Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH FRAKTUR

FRAKTUR TULANG IGA

OLEH :

NAMA : Ketut Ayesha Eidelwise Prayoga

NPM : 16700057

Kelas : 2016 A

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA SURABAYA

2016

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada kehadiran Tuhan Yang Maha Esa,serta rasa syukur
penulis atas terselesaikannya makalah ini secara tepat waktu.

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Small Group Disuccion
Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya. Dalam penyusunan makalah ini,
penulis telah banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, bantuan berupa materi maupun
bantuan dukungan moral. Oleh sebab itu, kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Mata
Kuliah SGD dalam membimbing serta mengarahkan proses penyusunan makalah, serta kepada
pihak lain yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata, penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna, baik dari segi
pemikiran, pengetahuan, tata bahasa, maupun sistematika makalah. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun dari semua pihak sangat penulis harapkan agar penyusunan laporan
praktikum selanjutnya bisa jauh lebih baik dan semoga laporan praktikum ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.

Surabaya, 1 Mei 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang…….......................................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah………………………………………………….……….…….…...4

1.3 Tujuan Penelitian………………………………………………………….……..……5

1.4 Manfaat Penelitian……………………………………………………………………5

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal ………….........................................5

2.2 Anatomi rangka dada (Toraks)……..………………………….....………….……....10

2.3 Defenisi ………………………….…………………………………………………..14

2.4 Etiologi …………………………………………………………...………………….14

2.5 Klasifikasi Fraktur …………………………………….………………………….…14

2.6 Klasifikasi Fraktur Iga ……………..……………………….…………………….…16

2.7 Patofisiologi …..……………………………...………………………………….......16

2.8 Tanda Dan Gejala…………………………………………………………………....17

2.9 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………………...17

2.10 Penatalaksanaan…………………………………………………………………….20

2.11 Diagnosa Banding…………………………………………………………………..20

2.12 Komplikasi………………………………………………………………………….20

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan……………………………………………………...…………………...21

3.2 Saran…………………………………………………………………………………21

DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................21

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur patah tulang adalah terputusnya hubungan normal suatu tulangatau tulang rawan yang
disebabkan oleh kekerasan. Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang / tulang rawan yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang
costa (Oswari, 2000 ).
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita, khususnya di kota ini. Ratusan
orang meninggal dan luka-luka tiap tahun karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus
kecelakaan lalu-lintas sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian Republik Indonesia
Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai 13.399 kejadian, dengan kematian mencapai
9.865 orang, 6.142 orang mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data
itu, rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan 30 orang meninggal
dunia.
Macam-macam Trauma, Trauma yang terjadi kecelakaan lalu-lintas memiliki banyak
bentuk, tergantung dari organ apa yang dikenai. Trauma semacam ini, secara lazim, disebut
sebagai trauma benda tumpul. Ada tiga trauma yang paling sering terjadi dalam peristiwa ini,
yaitu trauma kepala, fraktur (patah tulang), dan trauma dada.
Penatalaksanaan untuk penyakit ini Fraktur 1-2 iga tanpa adanya penyulit/kelainan lain :
konservatif (analgetika), Fraktur >2 iga : waspadai kelainan lain (edema paru, hematotoraks,
pneumotoraks), Penatalaksanaan pada fraktur iga multipel tanpa penyulit pneumotoraks,
hematotoraks, atau kerusakan organ intratoraks lain, adalah: Analgetik yang adekuat (oral/ iv /
intercostal block), Bronchial toilet, Cek Lab berkala : Hb, Ht, Leko, Tromb, dan analisa gas
darah, Cek Foto Ro berkala. Jika penyakit ini tidak segera ditangani maka dapat menimbulkan
komplikasi gangguan pernafasan dan pendarahan Seperti pneumonia, pneumotorak,
hematotorakdan yang lebih parah lagi dapat mengakibatkan kematian. (Ganong, W.F., 2003).
Dari hasil pemikiran tersebut diatas, penulis ingin membahas lebih lanjut tentang
penyakit kusta dalam bentuk makalah yang berjudul” Fraktur Tulang Iga”.

Rumusan Masalah

1. Anatomi, fisiologi dan anatomi rangka dada dari fraktur tulang iga
2. Etilogi
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi dari fraktur tulang iga
5. Tanda dan gejala yang dialami akibat fraktur tulang iga
6. Pemeriksaan yang dilakukan
7. Penatalaksanaan umum untuk fratur tulang iga

4
8. Diagnosis banding
9. Komplikasi yang dapat disebabkan oleh fraktur tulang iga

1.3 Tujuan Penelitian

1 Untuk mengetahui factor penyebab terjadinya fraktur tulang iga


2 Untuk mengetahui seberapa besar pengembalian kesehatan orang yang terkena fraktur
tulang iga
3 Untuk mengetahui cara penyembuhan fraktur tulang iga

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi peneliti : Menambah pengetahuan tentang hubungan fisioterapi dengan


peningkatan kemampuan fungsi motorik pada pasien fraktur tulang iga.
2. Manfaat bagi masyarakat : Dapat memberikan informasi baru kepada masyarakat
bahwa fisioterapi yang dilakukan pada jangka waktu tertentu bermanfaat untuk
mengatasi risiko kecacatan terhadap pasien fraktur tulang iga.
3. Manfaat bagi ilmu pengetahuan : Dengan adanya penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan informasi baru mengenai hubungan fisioterapi yang dapat memengaruhi
peningkatan kemampuan fungsi motorik pada pasienfraktur tulang iga , serta
memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan di bidang kedokteran,
berkaitan denganfraktur tulang iga.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Anatomi Dan Fisiologi Sistem Muskuloskeletal
Aktivitas gerak tubuh manusia bergantung pada efektifnya interaksi antara sendi yang
normal dengan unit-unit neuromuskular yang mengerakkannya. Elemen tersebut juga
berinteraksi untuk mendistribusikan stres mekanik ke jaringan sekitar sendi. Otot, tendon,
ligamen, rawan sendi, dan tulang saling bekerja sama agar fungsi tersebut dapat berlangsung
dengan sempurna (Noer S., 1996 Dalam Lukman 2009).
Struktur tulang dan jaringan ikat menyususn kurang lebih 25% berat badan, dan otot
menyusun kurang lebih 50%. Struktur tulang memberi perlindungan terhadap organ vital,
termasuk otak, jantung, dan paru-paru. Reeves (2001) mengatakan bahwa kerangka berfungsi
untuk membentuk dan menopang tubuh, melindungi organ penting, dan berperan sebagai
penyimpan mineral tertentu seperti kalsium, magnesium, dan fosfat (Smeltzer, 2002).
Otot yang melekat ke tulang memungkinkan tubuh bergerak. Matriks tulang menyimpan
kalsium, fosfor, magnesium, dan flour. Menurut Rasjad (1998), komposisi tulang terdiri atas

5
substansi organik sebesar 35%, substansi anorganik sebesar 45%, dan air sebesar 20%. Lebih
dari 99% kalsium tubuh terdapat dalam tulang (Ganong, W.F., 2003).
Tubuh manusia dewasa mengandung sekitar 1.100 gram (27,7 mol) kalsium. Kalsium
plasma pada keadaan normal sekitar 10 mg/dl. Penurunan Ca2+ ekstrasel menimbulkan efek
eksitasi pada sel saraf, yang mengakibatkan tetani hipokalsemik, yang ditandai oleh spasme
ekstentif otot rangka, terotama otot-otot rangka dan laring. Sumsum tulang merah ang terletak
dalam rongga tulang menghasilkan sel darah merah dan sel darah putih dalam proses yang
dinamakan hematopoesis (Lukman dan Nurma Ningsih, 2009:2).
Hormon yang mengatur homeostatis kalsium adalah hormon paratiroid dan hormon
kalsitonin. Paratiroid mengatur konsentrasi kalsium dalam darah dan kalsitonin meningkatkan
penimbunan kalsium dalam tulang (Lukman dan Nurma Ningsih, 2009:2).

1. Sistem Tulang
Klasifikasi tulang orang dewasa digolongkan pada 2 kelompok, yaitu axial skeleton dan
appendikular skeleton. Seperti pada table berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tulang Orang Dewasa


1. Axial Skeleton (80 tulang)
1. Tengkorak 22 buah tulang
Tulang cranial 1.(8 Frontal 1
tulang) 2. Parietal 2
3. Occipital 1
4. Temporal 2
5. Sphenoid 1
6. Ethmoid 1
Tulang fasial 1. (13 Maksila 2
tulang) 2. Palatine 2
3. Zygomatic 2
4. Lacrimal 2
5. Nasal 2
6. Vomer 1
7. Inferior nasal concha 2
Tulang mandibula 1
(1 tlng)
1. Tulang telinga
1. Malleus 2 6 tulang
tengah 2. Incus 2
3. Stapes 2
1. Tulang hyoid 1 tulang
1. Columna vertebrae1. Cervical 7 26 tulang
2. Thorakal 12

6
3. Lumbal 5
4. Sacrum (penyatuan dari 5 tl)
1
5. Korkigis (penyatuan dr 3-5
tl) 1
1. Tulang rongga
1. Tulang iga 24 25 tulang
thorax 2. Sternum 1

2. Appendicular Skeleton (126 tulang)


1. Pectoral girdle 1. Scapula 2 4 tulang
2. Clavicula 2

1. Ekstremitas atas 1. Humerus 2 60 tulang


2. Radius 2
3. Ulna 2
4. Carpal 16
5. Metacarpal 10
6. Phalanx 28

1. Pelvic girdle 1. Os coxa 2 (setiap os coxa 2 tulang


terdiri dari penggabungan 3
tulang)

1. Ekstremitas bawah
1. Femur 2 60 tulang
2. Tibia 2
3. Fibula 2
4. Patella 2
5. Tarsal 14
6. Metatarsal 10
7. Phalanx 28

Total 206Lang

7
a. Klasifikasi Tulang
Tulang manusia saling berhubungan satu dengan yang lain dalam berbagai bentuk untuk
memperoleh fungsi system musculoskeletal yang optimal. Jumlah tulang dalam tubuh manusia
ada 206 buah, yang terbagi dalam empat kategori, yaitu:
1.. Tulang panjang, misalnya tulang femur, tulang humerus, dan tulang klavikula.
2. Tulang pendek, seperti tulang tarsalia dan tulang karpalia.
3. Tulang pipih, seperti tulang sternum dan tulang scapula.
4. Tulang tidak beraturan misalnya tulang panggul.
b. Fungsi Tulang
Fungsi utama tulang-tulang rangka adalah:
1. Sebagai kerangka tubuh, yang menyokong dan member bentuk tubuh.
2. Untuk memberikan suatu system pengungkit yang digerakan oleh kerja otot-otot yang
melekat pada tulang tersebut; sebagai suatu system pengungkit yang digerakan oleh
kerja otot-otot yang melekat padanya.
3. Sebagai reservoir kalsium, fosfor, natrium, dan elemen-elemen lain.
4. Untuk menghasilkan sel-sel darah merah dan putih dan trombosit dalam sumsum
merah tulang tertentu.
c. Perkembangan dan Pertumbuhan Tulang
Perkembangan dan pertumbuhan pada tulang panjang tipikal :
1. Tulang didahului oleh model kartilago.
2. Kolar periosteal dari tulang baru timbul mengelilingi model korpus. Kartilago dalam
korpus ini mengalami kalsifikasi. Sel-sel kartilago mati dan meninggalkan ruang-
ruang.
3. Sarang lebah dari kartilago yang berdegenerasi dimasuka oleh sel-sel pembentuk
tulang (osteoblast),oleh pembuluh darah, dan oleh sel-sel pengikis tulang (osteoklast).
Tulang berada dalam lapisan tak teratur dalam bentuk kartilago.
4. Proses osifikasi meluas sepanjang korpus dan juga mulai memisah pada epifisis yang
menghasilkan tiga pusat osifikasi.
5. Pertumbuhan memanjang tulang terjadi pada metafisis, lembaran kartilago yang sehat
dan hidup antara pusat osifikasi. Pada metafisis sel-sel kartilago memisah secara
vertical. Pada awalnya setiap sel meghasilkan kartilago sehat dan meluas mendorong
sel-sel yang lebih tua. Kemudian sel-sel mati. Kemudian semua runag mebesar untuk
membentuk lorong-lorong vertical dalm kartilago yang mengalami degenerasi.
Ruang-ruang ini diisi oleh sel-sel pembentuk tulang.
6. Pertumbuhan memanjang berhenti pada masa dewasa ketika epifisis berfusi dengan
korpus.
d. Sistem Vaskularisasi Pada Tulang
Tulang merupakan jaringan yang kaya akan vaskuler dengan total aliran darah sekitar 200
sampai 400 cc/menit. Setiap tulang memiliki arteri penyuplai darah yang membawa nutrient
masuk didekat pertengahan tulang, kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi

8
pembuluh-pembuluh darah mikroskopis. Pembuluh darah ini mensuplai cortex, marrow,
dan system haverst.
e. Sistem Persarafan Pada Tulang
Serabut syaraf sympathetic dan afferent (sensori) mempersyarafi tulang. Dilatasi kapiler
darah dikontrol oleh syaraf symphatetic, sementara serabut syaraf afferent mentransmisikan
rangsangan nyeri.
f. Metabolism Tulang
Pertumbuhan dan metabolisme tulang dipengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai
berikut :
1. Kalsium dan posfor
Tulang mengandung 99% kalsium tubuh dan 90% posfor. Konsentrasi kalsium dan
posfor dipelihara dalam hubungan terbalik. Sebagai contoh, apabila kadar kalsium tubuh
meningkat maka kadar posfor akan berkurang.
2. Calcitonin
Diproduksi oleh kelenjar typoid memilki aksi dalam menurunkan kadar kalsium serum
jika sekresinya meningkat diatas normal.
3. Vitamin D
Penurunan vitamin D dalam tubuh dapat menyebabkan osteomalasia pada usia dewasa.
4. Hormon paratiroid (PTH)
Saat kadar kalsium dalam serum menurun, sekresi hormone paratiroid akan meningkat
dan menstimulasi tulang untuk meningkatkan aktivitas osteoplastic dan menyalurkan
kalsium kedalam darah.
5. Growth hormone (hormone pertumbuhan)
Hormone pertumbuhan bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan
penentuan jumlah matrik tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
6. Glukokortikoid
Adrenal glukokortikoid mengatur metabolisme protein.
7. Sex hormone
Estrogen menstimulasi aktivitas osteobalstik dan menghambat peran hormone paratiroid.
Ketika kadar estrogen menurun seperti pada saat menopause, wanita sangat rentan
terhadap menurunnya kadar estrogen dengan konsekuensi langsung terhadap kehilangan
masa tulang (osteoporosis). Androgen, seperti testosteron, meningkatkan anabolisme dan
meningkatkan masa tulang.

Unit struktural dari cortical tulang compacta adalah system havers, suatu jaringan
(network) saluran yang kompleks yang mengandung pembuluh-pembuluh darah mikroskopis
yang mensuplai nutrient dan oksigen ke tulang, lacuna, dan ruang-ruang kecil
dimana osteosit berada.
Jaringan lunak di dalam trabeculae diisi oleh sumsum tulang : sumsum tulang merah dan
kuning. Sumsum tulang merah berfungsi dalam hal hematopoesis, sementara sumsum kuning
mengandung sel lemak yang dapat dimobilisasi dan masuk ke aliran darah. Osteogenic cells yang

9
kemudian berdiferensiasi ke osteoblast (sel pembentuk tulang) dan osteoclast (sel penghancur
tulang) ditemukan pada lapisan terdalam dari periosteum. Periosteum adalah lembar jaringan
fibrosa dan terdiri atas banyak pembuluh darah. (Smeltzer, 2002).

2.2 Anatomi rangka dada (Toraks)


Toraks merupakan rangka yang menutupi dada dan melindungi organ-organ penting di
dalamnya. Secara umum toraks tersusun atas klavikula, skapula, sternum, dan tulang-tulang
kostal.
1. Merupakan tulang yang terletak di sebelah posterior, dan berartikulasi dengan
klavikula melalui akromion. Selain itu, skapula juga berhubungan dengan humerus
melalui fossa glenoid.
2. Klavikula merupakan tulang yang berartikulasi dengan skapula melalui akromion, dan
di ujungnya yang lain berartikulasi dengan manubrium sternum.
3. Sternum merupakan suatu tulang yang memanjang, dari atas ke bawah, tersusun atas
manubrium, korpus sternum, dan prosesus xyphoideus. Manubrium berartikulasi dengan
klavikula , kostal pertama, dan korpus sternum. Sedangkan korpus stenum merupakan
tempat berartikulasinya kartilago kostal ke-2 hingga kostal ke-12.
4.Tulang-tulang kostal merupakan tulang yang berartikulasi dengan vertebra segmen
torakal di posterior, dan di anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum.
Ada 12 tulang kostal; 7 kostal pertama disebut kostal sejati (karena masing-masing secara
terpisah di bagian anterior berartikulasi dengan manubrium dan korpus sternum), 3 kostal
kedua disebut kostal palsu (karena di bagian anterior ketiganya melekat dengan kostal ke-
7), dan 2 kostal terakhir disebut kostal melayang (karena di bagian anterior keduanya
tidak berartikulasi sama sekali)
(Davis Company; 2007).

2. Sistem Persendian
Artikulasi atau sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini
dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligament, tendon,
fasia, atau otot.
Sendi dilkasifikasikan berdasarkan strukturnya, yaitu:
a. Sendi fibrosa (sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Tulang-tulang dihubungkan oleh serat-serat kolagen
yang kuat. Sendi ini biasanya terikat misalnya sutura tulang tengkorak.
b. Sendi kartilaginosa (amfiartrodial)
Permukaan tulang ditutupi oleh lapisan kartilago dan dihubungkan oleh jaringan fibrosa kuat
yang tertanam kedalam kartilago misalnya antara korpus vertebra dan simfisis pubis. Sendi ini
biasanya memungkinkan gerakan sedikit bebas.
c. Sendi synovial (diartrodial)
Sendi ini adalah jenis sendi yang paling umum. Sendi ini biasanya memungkinkan
gerakan yang bebas (mis., lutut, bahu, siku, pergelangan tangan, dll.) tetapi beberapa sendi

10
sinovial secara relatif tidak bergerak (misal, sendi sakroiliaka). Sendi ini dibungkus dalam kapsul
fibrosa dibatasi dengan membran sinovial tipis. Membran ini mensekresi cairan sinovial ke
dalam ruang sendi untuk melumasi sendi. Cairan sinovial normalnya bening, tidak membeku,
dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi
normal relatif kecil (1 sampai 3 ml). hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari
200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuclear. Cairan synovial juga bertindak sebagai
sumber nutrisi bagi rawan sendi.
Permukaan tulang dilapisi dengan kartilago artikular halus dan keras dimana permukaan
ini berhubungan dengan tulang lain. Pada beberapa sendi terdapat suatu sabit kartilago fibrosa
yang sebagian memisahkan tulang-tulang sendi (mis., lutut, rahang).
Jenis sendi synovial :
1) Sendi peluru, missal pada persendian panggul dan bahu, memungkinkan gerakan
bebas penuh.
2) Sendi engsel memungkinkan gerakan melipat hanya pada satu arah dan contohnya
adalah siku dan lutut.
3) Sendi pelana memungkinkan gerakan pada dua bidang yang saling tegak lurus.
Sendi pada dasar ibu jari adalah sendi pelana dua sumbu.
4) Sendi pivot contohnya adalah sendi antara radius dan ulna. Memungkinkan rotasi
untuk melakukan aktivitas seperti memutar pegangan pintu.
5) Sendi peluncur memungkinkan gerakan terbatas kesemua arah dan contohnya
adalah sendi-sendi tulang karpalia di pergelangan tangan.

3. Sistem Otot
a. Struktur Otot Rangka
Otot rangka tersusun atas sejumlah besar serat-serat otot. Sel-sel silindris tidak
bercabang. Otot ini disokong oleh jaringan ikat dan mempunyai banyak suplai darah dan saraf.
Setiap sel mempunyai banyak nuklei dan mempunyai penampilan lurik. Dindingnya atau
sarkolema, mengandung myofibril yang dibungkus dengan rapat dalam sarkoplasma cair.
Didalamnya juga ada banyak mitokondria. Warna merah dari otot berhubungan dengan
mioglobin, suatu protein seperti hemoglobin dalam sarkoplasma.
Setiap miofibril mempunyai lurik (striasi) terang dan gelap secara bergantian, disebut pita
I dan A secara berurutan. Striasi disebabkan oleh 2 tipe filamen, satu mengandung
protein aktin, dan lainnya mengandung protein myosin.
Kontraksi otot adalah karena reaksi filament aktin dan miosin satu sama lain, seperti
ketika mereka menyisip satu sama lain dan menarik ujung dari sel otot saling mendekat. Serat
otot memendek sampai dengan sepertiga dari panjangnya saat kontraksi.
Serat-serat otot biasanya menjalar sejajar terhadap arah tarikan, baik tanpa tendon (otot
kepeng) mis., otot interkostal, atau dengan tendon pada ujungnya (otot fusiformis) mis., otot
bisep. Otot-otot ini mempunyai rentang gerak yang besar tetapi relative lemah.

11
Otot pennate lebih kuat daripada tipe otot di atas, tetapi mempunyai rentang gerak lebih
pendek. Pada otot ini, serat-serat menjalar membentuk sudut terhadap arah tarikan dan menyisip
ke dalam tendon sentral atau tendon pengimbang.
b. Histologi Otot
Ada tiga jenis jaringan otot yang dapat dibedakan atas dasar strukturnya dan ciri fiologis yaitu:
1) Otot polos (smooth muscle/involuntary muscle)
Otot polos mengandung sel berbentuk spindle dengan panjang 40-200 µm dengan inti
terletak di tengah. Myofibril ini sukar diperlihatkan dan tidak mempunyai corak
melintang. Serabut reticular transversa menghubungkan sel-sel otot yang berdekatan
dan membentuk suatu ikatan sehingga membentuk unik fungsional. Otot polos tidak
dibawah pengaruh kehendak.
2) Otot lurik (skeleton muscle/voluntary muscle)
Otot lurik mengandung sel-sel otot (serabut otot) dengan ukuran tebal 10-100
µm dan panjang 15 cm. Serabut otot lurik berasal dari myotom, inti terletak dipinggir,
dibawah sarcolema.memanjang sesuai sumbu panjang serabut otot.
Beberapa serabut otot bergabung membentuk berkas otot yang dibungkus
jaringan ikat yang disebut endomycium. Bebefrapa endomycium disatukan jaringan
ikat disebut perimycium. Beberapa perimycium dibungkus oleh jaringan ikat yang
disebut epimycium (fascia). Otot lurik dipersyafi oleh system cerebrosfinal dan
dapata dikendalikan. Otot lurik terdapat pada otot skelet, lidah, diaphragm, bagian
atas dinding oesophagus.
3) Otot Jantung
Terdiri dari serabut otot yang bercorak yang bersifat kontraksinya bersifat otonom.
Tetapi dapat dipengaruhi system vagal. Serabutnya bercabang-cabang, saling
berhubungan dengan serabut otot di dekatnya. Intinya berbentuk panjang dan terletajk
di tengah. Sarkosom jauh lebih banyak dari pada otot rangka.
c.Fungsi Otot Rangka
Otot rangka merupakan setengah dari berat badan orang dewasa. Fungsi utamanya adalah
untuk menggerakan tulang pada artikulasinya. Kerja ini dengan memendekkan (kontraksi) otot.
Dengan memanjang (relaksasi) otot memungkinkan otot lain untuk berkontraksi dan
menggerakan tulang.
Otot ada yang melekat langsung pada tulang, tetapi dimana bagian terbesarnya
mempengaruhi fungsi (mis., pada tangan), tangan yang berhubungan langsung dengan tulang,
atau dimana kerjanya perlu dikonsentrasikan, otot dilekatkan dengan tendon fibrosa. Tendon
menyerupai korda, seperti tali, atau bahkan seperti lembaran (mis.,pada bagian depan abdomen).
Tidak ada otot yang bekerja sendiri. Otot selalu bekerja sebagai bagian dari kelompok, dibawah
control system saraf.
Fungsi otot dapat digambarkan dengan memperhatikan lengan atas. Otot bisep dari
lengan atas dilekatkan oleh tendon ke skapula. Perlekatan ini biasanya tetap stasioner dan adalah
asal (origo) dari otot. Ujung yang lain dari otot dilekatkan pada radius. Perlekatan ini untuk
menggerakan otot dan diketahui sebagai insersio dari otot.

12
Bisep adalah otot fleksor; otot ini menekuk sendi, mengangkat lengan saat ia memendek.
Otot ini juga cenderung memutar lengan untuk memposisikan telapak tengadah karena titik
insersinya. Otot trisep pada punggung lengan atas adalah otot ekstensor; otot ini meluruskan
sendi, mempunyai aksi yang berlawanan dengan otot bisep.
Selama fleksi sederhana (menekuk) siku:
1) Bisep kontraksi ? ini adalah penggerak utama
2) Trisep rileks secara refleks ? ini adalah antagonis
3) Otot tertentu pada lengan berkontraksi untuk mencegah gerakan berguling
4) Otot di sekitar bahu berkontaksi untuk memantapkan sendi bahu
d. Sistem Persarafan Pada Otot
Otot dipersarafi oleh 2 serat saraf pendek, yaitu:
1) Saraf sensorik yang membawa impuls dari otot, terutama dari reseptoregangan
khusus, gelondong otot.
2) Saraf motorik yang membawa impuls ke otot untuk memicu kontraksi otot.
Korpus sel dari sel-sel saraf motorik terdapat dalam kornu anterior substansia grisea
dalam medula spinalis. Setiap sel saraf mempunyai serat utama atau akson yang
bercabang untuk mempersarafi 50 sampai 200 serat otot. Semua korpus sel mempersarafi
satu sel otot yang terletak berdekatan dalam medulla spinalis. Impuls saraf mencapai
setiap serat otot kira-kira di bagian tegahnya, pada motor end plate (Lukman, 2009).
Datangnya impuls saraf ini menyebabkan simpanan asetilkolin dilepaskan dari motor end
plate.Asetilkolin bekerja untuk memperkuat impuls saraf. Ini menyebabkan gelombang besar
aktivitas listrik untuk menjalar sepanjang otot, menimbulkan perubahan yang menyebabkan otot
berkontraksi. Kekuatan kontaksi tergantung pada jumlah serat-serat yang terstimulasi. Bila
impuls berhenti maka otot rileks (Lukman, 2009).

2.3 Defenisi
Fraktur pada iga (costae) merupakan kelainan tersering yang diakibatkan trauma tumpul
pada dinding dada. Trauma tajam lebih jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas
permukaan trauma yang sempit, sehingga gaya trauma dapat melalui sela iga (Y arah Azzilzah )
Fraktur pada iga (costae) adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang / tulang rawan
yang disebabkan oleh ruda paksa pada spesifikasi lokasi pada tulang costa. Trauma tajam lebih
jarang mengakibatkan fraktur iga, oleh karena luas permukaan trauma yang sempit, sehingga
gaya trauma dapat melalui sela iga. Fraktur iga terutama pada iga IV-X (mayoritas terkena).
Perlu diperiksa adanya kerusakan pada organ-organ intra-toraks dan intra abdomen.

2.4 Etiologi
Secara garis besar penyebab fraktur costa dapat dibagi dalam 2 kelompok :
1. Disebabkan trauma
a. Trauma tumpul

13
2. Penyebab trauma tumpul yang sering mengakibatkan adanya fraktur costa antara lain:
Kecelakaan lalulintas,kecelakaan pada pejalan kaki, jatuh dari ketinggian, atau jatuh pada dasar
yang keras atau akibat perkelahian.
a. Trauma Tembus
Penyebab trauma tembus yang sering menimbulkan fraktur costa :Luka tusuk dan luka tembak
3. Disebabkan bukan trauma
4. Yang dapat mengakibatkan fraktur costa ,terutama akibat gerakan yang menimbulkan putaran
rongga dada secara berlebihan atau oleh karena adanya gerakan yang berlebihan dan stress
fraktur,seperti pada gerakan olahraga : Lempar martil, soft ball, tennis, golf.

2.5 Klasifikasi Fraktur


1. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar, disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat hubungan antara hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
2. Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur.
a. Fraktur Komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau melalui kedua
korteks tulang
b. Fraktru Inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
1) Hair Line Fraktur (patah retidak rambut)
2) Buckle atau Torus Fraktur, bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi
tulang spongiosa di bawahnya.
3) Green Stick Fraktur, mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang
terjadi pada tulang panjang.
3. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma.
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan merupaka akibat
trauma angulasi atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut terhadap sumbu tulang
dan meruakan akibat trauma angulasijuga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang disebabkan trauma
rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang mendorong tulang
ke arah permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau traksi otot pada
insersinya pada tulang.
4. Berdasarkan jumlah garis patah.
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak berhubungan.

14
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak pada tulang yang
sama.
5. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap ttetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
6. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi
fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh)
7. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
8. Fraktur Kelelahan: fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
9. Fraktur Patologis: fraktur yang diakibatkan karena proses patologis tulang.
10. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
a. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
b. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
c. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
d. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.

2.6 Klasifikasi Fraktur Iga


1. Menurut jumlah costa yang mengalami fraktur dapat dibedakan :
a. Fraktur simple
b. Fraktur multiple
2. Menurut jumlah fraktur pada setiap costa dapat :
a. Fraktur segmental
b. Fraktur simple
c. Fraktur comminutif
3. Menurut letak fraktur dibedakan :
a. Superior (costa 1-3 )
b. Median (costa 4-9)
c. Inferior (costa 10-12 ).
4. Menurut posisi :

15
a. Anterior
b. Lateral
c. Posterior.
5. Fraktur costa atas (1-3) dan fraktur Skapula
a. Akibat dari tenaga yang besar
b. Meningkatnya resiko trauma kepala dan leher, spinal cord, paru, pembuluh darah besar
c. Mortalitas sampai 35%.
6. Fraktur Costae tengah (4-9) :
a. Peningkatan signifikansi jika multiple. Fraktur kosta simple tanpa komplikasi dapat
ditangani pada rawat jalan.
b. MRS jika pada observasi
c. Penderita dispneu
d. Mengeluh nyeri yang tidak dapat dihilangkan
e. Penderita berusia tua
f. Memiliki preexisting lung function yang buruk.
7. Fraktur Costae bawah (10-12) :
Terkait dengan resiko injury pada hepar dan spleen

2.7 Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah depan,samping ataupun
dari arah belakang.Trauma yang mengenai dada biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi
dengan adanya otot yang melindungi costa pada dinding dada,maka tidak semua trauma dada
akan terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur costa pada tempat
traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat terjadi apabila energi yang
diterimanya melebihi batas tolerasi dari kelenturan costa tersebut.Seperti pada kasus kecelakaan
dimana dada terhimpit dari depan dan belakang,maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan
dari angulus costa,dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan sekitarnya atau bahkan
organ dibawahnya.Fraktur pada costa ke 4-9 dapat mencederai intercostalis ,pleura
visceralis,paru maupun jantung ,sehingga dapat mengakibatkan timbulnya
hematotoraks,pneumotoraks ataupun laserasi jantung.

2.8 Tanda Dan Gejala


1. Nyeri tekan, crepitus dan deformitas dinding dada
2. Adanya gerakan paradoksa
3. Tanda–tanda insuffisiensi pernafasan : Cyanosis, tachypnea.
4. Kadang akan tampak ketakutan dan cemas, karena saat bernafas bertambah nyeri

16
5. Korban bernafas dengan cepat , dangkal dan tersendat . Hal ini sebagaiusaha untuk
membatasi gerakan dan mengurangi rasa nyeri.
6. Nyeri tajam pada daerah fraktur yang bertambah ketika bernafas dan batuk
7. Mungkin terjadi luka terbuka diatas fraktur, dan dari luka ini dapat terdengar suara
udara yang “dihisap” masuk ke dalam rongga dada.
8. Gejala-gejala perdarahan dalam dan syok.

2.9 Pemeriksaan Penunjang


1. Rontgen standar
a. Rontgen thorax anteroposterior dan lateral dapat membantu diagnosis hematothoraks dan
pneumothoraks ataupun contusio pulmonum, mengetahui jenis dan letak fraktur costae.
b. Foto oblique membantu diagnosis fraktur multiple pada orang dewasa.
2. Pemeriksaan Rontgen toraks harus dilakukan untuk menyingkirkan cedera toraks lain, namun
tidak perlu untuk identifikasi fraktur iga.
3. EKG
4. Monitor laju nafas, analisis gas darah
5. Pulse oksimetri

2.10 Penatalaksanaan
1. Primary survey
a. Airway dengan kontrol servikal
Penilaian:
1) Perhatikan patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi)
2) Penilaian akan adanya obstruksi
Management:
3) Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi
4) Bersihkan airway dari benda asing.
b. Breathing dan ventilasi
Penilaian
1) Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line
immobilisasi
2) Tentukan laju dan dalamnya pernapasan
3) Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi
trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda
cedera lainnya.
4) Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor
5) Auskultasi thoraks bilateral

17
Management:
1) Pemberian oksigen
2) Pemberian analgesia untuk mengurangi nyeri dan membantu pengembangan
dada: Morphine Sulfate. Hidrokodon atau kodein yang dikombinasi denganaspirin atau
asetaminofen setiap 4 jam.
3) Blok nervus interkostalis dapat digunakan untuk mengatasi nyeri berat akibat fraktur
costae
a) Bupivakain (Marcaine) 0,5% 2 sampai 5 ml, diinfiltrasikan di sekitar n. interkostalis
pada costa yang fraktur serta costa-costa di atas dan di bawah yang cedera
b) Tempat penyuntikan di bawah tepi bawah costa, antara tempat fraktur dan prosesus
spinosus. Jangan sampai mengenai pembuluh darah interkostalis dan parenkim paru
4) Pengikatan dada yang kuat tidak dianjurkan karena dapat membatasi pernapasan.
c. Circulation dengan kontrol perdarahan
Penilaian
1) Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal
2) Mengetahui sumber perdarahan internal
3) Periksa nadi: kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak diketemukannya
pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera.
4) Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis.
5) Periksa tekanan darah
Management:
1) Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal
2) Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan
rutin, kimia darah, golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (BGA).
3) Beri cairan kristaloid 1-2 liter yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat
4) Transfusi darah jika perdarahan masif dan tidak ada respon os terhadap pemberian cairan
awal.
5) Pemasangan kateter urin untuk monitoring indeks perfusi jaringan.
d. Disability
1) Menilai tingkat kesadaran memakai GCS
2) Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.
e. Exposure/environment
1) Buka pakaian penderita
2) Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan temapatkan pada ruangan yang cukup hangat.

2. Tambahan primary survey


1. Pasang monitor EKG
2. Kateter urin dan lambung
3. Monitor laju nafas, analisis gas darah
4. Pulse oksimetri
5. Pemeriksaan rontgen standar

18
6. Lab darah
7.
3. Resusitasi fungsi vital dan re-evaluasi
Re-evaluasi penderita
a. Penilaian respon penderita terhadap pemberian cairan awal
b. Nilai perfusi organ (nadi, warna kulit, kesadaran, dan produksi urin) serta awasi tanda-tanda
syok.

4. Secondary survey
a. Anamnesis à AMPLE dan mekanisme trauma
b. Pemeriksaan fisik
1) Kepala dan maksilofasial
2) Vertebra servikal dan leher
3) Thorax
4) Abdomen
5) Perineum
6) Musculoskeletal
7) Neurologis
8) Reevaluasi penderita

5. Rujuk
a. Pasien dirujuk apabila rumah sakit tidak mampu menangani pasien karena keterbatasan SDM
maupun fasilitas serta keadaan pasien yang masih memungkinkan untuk dirujuk.
b. Tentukan indikasi rujukan, prosedur rujukan, dan kebutuhan penderita selama perjalanan serta
komunikasikan dnegan dokter pada pusat rujukan yang dituju.

6. Penatalaksanaan umum untuk fraktur


a. Reduksi
Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi atau mengembalikan fragmen-fragmen tulang
yang patah sedapat mungkin untuk kembali seperti letak asalnya. Metode untuk mencapai
reduksi fraktur adalah dengan reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih
untuk reduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada fraktur iga digunakan reduksi terbuka dengan fiksasi interna yang digunakan dengan
menyatukan fragmen-fragmen yang terpisah dengan operatif untuk menghindari cacat
permanen. Alat fiksasi interna yang digunakan berupa pin, kawat, sekrup, plat. Indikasi Operasi
(stabilisasi) pada flail chest bersamaan dengan Torakotomi karena sebab
lain seperti hematotoraks.
b. Imobilisasi
Imobilisasi digunakan dengan mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan, untuk itu pasien dengan fraktur iga
dianjurkan untuk tidak melakukan aktivitas fisik untuk sementara waktu. Perawat berpartisipasi

19
membantu segala aktivitas perawatan mandiri pasien. Pada fraktur iga tidak dianjurkan
dilakukan pembebatan karena dapat mengganggu mekanisme bernapas.
c. Rehabilitasi
Rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan, mengoptimalkan serta stabilisasi fungsi organ
selama masa imobilisasi. Bersama ahli fisioterapi secara bertahap dilakukan aktifitas fisik yang
ringan hingga tahap pemulihan fungsi organ terjadi.

2.11 Diagnosa Banding


1. Contusio dinding dada
2. Fraktur sternum
3. Flail chest
Adalah area toraks yang "melayang" (flail) oleh sebab adanya fraktur iga multipel berturutan ≥ 3
iga , dan memiliki garis fraktur ≥ 2 (segmented) pada tiap iganya

2.12 Komplikasi
1. Atelektasis
2. Pneumonia
3. hematotoraks
4. pneumotoraks
5. cidera intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung

BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1Kesimpulan
Dengan demikian, dilihat dari penjelasan di atas, proses penyakit dan lain-lain, dapat kita
simpulkan bahwa trauma dada bukanlah penyakit ringan karena dapat menimbulkan gangguan
pernafasan sehingga mengganggu system metabolisme tubuh.

Trauma dada dapat terjadi disebabkan oleh kecelakaan kendaraan atau tertimpa benda
berat, kekerasan (tikaman atau luka tembak), Pukulan daerah torak, Tindakan medis (operasi),
penggunaan therapy ventilasi mekanik yang berlebihan, penggunaan balutan tekan pada luka
dada tanpa pelonggaran balutan, Tusukan paru dengan prosedur invasif, Tusukan paru dengan
prosedur invasif, dan Fraktur tulang iga.
20
Klien dengan taruma dada memiliki manifastasi klinis utama yaitu gangguan pola
bernafas dan nyeri yang timbul akibat terjadinya patahan pada tulang dithorak. Manifestasi klinis
beselanjutnya pembengkakkan lokal dan krepitasi yang sangat palpasi, Pasien menahan dadanya
dan bernafas pendek, Dyspnea, takipne, Takikardi, Tekanan darah menurun, gelisah, dan
kemungkinan cyanosis.

Pemeriksaan diagnostik yang padat dilakukan pada klien trauma dada yaitu anamnesa,
pemeriksaan foto toraks, CT Scan, Ekhokardiografi, elektrokardiografi, dan angiografi.
Pemeriksaan diagnostik ini dilakuka untuk mengetahui keparahan cedera yang dialami klien
trauma dada.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada kasus di atas antara lain melalui tekhnik
bedah maupun non bedah, tergantung pada kesiapan klien dari segi materi dan psikis. Ada
beberapa penatalaksaan yang biasa dilakukan pada klien trauma dada antara lain melalui
imibilitas. Reduksi dan rehabilitasi. Komplikasi yang dapat terjadi pada klien trauma dada yaitu :
Atelektasis, Pneumonia, hematotoraks, pneumotoraks, cidera intercostalis, pleura visceralis, paru
maupun jantung

3.2 Saran

Mahasiswa harus mampu memahami mengenai pengertian, penyebab, epidemologi,


anatomi dan fisiologi pada thorak, penatalaksanaan trauma dada, tanda dan gejala, pemeriksaan
diagnostik untuk trauma dada, agar dalam menjalankan proses keperawatan dapat membuat
intervensi dan menjalankan implementasi dengan tepat sehingga mencapai evaluasi dan tingkat
kesembuhan yang maksimal pada klien trauma dada. Selain itu, mahasiswa juga dapat
memperbanyak ilmu dengan mengunjungi seminar dan membaca dari berbagai sumber.

DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth.2000.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC
Somantri Irman.2009.Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan
Sistem Pernapasan.Jakarta:Salemba Medika
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta.
Dorland, W. A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran. EGC : Jakarta.
FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu bedah. Binarupa Aksara : Jakarta
Hudak, C.M. 1999. Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.
Mowschenson, Peter M. 1990. Segi Praktis Ilmu Bedah Untuk pemula. Edisi 2. Binarupa Aksara
: Jakarta

21

Anda mungkin juga menyukai