Anda di halaman 1dari 14

Dosen : Dr.Hj. Nurnaningsih.

, MA

Mata Kuliah : Ilmu Al-Qur’an

Semester : 1

MAKALAH

QASHAS AL-QUR’AN DAN AYAT YANG BERKAITAN DENGAN MUAMALAH ATAU


EKONOMI DALAM AL-QURAN

Oleh Kelompok : 8

Jumriani Nur (90100115008)


Muh. Miftahul Khaer (90100115009)
Ramalia (90100115010)
Sisma Lestari (90100115011)

Jurusan Ekonomi Islam

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis Islam

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2015

1
QASHAS AL-QUR’AN

A. Pengertian Qashas Al-Qur’an

Secara bahasa kata al-qashshu berarti mengikuti jejak atau mengungkapkan masa lalu. Al-Qashash
adalah bentuk mashdar dari qashsha-yaqushshu-qashshan, sebagaimana yang diungkapkan dalam Al-
Qur’an:

ٰ‫ﻰﻠَﻋ َﺎﻤِﻫِﺭﺎَﺛﺁ ﺎًﺼَﺼَﻗ‬


َ ‫ﻚﻟَٰﺫ ﺎَﻣ َّﺎﻨُﻛ ِ ْﻎﺒَﻧۚ ﺍَّ َﺪﺗْﺭﺎَﻓ‬
ِ َ ‫ﺎﻝَﻗ‬

“Musa berkata: ‘Itulah (tempat) yang kita cari’. Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka
semula”. (QS Al-Kahfi [18]: 64)

Al-Qashash dalam Al-Qur’an sudah pasti , sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an:

ِ َّ ُۚ‫ﻥِﺇ َﺍﺬَٰﻫ َﻮُﻬَﻟﺺَﺼَﻘْﻟﺍ ُّﻖَﺤْﻟﺍ ُۚ َﺎﻣَﻭ ْﻦِﻣ ٍَﻪ ٰ ِﻟﺇ ﺎَّﻟِﺇ ُﻪَّﻠﻟﺍ‬
ُُ ‫ﻥﺇَﻭ َﻪَّﻠﺍﻟ َﻮُﻬَﻟﻳﺰِ َﺰﻌْﻟﺍ ُﻢﻴِﻜَﺤْﻟﺍ‬

“Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar, dan tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah; dan sesungguhnya Allah, dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Qs Ali-Imran [3]:
62)

‫ﻖﺪْﺼَﺗ‬
ِ ‫ﻦ َﻜٰﻟَﻭﻳ‬
ِ ْ ‫ﻯ َﺮﺘْﻔُﻳ‬
َ ٰ ‫ﺏ ْﺒ َﻟﺄْﻟﺍُ ﺎَﻣ َﻥﺎَﻛ ﺎًﺜﻳِﺪَﺣ‬
َ ‫ْﺪَﻘَﻟ َﻥﺎَﻛ ﻲِﻓ ِﻢﻬِﺼَﺼَﻗﺓَ ْﺮﺒِﻋ ﻲِﻟ ُﻭﺄِﻟﺎ‬

ًُ ‫ﻱﺬَّﻟﻦ ْﺍﻴَﺑ ِ ْﻪ َﻳﺪَﻳﻞﻴِﺼْ َﻔﺗَﻭ ِّﻞُﻛ ٍﺀْﻲَﺷ ﻯًﺪُﻫَﻭ َﺔﻤْﺣَﺭَﻭ ٍ ْﻡﻮَﻘِﻟ َﻥ ُﻮﻨِ ْﻣﺆُﻳ‬
ِ

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al-Qur’an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang
beriman”.(QS Yusuf [12]: 111)

Al-Qur’an selalu menggunakan terminologi qashash untuk menunjukkan bahwa kisah yang
disampaikan itu benar dan tidak mengandung kemungkinan salah atau dusta. Dari segi istilah, kisah
berarti berita-berita mengenai suatu permasalahan dalam masa-masa yang saling berurutan. Qashash
Al-Qur’an adalah pemberitaan mengenai ihwal umat yang telah lalu, nubuwwat (kenabian) yang
terdahulu dan peristiwa-peristiwa yang telah, sedang, dan akan terjadi.

B. Macam-macam Qashash dalam Al-Qur’an

2
 Ditinjau dari segi waktu
a. Kisah hal-hal ghaib pada masa lalu ( al-qashashul ghuyub al-madhiyah)

Yaitu kisah yang menceritakan kejadian-kejadian ghaib yang sudah tidak bisa ditangkap panca indera
yang terjadi dimasa lampau. Contohnya: kisah nabi Nuh, nabi Musa, dan kisah Maryam seperti yang
diterangkan dalam surat Al-Imran ayat 44.

Artinya : “Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita ghaib yang Kami wahyukan kepada
kamu (ya Muhammad); Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-
anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. dan
kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa” .

b. Kisah-kisah ghaib pada masa kini ( al-qashashul ghuyub al-hadhirah)

Yaitu kisah yang menerangkan hal ghaib pada masa sekarang, (meski sudah ada sejak dulu dan masih
akan tetap ada sampai masa yang akan datang) dan menyingkap rahasia orang munafik. Contohnya
seperti: kisah yang menerangkan para malaikat, jin, syaitan dan siksaan neraka serta kenikmatan
surga, kisah-kisah tersebut dari dulu sudah ada, sekarangpun masih ada dan hingga masa yang akan
datang pun akan tetap ada. Misalnya saja kisah yang terdapat pada surat Al-Qari’ah ayat 1-5:

Artinya : “Hari kiamat, Apakah hari kiamat itu? tahukah kamu Apakah hari kiamat itu? pada hari itu
manusia adalah seperti anai-anai yang bertebaran, dan gunung-gunung adalah seperti bulu yang
dihambur-hamburkan”.

c. Kisah hal-hal ghaib pada masa yang akan datang ( al-qashashul ghuyub al-mustaqbilah)

Yaitu kisah-kisah yang menceritakan peristiwa yang akan datang yang belum terjadi pada waktu
turunnya al-qur’an, kemudian peristiwa tersebut betul-betul terjadi. Contohnya seperti kisah nabi
Muhammad bermimpi akan dapat masuk Masjidil Haram bersama para sahabat. Pada saat perjanjian
Hudaibiyah nabi gagal masuk Makkah sehingga dihina oleh orang-orang kafir. Maka turunlah ayat
yaitu surat Al-Fath ayat 27

Artinya: “Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya
dengan sebenarnya (yaitu) bahwa Sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil haram, insya
Allah dalam Keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu
tidak merasa takut”.

 Ditinjau dari segi materi

3
Sedangkan jika ditinjau dari segi materi kisah al-qur’an dibagi menjadi tiga yaitu:

1) Kisah para nabi, mu’jizat mereka, fase-fase dakwah mereka, penentang serta pengikut
mereka.

Contoh:kisah nabi Nuh, nabi Ibrahim, serta nabi Musa dan lain-lain.

2) Kisah keshalihan orang-orang yang belum diketahui status kenabiannya agar diteladani dan
kisah tokoh-tokoh durjana masa lalu agar dijauhi dan tidak diikuti.

Contoh:Ashabul Kahfi, Qarun, Dzul Qurnain dan lain-lain.

3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa yang terjadi pada masa Rasulullah SAW.

Contoh:perang Badr, perang Uhud (dalam surat Al-Imran), perang Hunain dan perang Tabuk
(dalam surat At-Taubah), perang Ahzab (dalam surah Al-Ahzab), hijrah, isra’ mi’raj dan lain
sebagainya.

 Ditinjau dari segi pelaku


a) Manusia, yaitu kisah yang pelakunya berupa manusia. Contoh kisah nabiSulaiman, Fir’aun,
Maryam, dan lain-lain.
b) Malaikat, yaitu kisah yang pelakunya berupa malaikat. Contoh, kisah malaikat yang terdapat
dalam surat Hud ayat 69-83 yaitu yang mengisahkan bahwa malaikat datang kepada nabi
Ibrahim dan nabi Luth dengan menjelma sebagai seorang tamu.
c) Jin, kisah yang digambarkan oleh jin.
d) Binatang, yaitu kisah yang pelakunya adalah binatang. Contoh kisah burung yang terdapat
pada zaman nabi Sulaiman yang diabadikan dalam surat An-Naml ayat 18-19.

C. Manfaat Qashash dalam Al-Qur’an

Adapun manfaat kisah-kisah Al-Qur’an menurut Manna al-Qattan adalah sebagai berikut:

a) Untuk menjelaskan prinsip-prinsip ajaran para Rasul. Penjelasan pokok-pokok syariat yang
diemban oleh setiap Nabi sebagaimana yang ditegaskan Allah Swt.:

َُ ‫ﻚ ْﻠﺒَﻗ ﻦِﻣ ٍﻝْﻮُﺳَّﺭ َّﻻِﺇ ُﻧﻲِﺣْﻮ ِﻪْﻴَ ِﻟﺇ ُﻪَّﻧَﺃ َﻻ َﻪﻟِﺇ َّﻻِﺇ َﺎﻧَﺃ ِﻥْ ُﻭ ُﺪﺒْﻋﺎَﻓ‬
ِ َ ‫َﺎﻣَﻭ َﺎ ْﻨﻠَﺳْﺭَﺃ ﻦِﻣ‬

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan
kepadanya: ‘Bahwasannya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah
olehmu sekalian akan Aku”. (QS Al-Anbiya’ [21]: 25).

4
b) Mengokohkan hati Rasulullah dan hati umatnya terhadap agama Allah dan menguatkan
kepercayaan orang-orang yang beriman terhadap kemenangan, kebenaran, dan pertolongan-
Nya, serta menghancurkan kebatilan dan para pendukungnya. Sebagaimana ditegaskan dalam
firman Allah Swt.:

Artinya “Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang
dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dan dalam surah ini telah datang kepadamu kebenaran
serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman”. (QS Hud [11]: 120).

c) Membenarkan ajaran para Nabi terdahulu, menghidupkan ajaran mereka, dan mengabdikan
peninggalan mereka.
d) Menunjukkan kebenaran Muhammad Saw. dalam risalah dakwahnya dengan memberitakan
tentang keadaaan orang-orang terdahulu dalam berbagai macam level generasi yang berbeda.
e) Membongkar kebohongan Ahli Kitab dengan menjelaskan hal-hal yang mereka sembunyikan,
dan menentang apa-apa yang terdapat pada kitab mereka setelah mengalami perubahan dan
penggantian, sebagaimana firman Allah Swt.:

‫ﺴﻔَﻧ ﻦِﻣ ِﻞْﺒَﻗ ْﻥَﺃ َ َّﻝﺰَﻨُﺗﺍ َﺓﺭْﻮَّﺘﺍﻟۗ ﻞُﻗْﺄَﻓ ﻮﺍُﺗ ِﺓﺍَﺭْﻮَّﺘﺎﻟِﺑ ﺎَﻫ ُﻮﻠْﺗﺎَﻓ ﻥِﺇ ْﻢُﺘْﻨُﻛ َﻦﻴِﻗِﺩﺎَﺻ‬
ْ ِ‫ﻰﻠَﻋ ِﻪ‬
َ ٰ ‫ُّﻞُﻛ ِﻡﺎَﻌَّﻄﺍﻟ َﻥﺎَﻛ ًّﺎﻠِﺣ ﻲِﻨَﺒِﻟﻴﻞِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ َّﺎﻟِﺇ ﺎَﻣ َ َّﻡﺮَﺣ ُﻞﻴِﺋﺍَﺮْﺳِﺇ‬

“Semua makanan adalah halal bagi Bani Israil melainkan makanan yang diharamkan oleh
Israil (Ya’qub) untuk dirinya sendiri sebelum Taurat diturunkan. Katakanlah: ‘(Jika kamu
mengatakan ada makanan yang diharamkan sebelum turun Taurat), maka bawalah Taurat itu,
lalu bacalah dia jika kamu orang-orang yang benar”. (QS Ali ‘Imran [3]: 93)

Sesudah Taurat diturunkan, ada beberapa makanan yang diharamkan bagi mereka sebagai
hukuman. Nama-nama makanan itu disebut misalnya , dalam surah An-Nisa’ ayat 160 dan
surah Al-An’am ayat 146.

f) Kisah atau cerita merupakan salah satu metode yang cukup baik dalam berdakwah dan
ungkapannya lebih cepat menancap dalam jiwa. Sebagaimana firman Allah Swt.:

“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang
mempunyai akal”. (QS Yusuf [12]: 111)

Dari uraian diatas kita dapat mengambil gambaran bahwa kisah dalam al-Qur’an mempunyai
multi fungsi, selain berisi pelajaran yang amat berharga, juga berfungsi mengokohkan akidah tauhid
dan sekaligus menenteramkan jiwa, bahkan dapat berfungsi sebagai penghibur terutama bila

5
menghadapi tantangan keras dari umat dan penolakan mereka. Jika demikian halnya maka eksistensi
kisah dalam al-Qur’an mempunyai kaitan yang sangat erat dengan hajat hidup umat manusia. Selain
itu kisah dalam al-qur’an lebih mengutamakan pelajaran, pendidikan dan dakwah, yang pada
kenyataannya sangat dibutuhkan manusia.

D. Perbedaan Kisah dalam Al-Qur’an dengan lainnya

Sebagai kitab suci, Al-Qur’an bukanlah kitab sejarah sehingga tidak adil jika Al-Qur’an dianggap
mandul hanya karena kisah-kisah yang ada didalamnya tidak dipaparkan secara gamblang. Akan
tetapi, berbeda dengan cerita fiksi, kisah-kisah tidak didasarkan pada khayalan yang jauh dari realitas.

Melalui studi yang mendalam, diantara kisah Al-Qur’an dapat ditelusuri akar sejarahnya, misalnya
situs-situs sejarah bangsa Iran yang diidentifikasikan sebagai bangsa ‘Ad dalam kisah Al-Qur’an, Al-
Mu’tafikat yang diidentifikasikan sebagai kota-kota Palin, Sodom, Gomorah yang merupakan kota-
kota wilayah Nabi Luth.

Kemudian berdasarkan penemuan-penemuan modern, mummi Ramses II disinyalir sebagai Fir’aun


yang dikisahkan dalam Al-Qur’an. Disamping itu, memang terdapat kisah-kisah yang tampaknya sulit
untuk dideteksi sisis historisnya, misalnya peristiwa Isra’ Mi’raj dan kisah Ratu Saba’. Karena itu,
sering disinyalir bahwa kisah-kisah dalam Al-Qur’an itu ada yang historis ada juga yang ahistoris.

Meskipun demikian, pengetahuan sejarah sangat kabur dan penemuan-penemuan arkeologi sangat
sedikit untuk dijadikan bahan penyelidikan menurut kacamata pengetahuan modern, misalnya
mengenai raja-raja Israil yang dinyatakan dalam Al-Qur’an. Karena itu, sejarah pengetahuan lainnya
tidak lebih merupakan sarana untuk mempermudah usaha untuk memahami Al-Qur’an.

Di samping itu, sejarah yang disampaikan oleh manusia mengandung kemungkinan benardan salah,
karena manusia memiliki subjektivitas sebab ia dipengaruhi oleh keinginan dan hawa nafsunya, atau
punya kepentingan politik dan sebagainya. Ambil saja misalnya supersemar, sampai saat ini masih
ada sebagian orang yang meragukan keautentikannya.

Sedangkan sejarah dalam Al-Qur’an pasti benar karena datangnya dari Allah dan tidak ada
kepentingan kecuali untuk kemaslahatan manusia. Kisah-kisah yang disampaikan pasti sesuai dengan
kenyataan. Hal ini sesuai dengan firman Allah Swt.:

‫ﻲ َﻠﻌْﻟﺍْﻟﺍُﺮﻴِﺒَﻜ‬
ِ ‫ﻥﺃَﻭ َﻪَّﻠﺍﻟ َﻮُﻫ‬
َ َّ ‫ﻋﺪَﻳ ْﻦِﻣ ِﻪِﻧﻭُﺩ < ﻮُﻫ ُﻞِﻃ َﺎﺒْﻟﺍ‬
ْ ُ‫ﻥﺄِﺑ ﻪَّﻠﺍﻟ َﻮُﻫ ُّﻖَﺤْﻟﺍ َّﻥَﺃَﻭ ﺎَﻣ َﻥﻮ‬
َ ‫ﻚﻟَٰﺫ‬
ِ َ

6
“ (Kuasa Allah) yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah (Tuhan) yang haq dan
sesungguhnya apa saja yang mereka seru selain Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah,
Dialah yang Maha Tinggi Lagi Maha Besar”. (QS Al-Hajj [22]: 62).

Dalam ayat lain disebutkan:

ً ‫ﻚ َﻴﻠَﻋ ْﻢُﻫَ َﺄﺒَﻧ ِّﻖَﺤْﻟ ِﺎﺑُۚ ْ ُﻢ َّﻬﻧِﺇ ٌ َﺔ ْﻴﺘِﻓ ﻮﺍُﻨَﻣﺁ ْ ِﻢﻬِّﺑَﺮِﺑ ﻭﻢُﻫﺎَ ْﻧﺩِﺯ‬
‫ﻯﺪُﻫ‬ ْ َ ‫ُﻦْﺤَﻧ ُّﺺُﻘَﻧ‬

“Kami kisahkan kepadamu (Muhammad) cerita ini dengan benar. Sesungguhnya mereka adalah
pemuda pemuda yang beriman kepada Tuhan mereka, dan Kami tambah pula untuk mereka
petunjuk”. (QS Kahfi [18]: 13).

Memang diakui bahwa Al-Qur’an tidak menceritakan kejadian dan peristiwa secara kronologis dan
tidak memaparkannya secara terperinci. Hal ini dimaksudkan sebagai peringatan tentang berlakunya
hukum Allah dalam kehidupan sosial serta pengaruh baik dan buruknya dalam kehidupan manusia.

Sebagian kisah dalam Al-Qur’an merupakan petikan sejarah yang bukan berarti menyalahi sejarah,
karena (sebagaimana dijelaskan diatas) pengetahuan sejarah sangat kabur dan pertemuan-pertemuan
arkeologi sangat sedikit untuk mengungkap kisah-kisah dalam Al-Qur’an, dalam kerangka
pengetahuan modern.

Karena itu, kisah-kisah Al-Qur’an memiliki realitas yang diyakini kebenarannya, termasuk peristiwa
yang ada di dalamnya. Ia adalah bagian dari ayat-ayat yang diturunkan dari sisi Yang Maha Tahu dan
Maha Bijaksana. Maka dari manusia mukmin, tidak ada kata kecuali menerima danmengambil ‘ibrah
(pelajaran) darinya.

E. Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an


1. Kisah tentang Nabi Sulaiman yang terdapat dalam Al-Qur’an surat An-Naml ayat 36, yaitu:

“(Maka tatkala utusan itu sampai) utusan ratu Balqis yang membawa hadiah berikut dengan
pengiring-pengiringnya (kepada Sulaiman. Sulaiman berkata, "Apakah patut kalian menolong
aku dengan harta?, apa yang diberikan Allah kepadaku) berupa kenabian dan kerajaan (lebih
baik daripada apa yang diberikan-Nya kepada kalian) yakni keduniaan yang diberikan kepada
kalian (tetapi kalian merasa bangga dengan hadiah kalian itu) karena kalian merasa bangga
dengan harta keduniaan yang kalian miliki”.

2. Kisah tentang Luqman Al-Hakim yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Luqman ayat 13,
yaitu:

“(Dan) ingatlah (ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia menasihatinya, "Hai
anakku) lafadz bunayya adalah bentuk tashghir yang dimaksud adalah memanggil anak

7
dengan nama kesayangannya (janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan) Allah itu (adalah benar-benar kedzaliman yang besar.") Maka anaknya itu
bertobat kepada Allah dan masuk Islam”.

3. Kisah tentang Baiat Ridwan yang terdapat dalam Al-Qur’an surat Al-Fath ayat 10, yaitu:

“(Sesungguhnya orang-orang yang berjanji setia kepada kamu) yaitu melakukan baiat Ridwan
di Hudaibiah (sesungguhnya mereka berjanji setia kepada Allah) pengertian ini sama dengan
makna yang terkandung dalam ayat lainnya, yaitu firman-Nya, "Barang siapa yang menaati
rasul, sesungguhnya ia telah menaati Allah. " (Tangan kekuasaan Allah berada di atas tangan
mereka) yang berbaiat kepada Nabi saw. Maksudnya, bahwa Allah swt. menyaksikan
pembaiatan mereka, maka Dia kelak akan memberikan balasan pahala-Nya kepada mereka
(maka barang siapa yang melanggar janjinya) yakni merusak baiatnya (maka sesungguhnya ia
hanya melanggar) karena itu akibat dari pelanggarannya akan menimpa (dirinya sendiri dan
barang siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya) dapat dibaca
Fasaya`tiihi atau Fasanu`tiihi, kalau dibaca Fasanu`tihi artinya , Kami akan memberinya
(pahala yang besar)”.

F. Pengaruh Kisah Al-Qur’an Dalam Pendidikan

Tidak dapat diragukan lagi bahwa cerita yang pasti dan autentik dalam Al-Qur’an dapat
mengetuk para pendengarnya dan dapat menembus jiwa manusia dengan mudah dan serta tidak
menjenuhkan para pembacanya.

Pelajaran yang diterima dan disampaikan disekolah ancapkali berdampak pada kejenuhan.
Para pelajar sering tidak dapat mengikuti dan mendalaminya kecuali denga penuh kesulitan dan
rasa yang membosankan, apalagi jika pelajaran itu, dalam konteks ini metode cerita sangat
beguna dan bermanfaat diterapkan.

Pada masa kanak-kanak, seorang anak cenderung untuk mendengarkan cerita dan
cenderung untuk mengingat apa yang diceritakannya, lalu dia ceritakan lagi kepada teman-
temannya. Inilah fenomena alami yang terjadi pada anak-anak. Oleh karena itu, bagi para
guru/pendidik harus memanfaatkan metode cerita itu sebagai media proses belajar mengajar,
apalagi dalam pelajaran agama yang padat materinya, metode cerita ini memang pas untuk
digunakan.

Metode penyajian kisah dalam Al-Qur’an merupakan metode yang dapat ditiru oleh para
guru/pendidik untuk membantu mereka agar sukses dalam mengemban tugas agungnya. Seorang
guru dapat menyampaikan pelajaran sembari menyelinginya dengan kisah-kisah para Nabi, berita

8
tentang orang-orang terdahulu, sunnatullah dalam kehidupan, keadaaan umat-umat terdahulu, dan
lain sebagainya. Dalam menyampaikan kisah-kisah Al-Qur’an tersebut, seorang pendidik dapat
mengungkapkannya dengan metode yang sesuai dengan tingkat berpikir para pelajarnya atau
sesuai dengan tigkat kecerdasan mereka.

G. Tujuan Kisah dalam Al-Qur’an

Cerita dalam al qur’an bukanlah suatu gubahan yang hanya bernilai sastera saja, baik
gaya bahasa maupun cara menggambarkan peristiwa-peristiwanya. Memang biasanya
demikianlah wujudnya, cerita yang merupakan hasil kesusastraan murni. Bentuknya hanya
semata-mata menggambarkan seni bahasa saja. Tetapi cerita dalam al qur’an merupakan salah
satu media untuk mewujudkan tujuannya yang asli.

Jika dilihat dari keseluruhan kisah yang ada maka tujuan-tujuan tersebut dapat dirinci
sebagai berikut.

Pertama, salah satu tujuan cerita itu ialah menetapkan adanya wahyu dan kerasulan. Dalam al
qur’an tujuan ini diterangkan dengan jelas di antaranya dalam QS.12 : 2-3 dan QS 28 : 3. Sebelum
mengutarakan cerita nabi musa, lebih dahulu al qur’an menegaskan, “kami membacakan
kepadamu sebagian dari cerita Musa dan Fir’aun dengan sebenarnya untuk kamu yang
beriman”. Dalam QS 3 : 44 pada permulaan cerita Maryam disebutkan, “itulah berita yang ghaib,
yang kami wahyukan kepadamu”.

Kedua, menerangkan bahwa agama semuanya dari Allah, dari masa Nabi Nuh sampai dengan
masa Nabi Muhammad SAW, bahwa kaum muslimin semuanya merupakan satu umat. Bahwa
Allah yang maha esa adalah tuhan bagi semuanya (QS 21 : 51-92).

Ketiga, menerangkan bahwa agama itu semuanya dasarnya satu dan itu semuanya dari tuhan
yang Maha Esa (QS 7 : 59).

Keempat, menerangkan bahwa cara yang ditempuh oleh nabi-nabi dalam berdakwah itu satu
dan sambutan kaum mereka terhadap dakwahnya itu juga serupa (QS Hud)

Kelima, menerangkan dasar yang sama antara agama yang diajarkan oleh Nabi Muhammad
dengan agama Nabi Ibrahim As., secara khusus, dengan agama-agama bangsa israil pada
umumnya dan menerangkan bahwa hubungan ini lebih erat daripada hubungan yang umum
antara semua agama. Keterangan ini berulang-ulang disebutkan dalam cerita Nabi Ibrahim, Musa
dan Isa As.

9
AYAT YANG BERHUBUNGAN DENGAN EKONOMI DAN MUAMALAH DALAM
AL-QURAN

1. Aktivitas Ekonomi adalah bagian dari ibadah:

QS. Al-Baqarah: 177

Artinya: “Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi
Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-
kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-
orang miskin, musafir (yang memerlukan pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang
menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya); dan mereka Itulah orang-orang
yang bertakwa”.

Aqidah adalah landasan dasar utama dan pertama dari ekonomi Islam. Selanjutnya diimplementasikan
dalam berbagai aspek kehidupan dengan berpedoman kepada syari’at. Setiap implementasi syari’at
harus berlandaskan pada aqidah, apabila tidak maka amalan tersebut sia-sia.

2. Landasan Manajemen

QS. Al-Maidah: 8

َ ‫ﺎَﻳ َﺎﻬُّﻳَﺃ َﻦ ِﻳﺬَّﻟﺍ ﻮﺍُﻨَﻣﺁ ﻮﺍُﻧﻮُﻛ َﻦﻴِﻣ َّﺍﻮَﻗ ِﻪَّﻠِﻟ َﺀ َﺍ َﺪﻬُﺷ ِﻂْﺴِﻘْﻟﺎِﺑ ﻻَﻭﻢُ َّﻜﻨَﻣِﺮْﺠَﻳ ُﻥﺂَﻨَﺷ ٍ ْﻡﻮَﻗ‬
ُْ ‫ﻰﻠَﻋ ﻻَﺃ ﻮ ُﺍ ِﻟ ْﺪﻌَﺗ‬

( ٨ ) ‫ﻫُﻮ ُُﺃَﻗْﺮَﺏ ﻯﻟِﻠَُﺘَّﻘْﻮ ﻭَﺍﺗَّﻘُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺇِﻥَّ ﻪََُُّﺍﻟﻠ ﺧَﺒِﻴﺮٌ ﺑِﻤَﺎ َُﺗَﻌْﻤَﻠُﻮﻥ‬
‫ﻮ ُﺍ ِﻟﺪْﻋﺍ‬

Artinya:

“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan
(kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat
kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.

10
Jadi, pada dasarnya Allah Swt mencintai orang yang selalu berbuat secara terencana, profesional
dalam mengelola, seperti:

a. Memiliki keahlian.
b. Teratur.
c. Amanah.
d. Bertanggung jawab.
e. Adil / Mengambil keputusan dengan tepat.
f. Menghormati dan menghargai orang lain
g. Meninggalkan cara-cara yang tidak diridhai oleh Allah Swt.

3. Hak memiliki harta

QS. An-Nisaa’: 29

‫ﺎَﻳ َﺎﻬُّﻳَﺃ َﻦ ِﻳ َﺬّﻟﺍ ﻮ ُﺍﻨَﻣﺁ ﻻ ﺍﻮُﻠُﻛْﺄَﺗ ُﻢﻜَﻟﺍَﻮ ْ َﻣﺃ ﻢُ َﻜ ْﻨﻴَﺑ ﻞِﻃ َﺎﺒْﻟﺎِﺑ ﻻِﺇ ْﻥَﺃ َﻥﻮُﻜَﺗ ًﺓَﺭ َﺎﺠِﺗﻦﻋ ٍﺽﺍَﺮَﺗ‬

( ٢٩ )‫ﺭَﺣِﻴﻤًﺎ‬ ‫ﻭَﻻ ﻠُﻮﺍُۗﺗَﻘْﺘ ﻜُﻢْ َۗﺃَﻧْﻔُﺴ ﻥَِّۗﺇ ﻛَﺎﻥﺍﻟﻠَّﻪَ ﻢُْۗﺑِﻜ‬


‫ْﻢُ ْﻜﻨِﻣ‬

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu”.

Teori Perwakilan/Amanah:

h. Pemilik sebenarnya ( hakiki ) adalah Allah Swt.


i. Manusia mendapat amanah dari pemilik sebenarnya.
j. Wakil/Yang mendapat amanah harus mengikuti aturan dari yang
mewakilkan/memberi amanah.
k. Kalau tidak tunduk pada aturan, maka yang mewakilkan/pemberi amanah akan
menegur, memperingatkan bahkan bisa mencabut wewenangnya sebagai wakil.

4. Landasan dasar Bank Syari’ah

QS. An-Nisaa’: 58

11
( ٥٨ )‫ﺃَﻥْ ﺆَﺩُّﻭﺍُۗﺗ ﺍﻷﻣَﺎﻧَﺎﺕ ﺇِﻟَﻰ ﻫْﻠِﻬَﺎ َۗﺃ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺣَﻜَﻤْﺘُﻢْ ﻴْﻦَ َۗﺑ ﺍﻟﻨَّﺎﺱِ ﺃَﻥْ ﺗَﺤْﻜُﻤُﻮﺍ ﺇِﻥ َۗﺍﻟﻠَّﻪ ﻧِﻌِﻤَّﺎ ﻌِﻈُﻜُﻢْ َۗﻳ ﺍﻟﻠَّﻪﺇِﻥﺑِﻪِ ﻛَﺎﻥَ ﺳَﻤِﻴﻌًﺎ ﺑَﺼِﻴﺮًﺍ‬
ِ َّ
‫ﻥﺇ َﻪَّﻠﺍﻟ ْﻢُ ُﻛ ُﺮﻣْﺄَﻳ‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha Melihat”.

Definisi Bank, Perbankan adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak. (pasal 5 UU 7/92)

Kegiatan Usaha Perbankan :

a. Penghimpunan dana
b. Penyaluran dana
c. Jasa keuangan perbankan

Syarat transaksi sesuai syariah :

a. Tidak mengandung unsur kedzaliman


b. Bukan riba
c. Tidak membahayakan pihak sendiri atau pihak lain
d. Tidak ada penipuan (gharar)
e. Tidak mengandung materi-materi yg diharamkan
f. Tidak mengandung unsur judi (maisyir)

5. Landasan Akuntansi

QS. Al-Baqarah: 282

Artinya:” Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah
mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan
(apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia
mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau
lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan, maka hendaklah walinya
mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki di
antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari
saksi-saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah

12
saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu
menulis utang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu,
lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak
(menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muamalah itu perdagangan
tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak
menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling
sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu
kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu”.

Sifat utama yang harus dimiliki setiap muslim dalam berekonomi:

a. Shiddiq

Memastikan bahwa aktivitas ekonomi dilakukan dengan moralitas yang menjunjung


tinggi nilai kejujuran. Salah satu bentuk kejujuran itu adalah, jika berhutang Rp.
100.000, segera ditulis, dipersaksikan dan tidak ada niat untuk membohongi dengan
tidak mau melunasinya.

b. Fathanah

Memastikan bahwa kegiatan usaha dilakukan secara profesional dan kompetitif


sehingga menghasilkan keuntungan maksimum dalam tingkat risiko telah dihitung.
Dalam berhutang misalnya, hendaknya memperhitungkan kemampuan dirinya.
Jangan sampai berhutang hanya untuk berfoya-foya / hal-hal yang tidak bermanfaat.

c. Amanah

Menjaga dengan ketat prinsip kepercayaan, yaitu dengan mempercayai orang lain dan
menjaga kepercayaan orang lain. Dalam berhutang misalnya, harus berniat untuk
segera melunasinya ketika mampu melunasinya.

d. Tabligh
Mendorong prinsip-prinsip transparansi (keterbukaan), dalam bermu’amalah. Salah
satu bentuknya adalah selalu menulis surat resmi dalam setiap berakad. Dan
menunjuk dua saksi agar kalau yang satu lupa, yang lain dapat mengingatkan.

Surat Al-Baqarah ayat 282 tersebut, secara tersirat menjelaskan bahwa


praktik akuntansi, seperti; Catatan, Bukti Pemeriksaan, Independensi keputusan
pemeriksa sesuai dengan syari’at Islam.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://rismaalqomar.wordpress.com/2010/04/29/qashashul-qur%E2%80%99an-kisah-kisah-
dalam-al-quran/

Al khattan, manna’khalil, studi ilimu-ilmu al qur’an (Bogor; pustaka litera antarnusa, 1996)
cetakan ke-3.

Ansori. 2013. Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada

Al-Qattan, Manna’ Khalil. 2012. Studi Ilmu-ilmu Qur’an, terj. Bogor: Litera AntarNusa

[1] Manna’ Khalil al-Qattan,Studi Ilmu-ilmu Qur’an. terj (Bogor: Litera AntarNusa, 2012), 435.

[2] Ansori, Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2013), 131.

Manna Al-Qaththan, Syaikh. 2005.

Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Terj. Mifdhol Abdurrahman . Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Ash-Shiddiqy, Muhammad Habsi. Tengku. 2002. Ilmu-Ilmu Al-Qur’an.

Semarang: PT Pustaka Rizqi Putra.

Baidan, Nashruddin. 2005. Wawasan Baru Ilmu Tafsir. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Hamzah, Mucotob. 2003. Studi Al Qur’an Komprehensif . Yogyakarta: Gama Media.

Hasbi Ash Shidieqy, Fuad. 2002. Ilmu-ilmu Al-Qur’an . Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra.

Hidayat, Dani. 2010. Terjemahan Tafsir Jalalain . Tasikmalaya: Pesantren Persatuan Islam 91.

Munir, Ahmad. 2007. Tafsir Tarbawi. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.

14

Anda mungkin juga menyukai