Anda di halaman 1dari 7

BAB II

TINJUAN PUSTAKA

A. Metode Parafin
Metode parafin adalah suatu metode pembuatan preparat dengan melakukan
penanaman jaringan di dalam blok parafin untuk menghasilkan preparat jaringan
hewan ataupun tumbuhan yang tipis. Preparat parafin ini dilakukan penyelubungan
karena jaringan merupakan bahan yang lunak. Pembuatan sediaan dengan pemotongan
jaringan menggunakan parafin dan mikrotom sebagai alat pemotongnya. Dilakukan
infiltrasi agar parafin yang masuk berfungsi sebagai penyangga jaringan saat diiris
dengan mikrotom, lalu diembedding (proses penanaman) yaitu merendam jaringan ke
dalam parafin cair, dan parafin akan masuk ke seluruh bagian jaringan, proses
pemotongan dengan mikrotom, penempelan pada kaca objek, pewarnaan dengan
haematoksilin (pada umumnya bahan ini yang sering digunakan untuk jaringan hewan)
sedangkan jaringan tumbuhan seringkali menggunakan safranin ataupun fast green.
Setelah diwarnai lalu dimounting, dan diberi label nama (Nugroho, 2006).
Metode parafin termasuk metode irisan yang merupakan metode rutin atau
standar. Metode ini sekarang banyak digunakan, karena hampir semua jaringan dapat
dipotong dengan baik bila menggunakan metode ini. Kebaikan-kebaikan jaringan ini
adalah irisan menjadi lebih tipis dibandingkan metode beku atau metode seloidin.
Dengan menggunakan metode beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mikron, tetapi
dengan metode parafin irisan dapat mencapai tebal 6 mikron. Irisan-irisan yang bersifat
seri dapat dikerjakan dengan mudah, bila menggunakan metode ini. Prosesnya jauh
lebih cepat dibandingkan dengan metode seloidin, kejelekannya adalah jaringan
menjadi keras, mengkerut dan mudah patah. Jaringan-jaringan yang besar tidak dapat
dikerjakan bila menggunakan metode ini. Sebagian enzim-enzim akan larut di dalam
metode ini (Sugiharto, 1989).
Jaringan hewan dapat diambil dari berbagai jenis hewan selagi masih dalam
keadaan hidup, setelah mengalami pembiusan maupun yang baru saja mati dan segera
mungkin dimasukkan larutan fiksatif. Organ-organ yang halus sifatnya seperti hati,
jantung, buah pinggang maupun testis tikus atau kelinci dapat secara utuh langsung
dimasukkan kedalam larutan fiksatif sebelum dipotong atau disayat dalam ukuran yang
sesuai. Untuk usus, bila dikehendaki pemotongan dengan ukuran lebih dari satu
sentimeter panjangnya,maka sebaiknya dilakukan penginjeksian larutan fiksatif
kedalam lumen usus tersebut agar lapisan mukosa di dalamnya dapat terfiksasi
(Gunarso, 1989).
Meskipun menjadi metode yang paling sering digunakan saat ini, metode
paraffin memiliki kelebihan dan kekurangan dibandingkan metode yang lain.
Kelebihan metode parafin antara lain adalah irisan yang dihasilkan lebih tipis
dibandingkan dengan metode yang lain. Irisan yang dihasilkan juga bersifat seri,
mudah dipraktekkan, dan prosesnya lebih cepat dibadingkan dengan metode seloidin
(Suntoro, 1983). Kekurangan metode parafin antara lain yaitu jaringan menjadi keras
dan mudah patah, tidak bisa digunakan untuk jaringan besar, dan sebagian enzim pada
jaringan akan larut. Pembuatan sediaan dengan metode parafin memerlukan langkah-
langkah yang harus dikerjakan dengan urut agar dihasilkan sediaan yang dapat diamati
dan dipelajari sesuai tujuan pembuatan sediaan (Suntoro, 1983). Urutan langkah kerja
metode paraffin adalah narkose, pengambilan organ, fiksasi, pencucian (washing),
dehidrasi, penjernihan (clearing), infiltrasi paraffin, embedding, penyayatan/pengirisan
(sectioning), penempelan (affixing), deparafinasi, pewarnaan (staining), penutupan
(mounting), dan labeling.

B. Mencit (Mus musculus L.)


Mencit dikelompokkan ke dalam kingdom animalia, phylum chordata.
Hewan ini termasuk hewan yang bertulang belakang dan menyusui sehingga
dimasukkan ke dalam subphylum vertebrata dan kelas mamalia. Selain itu hewan
ini juga memiliki kebiasaan mengerat (ordo rodentia), dan merupakan famili
muridae, dengan nama genus Mus serta memilki nama spesies Mus musculus L
(Priyambodo, 2003). Mencit secara biologis memiliki ciri umum, yaitu berupa
rambut berwarna putih atau keabu-abuan dengan warna perut sedikit lebih pucat.
Mencit merupakan hewan nokturnal yang sering melakukan aktivitasnya pada
malam hari. Perilaku mencit dipengaruhi oleh beberapa faktor , diantaranya faktor
internal seperti seks, perbedaan umur, hormon, kehamilan, dan penyakit ; faktor
eksternal seperti makanan, minuman, dan lingkungan disekitarnya (Smith dan
Mangkoewidjojo, 1998).
Mencit memiliki berat badan yang bervariasi . Berat badan ketika lahir
berkisar antara 2-4 gram, berat badan mencit dewasa berkisar antara 20-40 7 gram
untuk mencit jantan dan 25-40 gram untuk mencit betina dewasa. Sebagai hewan
pengerat mencit memilki gigi seri yang kuat dan terbuka. Susunan gigi mencit
adalah indicisivus ½, caninus 0/0, premolar0/0, dan molar 3/3 (Setijono,1985).
Mencit dapat bertahan hidup selama 1-2 tahun dan dapat juga mencapai umur 3
tahun. Lama bunting 19-21 hari sedangkan umur untuk siap dikawinkan 8 minggu.
Perkawinan mencit terjadi pada saat mencit betina mengalami estrus. Satu induk
dapat menghasilkan 6-15 ekor anak (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

C. Katak (Rana sp.)


Amphibi adalah definisi bagi sekelompok hewan yang semasa hidupnya
di darat dan di air. Amphibi yang hidup di dunia terdiri dari tiga Ordo yang
pertama adalah Caudata atau Salamander, Cecilia atau Gymnopiona dan Anura
(Ario, 2010). Anura terdiri dari katak dan kodok yang memiliki jumlah ordo yang
cukup banyak, dengan jumlah spesies 5.208 spesies (Stuarte dkk., 2008). Katak
dan kodok memiliki perbedaan, dimana katak mudah dikenal dari tubuhnya yang
khas dengang memiliki empat kaki, leher yang tidak jelas, mata cenderung besar,
permukaan kulit licin dan berlendir. Sedangkan kodok tekstur kulit kasar dan
berbenjol yang diliputi bintil-bintil berduri, tangan dan kakik cenderung lebih
pendek dibandingkan dengan kaki katak lebih panjang. Katak seperti hewan
lainnya memiliki kisaran kebutuhan akan faktor-faktor lingkungan yang spesifik
setiap jenisnya. Keberadaan jenis-jenis katak yang umum dijumpai pada habitat
yang terganggu merupakan indikasi awal bahwa suatu habitat mulai mengalami
gangguan (Ario, 2010). Anura (katak) memiliki wilayah penyebaran yang luas
seperti pada semua habitat daratan dan air tawar, pemukiman penduduk,
pepohonan, daerah sepanjang aliran sungai atau air yang mengalir, serta pada
hutan primer dan sekunder (Stuarte dkk., 2008).
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Preparat sayatan lidah katak Preparat sayatan duodenum


(Rana sp.) dengan mencit (Mus musculus L.)
perbesaran 40x dengan perbesaran 40x

B. Pembahasan
Pembuatan preparat dengan metode parafin diawali dengan memfiksasi organ
ke dalam larutan buffer formalin, karena bersifat isotonic dan tidak beracun terhadap
sel sehingga kadar pH tetap terjaga dan mempertahankan osmoralitas sel (Medicago,
2011), sehingga organ yang difiksasi akan dapat bertahan dalam waktu yang cukup
lama. Organ yang digunakan pada praktikum ini adalah duodenum mencit dan sayatan
lidah katak dengan tujuan untuk mengetahui struktur histologi dari kedua organ
tersebut. Selanjutnya organ tersebut dicuci dengan air mengalir minimal selama 2 jam
agar bersih dari sisa-sisa larutan fiksatif. Proses selanjutnya adalah dehidrasi dengan
memasukkan organ ke dalam alcohol bertigkat, dimulai dari kadar alcohol yang aling
rendah hingga kadar alcohol paling tinggi agar seluruh cairan dalam jaringan keluar
secara perlahan tanpa merusak jaringan dan dapat diisi dengan parafin (Sari, 2015).
Proses clearing dilakukan setelah organ didehidrasi dengan tujuan untuk
membersihkan sisa alcohol agar parafin dapat masuk dengan optimal ke dalam
jaringan. Kemudian dilakukan proses embedding atau menanam organ pada blok yang
akan diisi cairan parafin dan harus terbebas dari cairan sebelumnya agar jaringan
mudah dipotong, blok parafin yang sudah kering dan beku dapat dikeluarkan dari
tempat dan dapat dilanjutkan ke proses selanjutnya (Jusuf, 2009). Selanjutnya
dilakukan proses sectioning atau pemotongan organ, mikrotom yang digunakan adalah
mikrotom putar (rotary microtome) mikrotom jenis ini memiliki banyak keuntungan
dan merupakan jenis yang paling cocok dengan metode blok parafin (Sari,2015).
Ketebalan yang digunakan pada praktikum ini adalah 4 µm, dan selanjutnya dilakukan
proses staining yaitu pewarnaan dengan menggunakan pewarna hematoksilin yang
mewarnai inti sel menjadi biru dan eosin yang mewarnai sitoplasma menjadi merah
(Suntoro, 1983) dan mounting yaitu menempelkan cover glass dengan mounting media
(entellan).
Pada hasil pengamatan terlihat sayatan organ lidah katak dan duodenum yang
tipis sehingga dapat diamati strukturnya. Tetapi warna pada organ tersebut gelap,
kemungkinan adanya kesalahan pada proses staining sehingga pewarnan kurang
optimal atau mikroskop yang digunakan dalam kondisi yang kurang baik sehingga
pengamatan pada preparat sayatan organ kurang maksimal. Oleh karena itu metode ini
banyak digunakan karena memiliki banyak keuntungan, yaitu irisan lebih tipis
daripada metode lain, irisannya bersifat seri dan dapat digunakan, dan proses
pengerjaannya kebih cepat jika dibandingkan dengan metode seloidin (mikrotom
beku). Selain itu juga terdapat kelemahan pada metode ini, yaitu jaringannya keras,
mengerut dan mudah patah serta untuk jaringan yang besar akan sulit dikerjakan dan
enzim-enzim akan larut pada metode ini (Jusuf, 2009).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Metode parafin dapat digunakan dalam pembuatan preparat organ lidah katak
(Rana sp.) dan duodenum mencit (Mus musculus L.) untuk mengamati struktur
histologi jaringan karena memiliki banyak keuntungan, yaitu irisan lebih tipis,
irisannya bersifat seri dan dapat digunakan, dan proses pengerjaannya kebih cepat jika
dibandingkan dengan metode lainnya. Tetapi memiliki kelemahan yaitu menyebabkan
jaringan menjadi keras, mengerut, dan mudah patah.

B. Saran
Sebaiknya segala tahap yang dilakukan harus dilakukan seteliti mungkin agar
tidak terjadi kesalahan yang akan menghambat proses selanjutnya, sehingga preparat
yang dihasilkan dalam kondisi yang baik dan tidak retak.
DAFTAR PUSTAKA

Ario, A. 2010. Panduan Lapangan Satwa Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Jakarta:
Consevation International Indonesia.

Gunarso, Wisnu. 1989. Bahan Pengajaran Mikroteknik. Bogor : DEPDIKBUD Institiut


Pertanian Bogor.

Jusuf, Ahmad Aulia. 2009. Histoteknik Dasar. Bagian Histologi Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

Medicago, A.B. 2011. Smartbuffers Phosphate Buffered Saline (PBS) pH 7,4 and 7,2.

Nugroho, H. L., 2006, Struktur dan Perkembangan Tumbuhan, Penebar Swadaya, Depok.
Priyambodo, S. 2003. Pengendalian Hama Tikus Terpadu Seri Agrikat. Penebar Swadaya.
Jakarta. Vol : 6.
Sari, Putri J. 2015. Studi Awal: Histoteknik Perfusi PBS-Formalin dan Gmbaran Histologi
Organ Hepar, Pankreas, dan Ginjal Tikus Strain Sprague Dawley. Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah.
Setijono, M. M. 1985. Mencit (Mus musculus) Sebagai Hewan Percobaan. Skripsi. Fakultas
Kedokteran Hewan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Smith, B. J. B dan S. Mangkoewidjojo. 1998. Pemeliharaan Pembiakan dan Penggunaan
Hewan Percobaan di Daerah Tropis. Universitas Indonesia. Jakarta. Hlm. 228 – 233
Stuarte, S., Michael, H., Janice, C., Neil, C., Richard, B., Pavithra, R. dan Bruce, Y. 2008.
Threatened Amphibians of The World. USA: Conservation International.

Sugiharto, 1989, Mikroteknik, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal


Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Suntro, Handari. 1983. Metode Pewarnaan: Histologi dan Histokimia. Bagian Anatomi dan
Mikroteknik Hewan Fakultas Biologi UGM. Jakarta: Bhiratara Karya Aksara.

Anda mungkin juga menyukai