Anda di halaman 1dari 35

PENGARUH PEMBERIAN MACAM KONSENTRASI SODIUM

BENZOAT TERHADAP FENOMENA TERJADINYA CROSSING OVER


PADA PERSILANGAN Drosophila melanogaster STRAIN♀N >< ♂bcl

PROPOSAL

Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Genetika II


yang Dibina oleh Bapak Prof. Dr.agr. Mohamad Amin, S.Pd, M. Si dan Deny
Setiawan, M.Pd.

Disusun oleh :
Kelompok 2 Offering K 2017
Fitriana Hadayani (170342615514)
Muhammad Fatikunnaja (170342615506)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
November 2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Drosophila melanogaster (lalat buah) adalah model organisme dari famili


Drosophilidae yang dapat digunakan dalam mempelajari dasar genetika untuk
menganalisis fungsi fisiologis berbagai molekul (Nishihara, 2010; Aini, 2008).
Ilmu genetika sangat erat kaitannya dengan adanya materi genetik pada suatu
organisme. Materi genetik merupakan informasi pada setiap sel makhluk hidup
yang dapat diturunkan pada keturunan selanjutnya. Materi genetik ini meliputi
kromosom, gen, DNA maupun RNA. Materi genetik juga dapat mengalami
perubahan, yang disebut mutasi. Fenomena mutasi dapat terjadi pada beberapa
bagian anggota tubuh. Mutasi pada Drosophila melanogaster yang dapat terlihat
dari fenotipenya adalah mutasi warna mata, bentuk mata, tubuh, bentuk sayap dan
warna tubuh. Berdasarkan hal tersebut, maka dikenal berbagai strain (mutan) dari
Drosophila melanogaster antara lain: w (white), cl (clot), ca (claret), se (sepia),
eym (eyemissing), cu (curled), tx (taxi), m (miniature), dp (dumpy), dan vg
(vestigial) (Gompel and Chyb, 2013).

Pindah silang merupakan suatu peristiwa terjadinya pemutusan dan


penyambungan kembali, yang kemudian diikuti oleh pertukaran resiprok antara
kedua kromatid dalam bentuk bivalen, satu kromatid bersifat paternal dan
kromatid lain bersifat maternal (Corebima, 2013). Gardner (1984) menyatakan
bahwa kegiatan pindah silang melibatkan peristiwa pertukaran bagian antara
kromosom homolog. Peristiwa pindah silang diketahui selama sinapsis dari
kromosom homolog pada zigoten dan pakiten pada proses meiosis I. Replikasi
kromosom yang terjadi pada interfase, proses pindah silang terjadi pada tahap
tetrad pasca replikasi dimana tiap kromosom telah mengganda sehingga akan
terbentuk empat kromatid pada tiap pasang kromosom homolog. Kejadian pindah
silang dapat dikarenakan beberapa faktor internal dan eksternal seperti jenis
kelamin, usia, faktor penyinaran X, suhu, dan zat kimia.

Natrium benzoat merupakan salah satu zat kimia dari bahan pengawet yang
biasanya digunakan untuk ditambahkan ke dalam bahan makanan yang mudah
rusak, atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur
(Sudarmadji, dkk., 2010). Batasan penggunaan natrium benzoat pada bahan
pangan menurut pernyataan syarat SNI sekitar 1g/kg. Makanan yang dikonsumsi
dalam kondisi tidak baik maka akan memberikan efek negatif bagi penggunanya.
Natrium benzoat termasuk ke dalam salah satu faktor eksternal berupa zat kimia
pada makhluk hidup yang dapat mempengaruhi sifat genetik apabila dikonsumsi
dalam jumlah berlebih.

Untuk mengetahui pengaruh natrium benzoat pada makhluk hidup,


khususnya pada frekuensi pindah silang maka dibuatlah penelitian ini. Peneliti
menggunakan Drosophila melanogaster dengan strain Normal dan bcl atau black
cloth yang mengalami mutasi pada warna bagian mata yang berwarna maroon
atau coklat seiring usia, tubuh dan sayap yang berwarna hitam (Mas’ud, 2013).
Berdasarkan latar bekang tersebut, dilakukan penelitian dengan judul “Pengaruh
Penambahan Pengawet Sodium Benzoat Terhadap Fenomena Terjadinya Crossing
Over Pada Drosophila Melanogaster Persilangan ♀N >< ♂bcl” dengan
penambahan natrium benzoat konsentrasi 0 gr, 0,15gr, 0,3gr, 0,45gr, 0,6gr, dan
0,75gr pada setiap botol persilangan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah ada pengaruh penambahan pengawet sodium benzoat terhadap
frekuensi pindah silang (crossing over) pada Drosophila melanogaster
persilangan ♀N >< ♂ bcl?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui pengaruh penambahan pengawet sodium benzoat
terhadap frekuensi pindah silang (crossing over) pada Drosophila
melanogaster persilangan ♀N >< ♂ bcl.

1.4 Manfaat Penelitian


1. Manfaat untuk peneliti
Penelitian ini dapat berfungsi sebagai pedoman untuk menambah
wawasan penelitian di bidang genetika.
2. Manfaat untuk masyarakat
Penelitian ini dapat berfungsi sebagai media pembelajaran masyarakat
mengenai pengaruh strain Drosophila melanogaster, pengaruh
penambahan sodium benzoat terhadap terjadinya fenomena pindah silang
pada Drosophila melanogaster.

3. Manfaat untuk peneliti selanjutnya


Penelitian ini dapat mendorong peneliti selanjutnya untuk melakukan
penelitian di bidang genetika ataupun melakukan penelitian dengan
perlakuan yang berbeda. Selain itu, penelitian ini dapat dijadikan acuan
sebagai bahan rujukan penelitian di bidang genetika.

1.4 Asumsi Penelitian


Peneliti menentukan beberapa asumsi berdasarkan dugaan yang diterima
sebagai dasar dan dianggap benar dalam peneltian ini, antara lain:
1. Faktor lingkungan baik suhu, intensitas cahaya, kelembapan udara
dianggap sama.
2. Kondisi fisik medium yang digunakan dianggap sama.
3. Nutrisi yang diberikan untuk perlakuan dianggap sama.
4. Faktor internal seperti usia, kondisi fisik Drosophila melanogaster
dianggap sama.
5. Seluruh strain memiliki tingkat produksi telur yang dianggap sama.

1.5 Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian


Pada penelitian yang dilakukan digambarkan secara umum penelitian ini
dengan ruang lingkup dan batasan pada penelitian ini, antara lain:
1. Penelitian dilakukan pada Drosophila melanogaster strain N dan bcl.
2. Pengambilan data dibatasi pada perhitungan jumlah anakan, fenotip, dan
jenis kelamin.
3. Konsentrasi pengawet sodium benzoat yang diberikan 0 gr, 0,3 gr, 0,45 gr,
0,6 gr, dan 0,75 gr pada setiap medium yang telah ditimbang dengan berat
50 gr.
4. Drosophila melanogaster yang disilangkan berasal dari pupa yang telah
menghitam kemudian menetas dalam ampulan dan berusia tidak lebih dari
tiga hari dalam ampulan.
5. F1 dilakukan dengan persilangan ♀N >< ♂ bcl dan untuk persilangan F2
dengan ♀N (F1) >< ♂ bcl (stok).
6. Pengambilan data untuk F2 didapatkan dengan menghitung anakan selama
7 hari pada setiap botol A, B, C dan D.

1.6 Definisi Istilah


1. Strain adalah kelompok intraspesifik yang hanya memiliki satu atau
sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot
untuk ciri tersebut atau galur murni (Corebima, 2003). Pada penelitian ini
strain yang digunakan adalah strain Normal dan bcl.

2. Strain Normal atau Wild Type (N) merupakan salah satu jenis Drosophila
melanogaster yang memiliki ciri mata merah, tubuh berwarna kuning-
kecokelatan, pada D. Melanogaster betina memiliki segmen tubuh yang
terlihat jelas dibandingkan D. Melanogaster jantan, D. Melanogaster
betina memiliki ujung abdomen yang membulat dan agak runcing
sedangkan D. Melanogaster jantan memiliki ujung abdomen yang
menghitam dan tidak runcing. Sayap pada strain ini panjangnya sedikit
melebihi bagian tubuhnya dan berwarna cokelat transparan (Chyb &
Gompel, 2013)

3. Strain bcl strain bcl memiliki warna tubuh .hitam gelap dan mata yang
merah maroon sampai coklat (Mas’ud 2013).

4. Fenotip adalah karakter yang dapat diamati pada suatu individu (yang
merupakan hasil interaksi antara genotip dan lingkungan tempat hidup dan
berkembang) (Ayala, dkk., 1984 dalam Corebima, 2003)

5. Mutan adalah sel atau organisme individu yang menunjukkan perubahan


yang disebabkan oleh mutasi atau gen yang berubah (Snustad, 2012).
6. Bahan pengawet bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat peruraian terhadap makanan yang disebabkan oleh
mikroorganisme (Sella, 2013).

7. Natrium benzoat adalah jenis pengawet yang sering digunakan pada


makanan berupa granula atau serbuk berwarna putih, tidak berbau dan
stabil di udara. Mudah larut dalam air dan agak sukar larut dalam etanol
(Sella, 2013)

8. Pindah silang adalah bertukarnya bagian berkas kromatid dengan bagian


berkas kromatid yang lain dari kromosom yang homolog (Corebima,
2013).

9. Rekombinan adalah keturunan yang diperoleh dari proses pemindahan dan


penyusunan gen baru yang tidak terdapat pada induk (Corebima, 2013).

10. Chiasma adalah telah terjadi suatu pemutusan dan penyambungan kembali
yang diikuti oleh bertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam
bentuk bivalen (Corebima, 2013)

11. Alel adalah satu pasangan atau serangkaian bentuk alternatif gen yang
terjadi pada lokus dalam kromosom (Snustad and Simmons 2012)
BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Drosophila melanogaster


Drosophila melanogaster merupakan salah satu filum arthopoda yang dapat
diklasifikasikan sebagai berikut :
Filum : Arthropoda
Anak Filum : Mandibulata
Induk Filum : Hexapoda
Kelas : Insecta
Anak Kelas : Pterygota
Bangsa : Diptera
Anak Bangsa : Cyclorihapda
Induk suku : Ephydroideae
Suku : Drosophilidae
Anak Marga : Saphophora
Marga : Drosophila
Jenis : Drosophila melanogaster (Strickberger, 1985)

Drosophila melanogaster atau yang sering disebut lalat buah yang sering
dijumpai pada lingkungan yang tidak sehat, selain itu juga dapat diteukan pada
buah-buah yang masak atau bahkan busuk misal seperti pada buah pisang,
mangga, dan jambu hal tersebut dikarenakan pada Drosophila melanogaster
terdapat sensilla yang mengandung rasa dan sensorik neuron sehingga dapat
merasakan kualitas makanan (Chyb & Gompel, 2013). Drosophila melanogaster
digunakan sebagai organisme model penelitian dasar karena biaya yang
dikeluarkan cukup rendah, waktu generasi yang cepat (Tolwinski, 2007). Lalat
mudah dibudidayakan di laboratorium, memiliki banyak keturunan dan masa
generasi pendek; selain itu, mereka memiliki genom yang kompak dan mudah
dimanipulasi secara genetik (Hales, et. al., 2015).

Drosophila melanogaster termasuk ke dalam filum arthopoda. Segmen


tubuh pada Drosophila melanogaster yaitu poros anterior dan posterior (kepala-
ekor) dan poros dorsoventral (punggung-perut). Secara umum morfologi tubuh
Drosophila melanogaster terbagi menjadi 3 yaitu kepala, dada (thorax), dan perut
(abdomen). Pada bagian kepala terdapat mata majemuk (mata faset) yang terletak
pada kapsul kepala eksternal dan mata tunggal (mata ocelli) yang terletak pada
kapsul kepala dorsal. Selain itu terdapat sungut (arista) umumnya berbentuk bulu,
dengan 7-12 percabangan, mulut berbentuk kerucut berupa penonjolan dari bagian
kepala. Sedangkan pada badian dada terdiri atas prothorax (terdapat kaki),
mesithorax (terdapat kaki dan sayap), dan metathorax (terdapat kaki dan halter
sebagai alat keseimbangan). Pada bagian perut (abdomen) terdapat abdomen yang
digunakan sebagai penanda antara jantan dan betina (Chyb & Gompel, 2013).

Drosophila melanogaster secara seksual disebut sebagai spesies dimorfik


karena Drosophila melanogaster jantan dan betina mudah dibedakan. Pada
Drosophila melanogaster jantan ukuran tubuh lebih kecil daripada betina, segmen
posterior perut gelap dan mengkilat, ruas abdomen/genitalia (epandrium) lebih
gelap, lebih besar daripada betina, bagian perut bulat dan cenderung melengkung
ke dalam, memiliki 3 ruas dibagian abdomennya dan memiliki sisir kelamin,
sedangkan pada Drosophila melanogaster umumnya memiliki ukuran tubuh yang
lebih besar daripada jantan, memiliki perut (abdomen) dengan ujung runcing,
memiliki 6 ruas pada bagian abdomen, dan tidak memiliki sisir kelamin (Gompel
and Chyb, 2013; Demerec and Kaufmann, 1961).

Gambar 2.1 Drosophila melanogaster Jantan dan Betina


Sumber: Gompel and Chyb, 2013

2.2 Mutasi
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada sekuens DNA pada suatu proses
ekspresi gen (Lewis, 2003). Mutasi gen dapat terjadi akibat adanya kerusakan
pada gen DNA, selain itu juga dikarenakan adanya penyimpangan pada
kromosom, secara umum mutasi gen dapat terjadi karena faktor internal gen dan
faktor eksternal yaitu faktor fisik, biologis, maupun kimia, misal akibat faktor
fisik radiasi (Gardner et al, 1991). Mutasi gen dapat menyebabkan perubahan
rangkaian nukleotida dari asam nukleat sehingga menyebabkan kesalahan kode
genetik. Mutasi dapat menyebabkan pewarisan sifatnya pada keturunannya.

Mutasi dapat disebabkan karena (1) Bahan kimia misalnya kolkisin yang
dapat menyebabkan penghambatan proses anafase yaitu terhalanginya
pembentukan benang spindel pada proses anafase. (2) Bahan fisika misalnya
mutasi akibat sinar ultraviolet dan sinar radiasi, dan (3) bahan biologis yaitu
disebabkan oleh virus dan bakteri yaitu pada materi genetiknya (Gardner, 1991).
Contoh mutasi pada Drosophila melanogaster salah satunya yaitu mutasi pada
sayap yang terjadi pada kromosom 2L pada lokus 13 yang menyebabkan sayap
Drosophila melanogaster menjadi lebih pendek 2/3 daripada sayap Drosophila
melanogaster normal, ujung sayap seperti terpotong (Chyb & Gompel, 2013).

2.3 Pemetaan Kromosom Drosophila melanogaster

Gambar 2.2 Peta Parsial Kromosom dari Empat Kromosom D. melanogaster


Sumber: (Klug, 2012)
Pemetaan gen diperkenalkan pertama kali oleh A. H. Sturtevant yang
memanfaatkan frekuensi rekombinasi akibat pindah silang selama meiosis.
Kromosom I merupakan kromosm kelamin, dan kromosom II, III, dan IV
merupakan kromosom tubuh. Satuan jarak yang digunakan untuk memperlihatkan
posisi faktor satu dengan yang lainnya pada suatu kromosom disebut dengan unit
peta (map unit) (Corebima, 2013).

2.4 Strain Normal (N) dan Strain Black Cloth (bcl)

Gambar 2.3 Drosophila melanogaster Gambar 2.4 Drosophila melanogaster


Strain Normal Strain bcl
Sumber: Dokumentasi Pribadi Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pada Drosophila melanogaster ditemukan beberapa strain yang merupakan


hasil dari mutasi pada sayap, warna mata, bentuk mata, rambut, antenna, dan
tubuh. Pada Drosophila melanogaster strain normal (N) dapat dicirikan dengan
kepala berbentuk elips, mata majemuk berbentuk bulat agak elips berwarna
merah, sayap panjang melebihi tubuhnya, warna tubuh kuning kecoklatan, dan
abdomen bersegmen lima dan bergaris hitam (Chyb & Gompel, 2013).

Strain bcl merupakan gabungan dari strain black dan strain cloth. Strain
black memiliki pigmentasi tubuh yang berwarna hitam pekat (Corebima, 2016).
Strain cloth memiliki mutasi pada mata yang diakibatkan oleh mutasi kromosom
pada nomor 2 dengan lokus 16,5 yang berfungsi sebagai pengatur warna mata
sedangkan strain black memiliki mutasi warna tubuh pada kromosom nomor 2
dengan lokus 48,5 (Klug, 2012). Mata berwarna maroon menjadi semakin gelap
bahkan menjadi coklat seiring dengan pertambahan usia lalat (Mas’ud, 2013)
sehingga strain bcl memiliki warna tubuh .hitam gelap dan mata yang merah
maroon sampai coklat.

2.5 Pindah Silang

Gambar 2.5 Mekanisme Pindah Silang


Sumber: Griffiths et al., 2015

Kromosom 4 Drosophila melanogaster bersifat anomali karena ukurannya


yang kecil, struktur kromatin, dan terjadinya pindah silang selama meiosis
(Hartmann and Sekelsky 2017). Beberapa spesies yang telah diuji, secara umum
diasumsikan bahwa pindah silang tidak terjadi pada jantan Drosophila
melanogaster (Slatko and Hiraizumi 1975). Pindah silang merupakan terjadinya
pertukaran materi genetik pada kromosom maternal dan paternal yang
menghasilkan kombinasi baru alel parental dan meningkatkan keragaman genetik
pada hasil meiosis (Jones and Franklin 2006). Satu hipotesis mengenai
rekombinasi bahwa selama meiosis, ketika kromosom homolog berpasangan,
pertukaran fisik dari gen yang dipisahkan dan direkombinasi. Pada titik-titik
peralihan, kedua homolog itu terjadi pemutusan dan kemudian disambungkan
yang disebut chiasma. Para peneliti menganggap adanya rekombinasi, pemisahan
gen terkait dan pembentukan kombinasi gen baru merupakan akibat dari peristiwa
pindah silang (Snustad and Simmons 2012).

Hipotesis keterkaitan menjelaskan mengapa kombinasi alel dari generasi


parental tetap bersama, karena gen secara fisik terikat oleh segmen kromosom di
antara mereka. Peneliti, Morgan menjelaskan, setiap rekombinan dihasilkan ketika
kromosom homolog berpasangan pada meiosis, kromosom terkadang terurai dan
pertukaran fisik segmen kromosom berpasangan. Peristiwa pertukaran terjadi
selama profase dari divisi meiosis pertama, ketika kromosom digandakan telah
berpasangan. Meskipun ada empat kromatid homolog, membentuk apa yang
disebut tetrad, hanya dua kromatid melintas pada satu titik. Masing-masing
kromatid ini pecah di lokasi pindah silang dan potongan yang dihasilkan bersatu
kembali untuk menghasilkan rekombinan. Dua kombinasi baru atau rekombinan
yang dihasilkan pada Gambar 2.5 merupakan produk dari pindah silang (Griffiths
et al. 2015) (Snustad and Simmons 2012).

Gambar 2.6 (a) Mikroskop elektron dan (b) diagram yang menunjukkan
struktur Synaptonemal Complex (SC) yang membentuk diantara
kromosom homolog selama profase meiosis I
Sumber: (Snustad and Simmons 2012)

Setelah tahap leptoten dan sel berkembang menjadi tahap zygotene,


kromosom homolog menyatu secara intim. Proses pemasangan antara kromosom
homolog disebut sinapsis. Sinapsis biasanya disertai dengan pembentukan struktur
protein antara pasangan kromosom. Struktur ini disebut synaptonemal complex
yang terdiri dari tiga batang paralel, yaitu (1) satu terkait dengan setiap kromosom
(elemen lateral), (2) satu terletak di tengah (elemen pusat), (3) dan sejumlah besar
bagian serupa anak tangga yang menghubungkan elemen lateral dengan elemen
sentral. Peran synaptonemal complex dalam pasangan kromosom dan peristiwa
meiosis berikutnya tidak sepenuhnya dipahami. Ketika sinapsis berkembang, akan
masuk pada tahap pachytene. Setiap kromosom berpasangan terdiri dari dua
kromosom homolog yang digandakan, yang masing-masing terdiri dari dua
chromatid sisters. Selama pachytene, kromosom yang berpasangan dapat bertukar
materi genetik, yang disebut crossing over. Setiap chromatid sisters dapat
mengalami pemecahan di tempat crossing over selama pachytene, dan bagian ini
dapat ditukar antara kromatid dalam tetrad. Kerusakan dan penyatuan kembali
yang terjadi selama penyilangan mengarah pada rekombinasi genetik antara
kromosom yang berpasangan. Pertukaran yang telah terjadi dapat dilihat sebagai
perkembangan sel ke tahap berikutnya meiosis I, diplotene, kromosom
berpasangan sedikit terpisah. Namun, mereka tetap berhubungan dekat di mana
mereka telah menyeberang. Titik kontak ini disebut chiasmata. Pemeriksaan
chiasma menunjukkan bahwa setiap kromosom hanya melibatkan dua dari empat
kromatid dalam tetrad. Tahap diplotene dapat berlangsung sangat lama (Snustad
and Simmons 2012)

Synaptonemal Complex (SC) terdiri dari tiga bagian utama yaitu Lateral
Element (LEs), Transverse Filament (TFs), dan Central Element (CE) (Rasmusse,
1973). Synaptonemal complex pada Drosophila melanogaster tersusun dari 5
protein, yaitu:
1. C(3)G
C(3)G diperlukan untuk synapsis, konversi DSB menjadi crossover
dan mungkin konversi gen (Page, 2004).

2. C(2)M
Merupakan komponen LEs dan bertanggung jawab atas
pembentukan bagian penting suatu kromosom, perbaikan DSB meiosis,
dan perakitan CE kontinu (Anderson, 2005).

3. ORD
ORD merupakan protein yang menyusun LEs. ORD memiliki
fungsi melokalisasi lengan kromosom selama awal profase I yakni
diperlukan untuk pemisahan kromosom, pemuatan kompleks kohesi pada
sumbu kromosom, rekombinasi meiotik normal, dan stabilitas SC. Hal
tersebut menunjukkan bahwa ORD menekan pertukaran kromatid
sesaudara (Webber, 2004).
4. CONA
CONA adalah protein mirip pilar yang sejajar di luar CE
padat.CONA mempromosikan pematangan DSB menjadi crossover dan
synapsis tidak terjadi pada mutan cona (Page, 2004). Selain itu, CONA
keduanya bekerja sama dengan C(3)G dan menstabilkan polikompleks
C(3)G (Page, 2004).

5. Corolla
CE dibentuk oleh dua protein lain yaitu corona dan corolla.
Corona, yang biasa disebut CONA. Corolla juga dilokalisasi di dalam CE
dan berinteraksi dengan CONA (Collins, 2014). Semua protein ini
memiliki peran eksklusif untuk meiosis betina kecuali ORD, yang juga
berfungsi dalam kohesi antar kromatid sesaudara pada Meiosis I dan II
dan diperlukan untuk gametogenesis pada kedua jenis kelamin Drosophila
(Mason, 1976).

Selain protein Synaptonemal complex terdapat gen-gen yang mengatur


terjadinya crossing over. Gen tersebut antara lain Gen mei-9 yang berfungsi
sebagai pemotong holiday jungtion. Gen mei-W68 dibutuhkan dalam inisiasi
rekombinasi meiosis. Gen mei-W68 mengkode protein MEI-W68 yang
merupakan protein sejenis topoisomerase II. Protein ini dibutuhkan dalam
peristiwa pemutusan unting ganda saat meiosis. Gen mei-218 berfungsi sebagai
protein intaseluler yang terlibat dalam pindah silang. Gen mei-217 terlibat dalam
pembentukan rekombinasi (holiday jungtion).

Crossover tunggal antara a dan b akan menghasilkan tetratype. Namun pada


crossover ganda terdapat beberapa kemungkinan berbeda, tergantung pada
kromatid mana yang berpartisipasi, dan masing-masing dari keempatnya harus
muncul dengan frekuensi yang sama. Crossover ganda yang hanya melibatkan
dua kromatid menghasilkan tetrad parental. Crossover ganda tiga untai atau triple
dapat terjadi dengan hasil tetratype. Jika keempat kromatid dalam dua pindah
silang (satu pindah silang melibatkan dua untaian dan pindah pada dua untai
lainnya), tetrad yang dihasilkan adalah non parental ditype. Oleh karena itu, jika
dua gen dihubungkan untuk menghasilkan tetrad non parental ditype melalui
pertukaran ganda empat untai (Hartwell 2018).

Gambar 2.7 Macam pertukaran antara kromosom (a) pindah silang ganda, (b)
pindah silang triple, (c) pindah silang quadruple, dan (d) pertukaran antara
kromatid sister selama profase I meiosis.
Sumber: Snustad and Simmons, 2012

Menurut Suryo (2008), nilai frekuensi pindah silang tidak akan melebihi
50%, biasanya kurang dari 50% karena hanya dua dari empat kromatid yang ikut
mengambil bagian pada pindah silang, dan pindah silang ganda akan mengurangi
banyaknya tipe rekombinasi yang dihasilkan. Kemudian terjadinya pindah silang
dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti temperatur, usia (semakin tua
usian individu maka kejadian pindah silang akan semakin berkurang), adanya zat
kimia, penyinaran dengan sinar X, jarak antara gen yang terangkai (semakin jauh
letak satu gen dengan gen lainnya maka semakin besar terjadinya pindah silang),
jenis kelamin (umumnya pindah silang dapat terjadi pada individu betina maupun
jantan, namun pada Drosophila pindah silang terjadi pada individu betina), dan
faktor kawin berulang yang akan mempengaruhi terjadinya pindah silang (Priest,
Roach, and Galloway 2007; Suryo 2008).

2.6 Natrium Benzoat


Pengawet adalah bahan tambahan makanan yang dapat mencegah atau
menghambat peruraian terhadap makanan yang disebabkan oleh mikroorganisme.
Bahan tambahan makanan ini ditambahkan ke dalam makanan yang mudah rusak,
atau makanan yang disukai sebagai medium tumbuhnya bakteri atau jamur
(Sudarmadji, dkk., 2010). Jenis pengawet yang sering digunakan pada makanan
adalah natrium benzoat (NaC6H5CO2). Benzoat yang umum digunakan adalah
benzoat dalam bentuk garamnya karena lebih mudah larut dibanding asamnya.
Menurut persyaratan SNI (Standar Nasional Indonesia) 01-0222-1995 batas
maksimum penggunaan natrium benzoat adalah 1 g/kg. Ambang penggunaan
bahan pengawet yang diijinkan adalah batasan dimana konsumen tidak menjadi
keracunan dengan tambahan pengawet. Penambahan pengawet memiliki resiko
bagi kesehatan tubuh, jika terakumulasi secara terus menerus dan dalam waktu
yang lama (Sella, 2013).

Natrium benzoat berupa granula atau serbuk berwarna putih, tidak berbau
dan stabil di udara. Mudah larut dalam air dan agak sukar larut dalam etanol.
Kelarutan dalam air pada suhu 25oC sebesar 660g/l dengan bentuk yang aktif
sebagai pengawet sebesar 84.7% pada range pH 4. Natrium Benzoat dinyatakan
aman apabila digunakan sebagai Bahan Tambahan Makanan Preservative. Bukti-
bukti menunjukkan, pengawet ini mempunyai toksisitas sangat rendah terhadap
hewan maupun manusia (Kurniyati & Estiasih, 2015). Jika penggunaan natrium
benzoat melebihi batas ambangnya dapat menyebabkan kerusakan tingkat
molekuler, termasuk kerusakan kromosom (Chipley, 2005).

Gambar 2.8 Struktur Kimia Natrium Benzoat


Sumber: Kurniyati & Estiasih, 2015
2.6 Kerangka Konseptual

Crossing Over merupakan pertukaran materi genetik antara sepasang


kromosom yang homolog dan menghasilkan dua macam anakan yakni
parental dan rekombinan

Dipengaruhi oleh beberapa faktor

Faktor internal Faktor eksternal

Umur Gen Zat kimia Suhu

Persilangan Drosophilla Melanogaster N♀ ><bcl♂

0 gr 0,15 0,3 gr 0,45gr 0,6 gr 0,75gr

Pengaruh natrium benzoat terhadap peristiwa Crossing


Over

Anakan berupa parental dan rekombinan


BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan dan Jenis Penelitian

3.1.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen karena dilakukan dengan
pemberian pengawet natrium benzoat terhadap frekusensi pindah silang pada
Drosophila melanogaster. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok dengan penggunaan lebih dari 1 data dari perlakuan
yang berbeda, yaitu dilakukan dengan 6 perlakuan (0 gr/kontrol, 0,15gr, 0,3 gr,
0,45 gr, 0,6 gr, dan 0,75 gr) dan diulang sebanyak 4 kali ulangan. Penelitian ini
menggunakan lalat Drosophila melanogaster strain Normal (N) dan Black Cloth
(bcl) yang disilang dengan penyilangan ♀N >< ♂bcl sampai menghasilkan anakan
F2 dengan persilangan ♀N (F1) >< ♂bcl (stok), yang kemudian akan dianalisis
menggunakan Analisis Varian Tunggal dalam Rancangan Acak Kelompok
(RAK).

3.1.2 Jenis Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis pelitian eksperimen karena dibangun
berdasarkan teori yang ada dan dilaksanakan sesuai prosedur yang berlaku.

3.2 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September hingga Desember 2019 di
Laboratorium Genetika O5.310, Gedung Biologi FMIPA Universitas Negeri
Malang.

3.3 Sampel dan Populasi


Populasi dalam penelitian proyek ini yaitu seluruh lalat Drosophila
melanogaster yang berada di Laboratorium Genetika O5.310, Gedung Biologi
FMIPA UM. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan strain Normal
dan strain bcl kemudian masing-masing strain disilangkan hingga anakan F2
untuk diamati jumlah anakan, fenotip, dan jenis kelamin .

3.4 Variabel Penelitian


1. Variabel bebas: Macam konsentrasi pengawet sodium benzoat (0
gr/kontrol, 0,15gr, 0,3 gr, 0,45 gr, 0,6 gr, dan 0,75 gr).
2. Variabel terikat: Frekuensi pindah silang pada anakan F2 (jumlah anakan,
fenotip, dan jenis kelamin).
3. Variabel kontrol: Kualitas medium pada lalat Drosophilla melanogaster,
kualitas pisang yang digunakan untuk pengampulan dan persilangan.

3.4 Instrumen Penelitian

3.4.1 Alat dan Bahan


1. Alat 2. Bahan
a. Botol selai a. Pisang rajamala
b. Kuas b. Tape
c. Blender c. Gula merah
d. Pisau d. Selang plastik
e. Panci e. Air
f. Lup f. Fermipan
g. Mikroskop stereo g. Kassa
h. Cawan petri h. Alkohol
i. Pinset i. Busa spons
j. Set alat UV j. Kertas pupasi
k. Kompor k. Kertas label
l. Neraca l. Alat tulis
m. Spatula m. Tissue
n. Masker dan gloves

3.5 Prosedur Kerja


1) Pengamatan Fenotip
1. Diambil 1 ekor Drosophila melanogaster dari masing-masing strain
dari botol stok.
2. Dimasukkan Drosophila melanogaster strain bvg dan N pada masing-
masing plastik.
3. Diletakkannya di mikroskop stereo.
4. Diamatimati ciri-ciri fenotip Drosophila melanogaster seperti warna
mata, faset mata, warna tubuh, dan keadaan sayap. kemudian
mencatatnya pada buku jurnal.

2) Pembuatan Medium
1. Disiapkan semua bahan yang diperlukan dalam pembuatan medium
dengan perbandingan 7:2:1. Untuk komposisi 1 resep terdiri dari 700g
pisang rajamala, 200g tape, dan 100g gula merah.
2. Dipotong semua bahan menjadi potongan yang lebih kecil.
3. Dipanaskan gula merah hingga cair dengan menggunakan air di atas
kompor.
4. Dihaluskan pisang rajamala dan tape dengan menggunakan blender
hingga halus.
5. Dimasukkan semua bahan ke dalam panci dan dimasak di atas kompor
dengan diaduk selama 45 menit, ditambahkan air secukupnya apabila
medium terlalu kental.
6. Medium dimasukkan ke dalam botol dan ditutup dengan spons.
7. Setelah medium dingin, dimasukkan fermipan sebanyak tiga sampai
lima butir ke dalam botol selai kaca yang berisi medium.
8. Dimasukkan kertas pupasi ke dalam botol selai kaca.
9. Botol selai ditutup kembali dengan spons.

3) Peremajaan
1. Disiapkan medium baru yang berada di botol selai kaca yang sudah
diisi dengan fermipan dan kertas pupasi.
2. Dimasukkan minimal tiga pasang Drosophila melanogaster dengan
strain yang sama pada masing-masing botol.
3. Diberi label sesuai dengan strain dan tanggal peremajaan.
4. Disimpan hingga terlihat pupa di dinding botol.

4) Pengampulan
1. Disiapkan potongan selang plastik bening dengan panjang ±6 cm.
2. Dimasukkan pisang rajamala dan diletakkan di tengah selang plastik
bening sehingga selang plastik bening terbagi menjadi dua bagian.
3. Diambil pupa yang sudah berwarna hitam yang menempel di dinding
botol selai kaca.
4. Dimasukkan pupa yang berhasil diambil ke dalam salah satu sisi selang
plastik bening tetapi jangan sampai menyentuh pisang.
5. Diambil lagi pupa yang sudah berwarna hitam yang menempel di
dinding botol selai kaca.
6. Dimasukkan pupa yang berhasil diambil ke dalam satu sisi selang
plastik bening yang belum terisi oleh pupa.
7. Kedua sisi selang plastik ditutup dengan spons dan diberi identitas.

5) Persilangan F1
1. Disiapkan botol yang berisi medium sesuai jumlah persilangan dan
ulangannya.
2. Diambil pupa yang sudah menetas (umur maksimal 2 hari) dari selang
ampulan.
3. Disilangkan Drosophila melanogaster hasil ampulan strain ♀N >< ♂
bcl.
4. Setelah terdapat telur pada botol persilangan F1, jantan dilepas.
5. Ditunggu sampai muncul larva.
6. Diampul pupa yang sudah menghitam dari botol A (F1 hanya pada
botol A)

6) Persilangan F2
1. Diampul pupa yang sudah menghitam dari botol F1 dan memasukkan
ke dalam selang ampul.
2. Diambil pupa yang sudah menetas (umur maksimal 2 hari) dari selang
ampulan.
3. Ditimbang medium pada semua botol masing-masing 50 gram.
4. Dimasukkan sodium benzoat pada medium dengan konsentrasi (0 gr,
0,15 gr, 0,3 gr, 0,45 gr, 0,6 gr, dan 0,75 gr) pada setiap perlakuan.
5. Setiap perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 4 kali.
6. Disilangkan D. melanogaster keturunan F1 ♀N>< ♂ bcl dari botol stok.
7. Dilepas jantan dari setiap persilangan setelah munculnya larva.
8. Dipindahkan betina dari setiap persilangan jika sudah muncul larva ke
botol A, B, C, dan D sampai betina tidak bertelur lagi.
9. Ditunggu sampai pupa menetas.
10. Diamati fenotip dan menghitung anakan dari setiap botol persilangan
selama 7 hari.
11. Dimasukkan pada tabel data pengamatan.

3.6 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
pengamatan fenotip dan menghitung jumlah anakan pada hasil persilangan F2
yang dilakukan sampai hari ke 7 untuk tiap ulangan dan perlakuan. Hasil
pengamatan kemudian disajikan dalam tabel data pengamatan.

Tabel 3.2 Tabel Data Hasil Pengamatan F2

Persilangan Ulangan
Konsentrasi Strain Jumlah
F2 U1 U2 U3 U4
N
F1 ♀N >< bcl
0 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah
N
F1 ♀N >< Bcl
0,15 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah
N
F1 ♀N >< bcl
0,3 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah
N
F1 ♀N >< bcl
0,45 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah
Lanjutan Tabel...
Tabel 3.2 Tabel Data Hasil Pengamatan F2
N
F1 ♀N >< bcl
0,60 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah
N
F1 ♀N >< bcl
0,75 gram
♂bcl dari stok b
cl
Jumlah

3.7 Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
rekonstruksi kromosom pada persilangan F1 dan F2 dan melihat perbandingan
hasil anakan pada F2. Untuk mengetahui frekuensi pindah silang (Crossing Over)
dengan menggunakan rumus menurut Snustad (2012), yaitu:

Jumlah tipe rekombinasi


Nilai Pindah Silang (NPS) = × 100%
Jumlah 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ 𝑖𝑛𝑑𝑖𝑣𝑖𝑑𝑢

Analisis data dalam menghitung seluruh anakan F2 yang diperoleh dengan


menggunakan Analisis Varian Tunggal dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK)
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS DATA

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Identifikasi Strain Drosophila Melanogaster
No. Gambar dan Nama Strain Ciri Strain
1. Strain Normal (N) 1. Tubuh berwarna kekuningan
2. Mata berwarna merah
3. Sayap menutupi tubuh dengan
sempurna
4. Faset mata halus

Sumber: Dokumentasi pribadi


2. Strain Black Cloth (bcl) 1. Tubuh berwarna hitam
2. Mata berwarna merah maron hingga
coklat
3. Sayap menutupi tubuh dengan
sempurna
4. Faset mata halus

Sumber: Dokumentasi pribadi

Tabel 4.2 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2

Persilangan Ulangan
Konsentrasi Strain Jumlah
F2 U1 U2 U3 U4
N 60 - 60
F1 ♀N >< bcl 58 - 58
0 gram
♂bcl dari stok B 42 - 42
Cl 45 - 45
Jumlah 205 - 205
Lanjutan Tabel...
Tabel 4.2 Data Perhitungan Jumlah Anakan F2

N 22 19 41
F1 ♀N >< bcl 8 9 17
0,15 gram
♂bcl dari stok b 4 8 12
cl 7 7 14
Jumlah 41 43 84
N 0 - 0
F1 ♀N >< bcl 1 - 1
0,3 gram
♂bcl dari stok b 1 - 1
cl 2 - 2
Jumlah 4 - 4
N 42 - 42
F1 ♀N >< bcl 26 - 26
0,45 gram
♂bcl dari stok b 19 - 19
cl 26 - 26
Jumlah 113 - 113
N 0 - 0
F1 ♀N >< bcl 1 - 1
0,60 gram
♂bcl dari stok b 0 - 0
cl 0 - 0
Jumlah 1 - 1
N 16 13 29
F1 ♀N >< bcl 4 5 9
0,75 gram
♂bcl dari stok b 8 10 18
cl 8 4 12
Jumlah 36 32 68

4.2 Analisis Data


4.2.1 Rekontruksi Kromosom Tidak Terjadi Pindah Silang
1. Persilangan ♀N × ♂bcl
P1 : ♀N × ♂bcl
𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙
G1 : 𝑏+ 𝑐𝑙+ × 𝑏 𝑐𝑙

Gamet : b+cl+ ; bcl


𝑏+𝑐𝑙+
F1 : (100 % N heterozigot)
𝑏 𝑐𝑙

P2 : ♀N (dari F1) × ♂bcl (dari stok)


𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙
G2 : ×𝑏
𝑏 𝑐𝑙 𝑐𝑙
+ +
Gamet : b cl , b cl ; bcl
𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙
F2 : (N) ; 𝑏 (bcl) N:bcl = 1:1
𝑏 𝑐𝑙 𝑐𝑙

Skema :
P1 b+ b b+ b+ b b b+ b
Duplikasi
cl+ cl cl+ cl+ cl cl cl+ cl

P2 b+ b b b b+ b b b

cl+ cl cl cl cl+ cl cl cl

F2 :

b+ cl+ bcl

𝑏 + 𝑐𝑙 + 𝑏 𝑐𝑙
bcl 𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙
(N) (bcl)

Hasil rekontruksi tidak terjadi pindah silang pada persilangan ♂N × ♀bcl


mengahsilkan rasio N:bcl = 1:1.

4.2.2 Rekontruksi Kromosom Terjadi Pindah Silang

1. Persilangan ♀N ×♂ bcl
P1 : ♀N ×♂ bcl
𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙
G1 : ×
𝑏+ 𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙

Gamet : b+cl+ ; bcl


𝑏+𝑐𝑙+
F1 : (100 % N heterozigot)
𝑏 𝑐𝑙

P2 : ♀N (dari F1) × ♂bcl (dari stok)


𝑏+𝑐𝑙+ 𝑏 𝑐𝑙
G2 : ×𝑏
𝑏 𝑐𝑙 𝑐𝑙

Gamet : b cl , b cl, bcl+, b cl ; b cl


+ + +
P1:
b+ b b+ b+ b b b+ b+ b b b+ b+ b b
Duplikasi

cl+ cl cl+ cl+ cl cl cl+ cl cl+ cl cl+ cl cl+ cl

P2:
b+ b+ b b b b b+ b b+ cl b b b b

cl+ cl cl+ cl cl cl cl+ cl cl cl cl+ cl cl cl

F2 :

b+ cl+ b+ cl b cl+ bcl

𝑏 + 𝑐𝑙 + 𝑏 + 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙 + 𝑏 𝑐𝑙
bcl 𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙 𝑏 𝑐𝑙
(N heterozigot) (cl) (b) (bcl)

Perbandingan F2 = N : cl : b : bcl
= 1 : 1: 1 : 1

Hasil rekontruksi kromosom terjadi pindah silang pada persilangan ♀N ×


♂bcl menghasilkan rasio N : b : cl : bcl = 1 : 1 : 1 : 1.

4.3 Frekuensi Pindah Silang


Berdasarkan hasil data yang telah diperoleh, dapat dihitung presentase
frekuensi pindah silang dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Jumlah tipe rekombinasi


Nps = X 100%
Jumlah seluruh individu

1. Konsentrasi 0 gr 4. Konsentrasi 0,45 gr


a. Ulangan 1 a. Ulangan 1
Jumlah tipe rekombinasi Jumlah tipe rekombinasi
Nps = X 100% Nps = X 100%
Jumlah seluruh individu Jumlah seluruh individu
42+45 19+26
Nps = X 100% = 42% Nps = X 100% = 40%
205 113
2. Konsentrasi 0,15 gr 5. Konsentrasi 0,60 gr
a. Ulangan 1 a. Ulangan 1
Jumlah tipe rekombinasi Jumlah tipe rekombinasi
Nps = X 100% Nps = X 100%
Jumlah seluruh individu Jumlah seluruh individu
7+4 0+0
Nps = X 100% = 27% Nps = X 100% = 0%
41 1

b. Ulangan 2
Jumlah tipe rekombinasi 6. Konsentrasi 0,75 gr
Nps = X 100%
Jumlah seluruh individu a. Ulangan 1
8+7
Nps = X 100% = 35% Nps =
Jumlah tipe rekombinasi
X 100%
43
Jumlah seluruh individu
8+8
3. Konsentrasi 0,3 gr Nps = X 100% = 44%
36

a. Ulangan 1 b. Ulangan 2
Jumlah tipe rekombinasi Jumlah tipe rekombinasi
Nps = X 100% Nps = X 100%
Jumlah seluruh individu Jumlah seluruh individu
1+2 10+4
Nps = X 100% = 75% Nps = X 100% = 44%
4 32

Berdasarkan data persentase frekuensi pindah silang D. melanogaster yang


telah didapatkan, hasil tersebut kemudian disajikan dalam bentuk grafik. Hasil
grafik yang diperoleh seperti pada grafik 4.1 berikut.

Grafik 4.1 Persentase Frekuensi Pindah Silang Ulangan 1

80.00% Ulangan 1
70.00%
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%
0 gr 0,15 gr 0,3 gr 0,45 gr 0,6 gr 0,75 gr

Ulangan 1
BAB V
PEMBAHASAN

5.1 Pemberian Macam Konsentrasi Sodium Benzoat Tidak Berpengaruh


Terhadap Fenomena Terjadinya Crossing Over
Sodium benzoat tidak berpengaruh terhadap frekuensi terjadinya pindah
silang dikarenakan benzoat yang masuk ke dalam tubuh tidak akan bertahan tetapi
sebagian besar diekskresikan dalam urin dalam bentuk hippurate, yaitu produk
konjugasi dengan glisin dalam mitokondria hati dan ginjal (US FDA 1973).
Hippurate, juga dikenal sebagai asam hippuric, benzoyl glcine, (benzoyl amino)-
acetate, adalah konjugat glisin dari asam benzoat, dan memiliki rumus kimia
C9H9N. Ikatan hidrogen dan hidrofobik sangat penting dalam mengikat natrium
benzoat dengan asam amino glisin dan natrium benzoat yang terbatas dalam
makanan cukup untuk ikatan ini (Oyewole 2012). Hal ini berarti, jika konsentrasi
natrium benzoat yang diberikan melalui oral lebih kecil dari pada kadar yang
ditetapkan maka kemungkinan natrium benzoat hanya sampai pada organ sistem
pencernaan dan tidak mepengaruhi tahap gemetogenesisnya yang ada dalam
sistem reproduksi.

Gambar 5.1 Reaksi Sintesis Hipurat


Sumber: Gatley and Sherratt 1977

Sodium benzoat terlebih dahulu dipecah menjadi ATP dan CoA. Produk
samping dari ATP dan CoA adalah AMP dan Ppi. ATP dan CoA juga akan
dipecah menjadi Benzoyl-CoA. Glisin yang melintasi membran mitokondria
bagian dalam akan bereaksi dengan Benzoyl-CoA sehingga membentuk CoA dan
asam hipurat yang dibantu oleh N-asiltransferase. Hipurat dapat dikonversi
kembali menjadi benzoat oleh mikroba usus, sintesis hippurate di hati dan ginjal
tidak dapat dipulihkan dan sangat tergantung pada fungsi mitokondria (Beyo ̆glu
dan Idle 2012; Gatley dan Sherratt 1977; Lees et al. 2013). Sebagian besar energi
pada mitokondria digunakan untuk fungsi sel hati melalui fosforilasi oksidatif
yang diberikan oleh siklus asam tricarboxylic dan β-oksidasi asam lemak rantai
panjang. Mitokondria juga terlibat erat dalam proses kematian sel seperti transisi
permeabilitas mitokondria (MPT). MPT adalah pembukaan pori sensitif-
siklosporin di membran dalam mitokondria, yang mengarah ke pembengkakan
mitokondria, depolarisasi, pelepasan ikatan, dan kegagalan fosforilasi oksidatif,
pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS), dan kematian sel dengan apoptosis
atau nekrosis (Halestrap 2009). Berdasarkan pernyataan tersebut, sodium benzoat
dapat tidak berpengaruh terhadap terjadinya peristiwa pindah silang dikarenakan
benzoat yang masuk ke dalam tubuh akan diubah menjadi hipurat dan dibuang
melalui urin dalam Drosophila.

Alasan selanjutnya mengapa tidak berpengaruh adalah karena terjadi DNA


repair basa yang rusak karena mutasi akan digantikan dengan yang lain. Tempat
kerusakan basa tersebut dinamakan dengan”Abasic site” atau “AP site”. DNA
glycosilase dapat mengenal AP site. Kemudian AP endonuklease membuang
APsite dan Nukleotida sekitarnya. Kekosongan akan diisi dengan bantuan DNA
Polymerase I dan DNA Ligase. DNA polymerase I berperan di dalam mensintesis
atau menambahkan pasangan basa yang sesuai dengan pasangannya sedangkan
DNA Ligase berperan dalam menyambungkan pasangan basa yang telah disintesis
oleh DNA polymerase I. Gen-gen mutasi yang berperan dalam mekanisme pindah
silang akan diperbaiki dengan mekanisme ini sehingga mekanisme pidah silang
berjalan dengan sempurna seperti normal (Snustad and Simmons 2012)

Alasan lainnya mengapa tidak terjadi pengaruh natrium benzoat terhadap


frekuensi pindah silang karena terjadinya mutasi atau kerusakan gen bersifat acak,
kemungkinan gen gen yang meregulasi peristiwa pidah silang tidak terpengaruh
dan tidak terjadi mutasi. Dengan demikian efek dari penambahan natrium benzoat
tersebut tidak terjadi. Sehingga peristiwa pindah silang dapat berjalan dengan
normal.

5.2 Pemberian Macam Konsentrasi Sodium Benzoat Berpengaruh Terhadap


Fenomena Terjadinya Crossing Over
Natrium benzoat yang masuk dalam tubuh akan mengalami proses sintesis
menjadi asam benzoat. Namun tidak semua asam benzoat diubah menjadi hipurat.
ada kemungkinan berupa kerusakan mitokondria hati jika tidak terjadi
metabolisme benzoat yang cepat. Hal ini dikarenakan kekurangan glisin atau
hipoglikemia. Gangguan ini dapat berdampak pada metabolisme energi,
timbulnya MPT dan pembengkakan mitokondria, mekanisme patofisiologis yang
menyebabkan cedera toksik pada mitokondria hati (Glasglow, 2006). Gangguan
pada metabolisme energi tersebut mengganggu sintesis terbentuknya hipurat
karena tidak seimbangnya kumpulan sulfat atau glisin dalam berkonjugasi dengan
Benzoyl-CoA yang ada (Haschek, Rousseaux, and Wallig 2010). Akibatnya,
sulfur yang terdapat pada Benzoyl-CoA akan berikatan dengan nukleotida yang
menyebabkan adanya perubahan struktur DNA dengan menggeser fosfat dalam
DNA dikarenakan unsur sulfat memiliki radioaktivitas yang tinggi dibandingkan
unsur fosfat (Snustad and Simmons 2012). Perubahan struktur DNA ini
mengakibatkan perubahan gen yang berperan dalam terjadinya pindah silang
sehingga natrium benzoat dapat mempengaruhi frekuensi pindah silang.

Gen-gen yang mengatur dalam pindah silang diantaranya yaitu gen mei-9
yang berfungsi sebagai pemotong holiday junction. Gen mei-W68 dibutuhkan
dalam inisiasi rekombinasi meiosis. Gen mei-W68 mengkode protein MEI-W68
yang dibutuhkan dalam peristiwa pemutusan unting ganda saat meiosis. Gen mei-
218 berfungsi sebagai protein intaseluler yang terlibat dalam pindah silang. Gen
mei-217 terlibat dalam pembentukan rekombinasi (holiday junction). Selain
mempengaruhi, gen ini juga dapat mempengaruhi gen pembentuk Synaptonemal
complex yaitu protein C(3)G yang berfungsi sebagai pengkode filamen transvesal.
Selain itu terdapat protein C(2)M yang berfungsi pengkode pembentukan
Synaptonemal complex secara sempurna. Natrium benzoat yang masuk dalam
tubuh lalat menyebabkan mutasi pada kedua gen diatas. Natrium benzoat akan
berikan dengan struktur gen diatas. Sehingga terjadi kerusakan struktur SC dan
mengakibatkan tidak terjadinya mekanisme pindah silang. Oleh karena itu
frekuensi dari penambahan natrium benzoat pada medium mengakibatkan
penurunan frekuensi dari jumlah anakan yang mengalami pindah silang
(Andreson, 2005).

Pada hasil penelitian kali ini terdapat frekuensi anakan yang mengalami
crossing over yang lebih dari 50%, hal tersebut kemungkinan karena adanya
faktor perubahan temperatur. Menurut Grushuko (1991), adanya perubahan
temperatur secara tiba-tiba akan mempengaruhi frekuensi dari rekombinasi.
Perubahan secara tiba-tiba meningkatkan frekuensi dari rekombinasi. Oleh karena
itu jumlah anakan yang mengalami crossing over lebih banyak dari normalnya.
BAB VI
PENUTUP
6.1 SIMPULAN
1. Natrium benzoat tidak berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang yang
terjadi pada D. melanogaster hal ini dikarenakan benzoat yang masuk ke
dalam tubuh hanya sampai saluran pencernaan dan akan disintesis
menjadi hippurate kemudian dikeluarkan melalui urin. Selain itu, terdapat
mekanisme DNA repair melalui DNA glycosilase yang mengenali AP
site untuk dipotong dan diisi dengan basa yang baru dengan bantuan DNA
Polymerase I dan DNA Ligase. Alasan lainnya dikarenakan mutasi yang
bersifat acak sehingga gen yang berperan dalam pindah silang dapat tidak
termutasi.
2. Natrium benzoat berpengaruh terhadap frekuensi pindah silang yang
terjadi pada D. melanogaster hal ini dikarenakan banyaknya jumlah
benzoat yang masuk dalam tubuh sehingga glisin tidak berkonjugasi
dengan benzoyl-CoA yang menyebabkan perubahan struktur DNA.
Kemudian, benzoat yang masuk dalam tubuh lalat menyebabkan mutasi
pada gen C(3)G dan C(2)M sehingga terjadi kerusakan struktur SC dan
mengakibatkan tidak terjadinya mekanisme pindah silang.

6.2 SARAN
1. Peneliti selanjutnya diharapkan lebih menjaga kebersihan, ketekunan,
ketelitian dalam menjalankan penelitian ini agar mendapatkan data yang
tepat.
2. Dibutuhkan kebersihan medium, alat dan bahan yang digunakan agar
medium pada lalat tidak dihinggapi kutu dan jamur
DAFTAR RUJUKAN

Andreson, K.A., Suzzane,M.R., Scott, L., Page. 2005. Juxtaposition of C(2)M and
the Transverse Filament Protein C(3)G Within the Centra Region of
Drosophilla Synaptonemal complex. Piscataway: State University of New
Jersey.
Aini, N. 2008. Kajian Awal Kebutuhan Nutrisi Drosophila melanogaster. Skripsi.
Departemen Ilmi Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Ashburner, M. 1985. Drosophila, A Laboratory Handbook. USA: Coldspring
Harbor Laboratory Press.
Ayala, F. J., dkk. 1984. Modern Genetics. Menlo Park California: The Benjamin/
Cummings Publishing Company, Inc.
Borror J.D. Triplehorn. 1992. Pengenalan Pengajaran Serangga. Yogyakarta :
Gadjah Mada University Press.
Beyoglu D, Idle JR. 2012. The glycine deportation system and its ˘
pharmacological consequences. Pharmacol Ther 135(2):151–67.
Chyb, S., Gompel, N. 2013. Atlas of Drosophila Morphology, Wild Type And
Classical Mutants. USA: Elsevier Inc.
Chipley, J.R. 2005. Sodium Benzoate and Benzoic Acid in Antimicrobials in
Foods, ed. P. M. Davidson, et. al, CRC Press, New York
Corebima, A. D. 2013. Genetika Mendel. Airlangga University Press.
Collins. K.A. 2014. Corolla is a Novelk Protein That Conbtributes to The
Architecture of Synaptonemal Complex of Drosophilla. Genetics 198: 219-
228
Demerec and Kaufman. 1961. Drosophila Guide. Introduction to the Genetics and
Cytology of Drosophila melanogaster. Washington D.C.
Gardner, E. J., Simmons, M. J. 1984. Principles Of Genetics. New York: John
Wiley & Sona.
Gardner, E. J., Simmons, M. J., Snustad, D. P. 1991. Principles of Genetic Eight
Edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
Gatley, S J, and H S A Sherratt. 1977. ‘The Synthesis of Hippurate from Benzoate
and Glycine by Rat Liver Mitochondria. Submitochondrial Localization
and Kinetics’. Biochemical Journal 166 (1): 39–47.
https://doi.org/10.1042/bj1660039.
Griffiths, Anthony J. F., Susan R. Wessler, Sean B. Carroll, and John F. Doebley.
2015. Introduction to Genetic Analysis. Eleventh edition. New York, NY:
W.H. Freeman & Company, a Macmillan Education imprint.
Grushko, T.A., Korochkina,S.E., Klienko V.V. 1991.Temperature Control of the
Crossing Over Fequency in Drosophilla Melanogaster. Genetika.
27(10):14-21
Hartmann, Michaelyn A., and Jeff Sekelsky. 2017. ‘The Absence of Crossovers
on Chromosome 4 in Drosophila Melanogaster : Imperfection or
Interesting Exception?’ Fly 11 (4): 253–59.
https://doi.org/10.1080/19336934.2017.1321181.
Hartwell, Leland. 2018. Genetics: From Genes to Genomes. Sixth edition. New
York, NY: McGraw-Hill Education.
Haschek, Wanda M., Colin G. Rousseaux, and Matthew A. Wallig. 2010.
‘Principles of Toxicology’. In Fundamentals of Toxicologic Pathology, 1–
8. Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-0-12-370469-6.00001-5.
Jones, Gareth H., and F. Chris H. Franklin. 2006. ‘Meiotic Crossing-over:
Obligation and Interference’. Cell 126 (2): 246–48.
https://doi.org/10.1016/j.cell.2006.07.010.
Lees, Hannah J., Jonathan R. Swann, Ian D. Wilson, Jeremy K. Nicholson, and
Elaine Holmes. 2013. ‘Hippurate: The Natural History of a Mammalian–
Microbial Cometabolite’. Journal of Proteome Research 12 (4): 1527–46.
https://doi.org/10.1021/pr300900b.
Mason, J.M., Champion, L.E., Hook,G.1997 Germ Line Effect a Muttator, mu2,
in Drosophilla Melanogaster. Genetics 146(4): 1381-1397
Page, S.L,et al. 2004. The Genetics and Molecular Biology of The Synaptonemal
Complex.Cell Devision. 20: 525-558
Oyewole, Oluwole. 2012. ‘Sodium Benzoate Mediated Hepatorenal Toxicity in
Wistar Rat: Modulatory Effects of Azadirachta Indica (Neem) Leaf’.
European Journal of Medicinal Plants 2 (1): 11–18.
https://doi.org/10.9734/EJMP/2012/619.
Priest, Nicholas K., Deborah A. Roach, and Laura F. Galloway. 2007. ‘MATING-
INDUCED RECOMBINATION IN FRUIT FLIES’. Evolution 61 (1):
160–67. https://doi.org/10.1111/j.1558-5646.2007.00013.x.
Slatko, B. E., and Y. Hiraizumi. 1975. ‘Elements Causing Male Crossing over in
Drosophila Melanogaster’. Genetics 81 (2): 313–24.
Snustad, D. Peter, and Michael J. Simmons. 2012. Principles of Genetics. 6th ed.
Hoboken, NJ: Wiley.
US FDA (1973). Evaluation of the health aspects of benzoic acid and sodium
benzoate as food ingredients. Bethesda, MD
Webber, H. 2004. Selective and Poweful Sress Gene Expression. Mar, 37 (6):
877-888

Anda mungkin juga menyukai