Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Gagal Ginjal Kronik (GGK) atau Chronic Kidney Diseases (CKD) merupakan

gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana tubuh

tidak mampu memelihara metabolisme, gagal memelihara keseimbangan cairan dan

elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada pasien gagal ginjal kronik

mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak dapat disembuhkan dan memerlukan

pengobatan berupa hemodialysis, dialysis peritoneal, transplantasi ginjal dan rawat

jalan dalam jangka waktu yang lama (Black & Hawks, 2014). Gagal ginjal kronik

(GGK) merupakan penyakit yang terjadi setelah berbagai macam penyakit yang

merusak masa nefron ginjal dan tidak mampu untuk menjalankan fungsi regulatorik

dan eksteriknya untuk mempertahankan hemeostasis (Lukman, 2013)


Gagal ginjal kronik saat ini telah menjadi suatu masalah kesehatan publik

diseluruh dunia. Hal ini diakui sebagai suatu kondisi umum yang dikaitkan dengan

peningkatan penyakit jantung dan gagal ginjal kronik (Jevuska, 2012). Gagal ginjal

kronik di seluruh dunia pada tahun 2015 sebanyak 415 juta orang. Angka kejadian ini

akan terus meningkat, dan diperkirakan pada tahun 2025 menjadi 700 juta orang.

Indonesia merupakan negara menempati urutan ke-2 dengan penduduk gagal ginjal

kronik sejumlah 8,5 juta orang setelah Amerikat serikat, India, Cina , Brazil, Rusia dan

Mexico.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2015, menyebutkan

pertumbuhan jumlah penderita GGK pada tahun 2014 telah meningkat 50% dari tahun

sebelumnya. Angka kejadian GGK di dunia secara global lebih dari 500 juta orang dan

yang harus menjalani hidup dengan bergantung pada hemodialisis 1,5 juta orang.

1
Data berdasarkan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2015

terdapat angka kejadian 70.000 penderita gagal ginjal di Indonesia pada angka ini akan

terus meningkat sekitar 10% setiap tahunnya. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar

(Riskesdas) pada tahun 2013 menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia

yang menderita gagal ginjal sebesar 0,2% atau 2 per 1000 penduduk dan prevalensi

Batu Ginjal sebesar 0,6% atau 6 per penduduk. Prevalensi Penyakit Gagal Ginjal

tertinggi ada di Provinsi SulawesiTengah sebesar 0,5%.


Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Banten tahun 2013 Prevalensi

gagal ginjal kronis berdasarkan diagnosa dokter di Banten sebesar 0,2 persen.

Prevalensi tertinggi di Kabupaten Pandeglang sebesar 0,4%, diikuti oleh Kabupaten

Serang (0,3%), Kabupaten lebak, Kota Tangerang dan Kota Serang masing-masing

0,2 persen. Sementara Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang masing-masing 0,1

persen.
Salah satu terapi yang diberikan pada pasien gagal ginjal stadium akhir atau (End

Stage Renal Disease (ERSD), dibagi menjadi dua yaitu menggunakan terapi

farmakologi dan non-farmakologi. Penanganan terapi farmakologi terdiri dari

menjalani hemodialysis (HD). Pasien dengan ERSD harus membatasi cairan untuk

mencegah kelebihan cairan di antara sesi dialysis. Kelebihan cairan berisiko

menyebabkan pasien mengalami penambahan berat badan, edema, peningkatkan

tekanan darah, sesak nafas serta gangguan jantung (Pray, 2005). Konsekuensi

pembatasan cairan yang harus dijalani pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialysis adalah timbulnya keluhan rasa haus dan mulut kering (xerostomia).

Sedangkan penanganan konservatif yaitu diet protein, diet kalium, diet natrium,

pembatasan cairan yang masuk. Terapi komplementer dapat digunakan untuk

menerunkan rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik karena caranya mudah dan tidak

terlalu mengeluarkan banyak biaya. Salah satu dari penanganan ini dalam mengurangi
2
rasa haus penyakit gagal ginjal yaitu dengan terapi komplementer yang bersifat terapi

pengobatan secara alamiah.


Ada beberapa cara untuk mengurangi haus pada pasien yang menjalani

hemodialisis, salah satu diantaranya adalah dengan Frozen grapes, menyikat gigi,

bilas mulut dengan obat kumur dingin, mengunyah permen karet atau permen mint

atau permen bebas gula, dan menghisap es batu (Menurut Solomon (2006).
Permen karet xylitol merupakan salah satu jenis terapi non farmakologi yang

dapat digunakan untuk menangani rasa haus pada penyakit gagal ginjal. Permen karet

xylitol mengandung senyawa gula polialkohol dengan lima atom karbon. Senyawa ini

secara luas digunakan pada industri makanan dan kimia. Xilitol memiliki sifat

antikariogenik, menguatkan gigi, dan remineralisasi gigi (Domínguez, Jose, Noelia, &

Sandra, 2012). Manfaat Mengunyah permen karet menimbulkan refleks proses

pengunyahan. Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan

penghambatan refleks gerakan mengunyah pada otot, yang menyebabkan rahang

bawah turun. Penurunan ini akan menyebabkan refleks regang pada otot rahang bawah

yang menyebabkan kontraksi rebound. Keadaan ini secara otomatis mengangkat

rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi dan menekan bolus melawan

dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah sekali lagi, menyebabkan rahang

bawah turun dan kembali rebound, hal ini berulang ulang terus dan merupakan suatu

siklus pengunyahan. Proses pengunyahan merupakan suatu proses yang kompleks,

melibatkan otot pengunyahan, lidah, pipi, persendian temporomandibula, gigi dan

persarafan. Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi yang berfungsi optimal, akan

menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus yang disebut

dengan bolus. Permen karet merupakan stimulus mekanis dan dapat merangsang

peningkatan sekresi saliva, sedangkan sensasi pengecapan rasa pedas dari permen

karet merupakan stimulus kimiawi yangjugadapat meningkatkan sekresi saliva.


3
Meningkatnya sekresi saliva menyebabkan meningkatkan volume dan mengencerkan

saliva yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi

saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti bikarbonat

yang dapat meningkatkan pH.


Menurut penelitian yang dilakukan oleh Lastriyanti (2016) tentang pengaruh

mengunyah permen karet rendah gula dan rasa haus selama interdialisis pada pasien

yang menjalankan hemodialisa di RSPAD Gatot Subroto dengan sampel 121 paien

gagal ginjal di unit hemodialisa penelitian ini menggunakan metode purposive

sampling dan didapatkan hasil p value (p=0.0001<0,05) yang menunjukkan bahwa

pengunyah permen karet rendah gula dapat mengurangi rasa haus. Menurut penelitian

Rizqi (2013), menunjukkan bahwa permen karet dapat meningkatkan jumlah sekresi

saliva untuk mengurangi rasa haus dan xerostomia dengan skor Xeroxtomia Inventory

1.160 pada kelompok perlakuan dan 2.531 pada kelompok kontrol.


Menurut penelitian Said & Mohammed (2013), menyatakan bahwa mengunyah

permen karet selama 5 menit debanyak 6 kali/ hari selama 3 hari, pada pasien yang

melakukan terapi hemodialisa menunjukkan penurunan gejala rasa haus dari skor 29,9

menjadi 28,1. Mengunyah permen karet dapat merangsang sekresi saliva di mulut.

Kemudian saliva yang terakumulasi di mulut akan membasahi mulut, sehingga hal ini

dapat menurunkan sensasi rasa haus yang muncul.

Menurut data awal yang telah didapatkan di RSU Kabupaten Tangerang (2018)

didapatkan bahwa penyakit gagal ginjal kronik merupakan penyakit teratas yang

menjadi masalah utama di Ruang Cempaka pada bulan Agustus dalam jangka 3 bulan.

Ditemukan 32 kasus pasien Cronic Kidney Deases (CKD). Selama melihat dan

menanyakan langsung kepada pasien yang menderita penyakit gagal ginjal kronik 2-3

klien mengatakan harus membatasi cairan. Selain itu data pendukung yang diperoleh

bahwa pasien yang membatasi cairan akan mengalami rasa haus. Namun, belum
4
dilakukannya tindakan yang lebih spesipik yang dapat menangani rasa haus secara

keseluruhan yang mana dapat diterapkan oleh perawat maupun secara mandiri oleh

pasien gagal ginjal kronik (GGK) yang mengalami rasa haus. Berdasarkan

pengalaman peneliti, bahwa masih kurangnya tindakan dalam penangangan untuk

mengurangi rasa haus pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK) di ruang cempaka

salah satunya dalam pemberian permen karet rendah gula, sehingga penulis tertarik

untuk melakukan studi kasus Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik pada Tn A

dengan penerapan “Mengunyah Permen Karet Mint Rendah Gula untuk Mengurangi

Rasa Haus di Ruang Cempaka RSU Kabupaten Tangerang Tahun 2018. Berdasarkan

pengalaman peneliti, bahwa masih kurangnya tindakan dalam penangangan untuk

mengurangi rasa haus pada pasien Gagal Ginjal Kronik (GGK).

B. Tujuan Penulisan

1) Tujuan Umum

Memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik dengan

intervensi mengunyah permen karet mint rendah gula untuk mengurangi rasa haus

di Ruang Cempaka RSU Kabupaten Tangerang.

2) Tujuan Khusus

a. Melakukan pengkajian pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang Cempaka

RSU Kabupaten Tangerang.

b. Menegakkan diagnosis keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang

Cempaka RSU Kabupaten Tangerang.

c. Menyusun rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah yang

terjadi pada psien gagal ginjal kronik di Ruang Cempaka RSU Kabupaten

Tangerang.
5
d. Mengimplementasikan tindakan keperawatan telah disusun untuk mengatasi

masalah keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik di Ruang Cempaka RSU

Kabupaten Tangerang

e. Mengevaluasi hasil akhir dari implementasi yang telah dilakukan pada pasien

gagal ginjal kronik di Ruang Cempaka RSU Kabupaten Tangerang

f. Mengimplementasikan terapi mengunyah permen karet mint dengan rendah

gula sebagai salah satu intervensi keperawatan untuk menurunkan rasa haus

pada pasien gagal ginjal di Ruang Cempaka RSU Kabupaten Tangerang.

C. Manfaat Penulisan

1. Bagi Perawat

Diharapkan hasil karya ilmiah ini menjadi intervensi mandiri keperawatan

yang berbasis bukti untuk pasien dengan Gagal Ginjal perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal kronik dengan

menerapkan terapi mengunyah permen karet mint rendah gula.

2. Bagi Insitusi Pendidikan

Karya ilmiah akhir ini dapat menjadi tambahan referensi bagi

penyelanggara pendidikan dan peserta didik dalam menyusun intervensi

keperawatan yang berbasis bukti.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. Gagal Ginjal Kronik

1. Anatomi dan fisiologi ginjal

Ginjal adalah sepasang organ seluruh organ kemih yang terletak di rongga

retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai bentuk kacang dengan sisi


6
cekung menghadap ke medial, sisi tersebut hilus ginjal yaitu stadium struktur-

struktur pembuluh darah, sistem limfatik, sistem saraf dan ureter menuju dan

meninggalkan ginjal (Purnomo, 2011)

Fungsi ginjal adalah untuk mengekresi zat-zat yang merugikan bagi tubuh,

mengsekresi kelebihan gula dalam darah, membantu keseimbangan air dalam

tubuh, mengatur kosentrasi garam dalam darah dan keseimbangan asam basa

darah, ginjal mempertahankan pH plasma darah kisaran 7,4 melalui pertukaran

ion hidromin dan hidroksil (Prabowo, 2014)

Struktur ginjal orang dewasa panjangnya 12 sampai 13 cm, lebarnya 6 cm

dan beratnya antara 120-150 gram. Sembilan puluh lima persen (95%) orang

dewasa memiliki jarak 44 meter antara kutub ginjal antara 11-15 cm.

Perbedaan panjang dari kedua ginjal yang lebih dari 1,5 cm atau perubahan

bentuk ginjal merupakan tanda yang penting karena kebanyakan penyakit

ginjal di manefistasikan dengan perubahan struktur (Suharyanto & Majid,

2009)

2. Definisi Gagal Ginjal Kronik

Gagal Ginjal Kronik adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan

irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia (retensi urea

dan sampah nitrogen lain dalam darah). GGK ditandai dengan penurunan

fungsi ginjal yang irreversible pada suatu derajat atau tingkatan yang

memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau

transplantasi ginjal (Smeltzer, 2010). Gagal ginjal kronis adalah masalah

kesehatan yang tumbuh dengan cepat serta tidak dapat dikembalikan atau

7
dipulihkan dan terjadi penurunan progresif jaringan fungsi ginjal. Ketika massa

ginjal yang tersisa tidak dapat lagi menjaga lingkungan internal tubuh, maka

akibatnya adalah gagal ginjal (Black & Hawks, 2014).

Maka dapat disimpulkan gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi

ginjal yang progresif dan irreversible dimana tubuh gagal untuk

memertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang

menyebabkan uremia.

3. Etiologi

Menurut Sylvia Anderson (2006) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik

adalah sebagai berikut :

1. Penyakit infeksi tubulointerstitial : Pielonefritis kronik atau refluks

nefropati

Pielonefritis kronik adalah infeksi pada ginjal itu sendiri, dapat terjadi

akibat infeksi berulang, dan biasanya dijumpai pada penderita batu.

Gejala–gejala umum seperti demam, menggigil, nyeri pinggang, dan

disuria. Atau memperlihatkan gambaran mirip dengan pielonefritis akut,

tetapi juga menimbulkan hipertensi dan gagal ginjal (Elizabeth, 2000).

2. Penyakit vaskuler hipertensif : Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis

maligna, Stenosis arteria renalis

Nefrosklerosis Benigna merupakan istilah untuk menyatakan berubah

ginjal yang berkaitan dengan skerosis pada arteriol ginjal dan arteri kecil.

Nefrosklerosis Maligna suatu keadaan yang berhubungan dengan tekanan

darah tinggi (hipertensi maligna), dimana arteri-arteri yang terkecil

8
(arteriola) di dalam ginjal mengalami kerusakan dan dengan segera

terjadi gagal ginjal.

Stenosis arteri renalis (RAS) adalah penyempitan dari satu atau kedua

pembuluh darah (arteri ginjal) yang membawa darah ke ginjal. Ginjal

membantu untuk mengontrol tekanan darah. Renalis menyempit

menyulitkan ginjal untuk bekerja. RAS dapat menjadi lebih buruk dari

waktu ke waktu. Sering menyebabkan tekanan darah tinggi dan

kerusakan ginjal.

3. Gangguan jaringan ikat : Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,

sklerosis sistemik progresif

Systemic Lupus Erytematosus (SLE) atau lupus eritematosus sistemik

(LES) adalah penyakit radang atau inflamasi multisistem yang

penyebabnya diduga karena adanya perubahan sistem imun.

4. Gangguan congenital dan herediter : Penyakit ginjal polikistik, asidosis

tubulus ginjal

5. Penyakit metabolik : Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme,

amiloidosis

6. Nefropati toksik : Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah

7. Nefropati obstruktif : Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi,

neoplasma, fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi

prostat, striktur uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan

uretra).

4. Patofisiologi

9
Ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital di dalam

tubuh, Fungsi tersebut adalah menyaring darah dari kelebihan cairan, garam,

dan produk sisa untuk menjaga komposisi tubuh agar tetap stabil. Mengingat

fungsi ginjal yang sangat penting, maka apabila terjadi gangguan pada ginjal

akan berdampak signifikan terhadap keberlangsungan hidup manusia

(Desitasari, Utami & Misrawati, 2013).

Cairan akan dipertahankan pada kondisi yang seimbang antara retensi dan

ekskresi pada saat kondisi ginjal normal. Asupan cairan ke dalam tubuh akan

meningkatkan volume filtrate glomerulus dan ekskresi urin. Jumlah haluran

urin akan bervariasi sesuai dengan seberapa banyak makanan dan cairan ke

dalam tubuh ( Potter & Perry, 2006).

Adanya faktor-faktor yang menyebabkan penurunan fungsi ginjal seperti

hipertensi, diabetes melitus, glomerulonephritis, dan lain-lain akan

menyebabkan fungsi glomerulus menurun karena adanya tekanan yang kuat

pada glomelurus. Leukosit bermigrasi ke glomelurus berakumulasi yang

terkadang mengisi seluruh glomelurus ketika glomelurus radang. Reaksi

peradangan ini dapat menyebabkan sumbatan total ataupun persial

glomelurus, sehingga hal tersebut menyebabkan permeabilitas membrane

glomelurus yang tidak tersumbat meningkat. Peningkatan permeabilitas

membrane glomelurus memungkinkan molekul berukuran besar seperti

protein ikut keluar bersama dengan urin. Bersamaan dengan hal tersebut,

ruptur terjadi sehingga memungkinkan banyak eritrosit masuk ke dalam fitrasi

glomelurus ( Guyton, 2012).

10
5. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronik dikarenakan gangguan

yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi

memiliki fungsi yang banyak, (sehingga kerusakan kronis secara fisiologi

ginjal akan mengakibatkan sirkulasi dan vasomotor. Berikut adalah tanda dan

gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinso, 2013).

a. Ginjal dan gastrointestinal

Sebagai akibat dari hiponatremia maka timbul hipotensi, mulut kering.

Penurunan tugor kulit, kelemahan, fatigue dan mual. Kemudian terjadi

penurunan kesadaran dan nyeri kepala hebat. Dampak dari peningkatan

kalium adalah iritabilitas otot dan akhirnya mengalami kelemahan.

Kelebihan cairan yang telah terkomenpesasi akan mengakibatkan asidosis

metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urine output

dengan sedimentasi yang tinggi.

b. Kardiovaskular

Biasanya terjadinya hipertensi karena mekanisme kompensasi, maka

permeabilitas kapiler melebar, maka cairan di ekstra sel meningkat, respon

tubuh secara fisiologi akan mengeluarkan renin angiotensin 1 yang nantinya

akan diubah ke renin angiotensin 2 di hati dan paru-paru. Kemudian

merangsang aldosteron untuk memproduksi natrium agar cairan meningkat

dan cairan ditingkatkan, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effuse

pericardial, kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung, gagal jantung,

edema peiobrital, edema perifer.

c. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna

kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum


11
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku

tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).

d. Gastrointestinal

Biasanya menunjukan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa

gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan

kemungkinan juga disertai esophagitis gastritis, lesi pada usus besar.

Kejadian sekunder biasanya mengikuti seperti anoreksi, nausea.

e. Neorologis

Biasanya ditunjukan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri gatal pada

lengan dan kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan reflex kedutan,

daya memori menurun, pusing, koma, dan kejang.

f. Endokrin

Bisa terjadi infertilitas pada penurunan libido, amenore, dan gangguan

sirkulasi menstruasi pada wanita, selain itu penurunan pada sperma,

peningkatkan sekresi aldosterone dan kerusakan metabolism karbihidrat..

g. Perubahan neuromuskular : perubahan tingkat kesadaran, kacau mental,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kedutan otot dan kejang.

12
h. Perubahan hematologis : kecenderungan perdarahan.

i. Keletihan dan letargik, sakit kepala, kelemahan umum.

j. Pasien secara bertahap akan lebih mengantuk; karakter pernafasan menjadi

Kussmaul ; dan terjadi koma dalam, sering dengan konvulsi (kedutan

mioklonik) atau kedutan otot.

13
6. Klasifikasi

Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan

kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan

untuk memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja

klinis dan peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen GGK

(National Kidney Foundation, 2013). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD :

Tabel 2.1 Stadium CKD

Stadium Deskripsi GFR (mL/menit/1.73 m2)


1 Fungsi ginjal normal,tetapi temuan ≥90

urin, abnormalitas struktur atau ciri

genetik menunjukkan adanya

penyakit ginjal
2 Penurunan ringan fungsi ginjal, dan 60-89

temuan lain (seperti pada stadium 1)

menunjukkan adanya penyakit ginjal


3 Penurunan sedang fungsi ginjal 45-59
4 Penurunan sedang fungsi ginjal 30-44
5 Penurunan fungsi ginjal berat 15-29
6 Gagal ginjal <15
Sumber: The Renal Association, 2013

Nilai Glumelurus Filtrasi Rate (GFR) menunjukkan seberapa besar fungsi

ginjal yang dimiliki oleh pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh

dokter. Semakin parah CKD yang dialami, maka nilai Glumelurus Filtrasi Rate

(GFR) akan semakin kecil (National Kidney Foundation, 2010).

7. Pemeriksaan Penunjang

Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk menegakkan

diagnosa gagal ginjal kronik (Baughman, 2009).


14
a. Biokimiawi

Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin

plasma, untuk hasil yang akurat mengetahui fungsi ginjal adalah dengan

analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain pemeriksaan fungsi

ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit juga harus dijadikan

untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk

kerja ginjal.

b. Urinalisis

Urinalisis dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada ginjal atau

ada tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkin ginjal.

c. Ultrasonografi Ginjal

Imaging (gambaran) dari Ultrasonolografi akan memberikan informasi yang

mendukung untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal. Pada klien gagal ginjal

biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut pada ginjal, selain

itu ukuran dari ginjal pun akan terlibat.

8. Komplikasi

Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut O’Callaghan (2006) yaitu:

a. Komplikasi Hematologis

Anemia pada penyakit ginjal kronik disebabkan oleh produksi

eritropoietin yang tidak adekuat oleh ginjal dan diobati dengan pemberian

eritropoietin subkutan atau intravena. Hal ini hanya bekerja bila kadar besi,

folat, dan vitamin B12 adekuat dan pasien dalam keadaan baik. Sangat

jarang terjadi, antibodi dapat terbentuk melawan eritropoietin yang

15
diberikan sehingga terjadi anemia aplastik.

b. Penyakit vascular dan hipertensi

Penyakit vascular merupakan penyebab utama kematian pada gagal ginjal

kronik. Pada pasien yang tidak menyandang diabetes, hipertensi mungkin

merupakan faktor risiko yang paling penting. Sebagaian besar hipertensi

pada penyakit ginjal kronik disebabkan hipervolemia akibat retensi natrium

dan air. Keadaan ini biasanya tidak cukup parah untuk bisa menimbulkan

edema, namun mungkin terdapat ritme jantung tripel. Hipertensi seperti itu

biasanya memberikan respons terhadap restriksi natrium dan pengendalian

volume tubuh melalui dialysis. Jika fungsi ginjal memadai, pemberian

furosemid dapat bermanfaat.

c. Dehidrasi

Hilangnya fungsi ginjal biasanya menyebabkan retensi natrium dan air

akibat hilangnya nefron. Namun beberapa pasien tetap mempertahankan

sebagian filtrasi, namun kehilangan fungsi tubulus, sehingga mengekskresi

urin yang sangat encer, yang dapat menyebabkan dehidrsi.

d. Kulit

Gatal merupakan keluhan keluhan kulit yang paling sering terjadi.

Keluhan ini sering timbul pada hiperparatiroidime sekunder atau tersier serta

dapat disebabkab oleh deposit kalsium fosfat apda jaringan. Gatal dapat

dikurangi dengan mengontrol kadar fosfat dan dengan krim yang mencegah

kulit kering. Bekuan uremik merupakan presipitat kristal ureum pada kulit

dan timbul hanya pada uremia berat. Pigmentasi kulit dapat timbul dan

anemia dapat menyebabkan pucat.

e. Gastrointestinal
16
Walaupun kadar gastrin meningkat, ulkus peptikum tidak lebih sering terjadi

pada pasien gagal ginjal kronik dibandingkan populasi normal. Namun

gejala mual, muntah, anoreksia, dan dada terbakar sering terjadi. Insidensi

esofagitis serta angiodisplasia lebih tinggi, keduanya dapat menyebabkan

perdarahan. Insidensi pankreatitis juga lebih tinggi. Gangguan pengecap

dapat berkaitan dengan bau napas yang menyerupai urin.

f. Endokrin

Pada pria, gagal ginjal kronik dapat menyebabkan kehilangan libido,

impotensi, dan penurunan jumlah serta motilitas sperma. Pada wanita, sering

terjadi kehilangan libido, berkurangnya ovulasi, dan infertilitas. Siklus

hormon pertumbuhan yang abnormal dapat turut berkontribusi dalam

menyebabkan retardasi pertumbuhan pada anak dan kehilangan massa otot

pada orang dewasa.

17
18
9. Penatalaksaan

Tujuan penatalaksanaan medis pada gagal ginjal kronik adalah untuk

mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Semua

faktor yang berperan dalam terjadinya gagal ginjal kronik dicari dan diatasi.

Penatalaksanaan medis untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik salah

satunya dengan cara melakukan hemodialisa rutin. Penatalaksanaan gagal

ginjal kronik menurut suharyanto, (2009) antara lain :

1. Pada penurunan cadangan ginjal dan insufisiensi ginjal, tujuan

penatalaksanaan adalah memperlambat kerusakan nefron lebih lanjut,

terutama dengan restriksi protein dan obat-obat antihipertensi.

2. Pada gagal ginjal, terapi ditujukan untuk mengoreksi

ketidakseimbangan cairan dan elektrolit.

3. Pada penyakit ginjal stadium-akhir, terapi berupa dialisis atau

transplantasi ginjal.

4. Pada semua stadium, pencegahan infeksi perlu dilakukan.

10. Asuhan Keperawatan

a. Pengkajian

Pengkajian pada pasien klien gagal ginjal kronis sebenarnya sama

saja dengan gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih pada

support system untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam

tubuh. Dengan tidak optimalnya atau gagal fungsi ginjal, maka tubuh

19
akan melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang

sewajarnya. Tetapi, jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka akan

menimbulkan sebagai manefestasi klinis yang menandakan system

tersebut.

Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal

ginjal kronis:

1) Demografi

Lingkungan yang tercemar, sumber air tinggi kalsium beresiko untuk

gagal ginjal kronik, kebanyakan menyerang umur 20-50 tahun, jenis

kelamin lebih banyak perempuan, kebanyakan ras kulit hitam.

2) Keluhan Utama

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder

yang menyertai. Keluhan bisa berupa urine yang menurun (oliguria)

sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada

system sirkulasi- ventilasi, anoreksia, mual, muntah, fatigue, nafas

berbau, urea dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena

penumpukan zat sisa metabolism toksin dalam tubuh karena ginjal

mengalami kegagalan memfitrasai.

3) Riwayat penyakit sekarang

Pada gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,

penurunan kesadaran, perubahan pola nafas karena komplikasi dari

20
gangguan system ventilasi, vatigue, perubahan fisiologis kulit, nafas

bau urea. Selain itu, karena berdampak pada proses metabolism,

maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomiting sehingga berisiko

untuk terjadi gangguan nutrisi.

4) Riwayat penyakit dahulu

Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan

berbagai penyebab. Kaji riwayat penyakit ISK, pengguanaan obat

berlebihan, diabetes mellitus, hipertensi, urolitiasis.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat

menderita penyakit gagal ginjal kronik.

6) Riwayat psikososial

Pada gagal ginjal kronis, biasanya terjadi perubahan psikososial terjadi

pada waktu klien mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan

menjalani proses dialysis.

7) Keadaan umum dan tanda-tanda vital

Kondisi klien gagal ginjal kronik biasanya lemah, tingkat kesadaran

tergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan Tanda-tanda vital

sering didapatkan di pernafasan meningkat, hipertensi dan hipotensi

sesuai dengan kondisi fluktuatif.

21
8) Sistem pernafasan

Adanya bau urea pada bau nafas. Jika terjadi asidosis respiratorik

maka kondisi pernafasan akan mengalami patologis gangguan. Pola

nafas akan semakin cepat dan dalam sebagi bentuk kompensasi tubuh

mempertahankan ventilasi (kusmaul).

9) Sistem hematologi

Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat, tekanan

darah tinggi, akral dingin, CRT <3 detik, palpitasi jantung, chest pain,

dyspnue, gangguan irama jantung dan gangguan sirkulasi lainnya.

Selain itu, pada fisiologis darah sendiri ada gangguan anemia karena

penurunan eritropoetin.

10) Sistem neurovascular

Penurunan kesadaran terjadi jika mengalami hiperkabic dan sirulasi

serebral terganggu.

11) Sistem kardiovaskular

Biasanya ada hipertensi, tekanan darah yang tinggi diatas ambang

12) Sistem endokrin

Berhubung dengan pola seksualitas, klien dengan gagal ginjal kronik

akan mengalami disfungsi seksualitas karena hormone reproduksi.

Selain itu, jika kondisi gagal ginjal kronik berhubungan dengan

penyakit diabetes mellitus, maka ada akan gangguan dalam sekresi

insulin yang berdampak pada proses metabolise

22
13) Sistem perkemihan

Inspeksi: sulit untuk BAK, warna urin kuning keruh, klien

menggunakan kateter urin

perkusi: terdapat nyeri tekan di ginjal bagian kanan

23
b. Masalah NOC-NIC Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien gagal ginjal kronik

adalah (Nanda NIC-NOC, 2013).

1) Kelebihan volume cairan b.d penurunan pengeluaran urine

Table 2.2 Diagnosa Keperawatan

Malasah NOC NIC

Kelebihan Volume  Electrolit and acid base Fluid management:

Cairan balance 1. Pertahankan

 Fluid balance catatan intake dan

 Hydration output yang akurat

Kreteria Hasil: 2. Pasang urine

1. Terbebas dari edema, kateter jika

efusi, anarsaka diperlukan

2. Bunyi nafas bersih, tidak 3. Monitor hasil HB

ada dyspnea atau yang sesuai dengan

ortopneu retensi cairan

3. Vital sign dalam batas (BUN, Hmt,

normal osmolalitas urine)

4. Terbebas dari kelelahan, 4. Monitor vital sign

24
kecemasan atau 5. Kaji lokasi udem

kebingungan 6. Monitor status

5. Menjelaskan indikator nutrisi

kelebihan volume cairan. 7. Kolaborasi

pemberian diuretic

sesuai intruksi

dokter

Fluid monitoring :

1. Monitor BB

2. Monitor serum dan

elektrolit urin

3. Monitor kadar serum

protein

4. Monitor tingkat

osmolaritas urin

25
2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d

naoreksia, mual, muntah

Masalah NOC NIC


Ketidakseimbangan nutrisi  Nutritional status Nutritional management

kurang dari kebutuhan  Nutritional status : 1. Kolaborasi dengan

tubuh food and fluid intake ahli gizi untuk

 Nutritional status : menentukan jumlah

nutrient intake kalori yang

 Weight control dibutuhkan pasien

Kriteria Hasil: 2. Berikan informasi

1. Berat badan ideal tentang kebutuhan

sesuai dengan tinggi nutrisi

badan 3. Kaji adanya alergi

2. Mampu makanan

mengidentifikasi 4. Anjurkan pasien untuk

kebutuhan nutrisi meningkatkan Fe

5. Anjurkan pasien untuk

meningkatkan protein

dan vitamin C

6. Berikan makanan

yang sudah

26
dikonsultasikan

dengan ahli gizi

7. Ajarkan pasien

bagaimana cara

membuat makanan

harian

Nutritional monitoring

1. BB pasien

2. Tidak ada tanda-

tanda malnutrisi

3. Menunjukkan

peningkatkan fungsi

pengecapan dan

menelan

4. Tidak ada

penurunan BB

3) Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

27
Masalah NOC NIC
Ketidakefektifan perfusi  Circulation status Manajemen sensasi perifer

jaringan periper Kriteria Hasil : 1. Kaji akral

1. Tekanan darah 2. Monitor hasil labotarium

sistol dan diastol HB

dalam batas 3. Kolaborasi dalam

normal pemberian tranfusi

2. Akral dingin 4. Monitor status cairan,

3. CRT <3 detik masukan dan keluaran

yang sesuai monitor lab

Hb

Monitor tanda-tanda vital

1. Monitor tekanan darah,

suhu, nadi, pernafasan

dengan tepat

Kolaborasi

1. Terapi okseigen

2. Terapi antibiotic

4) Nausea

Masalah NOC NIC

28
Nausea Nausea and Vomitting Nausea Management

Control 1. Dorong pasien untuk

Dengan kriteria hasil: memantau mual secara

1. Mengenali mual sendiri

2. Menjelaskan faktor 2. Dorong pasien untuk

penyebab mempelajari staregi

untuk mengelola mual

sendri

3. Evaluasi dampak mual

pada kualitas hidup

4. Indentifikasi pengobatan

awal yang pernah

dilakukam

5. Pastikan bahwa obat

antimetik yang efektif

diberikan untuk

mencegah mual bila

memungkinkan

6. Identifikasi staregi yang

telah berhasil untuk

menghilangkan mual

29
7. Dorong pasien makan

sejumlah kecil makanan

yang menarik bagi orang

mual

30
BAB I Hemodialisis

Hemodialisis merupakan suatu proses terapi pengganti ginjal dengan

menggunakan selaput membran semi permeabel (dialiser), yang berfungsi seperti

nefron sehingga dapat mengeluarkan produk sisa metabolisme dan mengoreksi

gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit pada pasien gagal ginjal.

Hemodialisis digunakan bagi klien dengan gagal ginjal akut atau gagal

ginjal yang sudah tidak dapat diperbaiki serta ketidakseimbangan caran dan

elektrolit. Maka dapat disimpulkan bahwa hemodialisa dilakukan dengan

mensirkulasi darah klien melalui mesin yang berada di luar tubuh dan

menghubungkan ke mesin.

BAB II Proses Hemodialisa

Dalam kegiatan hemodialisa terjadi 3 proses utama seperti berikut :

BAB III Proses Difusi yaitu berpindahnya bahan terlarut karena

perbedaan kadar di dalam darah dan di dalam dialisat. Semakian tinggi

perbedaan kadar dalam darah maka semakin banyak bahan yang

dipindahkan ke dalam dialisat.

BAB IV Proses Ultrafiltrasi yaitu proses berpindahnya air dan bahan

terlarut karena perbedaan tekanan hidrostatis dalam darah dan dialisat.

31
BAB V Proses Osmosis yaitu proses berpindahnya air karena tenaga kimia,

yaitu perbedaan osmolaritas darah dan dialisat.

BAB VI Cara Kerja Hemodialisis

pada hemodialisi, darah dipompa melewati satu sisi membran

semipermeabel sementara cairan dialisat dipompa melewat dari sisi lain

dengan arah gerakan yang berlawanan. Membran biasanya diletakkan di

dalam wadah sebagai lembaran yang memiliki lubang ditengahnya. Jumlah

cairan yang dikeluarkan mellui ultrafiltasi dikontrol dengan cairan dialisat.

Cairan dialisat terbuat dari konsetuen esensial plasma – natrium, kalium,

klorida, kalsium, magnesium, dan glukosa dan suatu bufer seperti bikrbonat,

asetat atau laktat. Darah dan dialisat mencapai keseimbangan di kedua posisi

membran. Demikian, kompoisisi plasma dapat dikontrol dengan mengubah

komposisi dialisat. Konsetrasi kalium dalam dialisat biasanya lebih rendah

daripada dalam plasma sehingga memacu pergerakan kalium ke luar darah.

Heparin digunakan dalam sirkuit dialisis untuk mencegah penggumpalan

darah. Pada pasien yang memiliki resiko perdarahan, prostasiklin dapat

digunakan untuk hal tersebut, walaupun dapat menyebabkan hipotensi akibat

vasodilatasi.

32
BAB VII Xylitol

1. Pengertian

Xylitol merupakan senyawa gula polialkohol dengan lima atom karbon.

Senyawa ini secara luas digunakan pada industri makanan dan kimia. Xilitol

memiliki sifat antikariogenik, menguatkan gigi, dan remineralisasi gigi

(Domínguez, Jose, Noelia, & Sandra, 2012). Xylitol terdapat pada berbagai

macam buah dan sayuran seperti raspberry, strawberry, jamur, kembang kol,

jagung, anggur, dan pisang dalam jumlah yang sangat kecil (Chen & Efal

2010)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kepatuhan

adalah suatu sikap seseorang terhadap tindakan yang harus dilakukan yang

diberikan oleh suatu praktisi kesehatan berupa informasi atau nasehat yang

diberikan. Kepatuhan juga dikatakan sebagai tingkat pasien dalam

melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokter.

2. Manfaat

Mengunyah permen karet menimbulkan refleks proses pengunyahan.

Adanya bolus makanan di dalam mulut pada awalnya menimbulkan

penghambatan refleks gerakan mengunyah pada otot, yang menyebabkan

rahang bawah turun. Penurunan ini akan menyebabkan refleks regang pada

otot rahang bawah yang menyebabkan kontraksi rebound.Keadaan ini secara

33
otomatis mengangkat rahang bawah yang menimbulkan pengatupan gigi dan

menekan bolus melawan dinding mulut, yang menghambat otot rahang bawah

sekali lagi, menyebabkan rahang bawah turun dan kembali rebound, hal ini

berulang ulang terus dan merupakan suatu siklus pengunyahan. Proses

pengunyahan merupakan suatu proses yang kompleks, melibatkan otot

pengunyahan,lidah, pipi,persendian temporomandibula, gigi dan persarafan.

Koordinasi pergerakan mandibula dan gigi yang berfungsi optimal, akan

menghasilkan makanan yang berubah menjadi konsistensi relatif halus yang

disebut dengan bolus.Permen karet merupakan bolus yang dapat

menyebabkan stimulus mekanis dandapat merangsang peningkatan sekresi

saliva,sedangkan sensasi pengecapan rasa pedasdari permen karet merupakan

stimulus kimiawi yangjugadapat meningkatkan sekresi saliva. Meningkatnya

sekresi saliva menyebabkan meningkatkan volume dan mengencerkan saliva

yang diperlukan untuk proses penelanan dan lubrikasi. Peningkatan sekresi

saliva juga meningkatkan jumlah dan susunan kandungan saliva, seperti

bikarbonat yang dapat meningkatkan pH.

34
B. Haus dan Manajemen Rasa Haus

1. Definisi Haus

Haus adalah insting atau keinginan untuk memenuhi cairan yang

mendorong naluri dasar untuk minum, dengan suatu mekanisme penting

yang terlibat dalam keseimbangan cairan (Said dan Muhammed, 2013).

Haus adalah perasaan seseorang yang secara sadar menginginkan air dan

merupakan factor utama yang menentukan kebutuhan asupan cairan

(Potter dan Perry, 2010). Berdasarkan define diatas, maka disimpulkan

bahwa Haus adalah brespon fisiologi dari dalam tubuh manusia yang

muncul berupa keinginan secara sadar akan cairan (minum) untuk

memenuhi kebutuhan cairan didalam tubuh.

2. Faktor yang mempengaruhi rasa haus (dipsogenic factor)

Pemenuhan kebutuhan cairan dalam tubuh manusia diatur oleh

mekanisme rasa haus, pusat reseptor stimulus psikologi utama yang

mengendalikan rasa haus ada dihipotalamus otak. Factor yang

mempengaruhi munculnya ada timbulnya rasa haus diantaranya karena

adanya peningkatan kosentrasi plasma, penurunan volume darah,

membrane mukosa dan mulut yang kering, angiotensin II, kehilangan

kalium, dan factor-faktor psikologis. Sel reseptor osmoreseptor secara

terus menerus memantau osmolalitis, apabila tubuh kehilangan cairan

35
banyak osmoreseptor akan bekerja mendeteksi kehilangan cairan dan

mengaktifkan pusat rasa haus dan muncul keinginan untuk minum (Potter

dan Perry, 2006).

3. Fisiologis munculnya rasa haus

Mekanisme munculnya rasa haus merupakan proses pengaturan

primer asupan cairan. Pusat rangsangan rasa haus berada di hipotalamus

otak dekat sel penghasil vasopressin. Hipotalamus sebagai pusat

pengontrolan mengatur sekresi vasopressin (pengeluaran urine) dan rasa

haus (minum) bekerja secara keseimbangan. Sekresi vasoprin serta rasa

haus dirangsang oleh kekurangan cairan dan dikendalikan oleh kelebihan

cairan. Itu sebabnya kondisi yang mendorong kejadian penurunan urin

untuk menghemat cairan tubuh dapat menimbulkan rasa haus untuk

kehilangan cairan tubuh (Sherwood, 2012)

4. Manajemen rasa haus

Pembatasan asupan cairan penting dilakukan bagi seseorang yang

mengalami retensi cairan (kelebihan volume cairan) akibat dari gagal

ginjal, gagal jantung kongestif, dan penyakit kronik lain ( Kozier, Erb,

Berman dan Snyder, 2011), manajemen cairan yang tepat perlu dilakukan

pada pasien pembatasan cairan, pada kondisi dengan penyakit gagal ginjal

kronik pembatasan asupan cairan di rasa sulit untuk dilakukan oleh

36
beberapa pasien, terutama saat mengalami kehausan (Kozier, Erb, Berman

dan Snyder, 2011).

Menurut Salamo (2006) beberapa cara yang dapat dilakukan dalam

mengurangi haus pada pasien yang menjalani hemodialysis, diantaranya.

a. Mengulum es batu

Sesuai penelitian yang dilakukan oleh Arfany, Armiyati dan Kusumo

(2015), menyebutkan bahwa mengulum es batu selama 5 menit efektif

dapat menurunkan rasa haus pada pasien gagal ginjal.

b. Mengunyah permen karet

Permen karet rendah gula terbukti bisa meningkatkan jumlah sekresi

untuk mengurangi rasa haus dan mulut kering (xerostomia) dengan

jumlah sekresi saliva rata-rata 2,7-2,8 mL permenit (Arfany, Armiyati &

Kusumo, 2015)

c. Frozen grapes

Menurut Dudek (2014) buah anggur merupakan salah satu buah yang

mempunyai sedikit kandungan kalium, sehingga buah anggur aman

untuk dikomsumsi bagi penderita gagal ginjal akut. Buah anggur

ditempatkan dalam pendingin akan menjadi anggur beku (frozen

grapes). Sensasi dingin dari es batu dan segar dari buah anggur akan

membuat air dan kunyahan buah masuk ke esophagus selanjutnya

menstimulus osmereseptor yang memantau kebutuhan cairan sehungg

cairan terpenuhi dan rasa haus berkurang (Potter & Perry, 2010).

37
5. Instrumen pengukuran rasa haus

Dalam pengukuran rasa haus peneliti terdahulu menggunakan berbagai

macam instrument. Diantaranya adalah sebagai berikut:

a. Visual Analogy scale (VAS)

Instrumen ini telah dibanyakan oleh peneliti terdahulu Igbokwe dan Obika

(2008), melakukan uji reabilitas untuk mengukur rasa haus dengan nilai

Cronbach’s alpha coefficient= 0,96

Instrument untuk pengukuran haus menurut VAS ditunjukkan oleh

Gambar 2.2
Visual Analogy scale (VAS)

0 10

Tidak Haus Sangat haus sekali

Sumber : (Stafford, wendland, O’Dea dan Norman, 2012)

38
Instrument untuk pengukuran skor dan kategori haus menurut VAS

Di tunjukkan oleh gambar 2.3

Score and categorical visual analog scale (VAS)

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Tidak Haus sangat haus

Haus ringan Haus Sedang Haus Berat

Gambar 2.3 Score and categorical visual analog scale (VAS)

Sumber: (Kara, 2013; Stafford, Wendland, O’Dea dan Norman, 2012).

39
BAB III

LAPORAN KASUS

A. Pengkajian

1. Indentitas Klien

Klien Tn. I seorang laki-laki berusia 50 tahun, masuk ke Rumah Sakit

RSU Kabupaten Tangerang pada Tanggal 11 Oktober 2018, klien

beragama Islam, klien dengan pendidikan akhir SMA, saat ini klien

bekerja sebagai satpam, status perkawinan sudah menikah, tempat tinggal

di Paku Haji. Penanggung jawab klien selama perawatan di rumah sakit

adalah istrinya yaitu Ny. R (39 th) sebagai ibu rumah tangga.

Pengkajian dilakukan di Ruang Cempaka pada tanggal 12 Oktober

201. Sumber informasi yang didapatkan selama ini berasar dari hasil

anamnesa, rekam medis dan pemeriksaan fisik.

2. Alasan masuk rumah sakit

Klien mengatakan datang ke RSU ke Unit Gawat Darurat RSU Kabupaten

Tangerang pada Tanggal 11 Oktober 2018, klien diantar oleh keluarganya

karena merasa sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, klien mengatakan terjadi

bengkak di ekstermitas bawah kanan kiri terdapat derajat 3, setelah

40
dilakukan pemeriksaan di UGD kemudian klien dipindahkan ke ruang

Cempaka selama 4 hari.

3. Keluhan Utama

Keluhan saat ini yaitu klien mengatakan sesak nafas, klien

mengatakan terdapat pembengkakan di ekstermitas bawah kanan kiri sejak

3 hari yang lalu.

4. Riwayat Kesehatan

Sebelumnya klien mengatakan sudah 4 bulan didiagnosis gagal

ginjal, klien mengatakan sangat suka mengonsumsi minum-minuman

yang berasa yang berbentuk kemasan dank lien mengkomsumsi sejak 2

tahun lamanya, pasien jarang meminum air putih. Saat masa anak-anak

klien pernah menderita Infeksi Saluran Pernafasan (ISPA) dan klien

mengatakan klien tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Klien tidak

memiliki alergi makanan atau obat dan tidak mengkomsumsi obat-obatan.

Klien mempunyai riwayat merokok selama 2 tahun lamanya dan

mengkomsumsi 1-2 bungkus/hari, klien sering sekali berkadang semenjak

3 bulan terakhir. Saat klien mengalami sakit, klien berhenti merokok,

minuman berasa yang berbentuk kemasan, minum kopi, dan berhenti

bergadang. Klien mengatakan di keluarganya tidak ada yang memiliki

kanker atau tumor apapun, tetapi ayah klien tidak memiliki riwayat

hipertensi.

41
5. Pola Kesehatan

Pola persepsi dan penanganan kesehatan, klien mengatakan sakit yang

dirasakan merupakan cobaan darri yang maha kuasa. Arti sehat dan sakit

bagi klien yaitu sehat yang berarti dapat melakukan apa saja dan sakit

berarti tidak dapat melakukan apa-apa. Klien mengetahui bila saat ini

terdapat masalah pada ginjal. Klien mengatakan jarang melakukan

pemeriksaan kesehatan, klien mengatakan makan apa saja tanpa dikontrol.

Klien mengatakan tidak pernah melakukan pemeriksaan sendiri. Klien

mengatakan memiliki riwayat merokok sebanyak 2-3 bungkus rokok

setiap harinya, klien tidak pernah minum alkohol ataupun obat-obatan.

Pola nutrisi metabolisme, sebelum sakit klien makan 3x hari

sebanyak 1 porsi dengan nasi, sayur, dll. Klien mengatakan selama di

rumah jarang minum air putih. Selama sakit klien mengatakan makan 3x/

hari tetapi hanya menghabiskan ¼ porsi saja. Klien mengatakan merasa

mual dan muntah. Saat ini BB/TB Klien 70 kg / 165 cm dengan IMT 2,7.

Pola eliminasi , klien selama di rumah sakit klien terpasang kateter

dengan jumlah urin sebanyak ±100 cc/8 jam. Balance cairan/ 8 jam pada

tanggal 13 Oktober 2018 adalah sebanyak +338 cc/hari. Urin berwarna

kuning dan berbau khas urin. Klien mengatakan sulit untuk BAK, klien

menggunakan kateter urin dengan ukuran 23, klien dianjurkan untuk

membatasi minuman ± 600 ml/hari.

42
Pola aktivitas dan olahraga, klien mengatakan sehari-hari bekerja

sebagai satpam, tidak pernah berolahraga. Aktivitas menyenangkan yang

dilakukan bersantai dengan keluarga dan menonton TV. Saat klien di

rumah sakit, klien mengatakan setiap pagi selalu berjemur didepan teras,

dan mengobrol dengan pasien lainnya.

Pola istirahat tidur sebelum sakit klien mengatakan tidur 6 jam

sampai 8 jam tanpa menggunakan obat tidur, klien tidur dari jam 10 dan

bangun jam setengah 5. Selama sakit klien mengatakan sulit untuk tidur

pada malam hari.

Pola kognitif perseptual, klien mampu berbicara dengan lancer,

penglihatan klien sedikit jelas dan pendengaran klien masih normal. Klien

mengatakan sesak nafas sejak 2 hari yang lalu, klien menggunakan alat

bantu pernafasan (nasal kanul), frekuensi pernafasan 29x/menit.

Pola persepsi konsep diri, sebelum sakit klien adalah seorang tulang

punggung keluarganya, klien merasa dihargai oleh anggota keluarganya

dan masyarakat sekitar dan ditandai dengan adanya komunikasi baik, klien

merasa mensyukuri seluruh anggota tubuhnya. Selama sakit klien tidak

mampu berperan sebagai tulang punggung keluarganya karena tidak

mampu bekerja seperti biasanya.

Pola hubungan peran, klien mengatakan sebelum sakit hubungan

dengan keluarga dan masyarakat baik. Selama sakit pun mengatakan

hubungan keluarga masih baik.

43
Pola mekanisme koping dan toleransi stress, pencetus stress klien

mengatakan merasa merepotkan keluarganya, tidak mampu untuk bekerja.

Respon terhadap stress sering menanyakan perkembangana penyakitnya.

Strategi mengatasi stress yang biasa digunakan yaitu pengobatan dan

mencari informasi yang dapat dipercayai.

Pola keyakinan dan nilai, klien merupakan etnis sunda, dan

beragama islam. Sebelum sakit klien mampu beribadah setiap harinya,

tetapi setelah sakit klien hanya berdoa saja.

6. Pemeriksaan fisik

Dari hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan bahwa pasien berada

dalam kesadaran penuh (composmentis), saat dilakukan pemeriksaan di

dapatkan hasil tanda-tanda vital, tekanan darah 120/90 mmHg, nadi

90x/menit, dan teraba kuat, pernafasan 29x/menit.

a. Kepala dan Leher

Inpeksi: bentuk kepala simetris, tidak ada lesi, tidak ada memar,

distribusi rambut merata, warna rambut hitam dan putih.

Palpasi: tidak ada nyeri, tidak ada benjolan, kulit kepala klien bersih,

dan tidak ada ketombe.

b. Mata

Inpeksi: tidak ada eksoptalmus (Mata melotot), tidak ada strabismus

(Mata juling), tidak ada nistagmus bola mata kanan dan kiri simetris,

klien mampu mengikuti arahan perawat (perawat meluruskan jari dan

44
mendekatkan dengan jarak (25-30 cm), klien mampu mengikuti

gerakan jari perawat pada 8 arah (bergerak dengan baik anatara kanan

dan kiri), tidak ada xantelasma, tidak ada lesi, konjungtiva klien

anemis, sklera klien an ikterik, tidak ada kekeruhan pada kornea, tidak

ada lesi. Pupil klien miosis kanan dan kiri, tidak ada ketegangan bola

mata klien kanan dan kiri.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada area sekitar kelopak mata, tidak

ada benjolan pada sekitar kelopak mata.

c. Teliga

Inpeksi : daun teliga klien simetris kanan dan kiri, tidak terdapat luka

insisi pada teliga, tidak terdapat keluaran cairan dari telinga

Palpasi: Fungsi pendengaran klien saat ini baik, bentuk telinga

simetris, tidak ada luka pada daerah telinga, telihat tidak ada serumen,

tidak ada keluaran cairan serumen di telinga klien, hasil test webber

tidak ada latralisasi ( membandingkan hantaran tulang antara kedua

teliga pasien), test rinne positif (hantaran udara lebih lama dari

hantaran tulang), test swabach normal (membandingkan hantaran

tulang antara pasien dan perawat yang pendengarannya normal), dan

test bisik normal dapat mendengar, leher bentuk simetris, tidak ada

benjolan, tidak ada nyeri tekan

45
tidak terdapat nyer tekan pada telinga, tidak terdapat pembengkakan

tulang mastoid.

d. Hidung dan sinus

Inpeksi: hidung klien kanan dan kiri simetris, tidak ada lesi, tidak ada

benjolan, tidak ada kemerahan, tidak ada cairan yang keluar, dan tidak

ada pernafasan cuping hidung.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan dan tidak ada benjolan atau masa.

Pemerikasaan fungsi penghidung: klien mampu mengenali bau minyak

kayu putih, kopi yang di tes oleh perawat.

e. Mulut, lidah, dan tonsil

Inpeksi: mulut klien simetris, tidak ada lesi, tidak ada benjolan, warna

bibir pucat, mukosa bibir klien lembab, uvula klien berada ditengah,

tidak ada pembesaran tonsil, tidak ada peradangan tonsil, tidak

menggunakan gigi palsu, tida ada caries, lidah klien bersih, tidak ada

pembesaran pada gusi.

Palpasi: tidak ada nyeri tekan pada area mulut, tidak ada pembesaran

tonsil, tidak ada nyeri saat menelan.

f. Paru-paru

Inpeksi: bentuk dada klien simetris, tidak ada penggunaan otot bantu

pernafasan, tidak tampak retraksi dinding dada, tidak tampak

pergerakan nafas yang tertinggal, tidak ada lesi, terdapat alat bantu

46
pernafasan yaitu (nasal kanul, frekuensi nafas 29 x/menit, irama nafasa

vesikuler, tidak terdapat penggunaan cuping hidung.

Palpasai : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba masa/benjolan,

perkembangan paru normal 3-5 cm.

Perkusi : batas paru atas pada fossa supraklavikularis kanan-kiri,

terdapat suara perkusi yaitu tympani.

Auskultasi: pada trakea terdengar broncho vesicular, suara paru

vesikular

g. Jantung

Inpeksi: bentuk dada klien simetris, tidak ada lesi, letas Ictus kordis

jantung terletak pada apeks, berada di intrakosta V dan garis tengah

clavicula

Palpasi: tidak ada nyeri tekan, tidak terba massa/ benjolanphasil

perkusi: suara terdengar dulnes

Auskultasi: S1 S2, tidak terdapat murmur, tidak terdapat gallop.

h. Abdomen

Inpeksi: bentuk bulat simetris, tidak ada spider naefi, tidak ada massa,

tidak ada pembesaran hati, tidak ada tanda murfhi, tida ada hemoroid.

Perkusi: terdapat nyeri pukul pada ginjal pada bagian sebelah kanan

Palpasi: abdomen teraba lunak, tidak ada nyeri tekan, ada

mual/muntah, tidak ada lesi.

47
Auskultasi: bising usus 8x/menit

i. Endokrin

Terdapat perasaan sering haus, sulit untuk BAK, perasaan ingin selalu

minum, hasil GDS 130 mg/dl

j. Kardiovaskuler

Inspeksi : tidak ada lesi atau kemerahan, tidak ada udem

Palpasi : tidak ada nyeri tekan

Auskultasi : suara jantung normal S1 dan S2

7. Pemeriksaan penunjang

pemeriksaan penunjang pada pasien meliputi pemeriksaan patologi

anatomi dan pemeriksaan labotarium. Pemeriksaan patologi anatomi

dilakukan pada tanggal 12 Oktober 2018 didapatkan pada hasil pada

Abdomen menunjukkan bahwa pada ginjal kanan dan kiri mengecil,

struktur hiperechoic, kortex tidak jelas, tidak ada batu. Pemeriksaan

labotarium dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2019 didapatkan hasil

hemoglobin 7,5 g/dl (nila normal 13,2-17,3 g/dl), leukosit 7,28 x10^3/ul

(niali normal 3,80-10,60 x10^3/ul), hematocrit 20 % (nilai normal 40-52),

trombosit 62 x10^3/ul (nilai normal 140-440 x10^3/ul), ureum 219 mg/dl

(nilai normal 0-5- mg/dl), creatinin 22.0 mg/dl (nilai normal 0,0-1,3

mg/dl).

48
8. Terapi

Terapi yang diperoleh pasien pada tanggal 12-16 ooktober 2018 di Ruang

Cempaka anatara lain infus NaCI 0,9% 500CC/ 12 jam, obat suntik Bicnat

3x500, CaCo3 3x1 mg, Kalitake 3x1 mg, Adalatoros 1x30 mg, Crloridin

2x0, 1,5 mg, lasik 10 mg/jam.

B. Diagnosa Keperawatan
Dalam menentukan prioritas, penulis menerapkan berdasarkan keadaan kondisi

klien, keadaan ruangan dan sumber daya dari tim kesehatan. Pada penentuan

kriteria waktu, penulis juga menetapkan berdasarkan kondisi klien sehingga

penulis berharap tujuan yang sudah disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai.

Adapun prioritas diagnosis keperawatan pada Tn.I dengan Gagal Ginjal Kronik

(GGK) yaitu:
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme fungsi

ginjal, ditandai dengan keluhan pasien mengatakan kedua kakinya bengkak,

terjadi peningkatan berat badan, pasien mengatakan sesak, sesak terus

menerus, frekuensi pernafasan 29x/menit, klien menggunakan alat bantu

pernafasan. Serta didukung dengan data objektif terdapat edema di ekstremitas

kanan kiri bawah dengan derajat 3, terdapat peningkatan hasil lab HB 7,5 g/dl,

leukosit 7,28 x10^3/ul, hematokrit 20%, trombosit 62 x10^3/ul, ureum 219

mg/dl, creatinin 22,0 mg/dl.


2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses penyakit

(gagal ginjal), ditandai dengan pasien mengatakan pusing, CRT >3detik.

49
Konjungtiva tampak anemis, akral teraba dingin dan pucat, edema, hasil

Laboratorium HB : 7,5 mg/dl.


3. Nausea berhubungan dengan efek psikologis ditandai dengan keluhan mual

sejak 2 hari yang lalu, keluahan merasa ingin muntah saat memasukkan

apapun kedalam perutnya, keluhan nafsu makan menurun, merasa khawatir

pada perkembangan penyakitnya. Data objektif yang didapatkan klien hanya

menghabiskan setengah porsi makanan, dan klien menjadi malas untuk

makan.

C. Rencana Asuhan Keperawatan


Internsi dari NOC yang dilakukan selama Tn.I menjalani perawatan berdasarkan

diagnosis keperawatan yang ditegakkan yaitu:

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme fungsi

ginjal. Penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari diharapkan kelebihan volume

cairan dapat teratasi, dengan kriteria hasil : Manajemen cairan: keluhan

sesak berkurang, bengkak berkurang menjadi derajat 1. Monitor cairan: berat

badan dalam batas normal.

Intervensi yang dilakukan yaitu dengan Manajemen cairan yang terdiri

dari lakukan kaji lokasi dan luasnya edema. Berikan diuretic dengan tepat dan

benar. Tingkatkan asupan oral seperti mengkomsumsi air es. Mengemut

permen karet rendah gula untuk mengurangi rasa haus. Libatkan keluarga

50
dalam melakukan intervensi tersebut, kolaborasi dengan anggota keluarga

dalam perencanaan, melakukan dan pemantauan. Jelaskan tujuan, manfaat

mengemut permen karet rendah gula, jelaskan secara rinchi intervensi

mengemut permen karet rendah gula, anjurkan sering melakukan intervensi

yang diberikan jika sedang merasakan haus.

Intervensi Monitor pernafasan yang terdiri dari indentifikasi keluhan

sesak nafa.. Monitor pernafasan. Monitor kecepatan. Irama pernafasan.

Auskultasi suara nafas. Berikan terapi oksigen, Berikan klien posisi

semifowler. Anjurkan klien istirahat yang cukup. Kurangi aktivitas yang dapat

mencetuskan terjadinya sesak nafas. Anjurkan klien dalam posisi semifowler

2. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan proses penyakit

(gagal ginjal) Penulis menyusun rencana keperawatan dengan tujuan setelah

dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari diharapkan Ketidakefektifan

perfusi jaringan perifer teratasi, dengan kriteria hasil: Circulation status :

tekanan darah dalam batas normal, akral hangat, CRT 3 detik.

Intervensi yang diberikan yaitu Manajemen sensasi perifer dengan

tindakan yang dilakukan adalah Monitor akral klien. Monitor tanda-tanda

vital. Monitor hasil labotarium. Monitor status cairan masukan dan

pengeluaran yang sesuai

3. Nausea berhubungan dengan mual muntah. Penulis menyusun rencana

keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3

51
hari diharapkan nausea menurun, dengan kritria hasil: tingkat nausea: Nafsu

makan sedang. Mual menurun. Keinginan muntah menurun.

Intervensi yang dilakukan yaitu manajemen mual dengan tindakan yang

dilakukan Identifikasi pengalaman mual. Identifikasidampak mual terhadap

kualitas hidup. Identifikasi penyebab mual. Indentifikasi untuk mencegah

mual. Monitor mual. Monitor asupan nutrisi dan kalori. Kendalikan faktor

lingkungan penyebab mual. Kurangi atau hilangi penyebab mual. Berikan

makanan dalam jumlah kecil dan menarik. Berikanan makanan dingin, cairan

dingin. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat dan rendah lemak. Anjurkan

penggunaan teknik nonfarmakologi untuk mengatasi mual. Kolaborasi

pemberian analgetik.

Intervensi manajemen stress yang terdiri dari tindakan indentifikasi

stressor. Lakukan seduksi ansietas miasl anjurkan nafas dalam. Berikan

kesempatan untuk menenagkan diri. Berikan waktu istirahat dan tidur yang

cukup untuk mengendalikan tingkat energy. Anjurkan latihan fisik untuk

meningkatkan kesehatan biologis dan emosional 30 menit tiga kali seminggu.

D. Implementasi
Implemtasi yang sudah dilakukan Tn. I selama 3 hari tangga 13-16

Oktober 2018 yaitu:

52
1. Kelebihan volume cairan

Implementasi yang dilakukan pada hari pertema untuk mengatasi

nausea pada tanggal 15 Oktober 2018 yaitu mengkaji edema dan derajat

edema, menganjurkan posisi semi frowler untuk mengurangi sesak,

memberikan oksigen via nasal kanul 4 lt/menit, mengukur skala haus

menggunakan skala VAS yaitu 3 derajat. Menjelaskan tujuan, manfaat,

mengunyah permen karet rendah gula yang akan dilakukan. Menjelaskan

secara rinchi intervensi yang akan diberikan. Menganjurkan pasien untuk

mengemut permen karet rendah gula selama 5 menit, untuk mengurangi

rasa haus dan mencegah kelebihan cairan yang berlebih, setelah

diberikan permen karet xilytol, setelah dilakukan intervensi skala haus

pada pasien masih skala 3 menggunakan VAS, menganjurkan klien untuk

melakukan tindakan tersebut jika klien merasa haus. Menganjurkan

kepada klien untuk mengemut permen karet rendah gula jika sedang

merasa haus. Mengukur balance cairan: intake 600cc/hari – output

262/hari= +338 cc/hari

Implementasi yang dilakukan pada hari kedua pada tanggal 16

Oktober 2018 perawat mengukur TTV, mengukur skala haus

menggunakan skala VAS yaitu skala 3, Mengindentifikasi rasa haus.

Menganjurkan pasien untuk mengemut permen karet rendah gula selama

5 menit, untuk mengurangi rasa haus dan mencegah kelebihan cairan

yang berlebih, setelah diberikan permen karet xilytol lalu diukur kembali

53
tingkat haus pasien menggunakan VAS yaitu menjadi skala 2,

menganjurkan klien untuk melakukan tindakan tersebut jika klien merasa

haus. Melibatkan keluarga dalam modalitas penurunan rasa haus.

Mengingatkan kembali kepada klien agar mengemut permen karet rendah

gula setiap har. Mengukur derajat edema, mengauskultasi suara nafas,

mempertahankan posisi semifrowler untuk mengurangi sesak. Mengukur

balance cairan intake 600cc/hari – output 352 cc/hari= +248cc/hari

Implementasi yang dilakukan pada hari ketiga pada tanggal 18

Oktober 2018 perawat mengkaji rasa haus, mengkaji kedalaman edema,

mengkaji frekuensi pernafasan, mengukur TTV, mengukur skala haus

sebelum dilakukan intervensi yaitu skala 2 dengan menggunakan skala

VAS, menganjurkan pasien untuk mengemut permen karet rendah gula

selama 5 menit untuk mengurangi rasa haus, diberikan intervensi

mengemut permen karet rendah gula skala haus pada klien yaitu menjadi

skala 1, mengkaji kemampuan klien dalam melakukan tindakan secara

mandiri yang sudah diajarkan oleh perawat, mengauskultasi suara nafas,

serta mempertahankan pemberian oksigen via nasal kanul 2 liter/ menit,

mempertahankan posisi semifrowler. Mengukur balance cairan: intake

600cc/hari – output 482 cc/hari= 118 cc/hari.

2. Ketidakefektipan perfusi jaringan ferifer

54
Implementasi yang dilakukan pada hari pertama untuk mengatasi

masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer Pada tanggal 15 Oktober

2018 yaitu, memonitor tekanan darah, meberikan tranfusi PRC 215 cc,

mengkaji akral serta mengambil sampel darah pasien untuk pemeriksaan

darah lengkap, memberikan posisi semifrowler.

Implementasi yang dilakukan pada hari kedua pada tanggal 18 Oktober

2018, implementasi yang dilakukan yaitu memonitor tekanan darah,

melanjutkan pemberian tranfusi PRC 215 cc, mengkaji akral dan

memberikan posisi semifrowler.

3. Nausea

Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi nausea pada tanggal 13

Oktober 2018 yaitu mengkaji pengalaman mual hasil klien mengatakan

merasa mual sejak 2 hari yang lalu. Mengkaji dampak terhadap kualitas

hidup, hasil yang didapatkan klien mengatakan malas makan, karena selalu

merasa mual bila makan. Memonitor asupan nutrisi dan kalori hasil yang

didapatkan klien mengatakan makan sayur buah, klien menghabiskan

hanya setengahnya saja. Menganjurkan untuk makan makanan dalam

jumlah yang kecil dan menarik, keluarga klien mengatakan pasien hanya

makan sedikit saja. Menganjurkan makan sedikit tapi sering. Berkolaborasi

pemberian antiemetic hasil klien mendapatkan ondansentron 3x4 mg via

intra vena (IV).

55
Implementasi yang dilakukan untuk mengatasi nausea pada Tn.I pada

tanggal 14 Oktober 2018 yaitu memonitor mual, hasil yang didapat klien

mengatakan mual sudah berkurang. Memonitor asupan nutrisi dan kalori,

hasil yang didapatkan istri klien mengatakan klien sudah mau makan dan

mulai menghabiskan makanan yang sudah disediakan. Menganjurkan untuk

makan makanan dingin, tidak berbau. Menganjurkan istirahat dan tidur

yang cukup hasil yang didapatkan klien mengatakan sudah melakukannya.

E. EVALUASI

Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 3 hari sejak tanggal 13 Oktober

2018- 16 Oktober 2018 pada Tn.I didapatkan perkembangan masalah sebagai

berikut:

1. Kelebihan volume cairan

Hasil evaluasi pada hari pertama pada tanggal 15 Oktober 2018

dengan metode SOAP, Respon Subjektif klien mengatakan sesak nafas,

klien terpasang oksigen nasal kanul 4 lt/menit, frekuensi nafas 29x/menit,

klien mengatakan kakinya masih bengkak kedalam edema yaitu 3 derajat.

Respon Objektif klien terlihat sesak nafas, frekuensi nafas 29x/menit,

irama nafas vesikuler, terpasang alat bantu pernafasan (nasal kanul),

lokasi edema ada di ekstremitas bawah kanan kiri dengan derajat 3.

Planning lanjutan intervensi dengan melakukan terapi mengemut permen

56
karet rendah gula secara rutin. Hasil balance cairan intake 600cc/hari –

output 262/hari= +338 cc/hari

Hasil evaluasi pada hari kedua tanggal 16 Oktober 2018 dengan

metode SOAP, Respon Subjektif didapatkan hasil pasien mengatakan

sesak berkurang, frekuensi nafas 25x/menit, pasien mengatakan haus

berkurang skala 2 setelah mengunyah permen karet rendah gula. Respon

Objektif sesak berkurang, posisi tidur semifowler, frekuensi nafas

25x/menit, rasa haus berkurang dengan skala 3, edema pada ekstermitas

bawah kanan kiri berkurang dengan skala 3. Analisa masalah kelebihan

volume cairan teratasi sebagian. Planning lanjutkan intervensi dengan

lakukan terapi mengemut permen karet rendah gula secara rutin. Hasil

balance cairan intake 600cc/hari – output 352 cc/hari= +248cc/hari

Hasil evaluasi pada hari ketiga tanggal 18 Oktober 2018 dengan

metode SOAP, Respon Subjektif didapatkan hasil klien mengatakan

sesak berkurang, menjadi lebih ringan dengan frekuensi pernafasan

23x/menit, pasien mengatakan bengkak di kakinya sudah berkurang

menjadi skala 1. Respon Objektif klien terlihat lebih nyaman, frekuensi

pernafasan 23x/menit TD 190/90 mmHg, nadi 90 x/menit, suhu 36 C,

drajat udem 1, hasil balance cairan: intake 600cc/hari – output 482

cc/hari= 118 cc/hari.

57
. Analisa masalah kelebihan volume cairan teratasi. Planning lanjutkan

dengan melakukan terapi mengemut permen karet rendah gula secara

rutin.

2. Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer

Hasil evaluasi pada masalah Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer

pada hari pertama tanggal 15 Oktober 2018 dengan metode SOAP. Respon

Subjektif klien mengatakan pusing, klien mengatakan lemas. Respon

Objektif klien pusing, Hasil labotarium HB 7,5 g/dl, Akral klien teraba

dingin dan pucat. Analisa masalah Ketidakefektipan perfusi jaringan

perifer belum teratasi. Planning dilanjutkan intervensi dengan melakukan

tranfusi PRC 215 cc sampai mencapai target.

Hasil evaluasi pada masalah Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer

pada hari kedua tanggal 16 Oktober 2018 dengan metode SOAP. Respon

Subjektif klien mengatakan masih pusing. Respon Objektif klien terlihat

pucat, klien tampak lemas, Akral dingin, CRT < 2 detik. Analiasa masalah

Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer teratasi sebagian. Planning

dilanjutkan dengan melakukan pemberian tranfusi sebanyak 1 kantong.

Hasil evaluasi pada masalah Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer

pada hari ketiga tanggal 17 Oktober 2018 dengan metode SOAP. Respon

Subjektif klien mengatakan sudah tidak pusing. Respon Objektif klien

sudah lebih nyaman, klien tampak tidak pucat, klien sudah tidak pusing,

58
Akral teraba hangat, CRT <3 detik. Aanalisa masalah Ketidakefektipan

perfusi jaringan perifer teratasi.

3. Nausea

Hasil evaluasi pada masalah nausea pada hari pertama tanggal 15 Oktober

2018 dengan metode SOAP, respon subjektif klien mengatakan sudah

mual masih terasa. Klien mengatakan perasaan ingin muntah masih

terasa. Klien mengatakan tidak mau makan. Respon Objektif klien terlihat

masih mual, dan tidak mau makan. Analisa masalah nausea belum teratasi.

Planning lanjutan intervensi dengan anjurkan makan sedikit tapi sering.

Anjurkan makanan yang tinggi protein dan karbohidrat.

Hasil evaluasi pada masalah nausea pada hari kedua tanggal 16

Oktober 2018 dengan metode SOAP, respon Subjektif klien mengatakan

mual sudah tidak ada, klien mengatakan nafsu makan meningkat. Respon

Objektif klien sudah mula menghabiskan makanannya. Analisa masalah

nausea teratasi. Planning hentikan intervensi, lanjutkan dengan discharge

planning dengan anjurkan makan sedikit tapi sering.

59
BAB IV
PEMBAHASAN

BAB ini akan membahasa mengenai kesenjangan yang penulis dapatkan anaatara

konsep dasar teori dan kasus nyata. Penulis akan membahasa “Asuhan Keperawatan

pada Tn. I dengan Cronic Kidney Disease (CKD) dan penerapan praktik keperawatan

berbasis pembuktian (Evidence- Based Nursing Pratice) tindakan mengunyah permen

karet mint rendah gula untuk mengurangi rasa haus di Ruang Cempaka RSU

Kabupaten Tangerang.

A. Analisa Pencapaian dan Kesenjangan

1. Pengkajian Keperawatan

Pengkajian dilakukan di Ruang Cempaka pada pasien Tn.I pada tanggal

13 Oktober 2018 dengan diangnosa medis Cronik Kidney Disease (CKD).

Sumber yang didapatkan selama pengkajian berasal dari anamnesa, rekam

medis dan pemeriksaan fisik.

Pengkajian terpenting yang dilakukan klien dengan Cronik Kidney

Disease (CKD) adalah pengkajian perawatan yang teratur tentang kelebihan

volume klien pada pasien gagal ginjal kronik karena mengalami rasa haus.

Keluhan klien saat ini yaitu klien mengeluh sesak nafas, frekuensi nafas 29

x/menit.

60
Kelebihan volume cairan suatu keadaan dimana fungsi ginjal mengalami

kegagalan dalam mempertahankan metabolism serta keseimbangan cairan dan

elektrolit akibat destruksi struktur ginjal progresif dengan manifestasi

penumpukkan sisa metabolise ( toksik uremik ) dalam darah (Muttaqin dan

Sari, 2011).

Saat dilakukan pengkajian terhadap pasien diperoleh data-data abnormal

khususnya pada sistem perkemihan, pernafasan hematologi yaitu pasien

datang kerumah sakit dengan keluhan utama sesak nafas yang dirasakan terus

menerus. Pola nafas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk

kompensasi tubuh mempertahankan ventilasi (kusmaul), nafas pendek,

tachypnea (Surrena, Gaghardi, Scott, dkk, 2010). Udem atau bengkak yang

terjadi pada pasien gagal ginjal terjadi karena jumlah nefron yang sudah tidak

berfungsi sehingga menjadi menurun, maka ginjal tidak mampu dalam

menyaring urin (Muttaqin, 2011).

2. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan pada pasien gagal ginjal kronik (GGK)

berdasarkan NANDA (2015-2017) muncul beberapa masalah keperawatan

yang selanjutnya menjadi diagnose keperawatan yang terjadi pada pasien

Cronic Kidney Disease (CKD) yaitu kelebihan volume cairan,

ketidakefektifan perfusi jaringan perifer, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.

Sedangkan penulis menemukan kesenjangan antara teori dengan kasus

kelolaan dimana pada kasus kelolaan terdapat 3 diagnosa keperawatan yaitu:

61
a. Kelebihan volume cairan

Penulis mengangkat diagnosis keperawatan kelebihan volume cairan pada

klien ini didukung oleh data-data sesuai kriteria NANDA (2015-2017)

yaitu perubahan yaitu dyspnea, edema, gangguan pola nafas, penambahan

berat badan, ortopnea, pola nafas abnormal, penurunan hemoglobin,

penurunan hemaktokrit.

Penulis mengangkat diagnosis keperawatan kelebihan volume cairan

berhubungan dengan gangguan mekanisme gangguan regulasi (gangguan

fungsi ginjal), ditandai dengan keluhan pasien mengatakan kedua kakinya

bengkak, terjadi peningkatan berat badan, pasien mengatakan sesak, sesak

terus menerus, frekuensi pernafasan 29x/menit, klien menggunakan alat

bantu pernafasan. Serta didukung dengan data objektif terdapat edema di

ekstremitas kanan kiri bawah dengan derajat 3, terdapat peningkatan hasil

lab HB 7,5 g/dl, leukosit 7,28 x10^3/ul, hematokrit 20%, trombosit 62

x10^3/ul, ureum 219 mg/dl, creatinin 22,0 mg/dl. Serta didukung oleh

data objektif terdapat udem di ekstermitas bawah kanan kiri dengan

derajat 3, TD 120/80 mmHg. Mengukur balance cairan intake 600cc/hari –

output 262 cc/hari = 338 cc/hari

Penulis memperioritaskan diagnosis kelebihan volume cairan sebagai

prioritas pertama karena penangan kelebihan volume cairan segera diatasi

karena selain merasa ketidaknyamanan, kelebihan volume cairan dapat

menganggu system perkemihan, kardiovaskular, endokrin,

62
gastrointestinal, imunologik. Klien dengan kelebihan caitan berkaitan

dengan membatasi cairan, dan menunjukkan perubahan berat badan yang

lambat (Smeltzer & Bare, 2002).

b. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer

Penulis mengangkat diagnosis keperawatan Ketidakefektifan perfusi

jaringan periferpada klien ini didukung oleh data-data sesuai kriteria

NANDA (2015-2017) edema, waktu pengisian kapiler >3 detik, perubahan

karakteristik kulit (warna, elastisitas, suhu, sensasi).

Penulis mengangkat diagnosis keperawatan Ketidakefektifan perfusi

jaringan perifer berhubungan dengan proses penyakit (gagal ginjal),

ditandai dengan pasien mengatakan pusing, CRT > 3 detik, konjungtiva

klien tampak anemis, akral teraba dingin dan pucat, udem pada ekstrimitas

bawah kanan kiri derajat 3.

c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Penulis mengangkat diagnosis nausea berhubungan dengan efek

psikologis pada pasien ini didukung oleh data-data susai dengan batasan

karakteristik NANDA (2015-2017) yaitu gangguan sensasi rasa, kurang

minat pada makanan, sensasi muntah, peningkatan saliva, peningkatan

menelan, rasa asam pada mulut.

Penulis mengangkat diagnosis nausea berhubungan dengan efek

psikologis ditandai dengan pasien mengatakan mual dan muntah, tidak

63
nafsu makan, pasien tidak selalu menghabiskan makanan yang sudah

disediakan. Data Objektif yang didapatkan yaitu klien terlihat tidak mau

makan dikarnakan mual.

3. Intervensi dan Implementasi

Intervensi yang direncanakan untuk mengatasi masalah keperawatan pada

klien didasarkan pada intervensi keperawatan menurut NIC (2013). Bertujuan

dissesuaikan dengan teori yang ada dan lebih banyak melihat kondisi klien,

keadaan tempat atau ruangan sehingga penulis berharap tujuan yang sudah

ada disusun dan telah ditetapkan dapat tercapai. Adapun pembahasan

perencanaan kepada klien denggan Gagal Ginjal Kronik (GGK) sesuai

perioritas diagnosis keperawatan sebagai berikut:

a. Kelebihan volume cairan

kelebihan volume cairan berhubungan dengan gangguan mekanisme

gangguan regulasi (gangguan fungsi ginjal). Penulis menyusun rencana

keperawatan denggan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3 hari diharapkan kelebihan volume cairan teratasi, dengan kritria

hasil : Fluid Management: keluhan udem di ektstermitas bawah kanan

kiri teratasi, rasa haus menurun. Fluid monitoring: elektrorit stabil,

tingkat osmolaritas normal.

Intervensi yang akan dilakukan perawat untuk mengatasi rasa haus

yang dialami pasien gagal ginjal kronik dengan mengkaji lokasi dan

64
luasnya edema, berkolaborasi pemberian diuretik dengan tepat, memonitor

tekanan dara, suhu, nadi, pernafasan, mengevaluasi hasil lab, serta monitor

berat badan, anjurkan mengunyah permen karet rendah gula untuk

mengurangi rasa haus, mengkaji skala haus pada pasien, monitor keluhan

sesak nafas, kolaborasi pemberian terapi oksigen, berikan posisi

semifowler.

Intervensi yang diberikan kepada klien berdasarkan evidence based

nursing (EBN) yaitu meberikan permen karet rendah gula. Selain

intervensi EBN penulis juga melakukan beberapa intervensi lain yang

sesuai untuk mengatasi rasa haus. Intervensi penerapan EBN yang

dilakukan pada klien, yaitu mengkaji rasa haus. Pada pertemuan pertama

memberikan penjelasan tujuan, manfaat tentang mengemut permen karet

rendah gula untuk mengurangi rasa haus dan mencegah kelebihan cairan,

serta mengukur skala haus pasien setelah diberikan permen karet rendah

gula, dalam satu hari kepada pasien dan dianjurkan kepada pasien kunyah

1 permen selama 5 menit dan dikunyah pada saat merasa haus ringan.

Kelebihan cairan berisiko menyebabkan pasien mengalami

penambahan berat badan, edema, peningkatan tekanan darah, sesak nafas

serta gangguan jantung (Pray, 2005). Konsenkuensi pembatasan cairan

yang harus dijalani pasien GGK adalah timbulnya keluhan rasa haus dan

mulut kering (xerostomia). Menurut Solomon (2006) ada beberapa cara

untuk mengatasi rasa haus pada pasien yang menjalani hemodialysis,

65
diantaranya dengan frozen grapes, menyikat gigi, bilas mulut dengan obat

kumur dingin (tidak ditelan), mengunyah permen karet atau permen mint

atau permen bebas gula, dan menghisap es batu.

Mengunyah permen karet rendah gula merupakan terapi alternatif

yang dapat diberikan untuk merangsang kelenjar ludah dan terapi paliatif

pada pasien yang menjalani hemodialysis. Pasien yang mengeluh

mengalami haus, mulut kering dan mengunyah permen karet ditemukan

lebih banyak mengalami pengurangan rasa haus (60%) dibandingkan yang

mendapat terapi saliva pengganti (15%).

b. Ketidakefektipan perfusi jaringan perifer Penulis menyusun rencana

keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan selama

3 hari diharapkan ketidakefektipan perfusi jaringan perifer teratasi, dengan

kriteria hasil: manajemen sensasi perifer: Akral hangat, CRT<3detik

normal, tekanan darah dalam ambang normal. Intervensi yang dilakukan

yaitu memberikan tranfusi darah, serta mengambil samper darah untuk

pemeriksaan darah lengkap.

c. Nausea

Nausea berhubungan dengan efek farmakologis. Penulis menyusun

rencana keperawatan dengan tujuan setelah dilakukan asuhan keperawatan

selama 3 hari diharapkan nausea menurun dengan kriteria hasil: tingkat

nausea: nafsu makan sedang, mual menurun, keinginan muntah menurun.

66
Intervensi yang dilakukan yaitu manajemen mual. Implementasi

diilakukan selama 3 hari berturut-turut.

4. Evaluasi

Evaluasi yang dilakukan oleh penulis untuk mengukur tindakan yang telah

dilaksanakan dalam memenuhi pasien. Evaluasi disesuaikan dengan krteria

penilaian yang telah ditetapkan dan waktu yang telah ditentukan pada tujuan

keperawatan. Evaluasi adalah intelektual untuk melengkapi proses

keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnose keperawatan,

rencana tindakan, dan pelaksanaannya (Nursalam, 2013).

Hasil evaluasi dari asuhan keperawatan pada Tn.I dengan gagal ginjal

kronik (GGK) bahwa ketiga masalah yaitu kelebihan volume cairan,

ketidakefektipan perfusi jaringan perifer, nausea teratasi semua.

Hasil evaluasi pada masalah kelebihan volume cairan pada hari ke-tiga

dengan metode SOAP. Respon Subjektif Klien mengatakan sesak berkurang,

frekuensi nafas 24x/menit, edema pada ekstermitas bawah kanan dan kiri

sudah berkurang dari derajat 3 menjadi derajat 1. Analisa masalah kelebihan

volume cairan teratasi lanjutkan discharge planning di rumah dengan

melakukan membatasi asupan cairan dan melakukan mengunyah permen karet

rendah gula sebanyak 6 butir dalam sehari selama 5 menit dan dilakukan

secara rutin.

67
Menurut penelitian yang dilakukan Asmira dkk (2018) tentang perbedaan

efektifitas mengunyah permen karet mint rendah gula dan mengulum grape

ice terhadap rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yang menjalani

hemodialisa, ada 24 sampel dengan menggunakan purposive sampling,

didapatkan hasil bahwa mengunyah permen karet mint rendah gula dan

mengulum grape ice berpengaruh terhadap rasa haus pada pasiien gagal ginjal

kronik, diketahui hasil uji statistic menggunakan uji wilxoson didapatkan hasil

p balue = 0,029 , (0.05), karena saat mengunyah permen karet mint rendah

gula maka akan menstimulus saraf simpatis dan para simpatis untuk

meningkatkan produksi dan laju aliran saliva, serta menstimulus osmoreseptor

bertugas memantau kebutuhan cairan yang menyampaikan implus tersebut ke

hipotalamus sehingga cairan dapat terpenuhi.

Hasil evaluasi masalah keperawatan yang kedua yaitu ketidakefektipan

jaringan perifer dengan metode SOAP. Respon Subjektif klien mengatakan

sudah tidak pusing, sehingga merasa lebih nyaman. Respon Objektif CRT

<3detik, akral hangat, konjungtiva an anemis, hemoglobin 9,6 g/dl. Analisa

masalah ketidakefektipan jaringan perifer teratasi, lanjutkan dengan discharge

planning dengan minum obat secara teratur, pantau tekanan derah.

Hasil evaluasi masalah keperawatan nausea pasien menghabiskan

setengah porsi makanan yang sudah disediakan, pasien mengatakan mual

muntah berkurang, masalah nausea teratasi. Planning hentikan intervensi,

68
lanjutkan discharge planning dengan anjurkan makan sedikit tapi sering.

Anjurkan makan selagi hangat, mencatat asupan dengan tepat.

B. Keterbatasan

Pada hal ini penulis menemukan keterbatasan dimana penerapan intervensi

mengunyah permen karet rendah gula tidak biats diberikan kepada lansia atau

yang tidak mempunyai gigi karena beresiko dan merusak gusi, dimana penerapan

ini harus dikunyah, dan sebaiknya diberikan intervensi lain untuk mengurangi

rasa haus pada lansia atau yang tidak memiliki gigi seperti berkumur dengan air

mint, mengulum es batu

C. Implikasi

Berdasarkan hasil kara tulis tersebut dapat dikemukan implikasi sebagai

berikut:

1. Implikasi dan penerapan Evidance base nursing (terapi herbal) yaitu sebagai

upaya mempromosikan intervensi keperawatan berupa terapi pemberian

permen karet rendah gula untuk mengatasai rasa haus pada pasien gagal ginjal

kronik dengan terapi yang jarang dilakukan dan mudah dilakukan.

2. Pemberian terapi herbal dengan Mengunyah permen karet mint rendah gula

mempunyai pengaruh akan menstimulus saraf simpatis dan para simpatis

untuk meningkatkan produksi dan laju aliran saliva, serta menstimulus

osmoreseptor bertugas memantau kebutuhan cairan yang menyampaikan

69
implus tersebut ke hipotalamus sehinga cairan dapat terpenuhi. Masalah rasa

haus dapat teratasi dan dapat menurunkan tanda dan gejala abnormal yang

muncul karena dapet berpengaruh pada kelebihan cairan.

3. Hasil praktik ilmiah akhir ini dapat menjadi masukan bagi perawat untuk

dijadikan tindakan keperawatan secara mandiri sebagai evidence base

nursing

70
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Asuhan keperawatn yang diberikan pada TN.I dari tanggal 13 November

2018 sampai 17 November 2018 untuk mengurangi kelebihan volume cairan

salah satunya adalah membatasi asupan cairan dan menganjurkan pasien

menguyah permen karet rendah gula untuk mengurangi rasa haus. Salah satu

cara untuk mengurangi rasa haus pada pasien gagal ginjal kronik yaitu dengan

mengunyah permen karet mint rendah gula. Mengunyah permen rendah gula

dapat mengurangi rasa haus yang diakibatkan karna berkurangnya saliva

dimulut. permen karet yang di kunyah dapat mengurangi sekresi saliva oleh

kelenjar saliva dimulut. Saliva akan terkumulasi dimulut dan akan membasihi

mulut, sehingga hal ini dapat menurunkan sensari rasa haus yang muncul

akibat mulut kering (Bots, et al., 2007; Said & Mohammed, 2013).

Pada kasus ini sebelum dilakukan intervensi klien dilakukan pengukuran

menggunakan VAS (Visual Abaligy Scale) setelah itu klien diberikan 6 butir

71
permen karet rendah gula dalam satu hari, dan anjurkan pasien mengunyah

permen karet selama 5 menit, setelah dilakukan intervensi klien diukur

kembali skala haus pasien menggunakan skala VAS (Visual Abaligy Scale).

Hasil setelah diberikan intervensi selama 3 hari didapat berubah sebelum dan

sesudah paien mengunyah permen karet rendah gula, hari, skala haus berada

di 3 (haus sedang) dan setelah mengunyah permen karet berada di skala 1

(haus sedang).

B. Saran

Hasil penelitian ini dapat di jadikan masukkan bagi perawat dalam

memberikan pelayanan kesehatan pada pasien CroniC Kidney disease (CKD).

1. Bagi Perawat

Perawat diharapkan dapat meningkatkan motivasi untuk semakin

memperdalam pengetahuan ilmiah. Salah satunya, dengan menerapkan

implementasi kepda klien dengan CroniC Kidney disease (CKD) dengan

menganjurkan mengunyah permen karet untuk menguragi rasa haus.

2. Bagi Peneliti Slanjutnya

Diharapkan bagi peneliti yang tertarik tentang tindakan keperawatan yang

berbasis pembuktian ilmiah, hasil analisis praktik ini dapat dijadikan dasar

bagi penelitian selanjutnya serta memperbanyak pengetahuan dan mencari

arttenatif lain yang dapat mengurangi rasa haus pada pasien gagal ginjal.

72
3. Bagi Institusi Pendidikan

Hasil analisis praktik ilmiah akhir ini diharapkan kepada institusi

pendidikan untuk dapat menjadi salah satumateri bahan ajar tentang

asuhan keperawatan pasien gangguan system perkemihan yang dapat

diajarkan kepada mahasiswa keperawatan.

73

Anda mungkin juga menyukai