Anda di halaman 1dari 7

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Subkutan Abses


Abses adalah suatu kantong yang berisi nanah (pus) pada jaringan patologis
yang secara anatomis tidak ada. Sedangkan abses subkutaneus adalah abses yang
terjadi pada lapisan bawah kulit.

3.2 Etiologi
Infeksi bakteri bisa menyebabkan abses melalui beberapa cara antara lain:
1. Bakteri masuk kebawah kulit akibat luka yang berasal dari trauma yang
mengakibatkan robekan pada jaringan kulit.
2. Bakteri menyebar dari suatu infeksi dibagian tubuh yang lain.
3. Bakteri yang dalam keadaan normal hidup di dalam tubuh manusia dan
tidak menimbulkan gangguan, kadang bisa menyebabkan terbentuknya
abses.
Peluang terbentuknya suatu abses akan meningkat jika :
1. Terdapat kotoran atau benda asing di daerah tempat terjadinya infeksi
2. Darah yang terinfeksi mendapatkan aliran darah yang kurang
3. Terdapat gangguan sistem kekebalan tubuh.2

3.3 Patofisiologi
Bakteri Streptococcus mutans memiliki 3 macam enzim yang sifatnya
destruktif, salah satunya adalah enzim hyaluronidase. Enzim ini merusak
jembatan antar sel yang terbuat dari jaringan ikat (hyalin/hyaluronat). Jika
jembatan ini rusak dalam jumlah besar, maka dapat diperkirakan, kelangsungan
hidup jaringan yang tersusun atas sel-sel dapat terancam rusak/mati/nekrosis.2
Proses kematian pulpa, salah satu yang bertanggung jawab adalah enzim dari
S.mutans tadi, akibatnya jaringan pulpa mati, dan menjadi media
perkembangbiakan bakteri yang baik, sebelum akhirnya mereka mampu
merambah ke jaringan yang lebih dalam, yaitu jaringan periapikal.1
Pada perjalanannya, tidak hanya S.mutans yang terlibat dalam proses abses,
karenanya infeksi pulpo-periapikal seringkali disebut sebagai mixed bacterial
infection. Kondisi abses kronis dapat terjadi apabila ketahanan host dalam kondisi

9
10

yang tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi. Yang terjadi dalam
daerah periapikal adalah pembentukan rongga patologis abses disertai
pembentukan pus yang sifatnya berkelanjutan apabila tidak diberi penanganan.
Adanya keterlibatan bakteri dalam jaringan periapikal, tentunya mengundang
respon keradangan untuk datang ke jaringan yang terinfeksi tersebut, namun
karena kondisi hostnya tidak terlalu baik, dan virulensi bakteri cukup tinggi, yang
terjadi alih-alih kesembuhan, namun malah menciptakan kondisi abses yang
merupakan hasil sinergi dari bakteri S.mutans dan S.aureus.2
S.mutans dengan 3 enzimnya yang bersifat destruktif tadi, terus saja mampu
merusak jaringan yang ada di daerah periapikal, sedangkan S.aureus dengan
enzim koagulasenya mampu mendeposisi fibrin di sekitar wilayah kerja S.mutans,
untuk membentuk sebuah pseudomembran yang terbuat dari jaringan ikat, yang
sering kita kenal sebagai membran abses (oleh karena itu, jika dilihat melalui foto
rongent, batas abses tidak jelas dan tidak beraturan, karena jaringan ikat adalah
jaringan lunak yang tidak mampu ditangkap dengan baik dengan foto rongent). Ini
adalah peristiwa yang unik dimana S.aureus melindungi dirinya dan S.mutans dari
reaksi keradangan dan terapi antibiotika.2
Tidak hanya proses destruksi oleh S.mutans dan produksi membran abses saja
yang terjadi pada peristiwa pembentukan abses ini, tapi juga ada pembentukan pus
oleh bakteri pembuat pus (pyogenik), salah satunya juga adalah S.aureus. jadi,
rongga yang terbentuk oleh sinergi dua kelompok bakteri tadi, tidak kosong,
melainkan terisi oleh pus yang konsistensinya terdiri dari leukosit yang mati (oleh
karena itu pus terlihat putih kekuningan), jaringan nekrotik, dan bakteri dalam
jumlah besar.2
Secara alamiah, sebenarnya pus yang terkandung dalam rongga tersebut akan
terus berusaha mencari jalan keluar sendiri, namun pada perjalanannya seringkali
merepotkan pasien dengan timbulnya gejala-gejala yang cukup mengganggu
seperti nyeri, demam, dan malaise. Karena mau tidak mau, pus dalam rongga
patologis tersebut harus keluar, baik dengan bantuan dokter gigi atau keluar secara
alami.2
Patogenesa yang lain berasal dari karies dental, karies dental memecah email
dan lapisan jaringan lunak di lapisan bawah (tulang gigi), dan dengan cepat
mencapai pulpa, yang dikenal sebagai pulpitis. Selanjutnya bakteri menginfeksi
pulpa sampai mencapai tulang gigi (tulang alveolar), sebagaimana bentuk dari
11

abses periapikal. (1) Infeksi gigi merupakan suatu hal yang sangat mengganggu,
infeksi biasanya dimulai dari permukaan gigi yaitu adanya karies gigi yang sudah
mendekati ruang pulpa, kemudian akan berlanjut menjadi pulpitis dan akhirnya
akan terjadi kematian pulpa gigi (nekrosis pulpa). Infeksi gigi dapat terjadi secara
lokal atau meluas secara cepat. Adanya gigi yang nekrosis menyebabkan bakteri
bisa menembus masuk ruang pulpa sampai apeks gigi. Foramen apikalis dentis
pada pulpa tidak bisa mendrainase pulpa yang terinfeksi. Selanjutnya proses
infeksi tersebut menyebar progresif ke ruangan atau jaringan lain yang dekat
dengan struktur gigi yang nekrosis tersebut. (3) Penjalaran infeksi odontogen
akibat dari gigi yang nekrosis dapat menyebabkan abses, abses ini dibagi dua
yaitu penjalaran tidak berat (yang memberikan prognosis baik) dan penjalaran
berat (yang memberikan prognosis tidak baik, di sini terjadi penjalaran hebat yang
apabila tidak cepat ditolong akan menyebabkan kematian). Adapun yang termasuk
penjalaran tidak berat adalah serous periostitis, abses sub periosteal, abses sub
mukosa, abses sub gingiva, dan abses sub palatal, sedangkan yang termasuk
penjalaran yang berat antara lain abses perimandibular, osteomielitis, dan
phlegmon dasar mulut.1
Pembentukan abses ini melalui beberapa stadium dengan masing-masing
stadium mempunyai gejala-gejala tersendiri, yaitu:
1. Stadium subperiostal dan periostal
• Pembengkakan belum terlihat jelas
• Warna mukosa masih normal
• Perkusi gigi yang terlibat terasa sakit yang sangat
• Palpasi sakit dengan konsistensi keras
2. Stadium serosa
• Abses sudah menembus periosteum dan masuk kedalam tinika serosa
dari tulang dan
• pembengkakan sudah ada
• mukosa mengalami hiperemi dan merah
• Rasa sakit yang mendalam
• Palpasi sakit dan konsistensi keras, belum ada fluktuasi
3. Stadium sub mucous
• Pembengkakan jelas tampak
• Rasa sakit mulai berkurang
12

• Mukosa merah dan kadang-kadang terlihat terlihat pucat


• Perkusi pada gigi yang terlibat terasa sakit
• Palpasi sedikit sakit dan konsistensi lunak, sudah ada fluktuasi
4. Stadium subkutan
• Pembengkakan sudah sampai kebawah kulit
• Warna kulit ditepi pembengkakan merah, tapi tengahnya pucat
• Konsistensi sangat lunak seperti bisul yang mau pecah
• Turgor kencang, berkilat dan berfluktuasi tidak nyata

3.4 Tanda dan Gejala


Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi
suatu organ saraf. Gejalanya bisa berupa :
• Gigi terasa sensitif kepada air dingin atau panas.
• Rasa pahit di dalam mulut.
• Nafas berbau busuk.
• Kelenjar leher bengkak.
• Bahagian rahang bengkak.
• Suhu badan meningkat tinggi dan kadang-kadang menggigil
• Denyut nadi cepat/takikardi
• Nafsu makan menurun sehingga tubuh menjadi lemas (malaise)
• Bila otot-otot perkunyahan terkena maka akan terjadi trismus
• Sukar tidur dan tidak mampu membersihkan mulut
• Pemeriksaan laboratorium terlihat adanya leukositosis
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai
benjolan. Pembengkakan berwarna kemerahan dan mengkilat. Konsistensi
pembengkakan lunak diikuti dengan fluktuasi dan nyeri apabila ditekan. Jika
abses akan pecah, maka daerah pusat benjolan akan tampak lebih putih karena
kulit diatasnya menipis. Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala
seringkali terlihat tumbuh lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan
infeksi keseluruh tubuh.4

3.5 Diagnosa
Abses dikulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali. Pada penderita abses,
biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel darah putih.
13

3.6 Penatalaksanaan
Langkah utama yang paling penting dalam penatalaksanaan absesi adalah
incisi abses, dan drainase nanah yang berisi bakteri. Prosedur ini pada umumnya
dilakukan apabila sudah di anaestesi lokal terlebih dahulu, sehingga area yang
sakit akan mati rasa.
• Dalam stadium periostal meningkat tinggi dan sub periostal dilakukan
trepanasi untuk mengeluarkan abses dan gas gangren yang terbentuk,
kemudian diberikan obat-obatan antibiotik, antiinflamasi, antipiretik,
analgesik dan roboransia. Dengan cara ini diharapkan abses tidak meluas
dan dapat sembuh.
• Dalam stadium serosa dianjurkan untuk kumur-kumur air garam hangat dan
kompres hangat, supaya abses masuk ke arah rongga mulut.
• Dalam stadium submukosa dan subkutan dimana sudah terjadi fluktuasi
maka dilakukan insisi dan dimasukkan kain gaas steril atau rubber-dam
sebagai drainase, kemudian diberikan obat-obatan antibiotika, antiinflamasi,
antipiretika, analgesika dan roboransia.
Pencabutan gigi yang terlibat (menjadi penyebab abses) biasanya dilakukan
sesudah pembengkakan sembuh dan keadaan umum penderita membaik. Dalam
keadaan abses yang akut tidak boleh dilakukan pencabutan gigi karena manipulasi
ekstraksi yang dilakukan dapat menyebarkan radang sehingga mungkin terjadi
osteomyelitis.5

3.7 Kelainan Rongga Mulut Akibat Kelainan Sistemik (Diabetes Melitus)


Penelitian mengenai hubungan diabetes mellitus dengan adanya kelainan
pada jaringan periodontal sudah sering dilakukan, tetapi belum didapatkan
kesatuan pendapat mengenai hubungan tersebut. Penderita diabetes mellitus tidak
terkontrol dijumpai adanya peradangan gingival mulai dari gingivitis marginalis
sampai periodontitis supuratif akut, gigi goyang , rasa sakit pada perkusi gigi,
resorpsi tulang alveolar yang cepat dan abses gingival multiple.
Sedangkan, pada penderita diabetes terkontrol didapatkan bahwa gejala –
gejala tersebut menurun keparahannya dan bahkan ada kalanya hilang sama
sekali. Penderita diabetes terkontrol menunjukkan resorpsi tulang alveolar yang
lebih lambat dibandingkan penderita diabetes yang tidak terkontrol. Resorbsi
tersebut ada hubungannya dengan lamanya seseorang menderita diabetes.
14

Penderita diabetes dijumpai peningkatan keparahan penyakit periodontal.


Penyakit tersebut juga dipengaruhi oleh adanya peningkatan iritasi lkal pada
gingival, pada penderita diabetes dijumpai adanya peningkatan prevalensi dan
keparahan penyakit periodonta. Peradangan gingival yang sangat parah , poket
periodontal yang dalam dan abses periodontal sering terjadi pada penderita
diabetes melitus.
Selain itu juga gingiva tampak merah tua, turun, dan agak nyeri bila ditekan
bahkan kadang terdapat nanah pada marginal gingival dan interdental papil karena
adanya infeksi rekuren. Supurasi gingiva ini dapat ditemukan secara palpasi yang
dilaksanakan dengan halus dan pelan. Akibat gingiva turun, maka gigi penderita
diabetes mellitus tampak menonjol keluar dari soket.
Menurunnya resistensi gingiva pada oral diabetik ini antara lain disebabkan
oleh karena perubahan komposisi kolagen pada jaringan ikat gingiva. Pada
jaringan periodontal, periodontium merupakan tempat manifestasi oral dibetik
yang paling penting dan prevalensinya nomor dua sesudah karies. Sejak sebelum
tahun 1920 dilaporkan bahwa hampir semua penderita Diabetes mellitus yang
tidak terkontrol disertai radang periodontioum yang berat dengan gingivitis dan
resorbsi prosesus alveolaris yang disertai dengan adanya pus. Prevalensi penyakit
periodontal pada diabetes mellitus selain lebih tinggi, juga lebih berat dan berjalan
lebih cepat dibandingkan dengan penderita non diabetes. Penyakit periodontal
biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri yang progresif dan kronik.
Terutama pada penderita diabetes mellitus dengan kebersihan mulut yang
jelek, bakteri gram negatif dan aerobik akan membentuk plak, apabila plak ini
tidak segera dihilangkan akan terus menyebar ke jaringan periodontal dan
prosesus alveolaris. Apabila keadaan ini tidak dirawat terjadilah periodontitis
diabetik yang manifestasinya klinisnya dapat berupa mobilitas, migrasi dan
lepasnya gigi disertai dengan keroposnya tulang alveolaris.
Sehubungan dengan adanya periodontopati diabetika terjadi peningkatan
prevalensi destruksi, mobilitas gigi dan lepasnya gigi ataupun kalkulus. Kalkulus
subgingiva merupakan salah satu faktor yang dapat merusak jaringan
periodontium.3
15

3.8 Prognosis
Baik terutama apabila ditangani dan diterapi dengan segera dengan
menggunakan antibiotika yang sesuai dan dengan mengontrol adanya kelainan
sistemik seperti gula darah pada abses pada penderita diabetes melitus. Apabila
menjadi bentuk kronik, akan lebih sukar diterapi dan menimbulkan komplikasi
yang lebih buruk.

Anda mungkin juga menyukai