
rileks penggunaan teknik
b. Mampu istirahat non farmakologi
dengan tepat (tarik nafas dalam)
c. Skala nyeri 3. Observasi isyarat
berkurang non verbal
ketidaknyamanan
4. Berikan informasi
tentang nyeri
5. Kolaborasi dalam
pemberian
analgetik
Resiko infeksi b.d Tujuan : tidak terjadi infeksi 1. Lakukan
post operasi insisi Kriteria hasil : perawatan luka
pembedahan a. Tidak terdapt tanda- insisi
tanda infeksi 2. Cegah dan deteksi
dini infeksi pada
pasien yang
beresiko
3. Batasi jumlah
pengunjung
4. Pantau adanya
tanda-tanda infeksi
5. Kolaborasi
pemberian
antibiotic
Hipertermia b.d Tujuan : termoregulasi yang 1. Pantau suhu tubuh
proses inflamasi adekuat sesering mungkin
Kriteria hasil : 2. Pantau warna kulit
a. Keseimbangan 3. Pantau hidrasi
antara produksi 4. Pantau aktivitas
panas, peningkatan kejang
panas dan 5. Kolaborasi dalam
kehilangan panas pemberian
b. Nilai suhu, denyut antipiretik
nadi, frekuensi
pernafasan dan
tekanan darah dalam
rentang normal
DAFTAR PUSTAKA

Nurfaridah, V. 2015. E-Journal Vol.7 No.2 : Penurunan Tingkatan Nyeri Post Operasi
Appendisitis dengan Teknik Distraksi Nafas Ritmik.
M Mnsjoer, A. 2010. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI.
Ardiyansyah M. 2012. Buku Keperawatan Medika Bedah untuk Mahasiswa. Yogyakarta :
Diva Press
NANDA. 2015. Diagnosa Keperawatan Edisi 10. Jakarta : EGC
Dochterman dan Bullecheck. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC) Edisi 5 Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Micromedia
Dochterman dan Bullecheck. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC) Edisi 6 Bahasa
Indonesia. Yogyakarta : Micromedia

Anda mungkin juga menyukai