Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia WHO (Word Health Organization),


memperkirakan 450 juta orang mengalami gangguan mental, sekitar 10% orang
dewasa mengalami gangguan jiwa saat ini dan 25% penduduk diperkirakan
akan mengalami gangguan jiwa pada usia tertentu dimasa hidupnya. (Keliat,
2018).
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi mental sejahtera yang
memungkinkan hidup harmonis dan produktif sebagai bagian yang utuh dari
kualitas hidup seseorang, dengan memperhatikan semua segi kehidupan
manusia dengan cara menyadari sepenuhnya kemampuan dirinya, mampu
menghadapi stress kehidupan manusia dengan wajar, mampu bekerja dengan
produktif dan memenuhi kebutuhan hidupnya, dalam berperan serta dalam
lingkungan hidup, menerima dengan baik apa yang ada pada dirinya dan
merasa nyaman bersama dengan orang lain (Prabowo Eko, 2014 ).

Gangguan jiwa di Indonesia mencapai 17,1% dari 1000 orang sedangkan


prevalensi untuk gangguan jiwa di atas usia 15 tahun yang berkisar rata-rata 6%.
(Rachmaningtyas, 2013). Prevalensi skizofrenia yang ada di Indonesia rata - rata 1-2 %
dari jumlah penduduk dan usia paling banyak penderita skizofrenia di alami sekitar
15-35 tahun (Makhfludi, 2009). Hasil penelitian WHO di Jawa Tengah tahun 2009
menyebutkan dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah terdapat 3 orang yang mengalami
ganguan jiwa. Sementara 19 orang dari setiap 1.000 warga Jawa Tengah mengalami
stress (Depkes RI, 2009).

Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan


prilaku akibat adanya distoris emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam
bertingkah laku. Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan
adanya gangguan pada fungsi mental, yang meliputi : emosi, pikiran, prilaku,
perasaan, motivasi, kemauan, keinginan, daya titik diri, dan persepsi sehingga
mengganggu dalam hidup masyarakat. Hal ini ditandai dengan menurunnya
kondisi fisik akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan, yang juga akan
berimbas pada menurunya semua fungsi kejiwaan sehingga membuat seseorang
gagal dalam mempertahankan kualitas hidup. (Nasir & Muhith, 2011).

Ada 5 jenis gangguan jiwa meliputi : Skizofrenia, Depresi, kecemsan,


penyalahgunaan narkoba, dan bunuh diri. Skizofrenia ialah kelainan jiwa yang
menunjukan gangguan dalam fungsi kognitif (pikiran). di samping itu juga
ditemukan gejala gangguan persepsi, wawasan diri, perasaan, dan
keinginan.(Nasir & Muhith, 2011).

Gangguan persepsi yang ditunjukan pada gangguan jiwa seperti


halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana
pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya. Suatu penerapan panca indra
tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014).

Halusinasi merupakan salah satu tanda gejala dari skizofrenia positif.


Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
(Kusumawati, 2010). Beberapa jenis halusinasi yang banyak kita dengar seperti
halusinasi pendengaran adalah, pasien mendengar suara-suara yang
memanggilnya untuk menyuruh melakukan sesuatu yang berupa dua suara atau
lebih yang mengomentari tingkah laku atau pikiran pasien dan suara – suara
yang terdengar dapat berupa perintah untuk bunuh diri atau membunuh orang
lain. (Yustinus, 2006 dalam W.C Hadayati, 2014).

Pasien dengan halusinasi memberikan persepsi atau pendapat tentang


lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata seperti mendengar suara
pada hal tidak ada yang sedang berbicara atau mendengar suara. Tanda dan
gejala halusinasi adalah ketidakmampuan klien berkonsentrasi, menarik diri,
gerakan mata cepat, respon verbal lambat, diam mendengarkan suara atau
kebisingan, dimana suara itu memberi perintah kepada pasien untuk
melakukan suatu aktifitas. (Kusumawati & Hartono, 2010 dalam W.C Hidayati,
2014).
Halusinasi terbagi menjadi 7 macam, yang meliputi : halusinasi
pendengaran ( auditory), halusinasi pengelihatan (visual ), halusinasi penghidu
( olfactory ), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi peraba (tactile),
halusinasi cenesthetic , halusinasi kinesthetic. (Abdul Muthin, 2015)
Halusinasi yang paling banyak diderita adalah halusinasi pendengaran
yang mencapai lebih dari 70%, sedangkan halusinasi pengelihatan menduduki
peringkat kedua dengan rat-rata 20%. sementara jenis halusinasi yang lain yaitu
halusinasi pengecap, penghidu, peraba, kinesthetic, dan cenesthetic hanya
meliputi 10%. (Abdul Muthin, 2015)
Data dari Rumah Sakit Ernaldi Bahar Provinsi Sumatera Selatan satu
tahun terakhir yaitu tahun 2018 pasien dengan Gangguan Persepsi Sensori:
Halusinasi Pendengaran. Tahun 2018 jumlah pasien yang dirawat adalah 951
jiwa yang mengalami Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Pendengaran
laki-laki 630 dan perempuan 321 Kemudian pada tahun 2018 jumlah pasien
yang dirawat adalah 877 jiwa: Laki-laki 518, Perempuan 359 (Laporan Tahun
2018 Ruang Kenanga). (Data dari hasil Praktik klinik keperawatan jiwa, 2018)

Peran perawat jiwa dalam menjalankan perannya sebagai pemberi


asuhan keperawatan memerlukan suatu perangkat instruksi atau langkah-
langkah kegiatan yang dibakukan. Hal ini bertujuan agar penyelenggaraan
pelayanan keperawatan memenuhi standar pelayanan. Langkah-langkah
kegiatan tersebut berupa Standar Operasional Prosedur (SOP) (Depkes RI,
2006). Salah satu jenis SOP yang digunakan adalah SOP tentang Strategi
Pelaksanaan (SP) tindakan keperawatan pada pasien. SP tindakan keperawatan
merupakan standar model pendekatan asuhan keperawatan untuk klien dengan
gangguan jiwa yang salah satunya adalah pasien yang mengalami masalah
utama halusinasi. (Sulayuningsih, 2016).
Strategi pelaksanaan(SP) terdiri dari SP Pasien dan SP Keluarga. SP
pasien yaitu bantu klien mengenal halusinasinya meliputi isi, waktu terjadi
halusinasi, frekuensi, situasi pencetus, dan perasaan saat terjadi halusinasi, kaji
respon klien terhadap halusinasi, Latih klien untuk mengontrol halusinasi
dengan cara menghardik halusinasi (SP 1 pasien), Pendidikan kesehatan
mengenai penggunaan obat (SP 2 pasien), Latih klien bercakap-cakap saat
halusinasi muncul (SP 3 pasien), Bantu klien melaksankan kegiatan harian (SP
4 pasien) dan Pendidikan kesehatan keluarga klien halusinasi (SP keluarga).
Setelah melaksankan SP pada pasien dengan masalah kejiwaan masukan
kegiatan dari isi sp 1 sampai sp 4 ke dalam ADL (activity daily living). Yang
bertujuan untuk membantu klien mengatur aktivitas setiap harinya. Dalam
pelaksanaan SP 4 melatih pasien dengan melakukan kegiatan harian yang bisa
diisi dengan keiatan terapi psikoreligius atau spritual. (Sulayuningsih, 2016).
Terapi modalitas adalah terapi kombinasi dalam keperawatan jiwa,
dimana perawat jiwa memberikan praktek lanjutan untuk menatalaksanaan
terapi yang digunakan oleh pasien gangguan jiwa (Videbeck. 2008). Ada
beberapa jenis terapi modalitas, antara lain: terapi individual, terapi lingkungan
(milliu therapi), terapi biologis atau terapi somatik, terapi kognitif, terapi
keluarga, terapi perilaku, terapi bermain, terapi spiritual (Yosep, 2007 dalam
W.C Hidayati 2014).
Terapi spiritual yang dilakukan dengan tepat dapat berdampak pada
peningkatan kemampuan mengontrol halusinasi pendengaran. kemampuan
mengontrol merupakan tindakan keperawatan yang sangat bermanfaat untuk
pasien halusinasi karena untuk membantu pasien agar mampu mengontrol
halusinasi. (W.C Hidayati 2014).
Terapi spiritual atau terapi religius yang antara lain zikir, apabila
dilafalkan secara baik dan benar dapat membuat hati menjadi tenang dan rileks.
Terapi zikir juga dapat diterapkan pada pasien halusinasi, karena ketika pasien
melakukan terapi zikir dengan tekun dan memusatkan perhatian yang sempurna
( khusu’ ) dapat memberikan dampak saat halusinasinya muncul pasien bisa
menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan lebih dapat menyibukkan diri
dengan melakukan terapi zikir. (W.C Hidayati, 2014).
Terapi psikoreligius Dzikir menurut bahasa berasal dari kata ”dzakar”
yang berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam ingatan”.Jika
berdzikir kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada
Allata‟ala. Dzikir menurut syara‟ adalah ingat kepada Allah dengan etika
tertentu yang sudah ditentukan Al Qur‟an dan hadits dengan tujuan mensucikan
hati dan mengagungkan Allah. (Fatihuddin, 2010 dalam Deden,2017).
Dzikir dalam Al- Qur’an dijelaskan sebagai penenang hati. Allah SWT
berfirman :

ُ ُ‫ط َمئِ ُّن ْالقُل‬


‫وب‬ ْ َ ‫َّللاِ ت‬
َّ ‫َّللاِ ۗ أ َ ََل بِ ِذ ْك ِر‬ ْ َ ‫الَّذِينَ آ َمنُوا َوت‬
َّ ‫ط َمئِ ُّن قُلُوبُ ُه ْم بِ ِذ ْك ِر‬
“ (yaitu) orang-orang yang berimam dan hati mereka menjadi tentram
dengan mengingat allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati
menjadi tentram”. (QS Ar Ra’du ayat 28).

Dzikir adalah konsep, wadah, sarana, agar manusia tetap terbiasa dzikir
(ingat) kepada-Nya ketika berada di luar shalat. Tujuan dari dzikir adalah
mengagungkan Allah, mensucikan hati dan jiwa, mengagungkan Allah selaku
hamba yang bersyukur, dzikir dapat menyehatkan tubuh, dapat mengobati
penyakit dengan metode Ruqyah, mencegah manusia dari bahaya
nafsu.(Fatihuddin, 2010 dalam Deden, 2017).

Tujuan terapi dzikir untuk mengalihkan halusinasi pendengaran yang di


alami oleh pasien dengan menggunakan teknik pengalihan dengan cara dzikir,
agar respon dan dapat mengalihkan halusinasi pendengaran yang di alami
sehingga pasien merasakan ketentraman jiwa. Dengan dilakukannya dzikir
diharapkan halusinasi pendengaran yang dialami respon dan akan teratasi dengan
tujuan: frekuensi berkurang, durasi berkurang, gejala halusinasi berkurang.
Seperti pendapat Fatihuddin (2010). Dzikir adalah menjaga dalam ingatan agar
selalu ingat kepada Allah ta‟ala. Dzikir dapat menyehatkan tubuh. Hidup orang
shaleh lebih ceria, tenang, dan seolah-olah tanpa masalah, karena setiap masalah
disikapi dengan konsep takwa. Fungsi dari dzikir antara lain dapat mensucikan
hati dan jiwa. Berdzikir dapat mengingatkan kita kepada Allah dan hanya
kepada-Nya kita meminta pertolongan. Karena segala bentuk masalah adalah
dari-Nya, dan dengan berdzikir dapat mengingatkan kita agar selalu berfikir
positif. Dzikir dapat menyehatkan tubuh, orang-orang yang kurang dzikir, atau
konsep hidup yang kurang dikembalikan kepada Allah, hidupnya kelihatan super
sibuk, tidak ada jeda menikmat hidup, karena prosesi hidupnya dikejar-kejar oleh
bayangan material. Dzikir dapat mencegah manusia dari bahaya nafsu : dzikir
bertugas sebagai pengendali nafsu, membedakan yang baik dan buruk.(Deden,
2017)

Penerapan Terapi Psikoreligius : Dzikir pada pasien halusinasi


pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar adalah untuk menurunkan tingkat
stress pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang guna mempertahankan kehidupannya, kesehatan dan kesejahteraan
sesuai dengan kondisi kesehatannya.

Berdasarkan hasil pendahuluaan saat melakukan praktik klinik di Rumah


Sakit Ernaldi Bahar Palembang pada tanggal 7-13 Oktober 2019 masih banyak
pasien yang sudah menerapkan aktivitas terjadwal tapi halusinasinya masih ada.
Hal ini karena klien melakukan strategi 4 tidak menerapkannya dengan rutin dan
benar, dan pasien tidak terlalu tertarik dengan kegiatan yang dilakukan, di
lakukan saat hanya diminta perawat. Oleh karna itu saat melakukan Praktik
Klinik di Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang saya mengajarkan pasien
halusinasi melakukan cara mengontrol halusinasi dengan melakukukan kegiatan
harian dengan memulai 2 kegiatan seperti membersihkan halaman dan olaraga
setiap hari. Lalu saya meminta klien untuk melakukan kegiatan tersebut agar
halusinasi pasien tidak timbul lagi. Hasil dari kegitan harian ini sangat membantu
dan bermanfaat untuk pasien karena dengan diajarkan teknik strategi pelaksanaan
4 ini pasien bisa beraktivitas dan halusinasinya jarang muncul lagi.

Berdasarkan latar yang telah di jelaskan diatas maka penulis tertarik


mengangkat kasus Penerapan Terapi Psikoreligius : Dzikir pada pasien
halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar yang benar sehingga
klien bisa menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari

B. Rumasan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diurainkan di atas maka
perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana Penerapan strategi Dzikir
pada pasien halusinasi pendengaran dengan benar dan melatih kemampuan
pasien ber-dzikir agar pasien mengemukakan tentang perasaannya yang lebih
tenang, emosi lebih terkendali serta tidak gelisah lagi sehingga mereka bisa
bersosialisasi dengan pasien lain dan mulai bisa mengikuti aktifitas sehari-hari
di Rumah Sakit ErnaldiBahar.

C. Tujuan Studi Kasus


Adapun tujuan laporan kasus ini adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Penerapan Terapi Psikoreligius : Dzikir pada
pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar. yang
meliputi pengkajian, penegakkan diangnosa, merencanakan dan
melaksanakan tindakan keperawatan, dan mengevaluasi.
2. Tujuan khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
gangguan halusinasi pendengaran: penerapan terapi
psikoreligius: dzikir pada pasien halusinasi pendengaran di
Rumah Sakit Ernaldi Bahar Palembang.
b. Melakukan diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan
halusinasi pendengaran: penerapan terapi psikoreligius: dzikir
pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang.
c. Menyusun rencana keperawatan pada klien gangguan halusinasi
pendengaran: penerapan terapi psikoreligius: dzikir pada pasien
halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien gangguan
halusinasi pendengaran: penerapan terapi psikoreligius: dzikir
pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien gangguan
halusinasi pendengaran: penerapan terapi psikoreligius: dzikir
pada pasien halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi
Bahar Palembang.
f. Memberikan discharge planning pada klien gangguan halusinasi
pendengaran: penerapan terapi psikoreligius: dzikir pada pasien
halusinasi pendengaran di Rumah Sakit Ernaldi Bahar
Palembang.

D. Manfaat studi kasus


1. Bagi institusi pendidikan
Hasil penelitian ini nanti diharapkaan dapat dijadikan sebagai bahan
bacaan ilmiah ataupun sebagai referensi dalam mengembangkan ilmu
keperawatan dan Meningkatkan kemampuan serta kualitas pendidikan
mahasiswa dalam melakukan penulisan Karya Tulis Ilmiah, dan mampu
memenuhi standar kompetensi khususnya mahasiswa DIII Keperawatan
STIKes Muhammadiyah Palembang.
2. Bagi Rumah Sakir Ernaldi Bahar Palembang
Masukan dan informasi bagi pelayanan keperawatan Rumah Sakit
Jiwa dalam mengambil kebijakan pada pasien Halusinasi Pendengaran
untuk menggalih aspek positif dan melatih kemampuan pasien dalam
meningkatkan motivasi diri.
3. Bagi Pasien Gangguan Halusinasi Pendengaran
Pasien mendapatkan perawatan dan perhatian khusus untuk
mengontrol terjadinya gejala halusinasi serta dapat menyehatkan tubuh,
menjadi lebih ceria dan tenang seperti tidak ada masalah karena setiap
masalah di sikapi dengan takwa.
4. Penelitian
Dapat digunakan sebagai perbandingan dan bahan untuk penelitian
selanjutnya dibidang keperawatan dan dapat menja direferensi.Penelitian ini
memperoleh pengalaman dalam mengaplikasikan hasil asuhan keperawatan
khususnya studi kasus tentang penerapan terapi psikoreligius pada pasien
gangguan halusinasi pendengaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT
1. Definisi
Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana pasien
mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya .Suatu penerapan panca indra tanda
ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi
melalui panca indra tanpa stimulus eksteren : persepsi palsu. (Prabowo, 2014).

Halusinasi adalah gerakan penyerapan (persepsi) panca indera tanpa ada


rangsangan dari luar yang dapat meliputi semua sistem pnca indera terjadi
pada saat kesadaran individu penuh/baik, (Depkes, 2000).

Halusinasi merupakan suatu gejala yang sering ditemukan pada klien


dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia. Halusinasi
adalah gangguan persepsidimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebarnya
tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa adanya ransangan dari luar.
( Abdul Mututh, 2015).

2. Jenis - Jenis Halusinasi

Struart dan Laraia (2005) membagi halusinasi menjadi 7 macam


halusinasi yang meliputi : halusinasi pendengaran ( auditory), halusinasi
pengelihatan (visual ), halusinasi penghidu ( olfactory ), halusinasi pengecapan
(gustatory), halusinasi peraba (tactile), halusinasi cenesthetic , halusinasi
kinesthetic. (Abdul Muthin, 2015).
Tabel 2.1 Jenis-jenis halusinasi.

Jenis Halusinasi Karakteristik

Pendengaran Mendengar suara-suara atau kebisingan, paling sering suara arang


berbentuk kebisingan yang kurang keras sampai kata-kata yang
jelas berbicara tentanf klien, bahkan sampai percakapan lengkap
antara dua orang atau lebih. Pikirkan yang terdengar klien dimana
pasien disuruh sesuatu yang kadang membahayakan.
Penglihatan Stimulus visual dalam bentuk klilatan cahaya, gambaran
geometris, gambaran kartun, bayangkan yang rumit dan
kompleks. Bayangkan bisa menyenangakan atau menakutkan
seperti melihat monster.
Penghidu Membaui bau-bauan tertentu seperti bau darah, urin atau feces,
umumnya bau-bauan yang tidak menyenangkan. Halusinasi
penghidu sering akibat stroke, tumor, kejang atau dimensi.
Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti darah, urin atau feces.

Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang


jelas. Rasa tersentrum listrik yang datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
Cenesthetic Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah di vena atau arteri,
pencernaan makanan atau pembentukan urine.
Kinesthetic Merasakan pergerakan saat berdiri tanpa bergerak

3. Fase - Fase Halusinasi

Halusinasi yang dialami klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya.


Struart dan Laraia (2005) membagi fase halusinasi menjadi 4 berdasarakan
ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin
berat fase halusinasinya, klien semakian berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya. ( Abdul Muhith, 2015 ).

Tabel 2.2 Fase-fase halusinasi.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku klien

Fase 1. comferting Klien mengalami perasaan tang 1. Tersenyum atau tertawa


mendalam seperti ansietas, tidak sesuai
Ansientas sedang
kesepian, rasa bersalah, takut 2. Menggerakan bibir tanpa
sehingga mencoba berfokus bicara
Halusinasi
pada pikiran meyenangkan 3. Pergerakan mata yang cepat
menyenangkan
untuk meredakan ansietas. 4. Respon verbal yang lambat
Individu mengenali bahwa jika sedang asik
pikiran-pikiran menyenangkan 5. Diam dan asik sendri
untuk meredakan ansietas.
Individu mengenali bahwa
pikiran-pikiran dan pengalaman
sensori berada dalam kendali
kesadaran jika ansietas dapat
ditangani.

NONPSIKOTIK
Fase 2. Condeming 1. Pengalaman sensori yang 1. Meningkatnya tanda-tanda
menjijikan dan menakutkan sistem saraf otonom akibat
Ansietas berat
2. Klien mulai lepas kendali dan ansietas seperti peningkatan
mungkin mencoba untuk denyut jantung, pernafasan,
Halusinasi jadi
mengambil jarak dirinya dengan dan tekananan darah.
mnjijikan.
sumber yang dipersepsikan. 2. Rentang perhatian
3. Klien mungkin mengalami menyempit
dipermalukan oleh pengalaman 3. Asik dengan pengalaman
sensori dan menarik diri dari sensori dan kehilangan
orang lain. kemampuan membedakan
4. Mulai merasa kehilangkan halusinasi dan realita
kontrol 4. Menyalahkan
5. Tingkat kecemasan berat, 5. Menarik diri dari oranglain
secara umum halusinasi
menyababkan perasaan antipati

PSIKOTIK RINGAN
Fase 3. Controling 1. Klien berhenti melakukan 1. Kemampuan yang
perlawanan terhadap halusinasi dikendalikan halusinasi akan
Ansietas berat
dan menyerah pada halusinasi lebih diikuti
tersebut. 2. Kesukaran berhubungan
Pengalaman sensori
2. Isi halunasi menjadi menarik dengan orang lain
jadi berkuasa
3. Klien mungkin mengalami 3. Rentang perhatian hanya
pengalaman kesepian jika beberapa detik atau menit.
sensori halusinasi berhenti. 4. Adanya tanda-tanda fisik
ansietas berat : berkeringat,
tremor, dan tidak mampu
mematuh perintah
5. Isi halusinasi menjadi
atraktif
6. Perinta halusinasi di taati
7. Tidak mampu mengikuti
perintah dari perawat, termor
dan berkeringat
PSIKOTIK
Fase 4. Conquering 1. Pengalaman sensori menjadi 1. Prilaku eror karena panik
mengencam jika klien mengikuti 2. Potensi kuat suicide atau
Panik
perintah halusinasinya homicide
2. Halusinasi berakhir dari 3. Aktifitas fisik merefleksikan
Umunya menjadi
beberapa jam atau hari jika tidak isi halusinasi seperti perilaku
melebur dalam
ada intervensi therapeutic kekerasan, agitasi, menarik
halusinasinya
menarik dari atau katatonik
4. Tidak mampu merespon
perintah yang kompleks
5. Tidak merespon lebih dari
satu orang
6. Agitasi atau kataton
PSIKOTIK BERAT

4. Faktor yang mempengaruhi terjadinya Halusinasi

Halusinasi merupakan salah satu gelaja dalam menentukan diagnosis


klien yang mengalami psikotik, khususnya Schizofrenia. Halusinasi
dipengaruhi oleh faktor berikiut ( Abdul Muhith, 2015 )

a. Faktor predisposisi

Adalah faktor resiko yang mempegaruhi jenis dan jumlah sumber


yang dapat dibangkitakan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh
baik dari klien maupun keluarganya mengenai faktor perkembangan
sosial kultural, biokimia, psikologi dan genetik yaitu faktor yang
mempengaruhi jenis dan jumlah sumber yang dapat dibangkitkan oleh
individu utuk mengatasi stress. Pada faktor ini munculnya respon
nuerobiology anatar lain :

1) Faktor genetik, secara genetik schizofrenia diturunkan melalui


kromosom-kromosom tertentu.
2) Faktor perkembangan, mengalami hambatan dan hubungan
interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami sress
dan kecemasan.

3) Faktor nuerobiology, ditemukan pada klien schizofrenia terjadi


penurunan fungsi otak yang abnormal.

4) Study neurotransmitter, disebabkan oleh adanya


ketidakseimbangan neurotransmitter serta depomine, tidak
seimbang dengan kadar serotinin.

5) Faktor Biokimia, dengan adanya sterss yang berlebihan yang


dialami seseorang, msks tubuh sksn menghasilkan suatu zat yang
dapat bersifat halusinogenik neurokimia seperti Buffernon dan
Dimentytranferase (DMP).

6) Teori virus, paparan virus infuenzae pada trimester ke-3


kehamilan dapat menjadi fakrot predisposisi.

7) Psikologis, hubungan personal yang tidak harmonis dan adanya


peran ganda yang bertentangan.

8) Faktor Sosiokultural, berbagai faktor di masyarakat dapat


menyebabkan seseorang merasa tersingkirkan oleh kesepian
terhadap lingkungan.

b. Faktor Presipitasi

Adalah stimulasi yang dipersepsikan individu sebagai tantangan,


ancaman / tuntunan yang memerlukan energi yang ekstra untuk koping.
Faktor-faktor pencetus respon neurubiologis dapat dijabarkan sebagai
berikut. ( Abdul Muhith, 2015 ).
1) Berlebihnya proses informasi pada sistem syaraf yang
menerima dan memproses informasi di thalamus dan frontal
otak

2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu (


mekanisme gatting abnormal )

3) Gejala-gejala pemicu seperti kondisi kesehatan, lingkungan,


sikap, dan prilaku.

5. Etiologi Halusinasi

Masalah halusinasi berlandasan atas hakikat keberadaan individu sebagai


mahluk yang dibanguan atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosio-spritual.
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, kurang
perhatian, gelisah bingun, berprilaku merusak diri, dan tidak mampu
mengambil keputusan. Menurut Stuart dan Laraia (2005) etiologi halusinasi
dibagi menjadi lima :

a. Dimensi Fisik

Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti


kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan, demam sehingga
delirium, intoksikasi alkohol, dan kesulitan untuk tidur dalam waktu
yang lama.

b. Dimensi Emosional

Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak


dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi halusinasi
dapat berupa perintah memaksa dan menakutkan.
c. Dimensi Intelektual

Dalam dimensi intelektual disini menerangkan bahwa individu


dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi
ego.

d. Dimensi Sosial

Dimensi sosial pada individu dengan halusinasi menunjukan


adanya kecenderungan untuk menyendiri. Isi halusinasi dijadikan
sistem kontrol oleh individu tersebut shingga jika perintah halusinasi
berupa ancaman, maka individu tersebut bisa membahayakan oarang
lain.

e. Dimensi Spiritual

Manusia diciptakan tuhan sebagai mahluk sosial sehingga


interaksi dengan manusia lainya merupakan kebutuhan yang
mendasar. Individu yang mengalami halusinasi cenderung
menyendiri hingga proses diatas tidak tidak terjadi.

6. Tanda dan Gejala

Tanda-tanda halusinasi menurut. (Yosep Iyus, 2014). adalah sebagai berikut


a) Bicara, senyum, dan ketawa sendiri.
b) Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan
respon verbal yang lambat.
c) Menarik diri dari orang lain, dan berusaha untuk menghindari diri
dari orang lain.
d) Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata
e) Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah.
f) Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik
dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya
g) Curiga, bermusuhan, merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya), dan takut
h) Sulit berhubungan dengan orang lain
i) Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah.

7. Mekanisme Koping
Mekanisme koping yang sering terjadi digunakan klien dengan
halusinasi ( Abdul Muhith, 2015 ) meliputi :
a. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
b. Proyeksi : mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan
mengalihkan tanggung jawab kepada orang lain atau sesuatu benda
c. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asik dengan stimulus
internal
d. Keluarga mengingkari masalah yang dialami oleh klien

8. Penatalaksanaan secara Medis pada Halusinasi


Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah
dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain. (Abdul Muhith, 2015) :
a) Psikofarmakologi, obat yang lazim digunkan pada gejala halusinasi
pendengaran merupakan gejala psikosis pada klien skizpfrenia adalah
obat anti-psikosis. Adapun kelompok yang umum digunakan adalah
fenotiqzin Asetofenazin (Tindal), klorpromazin (Thorazine),
flufenezane (prolixine, permitil), mesoridazin (serentil), perfernazin
(Trilapon), tioteksin (navane) 75-600 mg, Dibenzodiazepin klozapin
(clorazil) 300-900 mg.
b) Terapi kejang listrik / electro Compulsive Therapy (ECT)
c) Terapi aktivitas kelompok (TAK).
9. Rentang Respon Halusinasi

Halusinasi terbagi menjadi 7 macam halusinasi yang meliputi :


halusinasi pendengaran ( auditory), halusinasi pengelihatan (visual ),
halusinasi penghidu ( olfactory ), halusinasi pengecapan (gustatory), halusinasi
peraba (tactile), halusinasi cenesthetic , halusinasi kinesthetic. ( Abdul Muthin,
2015 ).
Halusinasi merupakan suatu respon mal adaptif individu yang berada
dalam rentang respon neurobiologis. Ini merupakan respon persepsi paling mal
adaptif. Jika klien sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifikasi dan
menginterpretasikan stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui
panca indra (pendengaran, penglihatan, penghidu, pengecapan dan perabaan),
klien dengan halusinasi mempersepsikan suatu stimulus pancaindra walaupun
sebenarnya stimulus tersebut tidak ada. Respon individu (yang karena suatu
hal mengalami kalainan persepsi) yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya yang disebut sebagai ilusi. Klien mengalami ilusi jika interpretasi
yang dilakukan terhadap stimulus pancaindra tidak akurat sesuai dengan
stimulus yang diterima. Rentang respon tersebut digambarkan seperti pada
gambar di bawah ini. ( Abdul Muthin, 2015 ).

Respon Adaptif Respon


Mal Adaptif

ilusi pikir/delusi
Reaksi emosi Halusinasi
Dengan
berlebihan Sulit merespon
pengalaman
Perilaku aneh emosi
atau tidak biasa Perilaku
disorganisasi
effect
Resiko mencedrai diri sendiri, orang lain, dan
ingkungan

Perubahan sensori persepsi: halusinasi CP

Isolasi sosial: menarik diri Causa

B. KONSEP GANGGUAN JIWA


1. Definis Kesehatan Jiwa
Jiwa adalah unsur manusia yang bersifat nonmateri, tetapi fungsi dan
manifestasinya sangat terkait pada materi. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia, sehat adalah dalam keadaan bugar dan nyaman seluruh tubuh dan
bagian-bagiannya. Bugar dan nyaman adalah relatif, karena bersifat subjektif
sesuai orang yang mendefinisikan dan merasakan. Karl Menninger
mendefinisikan orang yang sehat jiwanya adalah orang yang mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri pada lingkungan, serta berintegrasi dan
berinteraksi dengan baik, tepat, dan bahagia. (Yusuf, 2015).
Kesehatan jiwa adalah suatu kondisi yang memungkinkan perkembangan
fisik, intelektual, dan emosional yang optimal dari seseorang dan perkembangan
tersebut selaras dengan keadaan orang lain serta selalu menggunakan mekanisme
koping positif dalam menyelesaikan maslah yang terjadi (UUD No.3 tahun
1966). (Nasir & Muhith, 2011).
2. Definisi Gangguan Jiwa
Gangguan jiwa merupakan manifestasi klinis dari bentuk penyimpangan
prilaku akibat adanya distoris emosi sehingga ditemukan ketidakwajaran dalam
bertingkah laku. Seseorang mengalami gangguan jiwa apabila ditemukan adanya
gangguan pada fungsi mental, yang meliputi : emosi, pikiran, prilaku, perasaan,
motivasi, kemauan, keinginan, daya titik diri, dan persepsi sehingga mengganggu
dalam hidup masyarakat. Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi fisik
akibat gagalnya pencapaian sebuah keinginan, yang juga akan berimbas pada
menurunya semua fungsi kejiwaan sehingga membuat seseorang gagal dalam
mempertahankan kualitas hidup. (Nasir & Muhith, 2011).

3. Tanda dan Gejala Gangguan Jiwa


Berikut adalah beberapa tanda dan gejala dari gangguan jiwa (Nasir &
Muhith, 2011).
a. Gangguan kognitif
Kognitif adalah suatu proses mental dimana seorang individu
menyadari dan mempertahankan hubuhgan dengan lingkungannya,
baik lingkungan dalam maupun lingkungan luar (fungsi mengenal).
Proses kognitif yaitu, sensasi dan persepsi, perhatian, ingatan,
asosiasi, pertimbangan, pikiran, kesadaran.
b. Gangguan perhatian
Perhatian adalah pemusatan dan konsentrasi energi, menilai
dalam suatu proses kognitif yang timbul dari luar akibat suatu
rangsangan.
c. Gangguan ingatan
Ingatan (kenangan, memori) adalah kesanggupan untuk
mencatat, menyimpan, memproduksi isi, dan tanda-tanda kesadarn.
d. Gangguan asosiasi
Asosiasi adalah proses mental yang dengannya suatu perasaan,
kesan, atau gambaran ingatan cenderung untuk menimbulkan kesan
atau gambaran ingatan respons/ konsep lain, yang sebelumnya
berkaitan dengannya.
e. Gangguan pertimbangan
Pertimbangan (penilaian) adalah suatu proses mental untuk
membandingkan/ menilai beberapa pilihan dalam suatu kerangka
kerja dengan memberikan nilai-nilai untuk memutuskan maksud dan
tujuan dari suatu aktivitas.
f. Gangguan jiwa
Pikiran umum adalah meletakkan hubungan antara berbagai
bagian dari pengetahuan seseorang.
g. Gangguan kesadaran
Kesadaran adalah kemampuan seseorang untuk mengadakan
hubungan dengan lingkungan, serta dirinya melalui panca indra dan
mengadakan pembatasan terhadap lingkungan serta dirinya sendiri.
h. Gangguan kemauan
Kemauan adalah suatu proses dimana keinginan-keinginan
dipertimbangkan yang kemudian diputuskan untuk dilaksanakan
sampai mencapai tujuan
i. Gangguan emosi dan afek
Emosi adalah suatu pengalaman yang sadar dan memberikan
pengaruh pada aktivitas tubuh serta menghasilakn sensasi organic dan
kinetis. Afek adalah kehidupan perasaan atau nada perasaan
emosional seseorang, menyenangkan atau tidak, yang menyertai
suatu pikiran, biasa berlangsung lama dan jarang disertai komponen
fisiologis.
j. Gangguan psikomotor
Psikomotor adalah gerakan tubuh yang dipemgaruhi oleh
keadaan jiwa.

4. Jenis Gangguan Jiwa


Berikut adalah jenis-jenis gangguan jiwa (Nasir & Muhith, 2011).
a. Skizofrenia
Kelainan jiwa ini terutama menunjukan gangguan dalam fungsi
kognitif (pikiran). di samping itu juga ditemukan gejala gangguan
persepsi, wawasan diri, perasaan, dan keinginan.
b. Depresi
Depresi adalah satu bentuk gangguan jiwa pada alam perasaan
(afektif atau mood)), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan, tidak
bergairah, perasaan tidak berguna, putus asa, dan sebgainya.
c. Cemas
Gejala kecemasan, baik akut maupun kronis, merupakan
komponen utama bagi semua gangguan psikiatri, sebagai dari
komponen kecemasan itu menjelma dalam bentuk gangguan panik,
fobia, obsesi kompulsi, dan sebagainya.
d. Penyelahgunaan Narkoba dan HIV/AIDS
Meningkatnya penggunaan narkotika ini juga berbanding lurus
terhadap peningkatan penyakit HIV/AIDS. Meskipun berbagai upaya
dilakuakn , serta peningkatan dana dan sarana namun jumlah epidemi
HIV/AIDS, tetapi belum menunjukan tanda-tanda penurunan. Hal ini
dikarenakan selain cakupan program-program yang masih sangat
terbatas.
e. Bunuh diri
Semestinya bunuh diri sudah harus menjadi masalah kesehatan
masyarakat yang besar, terutama bila dikaitkan pertambahan penduduk
yang cepat, gaya hidup yang tinggi, krisis dalam kesuliatan ekonomi.
Hal tersebut sebgai menisfestasi dari kekecewaan, perlakuan tidak adil,
dan tersisishkan.

5. Proses terjadinya Gangguan Jiwa


Manusia bereaksi secara keseluruhan, secara holistik, atau dapat
dikatakan juga, secara somato-psiko-sosial. Dalam mencari penyebab gangguan
jiwa, maka ketiga unsur ini harus diperhatikan. Gangguan jiwa artinya bahwa
yang menonjol ialah gejala-gejala yang patologik dari unsur psiko. Hal ini tidak
berarti bahwa unsur yang lain tidak terganggu. Yang sakit dan menderita ialah
manusia seutuhnya dan bukan hanya badanya, jiwanya atau lingkungannya. Hal-
hal yang dapat mempengaruhi perilaku manusia ialah keturunan dan konstitusi,
umur dan sex, keadaan badaniah, keadaan psikologik, keluarga, adat-istiadat,
kebudayaan dan kepercayaan, pekerjaan, pernikahan dan kehamilan, kehilangan
dan kematian orang yang dicintai, agresi, rasa permusuhan, hubungan antar
manusia dan sebagainya (Ade, 2011).

6. Ciri-Ciri Sehat jiwa


Ciri-ciri kesehtan jiwa sebagai berikut (Nasir & Muhith, 2011)
a. Dapat menyesuiakan diri secara konstruktif pada kenyataan (berani
menghadapi kenyetaan)
b. Mendapat kepuasan dari usaha
c. Lebih puas memberi dari pada menerima
d. Bebas (ralatif) dari cemas
e. Berhubungan dengan orang lain secara tolong-menolong dan
memuaskan
f. Dapat menerima kekecewaan sebagai pelajaran dikemudian hari
g. Mengarahkan rasa bermusuhan pada penyelesaian yang kreatif
h. Daya kasih sayang yang besar

C. Terapi Psikoregius Dzikir pada Halusinasi


1. Pengertian Dzikir
Terapi psikoreligius Dzikir menurut bahasa berasal darikata ”dzakar” yang
berarti ingat. Dzikir juga di artikan “menjaga dalam ingatan”.Jika berdzikir
kepada Allah artinya menjaga ingatan agar selalu ingat kepada Allata‟ala. Dzikir
menurut syara‟ adalah ingat kepada Allah dengan etika tertentu yang sudah
ditentukan Al Qur‟an dan hadits dengan tujuan mensucikan hati dan
mengagungkan Allah. (Fatihuddin, 2010 dalam Deden, 2017).
Dzikir secara lughat (bahasa) adalah mengingat, sedangakan secara istilah
adalah membasahi lidah dengan ucapan-ucapan pujian kepada allah. Jika terus
melakukan dzikir, kita tidak akan menaruh perhatian pada proses berpikir yang
tidak ada ujung pangkalnya yang terus berlansung dan kita akan memusatkan
perhatian pada satu titik. Dzikir diartikan sebagai kesadran manusia akan
kewajiban-kewajiban agamanya, yang mendorong untuk melaksanakanya. (Ust.
Fadli Ramadan, 2019).

2. Tujuan
a. Berdzikir dapat mendorong memusatkan perhatian dan berpikir pada satu
titik yang dapat menenangkan hati.
b. Menghilangkan gelisah dan hati yang gundah
c. Mehilangkan kerisauan
d. Dapat menghilangkan nyeri dan menumbuhkan ketenangan dan
kestabilan saraf untuk pasien.
e. Dengan dzikir dapat mengingatkan kita agar selalu berfikir positif
f. pasien bisa menghilangkan suara-suara yang tidak nyata dan lebih dapat
menyibukkan diri dengan melakukan terapi zikir.
(Ust. Fadli Ramadan, 2019),

3. Macam - Macam Dzikir


Macam dzikir terbagi menjadi 3 yaitu : (Ust. Fadli Ramadan, 2019),
a. Dzikir Jali
Ialah suatu perbuatan mengingat allah dalam bentuk ucaapan atau
lisan yang mengandung arti pujian, rasa syukur san do’a kepada Allah
SWT yang lebih menampakan suara yang jelas untuk menenangkan hati.
b. Dzikir khafi
Adalah dzikir yang dilakukan secara khusyuk oleh ingatan dan hati,
baik disertai dzikir lisan maupun tidak
c. Dzikir Haqiqi
Yaitu dzikir yang dilakukan dengan seluruh jiwa raga, lahirlah
masupun batiniah, kapanpun dan dimanapun dengan memperketat upayah
memelihara seluruh jiwa raga dalam mengerjakan perintah Allah SWT.
4. Adab Ber- Dzikir
Adapun proses berdzikir adalah sebaga berikut :
a. Awali dengan membaca :
Astaghfirullah (3x)
Artinya : aku mohon ampun kepada allah yang maha agung.
b. Lalu membaca :
Allaahumma antas salaam, wa minkas salaam, tabaarakta yaa dzal
jalaali wal ikraam (1x)
Artinya : ya allah, engkau maha sejahtera, dan dari-mu lah
kesejahteraan, maha berkat engkau ya allah, yang
memiliki kemegahan dan kemuliaan.
c. Lalu membaca
Allaahumma laa maani’a limma a thaita walaa mu’thiya limaa
mana’ta walaa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu (1x)
Artinya : ya allah tidak ada sesuatu yang dapat menghalangi
pemberianmu, dan tak ada pula sesuatu yang dapat
memberi apa-apa yang engkau laraang, dan tak ada
manfaat kekayaan bagi yang mempunyai kebesaran yang
datang bersama ridha-Mu.
d. Lalu membaca tasbih, tahmid dan takbir :
Tasbih : subhaanallaah “maha suci allah” (33x)
Tahmid : alhamdulillaah “maha terpuji allah” (33x)
Takbir : allaahu akbar “allah maha besar” (33x)
Lalu lengkapi dengan :
La ilaaha illallaahu wahddaahu laa syariikalah, lahul mulku walahul
hamdu wahuwa ‘ alaa kulli syain qadir (1x)
Artinya : tidak ada tuhan selain allah, sendiri-Nya : tiada sekutu bagi
nya. Milik-nya lah kerajaan dan pujian. Dia maha kuasa atas
segalanya.
e. Dilanjutkan dengan do’a penutup sesuai dengan apa yang diharapkan
oleh manusia terhadap tuhan sang pencipta alam.

D. Konsep Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah sebagai tahap awal proses keperawatan meliputi
pengumpulan data, analisis data, dan perumusan masalah pasien. Data yang
dikumpulkan adalah data pasien secara holistik, meliputi aspek biologis,
psikologis, sosial, dan spiritual.
Secara lebih terstruktur pengkajian kesehatan jiwa meliputi hal berikut.
a. Identitas klien
Melakukan perkenalan dan kontrak dengan pasien tentang : nama
mahasiswa, nama panggilan, nama pasien, nama panggilan pasien, tujuan,
waktu, tempat pertemuan, topik yang akan dibicarakan. Tanyakan dan
catat usia pasien dan No RM, tanggal pengkajian dan sumber data yang
didapat
b. Keluhan utama/alasan masuk
Apa yang menyebabkan pasien atau keluarga datang, atau dirawat di
rumah sakit, apakah sudah tahu penyakit sebelumnya, apa yang sudah
dilakukan keluarga untuk mengatasi masalah ini
c. Faktor predisposisi
Menanyakan apakah keluarga mengalami gangguan jiwa, bagaimana hasil
pengobatan sebelumnya, apakah pernah melakukan atau mengalami
penganiayaan fisik, seksual, penolakan dari lingkungan, kekerasan dalam
keluarga, dan tindakan kriminal. Menanyakan kepada pasien dan keluarga
apakah ada yang mengalami gangguan jiwa, menanyakan kepada pasien
tentang pengalaman yang tidak menyenangkan
d. Pemeriksaan fisik
Memeriksa tanda-tanda vital, tinggi badan, berat badan, dan tanyakan
apakah ada keluhan fisik yang dirasakan.
e. Psikososial
1) Genogram
Genogram menggambarkan pasien dengan keluarga, dilihat dari
pola komunikasi, pengambilan keputusan dan pola asuh
2) Gambaran diri
Tanyakan persepsi pasien terhadap tubuhnya, bagian tubuh yang
disukai, reaksi pasien terhadap bagian tubuh yang tidak disukai dan
bagian yang disukai
3) Identitas diri
Status dan posisi pasien sebelum pasien dirawat, kepuasan pasien
terhadap status dan posisinya, kepuasan pasien sebagai laki-laki atau
perempuan, keunikan yang dimiliki sesuai dengan jenis kelaminya
dan posisinya
4) Fungsi peran
Tugas atau peran dalam keluarga / pekerjaan / kelompok
masyarakat, kemampuan pasien dalam melaksanakan fungsi atau
perannya, perubahan yang terjadi saat pasien sakit dan dirawat,
bagaimana perasaan pasien akibat perubahan tersebut
5) Ideal diri
Harapan pasien terhadap keadaan tubuh yang ideal, posisi, tugas,
peran dalam keluarga, pekerjaan atau sekolah, harapan pasien
terhadap lingkungan, harapan pasien terhadap penyakitnya, bagaiman
jika kenyataan tidak sesuai dengan harapannya
6) Harga diri
Hubungan pasien dengan orang lain sesuai dengan kondisi,
dampak pada pasien dalam berhubungan dengan orang lain, harapan,
identitas diri tidak sesuai harapan, fungsi peran tidak sesuai harapan,
ideal diri tidak sesuai harapan, penilaian pasien terhadap pandangan /
penghargaan orang lain

7) Hubungan sosial
Tanyakan orang yang paling bearti dalam hidup pasien, tanyakan
upaya yang biasa dilakukan bila ada masalah, tanyakan kelompok apa
saja yang diikuti dalam masyarakat, keterlibatan atau peran serta
dalam kegiatan kelompok / masyarakat, hambatan dalam
berhhubungan dengan orang lain, minat dalam berinteraksi dengan
orang lain
8) Spiritual
Nilai dan keyakinan, kegiatan ibadah / menjalankan keyakinan,
kepuasan dalam menjalankan keyakinan
f. Status mental
1) Penampilan
Melihat penampilan pasien dari ujung rambut sampai ujung
kaki apakah ada yang tidak rapi, penggunaan pakaian tidak sesuai,
cara berpakaian tidak seperti biasanya, kemampuan pasien dalam
berpakaian, dampak ketidakmampuan berpenampilan baik /
berpakaian terhadap status psikologis pasien
2) Pembicaraan
Amati pembicaraan pasien apakah cepat, keras, terburu-buru,
gagap, sering terhenti / bloking, apatis, lambat, membisu,
menghindar, tidak mampu memulai pembicaraan
3) Aktivitas motorik
a) Lesu, tegang, gelisah
b) Agitasi : Gerakan motorik yang menunjukan kegelisahan
c) Tik : Gerakan-gerakan kecil otot muka yang tidak
terkontrol
d) Grimasem : Gerakan otot muka yang berubah-ubah yang
tidak terkontrol pasien
e) Tremor : Jari-jari yang bergetar keika pasien menjulurkan
tangan dan merentangkan tangan
f) Kompulsif : Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang
4) Alam perasaan
a) Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan
b) Ketakutan : Objek yang ditakuti sudah jelas
c) Khawatir : Objeknya belum jelas
5) Afek
a) Datar : Tidak ada perubahan roman muka pada saat ada
stimulus yang menyenangkan atau menyedihkan
b) Tumpul : Hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang
sangat kuat
c) Labil : Emosi pasien cepat berubah-ubah
d) Tidak sesuai : Emosi bertentangan atau berlawanan dengan
stimulus
6) Interaksi selama wawancara
a) Kooperatif : Berespon dengan baik terhadap wawancara
b) Tidak kooperatif : Tidak dapat menjawab pertanyaan
pewawancara dengan spontan
c) Mudah tersinggung
d) Bermusuhan : Kata-kata atau pandangan yang tidak
bersahabat atau tidak ramah
e) Kontak kurang : Tidak mau menatap lawan bicara
f) Curiga : Menunjukan sikap atau peran tidak percaya kepada
pewawancara atau orang lain
7) Proses pikir
a) Sirkumtansial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai
pada tujuan
b) Tangensial : Pembicaraan yang berbelit-belit tapi tidak
sampai pada tujuan
c) Kehilangan asosiasi : Pembicaraan tidak ada hubungan
antara satu kalimat degan kalimat lainnya
d) Fight of ideas : Pembicaraan yang meloncat dari satu topik
ke topik yang lainnya
e) Boking : Pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan dari
luar kemudian dilanjutkan kembali
f) Perseferasi : Kata-kata yang diulang berkali-kali
g) Perbigerasi : Kalimat yang diulang berkali-kali
8) Isi pikir
a) Obsesi : Pikiran yang selalu muncul walaupun pasien
berusaha menghilangkannya
b) Phobia : Ketakutan yang patologis / tidak logis terhadap
objek / situasi tertentu
c) Hipokondria : Keyakinan terhadap adanya gangguan organ
tubuh yang sebenarnya tidak ada
d) Depersonalisasi : Perasaan pasien yang asing terhadap diri
sendiri, orang lain dan lingkungan
e) Ide yang terkait : Keyakinan pasien terhadap kejadian yang
terjadi dilingkungan yang bermakna yang terkait pada
dirinya
f) Pikiran magis : Keyakinan pasien tentang kemampuannya
melakukan hal-hal yang mustahil atau diluar
kemampuannya
g) Waham
1. Agama : Keyakinan pasien terhadap suatu agama secara
berlebihan dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan keyakinan
2. Somatik : Keyakinan pasien terhadap tubuhnya dan
diucapkan berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan
keyakinan.
3. Kebesaran : Keyakinan pasien yang berlebihan terhadap
kemampuannya dan diucapkan berulang-ulang tetapi tidak
sesuai dengan kenyataan.
4. Curiga : Keyakinan pasien bahwa ada seseorang yang
berusaha merugikan, mencederai dirinya, diucapkan
berulang-ulang tetapi tidak sesuai dengan kenyataan.
5. Nihilistik : Pasien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada
didunia / meninggal yang dinyatakan secara berulang-
ulang dan tidak sesuai dengan kenyataan
g. Kebutuhan persiapan pulang
a) Makan
Tanyakan frekuensi, jumlah, variasi, macam dan cara
makan, observasi kemampuan pasien menyiapkan dan
membersihkan alat makan\
b) Buang air besar dan buang air kecil
Observasi kemampuan pasien untuk BAB dan BAK, pergi
menggunakan WC atau membersihkan WC
c) Mandi
Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi,
menyikat gigi, cuci rambut, gunting kuku, observasi kebersihan
tubuh dan bau badan pasien
d) Berpakaian
Observasi kemampuan pasien dalam mengambil,, memilih
dan mengenakan pakaian, observasi penampilan dandanan pasien
e) Istirahat dan tidur
Observasi dan tanyakan lama dan waktu tidur siang atau
malam, persiapan sebelum tidur dan aktivitas sesudah tidur
f) Penggunaan obat
Observasi penggunaan obat, frekuensi, jenis, dosis, waktu,
dan cara pemberian
g) Pemeliharaan kesehatan
Tanyakan kepada pasien tentang bagaimana, kapan
perawatan lanjut, siapa saja sistem pendukung yang dimiliki
h) Aktivitas didalam rumah
Tanyakan kemampuan pasien dalam mengolah dan
menyajikan makanan, merapikan rumah, mencuci pakaian sendiri,
mengatur kebutuhan biaya sehari-hari
i) Aktivitas diluar rumah
Tanyakan kemampuan pasien dalam belanja untuk keperluan
sehari-hari, aktivitas lain yang dilakukan diluar rumah
h. Tingkat kesadaran
1) Bingung : Tampak bingung dan kacau (perilaku yang tidak
mengarah pada tujuan)
2) Sedasi : Mengatakan merasa melayang-layang antara sadar atau
tidak sadar
3) Stupor : Gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan yang
diulanng-ulang, anggota tubuh pasien dalam sikap yang canggung
dan dipertahankan pasien tapi pasien mengerti semua yang terjadi
dilingkungannya
4) Orientasi : Waktu, tempat dan orang
i. Memori
1) Gangguan mengingat jangka panjang : Tidak dapat mengingat
kejadian lebih dari 1 bulan
2) Gangguan mengingat jangka pendek : Tidak dapat mengingat
kejadian dalam minggu terakhir
3) Gangguan mengingat saat ini : Tidak dapat mengingat kejadian yang
baru saja terjadi
4) Konfabulasi : Pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan
memasukan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan daya
ingatnya
j. Tingkat konsentrasi
1) Mudah beralih : Perhatian mudah berganti dari satu objek ke objek
lainnya
2) Tidak mampu berkonsentrasi : Pasien selalu minta agar pertanyaan
diulang karena tidak menangkap apa yang ditanyakan atau tidak
dapat menjelaskan kembali pembicaraan
3) Tidak mampu berhitung : Tidak dapat melakukan penambahan atau
pengurangan pada benda-benda yang nyata
k. Daya tarik diri
Mengingkari penyakit yang diderita : Pasien tidak dapat menyadari
gejala penyakit (perubahan fisik dan emosi) pada dirinya dan merasa tidak
perlu minta pertolongan / pasien menyangkal keadaan penyakitnya, pasien
tidak mau bercerita tentang penyakitnya.

2. Diagnosis Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons aktual atau
potensial dari individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan. Rumusan diagnosis yaitu Permasalahan (P)
berhubungan dengan Etiologi (E) dan keduanya ada hubungan sebab akibat
secara ilmiah. Perumusan diagnosis keperawatan jiwa mengacu pada pohon
masalah yang sudah dibuat (Yusuf AH, dkk 2015).

3. Rencana Tindakan Keperawatan


Rencana tindakan keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang
dapat dilaksanakan untuk mencapai setiap tujuan khusus. Sementara rasional
adalah alasan ilmiah mengapa tindakan diberikan, alasan ini bisa didapatkan dari
literatur, hasil penelitian, dan pengalaman praktik. Rencana tindakan yang
digunakan di tatanan kesehatan jiwa disesuaikan dengan standar asuhan
keperawatan jiwa Indonesia. Standar keperawatan Amerika menyatakan terdapat
empat macam tindakan keperawatan, yaitu (1) asuhan mandiri, (2) kolaboratif,
(3) pendidikan kesehatan, dan (4) observasi lanjutan (Yusuf AH, dkk 2015).

Tabel 2.3 Rencana tindakan keperawatan.


Tujuan Khusus Kriteria hasil Intervensi
TUK 1. 1. Ekspresi wajah Bina hubungan saling
Klien tidak bersahabat percaya
mencedrai diri 2. menunjukkan rasa dengan mengungkapkan
sendiri, orang senang prinsip
lain, dan 3. ada kontak mata komunikasi therapeutik:
lingkungan 4. mau berjabat tangan 1. Sapa klien dengan ramah
5. mau menyebutnama baik verbal maupun non
6. mau menjawab salam verbal
7. klien mau duduk 2. Perkenaan diri dengan
berdampingan dengan sopan
perawat 3. Tanyakan nama lengkap
8. mau mengutarakan dan nama panggilan yang
masalah yang dihadapi di sukai
4. Jelaskan tujuan pertemuan
5. Jujur dan menepati janji
6. Tunjukkan sikap empati
dan menerima kien apa
adanya
7. Beri perhatian kepada
klien dan perhatikan
kebutuhan dasar kien.
TUK 2. 1. Kien dapat 1. Adanya kontak sering dan
Klien dapat menyebutkan singkat secara bertahap
Mengenal waktu, isi, frekuensi 2. Observasi tingkah laku
halusinasinya timbulnya halusinasi. kien terkait dengan
2. .Klien dapat halusinasinya: bicara dan
mengungkapkan tertawa tanpa stimulus,
Perasaan terhadap memandang ke kiri/ke
halusinasinya kanan/ke depan seolah
ada teman bicara
3. Bantu klien mengenal
halusinasi:
a. Jika menemukan klien
yang sedang halusinasi,
tanyakan apakah ada
suara yang didengar.
b. Jika klien menjawab
ada, langsung
menanyakan apa yang
dikatakan
c. Katakan bahwa
perawat percaya klien
mendengar suara itu,
namun perawat sendiri
tidak mendengarnya
(dengan nada
bersahabat tanpa
menuduh dan
menghakimi)
d. Katakan bahwa klien
lain juga ada yang
seperti klien
e. Katakan bahwa
perawat akan
membantu klien
4. Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang
menimbulkan/tidak
menimbulkan
halusinasi
b. Waktu dan frekuensi
terjadinya halusinasi
(pagi, siang, sore, dan
malam atau jika
sendiri, jengkel/sedih)
c. Diskusikan dengan
klien apa yang dirakan
jika terjadi halusinasi
(marah/takut, sedih,
senang) beri
kesempatan untuk
mengungkapkan
perasaannya
TUK 3. 1. Klien dapat 1. Identifikasi bersama klien
Klien dapat
menyebutkan tindakan apa yang dirasakan jika
Mengontrol
halusinasinya yang biasa dilakukan terjadi halusinasi (tidur,
untuk mengendalikan marah, menyibukkan diri,
halusinasinya dan lainlain)
2. Klien dapat 2. Diskusikan manfaat dan
menyebutkan tindakan cara yang digunakan
yang biasa dilakukan klien, jika bermanfaat beri
untuk mengendalikan pujian
halusinasinya 3. Identifikasi bersama klien
3. Klien dapat apa yang dirasakan jika
menyebutkan cara baru terjadi halusinasi (tidur,
dalam mengontrol marah, menyibukkan diri,
halusinasinya dan lainlain)
4. Klien dapat memilih 4. Diskusikan manfaat dan
cara mengatasi cara yang digunakan
halusinasinya seperti klien, jika bermanfaat beri
telahdidiskusikan pujian
dengan klien 5. Diskusikan cara baru
5. Klien dapat untuk memutus/
melaksanakan cara mengontrol timbulnya
yang telah dipilih halusinasi antara lain
untuk mengendalikan dengan:
halusinasinya a. Katakan saya tidak
6. Klien dapat mengikuti mendengar kamu (pada
terapi aktifitas saat halusinasi terjadi
kelompok b. Menemui orang lain
(perawat, teman,
anggota keluarga)
untuk bercakapcakap
atau mengatakan
halusinasi yang
didengar
c. Membuat jadwal
kegiatan sehari-hari
agar halusinasi tidak
muncul
6. Meminta
keluarga/perawat/teman
menyapa jika tampak
bicara sendiri
7. Bantu klien memiih dan
melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
8. Beri kesempatan untuk
melakukan cara yang telah
dipilih. Evaluasi hasilnya
dan beri pujian bila
berhasil
9. Anjurkan klien untuk
mengikuti terafi aktifitas
kelompok, orientasi
realita, stimulus persepsi
TUK 4. 1. Keluarga dapat 1. Anjurkan klien untuk
Klien dapat
membina hubungan memberitahu keluarga
dukungan
keluarga dalam saling percaya dengan jika mengalami halusinasi
mengontrol
perawat 2. Diskusikan dengan
halusinasinya
2. Keluarga dapat keluarga (pada saat
menyebutkan keluarga berkunjung/pada
pengertian, tanda dan saat kunjungan rumah :
tindakan untuk a. Gejala halusinasi yang
mengendalikan dialami klien
halusinasinya b. Cara yang dapat
dilakukan klien dan
keluarga untuk
memutus halusinasi
c. Cara merawat anggota
keuarga yang
mengalami halusinasi
di rumah : beri
kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan
bersama, berpergian
bersama
d. Beri informasi waktu
follow up atau kapan
perlu mendapat
bantuan: halusinasi
tidak terkontrol dan
risiko mencedrai orang
lain.
TUK 5. 1. Klien dan keluarga 1. Diskusikan dengan klien
Klien dapat
dapat menyebutkan dan keluarga tentang
Melakukan
aktifitas manfaat ber-dzikir manfaat terapi dzikir
berdzikir untuk
untuk halusinasi klien. untuk klien
mengontrol
halusinasinya 2. Klien dapat 2. Ajarkan klien cara ber-
mendemonstrai terapi dzikir yang baik dan
dzikir benar.
3. Klien dapat informasi 3. Anjurkan klien
tentang manfaat ber- menerapkan dzikir pagi
dzikir untuk dan sore hari untuk
mengontrol memenuhi aktivitas
halusinasinya terjadwalnya dan
4. Klien dapat mengisi merasakan manfaatnya
aktivitas harian dengan 4. Berikan informasi tentang
ber-dzikir manfaat dzikir dalam
mengontrol halusinasi
untuk klien
5. Diskusikan dengan klien
dan keluarga tentang
terapi dzikir

4. Implementasi Keperawatan
Sebelum tindakan keperawatan diimplementasikan perawat perlu
memvalidasi apakah rencana tindakan yang ditetapkan masih sesuai dengan
kondisi pasien saat ini (here and now). Perawat juga perlu mengevaluasi diri
sendiri apakah mempunyai kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal
sesuai dengan tindakan yang akan dilaksanakan. Setelah tidak ada hambatan lagi,
maka tindakan keperawatan bisa diimplementasikan (Yusuf AH, dkk 2015).

5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari
tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi ada dua macam, yaitu (1) evaluasi
proses atau evaluasi formatif, yang dilakukan setiap selesai melaksanakan
tindakan, dan (2) evaluasi hasil atau sumatif, yamg dilakukan dengan
membandingkan respons pasien pada tujuan khusus dan umum yang telah
ditetapkan.
Evaluasi dilakukan dengan pendekataan SOAP, yaitu sebagai berikut:
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisis terhadap data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap ada, muncul masalah baru, atau ada data
yang kontradiksi terhadap masalah yang ada
P : Tindakan lanjut berdasarkan hasil analisis respon pasien (Yusuf AH, dkk
2015).

6. Dokumentasi Keperawatan
Dokummentasi implementasi dan evaluasi tindakan keperawatan
hendaknya tidak dianggap hal yang sepele oleh perawat maupun peserta didik
keperawatan, dan hal ini dianjurkan menggunakan formulir yang sama. Seperti
proses keperawatan di unit rawat jalan/ gawat darurat/ rehabilitas/ elektromedik.
(Herman Ade, 2011).

7. Discharge Planning
Discharge planning adalah suatu proses yang terpusat, terkoordinasi dan
terdiri dari disiplin ilmu yang memberikan kepastian bahwa klien mempunyai
suatu rencana untuk perawatan berkelanjutan. Perencanaan pemulangan pasien
membantu proses pemindahan pasien dari suatu lingkungan ke lingkungan lain
(Potter & Perry, 2005), Discharge planning adalah suatu perencanaan yang
sistematis untuk mengatur kontinuitas perawatan pasien agar pasien menerima
perawatan yang tepat sehingga dapat pulang dengan tepat waktu dan kembali
mandiri dalam menjalani situasi kehidupan seperti semula.
Discharge planning adalah suatu program yang terkoordinasi yang
dirancang untuk memberikan perawatan yang berkelanjutan, informasi
kebutuhan yang harus dipenuhi pasien setelah pulang, evaluasi dan instruksi
perawatan diri (Swanburg, 2000). Hal penting yang harus ada di dalam sebuah
discharge planning yang baik meliputi.

Anda mungkin juga menyukai